BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SASTRA, UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA, LATAR DAN KONDISI PREFEKTUR HIROSHIMA 2.1 Pengertian Karya Sastra - Analisis Latar Cerita Hiroshima Karya John Hersey John Herseyno Sakuhin No Hiroshima To Iu Shousetsu No Bamenmonogata

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KARYA SASTRA, UNSUR-UNSUR KARYA SASTRA, LATAR DAN KONDISI PREFEKTUR HIROSHIMA

2.1 Pengertian Karya Sastra Ada beberapa problematika dalam mendefinisikan karya sastra.

  Problematika itu bersumber pada beberapa hal. Pertama, kebanyakan orang mendefinisikan karya sastra secara umum, tetapi perlu dipertimbangkan adanya kenyataan bahwa ada berbagai jenis karya sastra (Siswanto, 2008:70-71).

  Selain bersifat umum, karya sastra juga bersifat khusus, bahkan perseorangan. Dikatakan bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya dapat dibedakan dengan bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti seni patung, seni tari, seni lukis, seni rupa, dan pidato. Karya sastra bersifat khusus karena karya sastra bisa dibedakan atas puisi, prosa dan drama. Kita akan setuju bila setiap jenis karya sastra itu tidak sama satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan orang gagal jika akan mendefinisikan karya sastra secara umum. Terlebih bila mau membagi-bagi lagi. Puisi dapat dibedakan atas puisi naratif, ekspresif, impresif, ode, atau jenis puisi lainnya. Prosa dapat dibedakan atas cerpen, novelet, novel, roman atau jenis pembagian yang lain.

  Kedua, definisi karya sastra hanya didasarkan pada satu sudut pandang saja. Kita tidak mendefinisikan karya sastra berdasarkan situasi kesusastraan:

  

sastrawan-karya sastra-alam-pembaca . Sebagai contoh, dalam hubungannya

  karya sastra dengan alam, ada orang menyatakan bahwa karya sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Ternyata definisi yang demikian juga terdapat dalam laporan di koran-koran yang ditulis secara kreatif seperti wawancara yang dilakukan John Hersey terhadap enam tokohnya dalam peristiwa pemboman Hiroshima. Buku Hiroshimatidak pernah disebut sebagai novel meskipun ia memiliki semua unsur karya sastra dan ditulis dengan gaya narasi.

  Ketiga, dalam mendefinisikan hakikat karya sastra, definisi hanya didasarkan pada definisi evaluatif. Orang mendefinisikan dengan memasukkan keinginan untuk menilai apakah sebuah karya tulis termasuk karya sastra yang baik atau tidak.

  Keempat, banyak definisi karya sastra di Indonesia diambil dari contoh- contoh dan definisi-definisi karya sastra Barat. Sejarah dan perkembangan sastra di Barat berbeda degnan sejarah perkembangan sastra di Indonesia. Estetika yang dianut orang Barat juga tidak selalu sama dengan yang kata anut. Apalagi, di Barat terlebih dahulu mengalami kemajuan di bidang tradisi tulis. Oleh karena itu, definisi yang diambil dari Barat tidak atau kurang memerhatikan bentuk-bentuk khusus dari karya sastra yang kita miliki. Menurut Siswanto kita memiliki sastra yang mempunyai estetika sendiri. Ia mencontohkan Tembang di Jawa yang

  mempunyai laras, guru lagu, guru wilangan, atau kriteria keindahan yang berbeda dengan di dunia Barat.

  Luxemburg dalam Wicaksono (2014:7) menjelaskan beberapa ciri yang selalu muncul dari definisi-definisi yang pernah diungkapkan, yaitu: a.

  Sastra merupakan ciptaaan atau kreasi, bukan pertama-tama imitasi.

  b.

  Sastra bersifat otonom (menciptakan dunianya sendiri), terlepas dari dunia nyata.

  c.

  Sastra mempunyai koherensi atau keselarasan antara bentuk dan isinya.

  d.

  Sastra menghidangkan sintesa (jalan tengah) antara hal-hal yang saling bertentangan.

  e.

