Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu

(1)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN AMPAS SAGU

FERMENTASI DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG

(Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

MONIKA HUTAURUK 100306049

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN AMPAS SAGU

FERMENTASI DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG

(Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

MONIKA HUTAURUK 100306049/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Judul : Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu Nama : Monika Hutauruk

NIM : 100306049

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni,M.Sc Hamdan S.Pt.,M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

MONIKA HUTAURUK, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HAMDAN.

Tujuan penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan ternak ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2014 – Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi), P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi), P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi), P4 (pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 dan 152.205,4. Rataan total hasil produksi (Rp) : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 dan 214.323,75. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 dan 62.118,38. Rataan R/C ratio : 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 dan 1,41.Rataan IOFC (Rp) : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0dan 142.087,7. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak ayam kampung saat ini.


(5)

ABSTRACT

MONIKA HUTAURUK, 2014: Business analysis utilization of pulp fermentation sago In Rations Against Local Chicken(Gallus domesticus) Age 12 Weeks.Under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and HAMDAN.

The purposeof research to determine the utilization of sago pulp fermented with probiotic starbio as the ration of the economic value of live stock raising efforts chicken. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera on July to October 2014. The method used was a survey method. The study consists of 5 treatments and 4 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed with 30% sago fermentation pulp and pulp sago 0% non-fermented), P1(basal feed with 22.5% sago fermentation pulp and pulp sago 7.5% non-fermented),P2 (basal feed with 15% pulp and 15% fermented sago non-fermentation pulp), P3(basal feed with 7.5% sago fermentation pulp and pulp sago 22.5% non-fermented), P4(basal feed with 0% pulp and 30% fermented sago non-fermentation pulp). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).

The results showed that in each treatment P0, P1, P2, P3 and P4 give different results on the average total cost of production search us : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 and 152.205,4. respectivly. Mean total yield : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 and 214.323,75. respectivly. Mean analysis of profit/loss: 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 and 62.118,38 respectivly. Mean R/C ratio: 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 and 1,41respectivly. Mean IOFC : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0 and 142.087,7.The conclusion of this study indicate that the use of sago fermentation pulp starbio as amixture offeedin the ration to the level of 30% canincrease the income of farmers chicken. Sago Pulpis one of alternative feed for cattle feed chicken today.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Setember 1992 dari ayah Drs. T. Hutauruk dan ibu R. Br. Sinambela, penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2010 tamat dari SMA Negeri 14 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).

Penulis juga telah melakukan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan Juli 2013 sampai Agustus 2013 di PT. Mabar Feed Indonesia di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni,M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Hamdan S.Pt,.M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan ayam kampung.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung ... 6

Total Biaya Produksi ... 7

Biaya bibit ... 8

Biaya pakan ... 9

Biaya obat-obatan ... 9

Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 10

Biaya tenaga kerja... 10

Total Hasil Produksi ... 11

Hasil penjualan ayam kampung ... 12

Hasil penjualan kotoran ayam kampung... 12

Analisis Laba-Rugi (Keuntungan-Kerugian) ... 12

Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) ... 13

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 14

Karakteristik Ayam Kampung ... 15


(9)

Probiotik Starbio ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Bahan ... 20

Alat ... 20

Metode Penelitan ... 21

Parameter Penelitian... 21

Total biaya produksi ... 21

Total hasil produksi ... 22

Analisis laba rugi (keuntungan-kerugian) ... 22

Analisis R/C ratio (revenue cost ratio) ... 22

Analisis IOFC (income over feed cost) ... 22

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi ... 24

Biaya bibit ... 24

Biaya ransum ... 24

Biaya obat-obatan ... 26

Biaya sewa kandang ... 26

Biaya peralatan kandang ... 26

Biaya tenaga kerja ... 27

Total Hasil Produksi ... 29

Hasil penjualan ayam ... 29

Hasil penjualan kotoran ayam ... 29

Analisis Laba/Rugi ... 31

Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) ... 34

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 36

Rekapitulasi hasil penelitian ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi(%) ... 18

2. Daftar harga pakan (Rp/kg)... 25

3. Biaya ransum ayam kampung selama penelitian (Rp/plot) ... 25

4. Total biaya produksi selama penelitian (Rp) ... 27

5. Hasilpenjualan ayam kampung (Rp/plot) ... 29

6. Total hasil produksi selama penelitian (Rp) ... 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Gambar rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/plot) ... 28

2. Gambar rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp/plot) ... 30

3. Gambar rataan laba/rugi selama penelitian (Rp/plot) ... 32

4. Gambar rataan R/C ratio selama penelitian ... 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Pembuatan ampas sagu fermentasi ... 44

2. Kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan (%). ... 45

3. Formula ransum ayam kampung dengan ampas sagu (%) ... 45

4. Harga ransum tiap perlakuan(Rp) ... 46

5. Total konsumsi pakan tiap perlakuan (g) ... 47

6. Biaya pembelian bibit DOC (Rp/plot) ... 47

7. Biaya obat-obatan selama penelitian (Rp/plot) ... 48

8. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/plot) ... 48

9. Biaya peralatan kandang selama penelitian (Rp/plot) ... 48

10. Biaya tenaga kerja pemeliharaan selama penelitian (Rp/plot) ... 49

11. Total biaya produksi selama penelitian (Rp) ... 49

12. Bobot badan akhir ayam kampung (g) ... 49

13. Hasil penjualan kotoran (feses) ayam kampung (Rp/plot) ... 49

14. Total hasil produksi selama penelitian (Rp) ... 50

15. Analisis laba/rugi selama penelitian (Rp) ... 50

16. R/C Ratio ... 50


(13)

ABSTRAK

MONIKA HUTAURUK, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HAMDAN.

Tujuan penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan ternak ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2014 – Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi), P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi), P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi), P4 (pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 dan 152.205,4. Rataan total hasil produksi (Rp) : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 dan 214.323,75. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 dan 62.118,38. Rataan R/C ratio : 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 dan 1,41.Rataan IOFC (Rp) : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0dan 142.087,7. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak ayam kampung saat ini.


(14)

ABSTRACT

MONIKA HUTAURUK, 2014: Business analysis utilization of pulp fermentation sago In Rations Against Local Chicken(Gallus domesticus) Age 12 Weeks.Under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and HAMDAN.

The purposeof research to determine the utilization of sago pulp fermented with probiotic starbio as the ration of the economic value of live stock raising efforts chicken. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera on July to October 2014. The method used was a survey method. The study consists of 5 treatments and 4 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed with 30% sago fermentation pulp and pulp sago 0% non-fermented), P1(basal feed with 22.5% sago fermentation pulp and pulp sago 7.5% non-fermented),P2 (basal feed with 15% pulp and 15% fermented sago non-fermentation pulp), P3(basal feed with 7.5% sago fermentation pulp and pulp sago 22.5% non-fermented), P4(basal feed with 0% pulp and 30% fermented sago non-fermentation pulp). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).