  Sastra berusaha mengungkapkan hal yang tidak terungkapkan.

  Lebih lanjut, Sumardjo dan Saini dalam Wicaksono (2014:7-8) mengajukan sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu: a.

  Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.

  b.

  Sastra adalah komunikasi, artinya bisa dipahami oleh orang lain.

  c.

  Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tidak tunduk pada kaidah- kaidah seni.

  d.

  Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa senang pada pembaca.

  e.

  Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi, bentuk, bahasa, dan ekspresi pribadi pengarangnya.

  f.

  Sebuah karya sastra yang bermutu merupakan penemuan. g.

  Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.

  h.

  Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya yang pekat, artinya padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi. i.

  Karya sastra yang bermutu merupakan (hasil) penafsiran kehidupan. j.

  Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah pembaharuan. Wicaksono (2014:1) sendiri menyimpulkan karya sastra adalah bentuk kreativitas dalam bahasa yang indah berisi sederetan pengalaman batin dan imajinasi yang berasal dari penghayatan realitas sosial pengarang.Karya sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Karya sastra merupakan ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran.

  Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan hidup, wawasan pengarang terhadap kenyataan kehidupan, dapat pula imajinasi murni pengarang yang tidak berkaitan dengan kenyataan hidup (rekaman peristiwa) atau dambaan intuisi pengarang, dan dapat pula sebagai campuran keduanya.

  Meskipun begitu sebuah karya sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dihayati dan dimanfaatkan bagi khalayak (pembaca).

  Oleh karena itu, untuk dapat menikmati dan memahami suatu karya sastra secara optimal dapat ditempuh dengan jalan menganalisis struktur karya sastra tersebut secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, karena wujud formal suatu karya sastra adalah bahasa (Dirgantara, 2011:123).

2.1.1 Karya Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif

  Menurut Wicaksono (2014:5) terdapat tiga hal yang membedakan karya sastra dengan karya tulis lainnya, yaitu sifat khayali, adanya nilai-nilai seni/estetika, dan penggunaan bahasa yang khas. Karya satra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri isinya bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri isinya menekankan unsur faktual/fakta, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, memenuhi unsur-unsur estetika seni. Pengertian indah, tidak semata-mata merujuk pada bentuk, tetapi juga keindahan isi yang berkaitan dengan emosi, imaji, kreasi dan ide (Retno Winarni dalam Wicaksono, 2014:5).

  Dengan demikian, kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan (unity), keselarasan (harmony), keseimbangan (balance), fokus/pusat penekanan suatu unsur (right emphasis). Perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif sedangkan isi sastra non-imajinatif didominasi oleh fakta-fakta. Bahasa sastra imajinatif cenderung konotatif sedangkan bahasa sastra non-imajinatif cenderung denotatif.

  Bentuk karya sastra yang termasuk karya sastra imajinatif adalah:

  a. Puisi : 1. Epik 2. Lirik 3. Dramatik

  b. Prosa : 1. Fiksi (novel, cerpen, roman) 2. drama (drama prosa, drama puisi) Bentuk karya sastra yang termasuk sastra non-imajinatif adalah: a. Esai, yaitu karangan pendek tentang suatu fakta yang dikupas menurut pandangan pribadi penulisnya.

  b. Kritik, adalah analisis untuk menilai suatu karya seni atau karya sastra.

  c. Biografi, adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain.

  d. Otobiografi, adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri.

  e. Sejarah, adalah cerita tentang zaman lampau suatu masyarakat berdasarkan sumber tertulis maupun tidak tertulis.

  f. Memoar, adalah otobiografi tentang sebagian pengalaman hidup saja.

  g. Catatan harian, adalah catatan seseorang tentang dirinya atau lingkungannya yang ditulis secara teratur.

2.2 Unsur-Unsur Karya Sastra

  Sebuah karya sastra yang baik dibangun dari unsur-unsur karya sastra yang menjadikannya satu kesatuan yang utuh. Sebuah karya sastra setidak-tidaknya terbentuk dari dua unsur dasar, yakni unsur instrinsik atau unsur dari dalam karya sastra yang membangun terciptanya sebuah karya sastra dan unsur ekstrinsik yakni unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra.

2.2.1 Unsur Intrinsik

  Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang ada dalam sebuah karya sastra itu sendiri. Unsur ini secara langsung turut membangun cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995:23) unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra.

  Menurut Stanton dalam Wiyatmi (2006:30) unsur-unsur tersebut adalah tokoh, alur, latar, judul, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat.

  a. Tokoh Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995: 20), tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau dalam sebuah drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan melalui tindakan.

  Tokoh dan penokohan adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling berkaitan. Tokoh secara langsung menunjuk pada orang atau pelakunya. Penokohan berarti lebih luas dari tokoh, seperti yang dikatakan oleh Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Dapat dikatakan bahwa penokohan bermakna lebih luas dari tokoh dan tokoh sendiri ada dalam unsur penokohan.

  b. Alur Alur (plot) menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:13), adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat.

  Alur sering berpusat pada konflik, namun konflik tidak bisa dipaparkan begitu saja. Sebuah alur haruslah terdiri atas tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

  c. Latar

  Latar (latar) yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).

  d. Judul Judul merupakan hal pertama yang paling mudah dikenal oleh pembaca.

  Judul sering mengacu pada tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari ketiganya. Judul harus mewakili keseluruhan isi cerita. Bentuknya singkat namun padat dan jelas.

  e. Sudut Pandang Sudut pandang (point of view) terbagi atas sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama dibagi lagi menjadi sudut pandang akuan sertaan (first person central) yaitu cerita disampaikain oleh tokoh utama dengan memakai kata ganti “aku”, dan sudut pandang akuan taksertaan (first person peripheral) yaitu pencerita merupakan tokoh pembantu yang merupakan tokoh pembantu yang hanya muncul di awal dan di akhir cerita.

  Sedangkan sudut pandang orang ketiga dibagi lagi menjadi sudut pandang diaan maha tahu (third person omniscient) yaitu pencerita berada di luar cerita dan menjadi pengamat dan mengetahui banyak hal tentang tokoh-tokoh lain, dan sudut pandang diaan terbatas (third person limited) yaitu pencerita hanya tahu dan menceritakan tokoh yang menjadi tumpuan cerita saja. Sudut pandang ini jarang ditemui karena dengan detail tokoh yang terbatas, cerita menjadi kurang hidup.

  f. Gaya Bahasa Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi seorang pengarang. Gaya tersebut meliputi penggunaan diksi (pilihan kata), imajeri

  (citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat). Gaya dalam karya sastra akan memperindah bahasa, sehingga menaruh nilai lebih pada sebuah karya sastra.

  g. Tema Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra (Fananie, 2000:84). Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan masalah kehidupan.

  h. Amanat Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.

  Amanat biasanya merupakan pandangan hidup pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Fikri (2010:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat diambil melalui cerita oleh pembaca.

2.2.2 Unsur Ekstrinsik

  Wellek dan Warren (1995:290) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra.

  Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga memiliki beberapa unsur di antaranya keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang keseluruhannya itu akan mempengaruhi karyayang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangipenciptaan karya sastra. Yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupakondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.

  Unsur-unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang, adat-istiadat yang berlaku, situasi politik, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, agama, ekonomi dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yangtampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema.

  Unsurekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita yang dihasilkan.

2.3 Latar

  Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216) latar yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

  Dalam sebuah karya sastra, latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar (Lukens dalam Nurgiyantoro, 1995:248).

  Latar sebuah karya sastra fiksi mencakup tiga aspek yang berkaitan erat (Sogang University, http://serc.sogang.ac.kr/erc/Literature/Setting.htm), yaitu : a.

  Fisik, dunia yang berhubungan dengan panca indera sebuah karya.

  b.

  Waktu tindakan dari karya tersebut berlangsung. c.

  Lingkungan sosial dari karakter (misalnya sopan santun, adat istiadat, dan nilai-nilai moral masyarakat dari karakter tersebut).