The results showed that in each treatment P0, P1, P2, P3 and P4 give different results on the average total cost of production search us : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 and 152.205,4. respectivly. Mean total yield : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 and 214.323,75. respectivly. Mean analysis of profit/loss: 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 and 62.118,38 respectivly. Mean R/C ratio: 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 and 1,41respectivly. Mean IOFC : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0 and 142.087,7.The conclusion of this study indicate that the use of sago fermentation pulp starbio as amixture offeedin the ration to the level of 30% canincrease the income of farmers chicken. Sago Pulpis one of alternative feed for cattle feed chicken today.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan ayam kampung pada saat ini sudah sangat dikenal dikalangan masyarakat, hal ini merupakan aspek yang menguntungkan dan perlu ditingkatkan karena selain dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani,usaha pemeliharaan ayam kampung juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Keunggulan protein hewani membuat industri atau usaha peternakan memiliki potensi yang besar untuk berkembang, dikarenakan konsumsi daging masyarakat Indonesia yang rendah masih dapat ditingkatkan. Usaha peternakan di Indonesia sangat bermacam-macam jenis ternak yang diusahakan, diantaranya sapi, kambing, kerbau, ayam dan lainnya. Namun daging ayam adalah yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dikarenakan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan daging sapi dan kambing. Alasan tersebut dapat digunakan untuk memacu peningkatan usaha peternakan khususnya ayam kampung pedaging yang bertujuan memberikan protein hewani yang baikkepada masyarakat sehingga konsumsi daging Indonesia dapat meningkat.

Pada saat ini usaha ayam kampung memiliki prospek cukup besar untuk dikembangkan. Peluang ini terlihat dari keunggulan yang dimiliki oleh ayam kampung terutama jika dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki kelebihan seperti kecepatan daya adaptasi terhadap lingkungan, pemeliharaan yang mudah, ketahanan terhadap penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung juga merupakan bahan pertukaran yang paling


(16)

mudahdijual dan sebagai sumber pendapatan bagi peternak karena daging, telur, bulu dan kotoran ayam kampung memiliki potensi pasar (Murtidjo, 1998).

Peningkatan produksi daging ayam kampung dapat dilakukan dengan cara manajemen yang baik terutama pakan, pakan yang diberikan harus memiliki nilai gizi yang tinggi dan dapat dicerna oleh ayam kampung. Namun pakan adalah masalah utama dalam pemeliharaan ayam kampung, karena ditinjau dari segi biaya produksi, biaya pakan dapat mencapai 80% dari total biaya produksi.Tingginya biaya pakan ini dipengaruhi oleh tingginya harga bahan baku penyusun bahan pakan ternak. Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum dan dapat menekan biaya pakan yang tinggi. Limbah yang biasanya digunakan yaitu limbah pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga bahkan dari limbah peternakan itu sendiri.Limbah pertanian dan limbah perkebunan merupakan jenis limbah yang pengolahannya lebih sederhana, jumlahnya banyak, harga relatif lebih murah, kandungan nutrisinya cukup baik untuk diberikan sebagai salah satu komponen bahan penyusun pakan untuk ayam kampung dan hal yang paling terpenting adalah tidak bersaing dengan manusia.

Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ayam kampung, karena di Sumatera Utara sendiri ampas sagu hanya terbuang begitu saja belum banyak dimanfaatkan. Sagu merupakan salah satu sumber daya alam nabati di Indonesia yang mulai akhir tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya. Pada pengolahan sagu dijumpai limbah/hasil ikutan yang berupa kulit batang dan ampas.Pada proses pengolahan sagu dihasilkan limbah padat dan limbah cair. Ampas sagu merupakan dari salah


(17)

satu limbah padat tersebut. Ampas sagu dihasilkan dari proses ekstraksi sekitar 14% dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Alternatif penggunaan ampas sagu sebagai bahan ransum ternak merupakan hal yang positif walaupun disadari bahwa penggunaannya sebagai pakan ternak belum optimal karena mempunyai kendala pada tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar protein. Kondisi ini menyebabkan penggunaan ampas sagu dalam campuran ransum untuk ayam kampung hanya terbatas pada jumlah tertentu. Namun dengan tindakan dan teknologi sederhana seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya dapat ditingkatkan.

Ransum yang mengandung serat kasar tinggi ternyata daya cernanya rendah (Lubis, 1992).Untuk menyiasatinya, perlu dilakukan suatu terobosan dengan menambahkan probiotik starbio pada ransum sehingga terjadi peningkatan efisiensi penggunaan ransum. Penggunaan probiotik starbio dalam ransum ternyata dapat meningkatkan daya cerna sehingga zat-zat pakan lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi (Barrow, 1992).Starbio merupakan koloni bakteri alami yang terdiri atas bakteri lignolitik, selulolitik, proteolitik, dan bakteri nitrogen fiksasi nonsimbiotik.

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Dengan melakukan analisis usaha peternakan dapat diketahui nilai ekonomis usaha tersebut apakah menguntungkan atau mengakibatkan kerugian. Hasil analisis ini juga dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Analisis usaha ternak ayam kampung merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat


(18)

dilihat dari analisis usahanya. Keadaan perusahaan seperti besarnya biaya yang dikeluarkan, pendapatan bersih, serta ukuran efesien dan efektifnya usaha yang digambarkan melalui analisis usaha ekonomi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan analisis usaha melalui penelitian pemberian ampas sagu (Metroxylon sp.) yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai pakan ayam kampung umur 0-12 minggu.

Rumusan Masalah

Pada pemeliharaan ayam kampung hal yang perlu diperhatikan salah satunya adalah pemilihan pakan yang sesuai dengan ternaknya, berkualitas baik, tidak bersaing dengan manusia dan pakan mudah didapatkan. Dengan memperhatikan hal tersebut maka ternak dapat tumbuh dengan baik dan didapatkan hasil produksi yang optimal. Disamping itu agar didapatkan keuntungan yang maksimal maka perlu menekan biaya pakan yaitu dengan cara memanfaatkan limbah pertanian.

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ayam kampung.Khususnya pakan komersil buatan pabrik pakan yang harganya relatif mahal. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan ayam kampung maka digunakan bahan pakan alternatif yang harganya relatif murah dan ketersediaannya melimpah. Limbah ampas sagu merupakan limbah pertanian yang tersedia dan merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ayam kampung.

Ketersediaan limbah ampas sagu yang melimpah agar lebih termanfaatkan diperlukan suatu teknologi. Teknologi pengolahan limbah ampas sagu dengan cara fermentasiyang diolah sebagai ransum ayam kampung, dapat dimanfaatkan


(19)

sebagai salah satu bahan pakan alternatif. Di samping itu, limbah ampas sagu masih mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk ayam kampung.

Dari uraian diatas maka diharapkan pemanfaatan limbah ampas sagu sebagai ransum dapat menekan biaya pakan ayam kampung sehingga dapat menaikkan pendapatan peternak ayam kampung.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan ternak ayam kampung.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat peternakayam kampung, instansi pemerintah terkait serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti) mengenai penggunaan limbah ampas sagu yang difermentasi sebagai pakan ternak ayam kampung ditinjau dari sudut ekonomi. Kegunaan penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi PeternakanFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung

Menurut Whendarto dan Madyana (1992) bahwa pemeliharaan ayam kampung bagi masyarakat umumnya bisa menghasilkan beberapa keuntungan, yaitu diantaranya adalah dapat menjadi usaha ternak yang menjanjikan pendapatan yang besar karena harga penjualan daging dan telur ayam kampung relatif lebih tinggi dari ayam ras, selain itu ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit daripada ayam ras.

Usaha ternak ayam kampung di Indonesia bisa lebih berkembang dengan mengubah teknik pemeliharaannya. Pemeliharaan ayam kampung dengan cara intensif mampu memberikan penghasilan yang berarti bagi peternak. Hal ini dikarenakan, jika pemeliharaan ayam kampung dilakukan secara intensif maka ternak akan mendapatkan pemeliharaan yang baik yaitu ayam akan dikandangkan terus-menerus selama hidupnya. Pendapatan usaha ayam kampung dengan pemeliharaan secara intensif akan lebih menguntungkan (Sudaryani dan Santosa, 2003).