  Sama halnya dengan sebuah gambar, cerita juga memiliki latar depan dan latar belakang, yaitu : a.

  Karakter utama dan tindakan mereka, merupakan ketertarikan terbesar bagi pembaca untuk membentuk latar depan.

  b.

  Waktu dan tempat peristiwa serta keadaan yang mengelilingi peristiwa tersebut untuk membentuk latar belakang atau latar.

  Sebuah cerita yang menggunakan latar yang benar atau untuk waktu dan tempat tertentu menggunakan verisimilitude (sesuatu yang seakan-akan tampak benar adanya). Kadang-kadang latar dan plot tidak dapat dipisahkan.

  a.

  Beberapa konflik cerita hanya bisa terjadi dalam suatu lingkungan tertentu.

  b.

  Lainnya, konflik dan cerita bisa terjadi di setiap waktu dan tempat. Latar juga dapat membantu untuk mengungkapkan karakter.

  a.

  Lingkungan di mana kehidupan karakter dapat membantu pembaca untuk memahami motif karakter dan perilaku. Misalnya, pencurian sepotong roti dari orang kaya oleh orang miskin, orang yang lapar akan memberikan satu interpretasi dari karakter tersebut, sedangkan pencurian yang sama dari orang-orang miskin lainnya akan memberikan interpretasi lain. Pencurian oleh orang kaya yang sama-sama kaya akan menyebabkan kesan yang berbeda.

  b.

  Bagaimana latar menjelaskan sesuatu juga dapat menunjukkan perasaan batin karakter.

  Bagaimana latar dijelaskan juga dapat mempengaruhi suasana sebuah cerita. Misalnya, membandingkan cuaca dingin, gerimis basah dengan dingin, lembut, hujan musim semi.

  2.3.1 Pertanyaan tentang Tempat Pertama harus mendapatkan rincian latar fisik yang jelas.

  1. Di mana tindakan berlangsung? a.

  Di planet, negara, dan daerah mana? b.

  Seperti apa yang dilihat, didengar dan dirasakan?

  2. Apakah ada kesan dominan latar? Kemudian tanyakan: Apa hubungan tempat tersebut dengan karakterisasi dan tema? Dalam beberapa novel, lokasi geografis tampaknya tidak berpengaruh pada karakter. Dalam atau di luar, dalam satu daerah atau lain mereka berperilaku sama. Dalam cerita-cerita yang lain, tempat mempengaruhi karakter secara mendalam.

  2.3.2 Pertanyaan tentang Waktu Tiga jenis utama yang penting dari pertanyaan tentang waktu.

  1. Periode apa dalam sejarah tindakan tersebut berlangsung? a. Apakah peristiwa sejarah mempengaruhi karakter?

  2. Berapa lama waktu yang diperlukan tindakan tersebut terjadi?

  a. Petunjuk apa yang penulis berikan dalam bagian waktu?

  b. Apakah bagian waktu penting untuk tema?

  c. Apakah bagian waktu penting bagi kepercayaan dari cerita ini?

  d. Apakah waktu yang digunakan dalam struktur cerita tersebut?

  3. Bagaimana perjalanan waktu yang dirasakan oleh karakter?

  a. Apakah bagian cepat atau lambat waktu membantu dalam memahami tindakan dan pikiran karakter?

2.3.3 Pertanyaan tentang Lingkungan Sosial

  Kadang-kadang lingkungan sosial tidak penting dan dilain waktu perannya sangat penting.

  a. Apakah lingkungan sosial dari cerita ini? 1.

  Apa penulis merasakan tentang sopan santun, adat istiadat, kebiasaan, ritual, atau kode etik masyarakat?

2. Bagaimana mereka mempengaruhi karakter?

2.4 Kondisi Prefektur Hiroshima

  Hiroshima ( 広 島 市 Hiroshima-shi) merupakan sebuah kota di Jepang, tepatnya di bagian barat Prefektur Hiroshima, bagian selatan wilayah Chugoku, barat daya pulau Honshu. Pada zaman dulu merupakan ibu kota Provinsi Aki dan sekarang merupakan ibu kota Prefektur Hiroshima.