Ayam kampung memiliki peluang usaha cukup besar, karena masyarakat lebih menyukai telur maupun daging ayam kampung dibandingkan ayam broiler (Sudaryani dan Santosa 2003). Selain itu jumlah konsumsi ayam kampung per kapita per tahunnya terus meningkat. Jumlah konsumsi ayam kampung pada tahun 2009 sebesar 0.501 kg/kapita meningkat pada tahun 2010 menjadi 0.602

kg/kapita dan terus meningkat hingga tahun 2011 menjadi 0.626 kg/kapita (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012).


(21)

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Menurut Rasyaf (1995) analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan waktu.

Total Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban


(22)

yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

Menurut Soekartawi (1995)biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya-biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran.

Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output

yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biayavariable terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja, biaya merupakan komposisi terbesar, besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi (Prawirokusumo,1990).

Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah bibit dengan harga per ekor DOC. Harga bibit ayam kampung (DOC) mencapai Rp.5.500.Pemilihan bibit


(23)

ayam yang dipelihara sangat penting untuk diperhatikan, karena menentukan keberhasilan dalam beternak. DOC (Day Old Chick) yang baik mempunyai ciri-ciri : berat tidak dibawah standar (minimal ± 39 gr/ekor), lincah, tidak mempunyai cacat tubuh dan tidak menunjukkan adanya penyakit-penyakit tertentu (Sentral-ternak, 2013).

Biaya Pakan

Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak darikenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan ayam kampung yang berjumlah 100 ekor ialah sebesar Rp. 2.500.000, dimana biaya ini terdiri dari pakan komersial dan pakan olahan. Harga pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan (Luthfan et al., 2011).

Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yangdiberikan pada ternak yang terserang penyakit. Pengobatan pada ternakyang sedang terserang penyakit diharapkan dapat mengurangi resiko kematian, menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak lainnya. Menurut Luthfan et al. (2011) biaya yang dikeluarkan untuk membeli vitamin dan vaksin untuk ayam kampung sebesar Rp. 100.000/bulan. Obat-obatan


(24)

dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko produksi pada usaha peternakan (Aziz, 2009).

Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang.Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari hujan dan mengurangi stimulasi yang dapat menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia. Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Luthfan et al., (2011) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp. 500.000 untuk 100 ekor ayam kampung meliputi kandang, tempat minum dan tempat pakan. Peralatan kandang lainnya menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.

Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memeliharabeberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT 2014 (Upah Minimum Regional Provinsi Sumatera Utara) saat ini sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Menurut Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan (1985), bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara 1088 ekor ayam, sehingga biaya tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor ayam/bulan adalah sebesar Rp. 1.851.000/1088 ekor ayam = Rp. 1.701,-/ekor/bulan. Menurut Rasyaf (1992) jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat


(25)

tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.

Total Hasil Produksi

Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk lainnya merupakan komponen pendapatan (Sigit, 1991).

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (misal: penjualan ternak, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (misal: penjualan feses dan urin) (Rasyaf, 1995).

Menurut Gunawan (1993) bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.

Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan adalah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan

hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).


(26)

Hasil Penjualan Ayam Kampung

Menurut Kotler (1994) harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar, penjual akan meminta harga jual yang lebih tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar-menawar mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui.

Harga jual ayam kampung lebih mahal dari pada harga daging ayam ras. Harga ayam kampung pedaging bisa mencapai Rp. 40.000-Rp. 45.000/kg di pasar. Sementara itu, harga jual ayam ras pedaging hanya berkisar belasan ribu saja (Sentral-ternak, 2013).

Hasil Penjualan Kotoran Ayam Kampung

Penjualan kotoran ayam kampung diperoleh dari harga jual kotoran ayam kampung per kilogramnya. Harga pupuk yang berasal dari kotoran ayam di pasaran mencapai Rp. 450/kg, dalam keadaan basah harga kotoran ayam adalah Rp. 300/kg (Sentral-ternak, 2013).

Analisis Laba-Rugi

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan dengan total


(27)

biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2005) laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut.

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K= TR-TC (Soekartawi et al., 1986).

Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio)

Revenue cost ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau R/C ratio (revenue cost ratio) bisa digunakan dalam


(28)

analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.

Menurut Kadariah (1987) bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

R/C Ratio > 1 : Efisien R/C Ratio = 1 : Impas

R/C Ratio < 1 : Tidak efisien R/C Ratio =

produksi biaya

Total

produksi hasil

Total

Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).

IOFC (Income Over Feed Cost)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan


(29)

atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

Pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan usaha merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (dalam kilogram hidup), sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram ayam hidup tersebut. Apabila diperhatikan, tolak ukur ini hanya memperhatikan biaya pakan saja. Padahal dalam biaya variabel tidak hanya mencakup biaya pakan saja, tetapi ada juga biaya untuk pembelian bibit yang juga besar. Menurut hasil penelitian dan yang terjadi di Indonesia, biaya pakan ini merupakan 40-70 % dari keseluruhan biaya variabel itu. Jadi, itulah sebabnya tolok ukur ini hanya dibandingkan dengan biaya pakan saja (Rasyaf, 1992).

Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).

Karakteristik Ayam Kampung

Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub Filum:Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes,Famili: Phasianidae, Genus:

Gallus-gallus, Spesies:Gallus-gallus domesticus. Dibandingkan dengan ayam ras, ayam kampung juga jauh lebih lincah dan aktif bergerak. Jika dipelihara secara


(30)

umbaran, terbiasa hinggap atau istirahat di dahan pohon yang cukup tinggi. Selain

itu, ukuran tubuhnya juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1996).

Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil, mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).

Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Rasyaf, 1992).

Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak

Indonesia adalah negara yang memiliki areal tanaman sagu (Metroxylon sp.) terbesar di dunia hingga 1,2 juta ha. Di Indonesia luas areal tanaman sagu mencapai 1.128.000 ha atau 51,3% dari 2.201.000 ha areal sagu di dunia (Deptan, 2004). Sagu merupakan salah satu sumber daya alam nabati di Indonesia yang mulai akhir tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya sebagai akibat dari program pemanfaatan swasembada pangan nasional. Potensi lestari produksi sagu sebesar 5.000.000 ton per tahun, namun yang baru dimanfaatkan sebesar 200.00 ton per tahun.


(31)

Pada pengolahan sagu terdapat limbah atau hasil ikutan yang berupa kulit batang dan ampas. Ampas yang dihasilkan dari proses ekstraksi ini sekitar 14% dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Di sentra-sentra produksi, limbah ampas sagu pada umumnya belum dimanfaatkan dan ditumpuk begitu saja yang pada akhirnya akan mencemari lingkungan (Kompiang, 1995).

Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan (Azwar dan Azrul, 1983).

Ampas sagu merupakan limbah yang didapatkan pada proses pengolahan tepung sagu, dimana dalam proses tersebut diperoleh tepung dan ampas sagu dalam perbandingan 1 : 6 (Rumalatu, 1981). Jumlah limbah yang banyak tersebut, sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya hanya dibiarkan menumpuk pada tempat-tempat pengolahan tepung sagu sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Kalaupun ada ternak yang memanfaatkannya, hanya ternak-ternak yang berada di sekitar lokasi pengolahan tepung sagu, yang langsung mengkonsumsi di tempat penumpukan ampas tanpa dikontrol (Natamijaya et al., 1988).

Ampas sagu berupa serat-serat empelur yang diperoleh dari hasilpemarutan dan pemerasan isi batang sagu. Ampas sagu mempunyai prospek yangsangat baik, jika mendapat perlakuan yangtepat. Alternatif penggunaan ampas sagu sebagai bahan ransum ternak merupakan hal yang positif walaupun


(32)

disadari bahwa penggunaannya sebagai ransum mempunyai kendala antara lainkecernaan dan kadar nutriennya rendah karena tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar protein (Uhiet al., 2007).

Potensi penggunaan ampas sagu sebagai pakan memiliki faktor pembatas adalah kandungan protein kasarnya rendah dan serat kasar tinggi. Agar menjadi bahan pakan ternak yang kaya akan protein dan vitamin, maka ampas sagu dapat diolah dengan teknologi fermentasi (Harsono, 1986).

Tabel 1. Nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi

Zat Nutrisi Sebelum Fermentasi Sesudah Fermentasi

Protein (%) 3,84 23,08

Lemak (%) 1,48 1.90

Abu (%) 5.40 9.50

Ca (%) 0,32 0,48

P (%) 0,05 0,48

Lemak Kasar (%) 14,51 28,89

Energi (Kkal/kg) 1.352 1.543

Sumber : Haryanto dan Philipus (1992)

Probiotik Starbio

Probiotik berasal dari bahasa Latin yang berarti "untuk kehidupan"; disebut juga "bakteri bersahabat", "bakteri menguntungkan", "bakteri baik" atau "bakteri sehat". Apabila didefinisikan secara lengkap, probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri jahat yang ada di usus manusia dan hewan(Fuller, 1992).

Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto danWinantuningsih (1993)


(33)

dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Spirillum liporerum (pencerna lemak), Agaricus dan coprinus

(pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein).

Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. Starbio juga dapat menghilangkan bau limbah dari Rumah Potong Hewan (RPH) maupun septic-tank, dengan cara menguraikan komponen zat-zatkimia C-H-O-N-S(Sartika dan Dwiyanto, 1994).Hasil analisis proksimat dari starbio menurut Sulistyo (1996) adalah kadar air 9,71 %, protein kasar 10,42 %, lemak kasar 0,11 %, serat kasar 8,37 %, dan abu 51,54 %.

Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan ransum, kecernaan protein dan mineral fosfor (Campbell, 1984). Hal ini terjadi karena probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis) yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana (Lembah Hijau Indonesia, 1995).

Penggunaan probiotik pada ternak unggas ternyata sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat membantu pencernaan dan dapat menghasilkan zat antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan (Ritonga, 1992).


(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian inidilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof. Ahmad Sofyan No. 3, Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian iniberlangsung selama 12 minggu.

Bahan dan Alat Bahan

Day Old Chick (DOC) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri dari tepung jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati,

top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara

ad libitum, air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum, formalin 40% untuk fumigasi kandang, vitamin seperti vitachick sebagai suplemen tambahan.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang sebanyak 20 plot, masing-masing dengan ukuran 100cm x 100cm x 50cm, peralatan kandang terdiri dari 20 unit tempat pakan dan 20 unit tempat minum, alat penerang dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt, termometer sebagai pengukur suhu kandang, timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,01 gram, alat pencatat data seperti buku data, alat tulis dan kalkulator untuk menghitung biaya dan harga selama penelitian, alat pembersih kandang berupa sapu lididan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau serta terpal untuk menutup dinding kandang.


(35)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut:

P0 : Pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi

P1 : Pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi

P2 : Pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi

P3 : Pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi

P4 : Pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi

Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian dengan analisis usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningktakan nilai ekonomis. Untuk itu digunakan metode survey untuk mengetahui harga bibit, harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga kerja, harga penjualan bibit dan harga penjualan kotoran.

Paremeter Penelitian Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan kandang dan biaya sewa kandang.


(36)

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh pendapatan dari penjualan produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung harga jual ayam kampung dan harga jual kotoran ayam kampung.

Analisis Laba-Rugi

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara : K = TR – TC

Dimana :

K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)

R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.

R/C Ratio =

Produksi Biaya

Total

Produksi Hasil

Total

R/C Ratio > 1 = Efisien R/C Ratio = 1 = Impas R/C Ratio < 1 = Tidak efisien

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan


(37)

merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak.

IOFC = (Bobot badanakhir – Bobot badan awal ayam x Harga jual ayam/kg) – (Total konsumsi pakan x Harga pakan perlakuan/kg)

Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan ayam.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut harga pakan yang digunakan.

3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal DOC dan bobot akhir ayam, rata-rata konsumsi pakan ayam dan rata-rata konversi pakan ayam pada setiap level perlakuan pakan. Dilakukan analisa ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk mengetahui nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak ayam. Analisa ekonomi yang dilihat adalah analisa laba/rugi, analisa R/C ratio dan analisa IOFC.


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian DOC, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang, biaya sewa kandang dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit DOC (Day Old Chick) sebanyak 100 ekor dengan harga sebesar Rp.6.500/ekor. Sehingga didapat harga beli DOC sebesar Rp. 650.000,-.Biaya pembelian bibit DOC ternak ayam kampung dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Biaya Ransum

Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama penelitian dikali dengan harga per kilogram ransum setiap perlakuan sehingga didapat biaya ransum. Daftar harga pakan yang digunakan untuk pembuatan ransum dapat dilihat pada Tabel 2. Harga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum didapat dari hasil survey yang telah dilakukan di poultry/pasar/pabrik yang menjual bahan pakan yang diperlukan dalam pembuatan ransum.


(39)

Tabel 2. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)

Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan

(Rp/Kg) Poultry/Pasar/Pabrik AS ASF Rp. 377,- Rp. 1.488,- 08-07-2014 08-07-2014

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan

Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan

Bungkil kelapa Tepung Jagung

Rp. 3.300,- Rp. 3.500,- 09-07-2014 Raja Ternak Poultry Shop

Psr 7. Tanjung Sari, Medan

Bungkil kedelai Rp.9.000,- 04-06-2014 Tani Ternak Jaya Poultry

Shop P.Bulan, Medan

Mineral Rp. 6.000,- 04-06-2014

04-06-2014

Tani Ternak Jaya Poultry Shop P. Bulan, Medan Pasar tradisional P. Bulan, Medan

Tepung ikan Minyak nabati

Rp. 7.000,- Rp. 11.000,-

Keterangan : a. AS : Ampas Sagu

ASF : Ampas Sagu Fermentasi

Dimana harga ransum perlakuan P0 (30% ASF) Rp. 4.398/kg, P1 (7,5% AS dan 22,5% ASF) Rp. 4.332/kg, P2 (15% AS dan 15% ASF) Rp. 4.243/kg, P3 (22,5% AS dan 7,5% ASF) Rp. 4.176/kg dan P4 (30% AS) Rp. 4.150/kg. Biaya yang dikeluarkan untukransum ayam kampung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya ransum ayam kampung selama penelitian(Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 73.624,82 74.099,84 66.530,20 72226,13 286.480,99 71.620,25 P1 69.605,06 69.548,74 64.597,06 66052,67 269.803,53 67.450,88 P2 67.741,89 66.689,59 66.579,27 64007,92 265.018,66 66.254,67 P3 62.683,49 64.266,55 65.711,78 67917,21 260.579,03 65.144,76 P4 64.981,79 68.626,02 68.505,65 65230,83 267.344,30 66.836,07 Total 338.637,05 343.230,74 331.923,96 335.434,75 1.349.226,50 67.461,32


(40)

c. Biaya Obat-obatan

Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Adapun obat-obatan yang diberikan adalah vitachicksebanyak 4 bungkus dengan harga sebungkus Rp. 5.000, vaksin ND dengan harga Rp. 26.000 dan vaksin Gumboro dengan harga Rp. 62.000. Biaya obat-obatan ternak ayam kampung dapat dilihat pada Lampiran 7.

d. Biaya Sewa Kandang

Biaya sewa kandang yaitu biaya yang dikenakan dalam pemakaian kandang diperoleh dari total biaya sewa kandang selama penelitian dibagi 20 plot yaitu Rp. 250.000,- selama 12 minggu penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa kandang tertera pada Lampiran 8.

e. Biaya Peralatan Kandang

Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh peralatan selama penelitian. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan ayam sebanyak 24 buah dengan harga perbuah Rp. 8.000,-, tempat minum ayam sebanyak 20 buah dengan harga perbuah Rp. 4.500,-,bola lampu pijar sebanyak 20 buah dengan harga perbuah Rp.6.000,-, timbangan elektrik 1 buah dengan harga Rp. 170.000,-termometer 1 buah dengan harga Rp. 15.000,-, sapu lidi 1 buah dengan harga Rp. 4.000,- dan terpal alas kandang 5 meter dengan harga permeter Rp. 7.000,-. Biaya untuk seluruh peralatan kandang dapat dilihat pada Lampiran 9.


(41)

f. Biaya Tenaga Kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara ayam kampung selama penelitian. Biaya tenaga kerja diperoleh dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah Medan Sumatera Utara saat ini adalah Rp. 1.851.000/bulan. Dengan asumsi dimana 1 tenaga kerja dapat memelihara 1088 ekor ayam kampung. Sehingga upah tenaga kerja selama 3 bulan pemeliharaan adalah 100/1.088 x 1.851.000 x 3 = Rp. 510.386,-. Rincian biaya tenaga kerja tiap perlakuan selama penelitian dapat tertera pada Lampiran 10.

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi. Maka total seluruh biaya produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Total seluruh biaya produksi selama penelitian

Total biaya produksi Rupiah (Rp)

Biaya pembelian bibit 650.000,-

Biaya pembelian pakan 1.349.226,50,-

Biaya obat-obatan 108.000,-

Upah tenaga kerja 510.386,-

Peralatan kandang 189.000,-

Sewa kandang 250.000,-

Total 3.056.612,50,-

Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total biaya produksiuntuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.


(42)

Gambar 1. Diagram rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/plot)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan ayam kampung selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara perlakuan lainnya dimana rataan biaya produksi pemeliharaan ayam kampung selama penelitian yang tertinggi terdapat pada P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) dengan rataan sebesar Rp. 156.989,5dan yang terendah terdapat pada P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi) dengan rataan sebesar Rp. 145.114,1. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya ransum ayam kampung.

Pada perlakuan P0 biaya ransum ayam kampung yang dimasukkan terhadap biaya produksi memiliki harga ransum yang terbesar diantara kelima perlakuan yaitu dengan rataan sebesar Rp. 71.620,25,-, lebih besar dibanding dengan biaya ransum pada perlakuan P3 yaitu rataan sebesar Rp. 65.144,76 sementara biaya produksi lainnya seperti biaya bibit, biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan kandang dan tenaga kerja adalah sama.Hal ini seperti diungkapkan oleh Budiono (1990) bahwabiaya adalah nilai dari semua korbanan

138000,0 140000,0 142000,0 144000,0 146000,0 148000,0 150000,0 152000,0 154000,0 156000,0 158000,0

P0 P1 P2 P3 P4

156.989,5

152.820,2

151.624,0

150.514,1

152.205,4

Total Biaya Produksi

R at aan T ot al B iaya P rod u k si ( R p ) Perlakuan


(43)

ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan pemeliharaan ayam kampung dengan cara menghitung harga jual ayam kampung dan kotoran ayam kampung.

a. Hasil Penjualan Ayam

Penjualan ayam kampung yaitu perkalian antara bobot badan akhir dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga jual ayam kampung Rp. 45.000,-/kg bobot hidup. Total bobot badan akhir ayam kampungP0 = 19.208 g, P1 = 17.685 g, P2 = 17.843 g, P3 = 18.143g dan P4 = 18.571 g. Maka harga jual seluruh ternak ayam adalah Rp. 4.115.250,-. Hasil produksi penjualan ayam kampungdapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil penjualan ayam kampung (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 221.445 223.740 194.715 224.460 864.360 216.090,00 P1 201.780 202.140 201.195 190.710 795.825 198.956,25 P2 212.040 205.380 207.360 178.155 802.935 200.733,75 P3 204.660 208.485 193.050 210.240 816.435 204.108,75 P4 214.515 205.965 205.065 210.150 835.695 208.923,75 Total 1.054.440 1.045.710 1.001.385 1.013.715 4.115.250 205.762,50

b. Hasil Penjualan Kotoran Ayam Kampung

Penjualan kotoran ayam kampungdiperoleh dari harga jual kotoran ayam kampung per kilogramnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan maka diketahui harga kotoran ayam kampung per kilo gramnya sebesar Rp.400,-. Harga


(44)

penjualan kotoran ayam kampung yaitu sebesar Rp. 400,/kg dikali bobot kotoran ayam kampung sebanyak 270 kg. Maka harga penjualan seluruh kotoran ayam kampung adalah Rp. 108.000,-. Total hasil penjualan kotoran ayam kampungdapat dilihat pada Lampiran 13.

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil penjualan. Maka total seluruh hasil produksi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi Rupiah (Rp)

Hasil penjualan ayam kampung 4.115.250

Hasil penjualan kotoran ayam kampung 108.000

Total 4.223.250

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi. Maka total hasil produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp)

195000,00 200000,00 205000,00 210000,00 215000,00 220000,00 225000,00

P0 P1 P2 P3 P4

221.490

204.356,25

206.133,75

209.508,75

214.323,75 Total Hasil Produksi

R at aan T ot al Has il P r od u k si ( R p ) R at aan T ot al Has il P r od u k si ( R p ) Perlakuan


(45)

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan ayam kampung selama penelitian menunjukkan perbedaan diantar tiap perlakuan, dimana total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi)dengan rataan sebesar Rp. 221.490,- dan yang terendah pada P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) dengan rataan sebesar Rp. 204.356,25,-.Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan akhir ayam kampung sehingga nilai pendapatan dari penjualan ayam kampung berbeda pada setiap perlakuan sedangkan harga penjualan feses ayam kampung sama.

Berdasarkan hasil penjualan ayam kampung, diperoleh, pada perlakuan P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) memiliki hasil penjualan ayam kampung tertinggi dengan rataan sebesar Rp. 216.090,- dan yang terendah terdapat pada perlakuan P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) sebesar Rp. 198.956,25,-. Penentuan pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataanRasyaf(1995) yang menyatakan bahwa pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (misal: penjualan ternak, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (misal: penjualan feses dan urin).

Analisis Laba Rugi

Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total hasil produksi dan total pengeluaran atau total biaya produksi.


(46)

Keuntungan = Total hasil produksi – Total biaya produksi = Rp. 4.223.250 –Rp. 3.056.612,50

= Rp. 1.166.637,50

Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha ternak ayam kampung selama penelitian yaitu 12 minggu menguntungkan. Berikut dapat dilihat kentungan (laba-rugi) pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram rataan laba/rugi tiap perlakuan (Rp)

Pada Gambar 3 dapat dilihat analisis laba-rugi dari pemberian ampas sagu memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 64.500,45, perlakuan P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 51,536,07, perlakuan P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp.54.509,78, perlakuan P3

0,00 10000,00 20000,00 30000,00 40000,00 50000,00 60000,00 70000,00

P0 P1 P2 P3 P4

64.500,45 51.536,07 54.509,78 58.994,69 62.118,38 Laba/Rugi R at aan L ab a/ R u gi ( R p ) Perlakuan


(47)

(pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp.58.994,69 dan perlakuan P4 (pakan basal dengan 30% ampas sagu non fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan Rp. 62.118,38.

Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P0(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi), hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan akhir ayam kampung lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah dengan penjualan kotoran ayam kampung memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya pakan, biaya bibit ayam kampung, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan biaya sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumingan (2006) yaitu laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu.

Menurut Hansen dan Mowen (2001)laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam


(48)

bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan.

Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan P1(pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan ayam kampung yang rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Rendahnya pertambahan bobot badan ayam kampung menyebabkan total hasil produksi yang diterima lebih rendah dibanding perlakuan lainnya.

Analisis R/C Ratio

Analisis R/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak.

R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:

R/C Ratio =

Produksi Biaya

Total

Produksi Hasil


(49)

Gambar 4. Diagram R/C ratio

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa R/C ratio yang diperoleh menunjukkan bahwaP0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi), P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi), perlakuan P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi) dan P4 (pakan basal dengan 30% ampas sagu non fermentasi) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien untuk dilanjutkan karena total hasil produksi dibagi total biaya produksi lebih besar dari 1 (>1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila:

R/C Ratio > 1 = efisien R/C Ratio = 1 = impas R/C Ratio < 1 = tidak efisien

1,30 1,32 1,34 1,36 1,38 1,40 1,42

P0 P1 P2 P3 P4

1,41 1,34 1,36 1,39 1,41 R/C Ratio

R

at

aan

R

/C

R

at

io

Perlakuan


(50)

Semakin besar nilai R/C ratio maka semakin efisiean usaha tersebut dan begitu sebaliknya semakin kecil nilai R/C ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C ratio-nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram IOFC

Pada Gambar 5 dapat dilihat rataan IOFC tertinggi terdapat pada perlakuan P0(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) dengan rataan

125000,0 130000,0 135000,0 140000,0 145000,0

P0 P1 P2 P3 P4

144.469,8

131.505,4

134.479,1

138.964

142.087,7 IOFC

IO

FC (

Rp

)


(51)

sebesar Rp. 144.469,8,-. Hal ini disebabkan bobot badan ayam kampung yang tinggi dikalikan harga jual per kilogram ayam kampung sehingga pendapatan dari penjualan ayam kampung lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi ayam kampung dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.

IOFC terendah terdapat pada perlakuan P1(pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) dengan rataan sebesar Rp. 131.505,4,- hal ini dikarenakan bobot badan akhir ayam kampung lebih rendah dari perlakuan yang lainnya sehingga menyebabkan harga jual ayam kampung lebih rendah dengan perlakuan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan IOFC pada perlakuan P1 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya.


(52)

Rekapitulasi Hasil Penelitian Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dan Non Fermentasi Dalam Ransum Terhadap Ayam Kampung

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Perlakuan Parameter penelitian yang diamati

Total biaya Total hasil Laba/rugi R/C ratio IOFC P0 156.989,5 221.490,00 64.500,45 1,41 144.469,8 P1 152.820,2 204.356,25 51.536,07 1,34 131.505,4 P2 151.624,0 206.133,75 54.509,78 1,36 134.479,1 P3 150.514,1 209.508,75 58.994,69 1,39 138.964,0 P4 152.205,4 214.323,75 62.118,38 1,41 142.087,7 Total 152.830,6 211.162,50 58.331,88 1,38 691.505,9

Berdasarkan Tabel 7 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu P0(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) dan hasil terendah yaitu P1(pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi). Hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari biaya produksi, hasil produksi, laba/rugi, R/C Ratio dan IOFC. Dilihat dari biaya produksi perlakuan P0 total biaya produksinya Rp. 156.989,5,-, P1 sebesar Rp. 152.820,2,-, P2 sebesar Rp.151.624,-, P3 sebesar Rp. 150.514,1,- dan P4 sebesar Rp. 152.205,4,-. Dilihat pada hasil produksi bahwa perlakuan P0 total hasil produksinya yaitu Rp. 221.49,-, P1 yaitu Rp. 204.356,25,-, P2 yaitu Rp. 206.133,75,-, P3 yaitu Rp. 209.508,75,- dan P4 yaitu Rp. 214.323,75,-. Maka dapat dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar Rp. 64.500,45, P1 sebesar Rp. 51.536,07,-, P2 sebesar Rp. 54.509,78,-, P3 sebesar Rp. 58.994,69,- dan P4 memberikan keuntungan sebesar Rp. 62.118,38,-.

Berdasarkan hasil rekapitulasi R/C Ratio pada penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan P0 yaitu 1,41, pada perlakuan P1 yaitu 1,34, pada perlakuan P2 yaitu 1,36, pada perlakuan P3 yaitu 1,39 dan pada perlakuan P4 yaitu


(53)

1,41.Berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian juga dapat dilihat IOFC pada perlakuan P0 yaitu Rp. 144.469,8,-, pada perlakuan P1 yaitu Rp. 131.505,4,-, pada perlakuan P2 yaitu Rp. 134.479,1,-, pada perlakuan P3 yaitu Rp. 138.964,- dan pada perlakuan P4 yaitu Rp. 142.087,7,-.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak ayam kampung saat ini.

Saran

Disarankan kepada peternak ayam kampung agar memanfaatkan ampas sagu fermentasi starbio sebagai bahan pakan dalam ransum karena dapat meningkatkan pendapatan peternak.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Aziz. 2009. Ternak dan Upaya Pengamanannya. Lokakarya Obat Hewan dan Munas 111 ASOHL, Jakarta.

Azwar dan Azrul. 1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta. Barrow, P. A. 1992. Probiotics. In: R. Fuller 1st Ed. Probiotics The Scientitic

Basic. Chapman and Hall, London. Hal: 225-250.

Budiono. 1990. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1. Edisi kedua, Cetakan ke II. BPFE, Yogyakarta.

Cahyono. 2002.Teknik Budi Daya Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta. Campbell, W. 1984. Principles of Fermentation Tegnology. Pregamman Press,

New York.

Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan. 1985. Usaha Peternakan Perencanaan Usaha, Analisa dan Pengelolaan. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bogor. 2012. Buku Data Peternakan 2012, Bogor.

Departemen Pertanian. 2004. Produktivitas Perkebuna [Diakses pada 25 Maret 2014]

Flach, M. 1997 . Yield Potential of The Sago Palm and Realisation. Proc . Sago Conference in Serawak. Malaysia.

Fuller, M. F. 1992. Probiotics In Man and Abinal. J. Appl. Bacterial 66: 365-378. Gunawan. 1993. Produktivitas dan Nilai Ekonomis. Kanisius, Yogyakarta. Hansen dan Mowen. 2001. Manajemen Biaya. Salemba Empat Patria, Jakarta. Harsono, B. P. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Haryanto, B. dan Philipus, P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius,

Yogyakarta.

Hermanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jumingan. 2006. Analisis Laporan Keuangan. PT Bumiaksara. Jakarta.


(56)

Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kadarsan, H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis Cetakan Kedua. PT Gramedia Jakarta. Karo-Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Paper No.150 November.

Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Kompiang, I. P. 1995. Prospect of Biotechnology on Improvement of Nutritional Quality of feedstuff. IARD Journal. 15 (4): 86 – 90.

Kotler, P. 1994. Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Lembah Hijau Multifarm Indonesia. 1995. Bagaimana Cara Menghemat Biaya Pakan Ternak, Jakarta.

Lipsey,. R.P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner, 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.

Luthfan., F. Rosyady dan M. Khoiriyah. 2011. Pelet Fermentasi Bahan Pakan Lokal Sebagai Alternatif Pakan Ayam Buras yang Murah, Praktis dan Alami. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Murtidjo, B. A. 1998. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.

Natamijaya, A. G., Hermawati, H., Resnawati dan Habibier. 1988 . Penggunaan Tepung Sagu Sebagai Bahan Ransum Anak Ayam Buras.Prosiding SeminarNasional Peternakan dan Forum Peternakan Unggas dan Aneka Ternak II Bogor Pp 231 -237.

Nuraini, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Cetakan Keempat Penerbit UMM Press, Malang.

Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta. Rasyaf, M., 1992. Memelihara Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.

________. 1992. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

________. 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta.


(57)

__________. 1998. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ritonga, H. 1992. Beberapa Cara Menghilangkan Mikroorganisme Patogen. Hal : 24-26.

Rumalatu, 1981.Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Santoso, 2009. Pengantar Akuntansi. BPFE UGM. Yogyakarta.

Sartika, T., Y. C. Raharjo dan K. Dwiyanto. 1994. Penggunaan Probiotik Starbio dalam Ransum dengan Tingkat Protein yang Berbeda Terhadap Penampilan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Sarwono. 1996. Agrobisnis Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sigit, S. 1991. Analisa Break Even. Rancangan Linear Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Soekartawi, J., L. Dillon,J.B. Hardaker dan A. Soeharjo. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia- Press, Jakarta.

___________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Suci, D. M., dan Hermana, W., 2012. Pakan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T dan Santosa, H. 2003. Pembibitan Ayam Buras. Cetakan

kesembilan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Suharto danWinantuningsih. 1993. Bakteri-bakteri Pemangsa. Tempo Swadaya,

Jakarta.

Sulistyo, E. B. 1996. Pengaruh Penggunaan Probiotik Starbio pada Konsentrat Ransum yang Diturunkan Kualitasnya Terhadap Produksi dan Kualitas Air Susu Sapi Perah di BPT-HPTT, Batu Raden. Skripsi Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.

Uhi, H. T., Usman, S., Tirajoh, B. 2007. Pengkajian Pemanfaatan Pakan Ternak Potensial di Irian Jaya. Laporan Hasil Pengkajian LPTP Koya Barat, Jayapura.

Whendarto, S. S dan Madyana, I. M. 1992. Budidaya Ayam Buras (Intensifikasi Pemeliharan Ayam Buras Secara Optimal Sebagai Sumber Pendapatan Tambahan). Eka Offset, Semarang.


(58)

LAMPIRAN

1. Pembuatan Ampas Sagu Fermentasi

Dijemur ampas sagu sampai kering dan diayak

Dicampurkan ampas sagu dengan starbio dan air sampai kadar air mencapai 30-40%

Diaduk sampai merata

Dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat dalam kondisi anaerob

Dibiarkan selama tiga (3) hari

Setelah 3 hari dibuka plastik dan kemudian ampas sagu fermentasi diangin-anginkan


(1)

Lampiran 2. Kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan

Lampiran 3. Formula Ransum Ayam Kampung dengan Ampas Sagu

No Bahan Pakan Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

1 Ampas Sagu non Fermentasi

0 7,5 15 22,5 30

2 Ampas Sagu Fermentasi

30 22,5 15 7,5 0

3 Tepung Jagung 33,50 33,50 33,50 33,50 33,50

4 Tepung Ikan 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

5 Bungkil Kedelai 15,50 15,80 15,70 16,00 17,00

6 Bungkil Kelapa 6,50 6,20 6,30 6,00 5,00

7 Ultra Mineral 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

8 Minyak Makan 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Total 100 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi 1 Energi

metabilis/EM(kkal/g)

2,657.45 2,645.23 2,630.20 2,617.98 2,610.65 2 Protein kasar/PK (%) 18.70 18.51 18.22 18.03 17.99

3 Serat kasar/SK (%) 6.65 6.70 6.75 6.80 6.85

4 Lemak kasar/LK (%) 3.21 3.18 3.18 3.15 3.06

No Bahan PK (%) EM

(kkal/mg)

SK (%) LK (%) 1. Ampas Sagu non

Fermentasi 4,69 1.352,00 13,02 0,24

2. Ampas Sagu

Fermentasi 7,69 1.543,00 12,39 0,32

3. Tepung Jagung 8,90 3.350,00 2,00 3,50

4. Tepung Ikan 52,60 2.810,00 3,00 12,00

5. Bungkil Kedelai 34,00 2.240,00 6,00 0,90

6. Bungkil Kelapa 18,58 1.540,00 8,80 9,60

7. Ultra Mineral 0,00 0,00 0,00 0,00


(2)

Lampiran 4. Harga ransum tiap perlakuan

Perlakuan Bahan Pakan Jumlah Harga pakan Harga ransum

(Kg) Rp/Kg (Rp/kg)

P0 ASF 30 1.488 446,4

AS 0 377 0

Tepung jagung 33,50 3500 1172,5

Bungkil kedelai 15,50 9000 1395

Bungkil kelapa 6,50 3300 214,5

Tepung ikan 10,00 7000 700

Mineral 0,50 6000 30

M.makan 4,00 11000 440

Total 100 4.398,4

P1 ASF 22,5 1.488 334,8

AS 7,5 377 28,27

Tepung jagung 33,50 3500 1172,5

Bungkil kedelai 15,80 9000 1422

Bungkil kelapa 6,20 3300 204,6

Tepung ikan 10,00 7000 700

Mineral 0,50 6000 30

M.makan 4,00 11000 440

Total 100 4.332,175

P2 ASF 15 1.488 223,2

AS 15 377 56,55

Tepung jagung 33,50 3500 1172,5

Bungkil kedelai 15,70 9000 1413

Bungkil kelapa 6,30 3300 207,9

Tepung ikan 10,00 7000 700

Mineral 0,50 6000 30

M.makan 4,00 11000 440

Total 100 4.243,15

P3 ASF 7,5 1.488 111,6

AS 22,5 377 84,82

Tepung jagung 33,50 3500 1172,5

Bungkil kedelai 16,00 9000 1440

Bungkil kelapa 6,00 3300 198

Tepung ikan 10,00 7000 700

Mineral 0,50 6000 30

M.makan 4,00 11000 440


(3)

Perlakuan Bahan Pakan Jumlah Harga pakan Harga ransum

(Kg) Rp/Kg (Rp/kg)

P4 ASF 0 1.488 0

AS 30 377 113,1

Tepung jagung 33,50 3500 1172,5

Bungkil kedelai 17,00 9000 1530

Bungkil kelapa 5,00 3300 165

Tepung ikan 10,00 7000 700

Mineral 0,50 6000 30

M.makan 4,00 11000 440

Total 100 4.150,6

Keterangan : a. AS : ampas sagu

b. ASF : ampas sagu fermentasi

Lampiran 5. Total konsumsi selama penelitian

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 16.739 16.847 15.126 16.421 65.133 16.283,25 P1 16.067 16.054 14.911 15.247 62.279 15.569,75 P2 15.965 15.717 15.691 15.085 62.458 15.614,50 P3 15.007 15.386 15.732 16.260 62.385 15.596,25 P4 15.656 16.534 16.505 15.716 64.411 16.102,75 Total 79.434 80.538 77.965 78.729 316.666 15.833,30

Lampiran 6. Biaya pembelian bibit DOC (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 32.500 32.500 32.500 32.500 130.000 32.500 P1 32.500 32.500 32.500 32.500 130.000 32.500 P2 32.500 32.500 32.500 32.500 130.000 32.500 P3 32.500 32.500 32.500 32.500 130.000 32.500 P4 32.500 32.500 32.500 32.500 130.000 32.500 Total 162.500 162.500 162.500 162.500 650.000 32.500


(4)

Lampiran 7. Biaya obat-obatan ternak ayam kampung selama penelitian (Rp/plot)

Lampiran8. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/plot)

Lampiran 9. Biaya peralatan kandang ternak ayam kampung selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P1 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P2 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P3 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P4 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 Total 27.000 27.000 27.000 27.000 108.000 5.400

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 12.500 12.500 12.500 12.500 50.000 12.500 P1 12.500 12.500 12.500 12.500 50.000 12.500 P2 12.500 12.500 12.500 12.500 50.000 12.500 P3 12.500 12.500 12.500 12.500 50.000 12.500 P4 12.500 12.500 12.500 12.500 50.000 12.500 Total 62.500 62.500 62.500 62.500 250.000 12.500

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 9.450 9.450 9.450 9.450 37.800 9.450 P1 9.450 9.450 9.450 9.450 37.800 9.450 P2 9.450 9.450 9.450 9.450 37.800 9.450 P3 9.450 9.450 9.450 9.450 37.800 9.450 P4 9.450 9.450 9.450 9.450 37.800 9.450 Total 47.250 47.250 47.250 47.250 189.000 9.450


(5)

Lampiran 10. Biaya tenaga kerja pemeliharaan ayam kampung selama penelitian (Rp/plot)

Lampiran 11. Total biaya produksi selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 158.994,12 159.469,14 151.899,50 157.595,43 627.958,19 156.989,5 P1 154.974,36 154.918,04 149.966,36 151.421,97 611.280,73 152.820,2 P2 153.111,19 152.058,89 151.948,57 149.377,22 606.495,86 151.624,0 P3 148.052,79 149.635,85 151.081,08 153.286,51 602.056,23 150.514,1 P4 150.351,09 153.995,32 153.874,95 150.600,13 608.821,50 152.205,4 Total 765.483,55 770.077,24 758.770,46 762.281,25 3.056.612,50 152.830,6

Lampiran 12. Bobot badan akhir ayam kampung (g/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 4.921 4.972 4.327 4.988 19.208 4.802,00 P1 4.484 4.492 4.471 4.238 17.685 4.421,25 P2 4.712 4.564 4.608 3.959 17.843 4.460,75 P3 4.548 4.633 4.290 4.672 18.143 4.535,75 P4 4.767 4.577 4.557 4.670 18.571 4.642,75 Total 23.432 23.238 22.253 22.527 91.450 4.572,50

Lampiran 13. Hasil penjualan kotoran (feses) ayam kampung (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P1 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P2 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P3 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 P4 5.400 5.400 5.400 5.400 21.600 5.400 Total 27.000 27.000 27.000 27.000 108.000 5.400

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 25.519,3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 102.077,2 25.519,3 P1 25.519,3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 102.077,2 25.519,3 P2 25.519,3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 102.077,2 25.519,3 P3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 102.077,2 25.519,3 P4 25.519,3 25.519,3 25.519,3 25.519,3 102.077,2 25.519,3 Total 127.596,5 127.596,5 127.596,5 127.596,5 510.386 25.519,3


(6)

Lampiran 14. Total hasil produksi selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 226.845 229.140 200.115 229.860 885.960 221.490,00 P1 207.180 207.540 206.595 196.110 817.425 204.356,25 P2 217.440 210.780 212.760 183.555 824.535 206.133,75 P3 210.060 213.885 198.450 215.640 838.035 209.508,75 P4 219.915 211.365 210.465 215.550 857.295 214.323,75 Total 1.081.440 1.072.710 1.028.385 1.040.715 4.223.250 211.162,50

Lampiran 15. Analisis laba/rugi selama penelitian (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 67.850,88 69.670,86 48.215,50 72.264,57 258.001,81 64.500,45 P1 52.205,64 52.621,96 56.628,64 44.688,03 206.144,27 51.536,07 P2 64.328,81 58.721,11 60.811,43 34.177,78 218.039,14 54.509,78 P3 62.007,21 64.249,15 47.368,92 62.353,49 235.978,77 58.994,69 P4 69.563,91 57.369,68 56.590,05 64.949,87 248.473,50 62.118,38 Total 315.956,45 302.632,76 269.614,54 278.433,75 1.166.637,50 58.331,88

Lampiran 16. R/C Ratio

Lampiran 17. Income Over Feed Cost (Rp/plot)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 147.820,182 149.640,155 128.184,802 152.233,874 577.879.01 144.469,8 P1 132.174,944 132.591,263 136.597,939 124.657,328 526.021.47 131.505,4 P2 144.298,110 138.690,411 140.780,733 114.147,082 537.916.34 134.479,1 P3 141.976,511 144.218,447 127.338,223 142.322,793 555.855.97 138.964,0 P4 149.533,206 137.338,980 136.559,347 144.919,170 568.350.70 142.087,7 Total 715.802,955 702.479,256 669.461,043 678.280,247 2.766.023,5 691.505,9 Perlakuan Ulangan Total Rataan

U1 U2 U3 U4

P0 1.43 1.44 1.32 1.46 5.64 1.41 P1 1.34 1.34 1.38 1.30 5.35 1.34 P2 1.42 1.39 1.40 1.23 5.44 1.36 P3 1.42 1.43 1.31 1.41 5.57 1.39 P4 1.46 1.37 1.37 1.43 5.63 1.41 Total 7.07 6.96 6.78 6.82 27.63 1.38


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dan Non Fermentasi dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu

0 35 77

Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Sebagai Substitusi Dedak Padi Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung (Gallus gallus Domesticus)

0 0 10

Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Sebagai Substitusi Dedak Padi Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung (Gallus gallus Domesticus)

0 0 2

Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Sebagai Substitusi Dedak Padi Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung (Gallus gallus Domesticus)

0 0 3

Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Sebagai Substitusi Dedak Padi Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung (Gallus gallus Domesticus)

1 4 9

Pemanfaatan Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Sebagai Substitusi Dedak Padi Dalam Ransum Terhadap Performans Ayam Kampung (Gallus gallus Domesticus)

0 0 3

ANALISIS USAHA PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

0 0 12

Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dan Non Fermentasi dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu

0 1 8

PEMANFAATAN AMPAS SAGU FERMENTASI DAN NON FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU

0 0 13

Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dan Non Fermentasi dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu

0 1 30