  Hiroshima adalah kota pelabuhan di tepi Laut Pedalaman Seto yang dikenal sebagai pusat industri tekstil dan barang-barang dari karet. Kota ini didirikan pada abad ke-16 sebagai kota istana di delta Sungai Ota.

  Kota ini juga menjadi kota pertama di dunia yang pernah dijatuhi bom atom di akhir Perang Dunia II, 6 Agustus 1945. Sekarang, Hiroshima terkenal di dunia sebagai kota perdamaian. Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome) terletak di pusat kota Hiroshima.

  Secara harafiah Hiroshima berarti “pulau luas”. Pada waktu itu istana didirikan di tengah pulau (daratan) yang paling luas di tengah-tengah delta sungai.

  Nama “Hiroshima” mungkin berasal dari nama-nama tokoh yang dulunya mendirikan kota Hiroshima. “Hiro” diambil dari nama Ōe Hiromoto (nenek moyang klan Mōri), sedangkan “shima” diambil dari nama Fukushima Motonaga yang memimpin pembangunan konstruksi istana.

  Hiroshima merupakan kota utama di wilayah Chugoku. Pada zaman Edo, Hiroshima merupakan kota di sekeliling istana untuk Han Hiroshima. Sejak zaman Meiji hingga berakhirnya Perang Dunia II, Hiroshima merupakan pusat industri militer dan logistik untuk keperluan perang. Di antara produk kebanggaan kota Hiroshima adalah mobil Mazda, makanan ringan merek Calbee dan saus merek Otafuku.

  Tim bisbol kebanggaan penduduk kota Hiroshima adalah Hiroshima Carp. Tim tersebut pernah menjadi juara Central League sebanyak 6 kali dan juara Japan Series sebanyak 3 kali.

  Berikut adalah kondisi prefekstur kota Hiroshima yang dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hiroshima,_Hiroshima dengan referensi dari Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius, 1993 (diakses pada 23 September 2014).

2.4.1 Kondisi Geografis

  Di sebelah selatan, Hiroshima berbatasan Laut Pedalaman Seto dan Teluk Hiroshima. Di tengah kota mengalir Sungai Ōta. Pusat kota terletak di delta Sungai Ota yang dikelilingi daerah pegunungan di bagian barat, utara, dan timur.

  Kota terbelah menjadi 6 buah daratan yang dipisahkan oleh 7 anak sungai Ota yang bermuara di Teluk Hiroshima.

  Gunung : Gunung Shiraki (889 m), Gunung Bizenbō (789 m)

  Sungai : Sungai Ōta, Sungai Sanjō, Sungai Seno, Sungai Yahata,

  Sungai Kyūōta, Sungai Motoyasu, Sungai Tenma, Sungai, Kyōbashi, Sungai Enkō, Sungai Fuchūōkawa

  Pulau : Ninoshima, Kanawajima, Ujinajima, Tōgejima

  Teluk dan pelabuhan : Teluk Hiroshima, Pelabuhan Hiroshima (Pelabuhan

  Ujina).

  Hiroshima memiliki delapan distrik, berikut jumlah populasi menurut data 31 Oktober 2006.

  Distrik Populasi Luas wilayah (km²) Kepadatan (per km²) Aki-ku 78,176 94.01 832 Asakita-ku 156,368 353.35 443 Asaminami-ku 220,351 117.19 1,88 Higashi-ku 122,045 39.38 3,099 Minami-ku 138,138 26.09 5,295 Naka-ku 125,208 15.34 8,162 Nishi-ku 184,881 35.67 5,183 Saeki-ku 135,789 223.98 606

  Perkiraan jumlah penduduk penduduk: 1.158.788 (urutan ke-11 di Jepang, data tahun 2006). Kepadatan penduduk 1.532,44 orang per km². Luas wilayah 741.75 km².

2.4.2 Sejarah Kota Hiroshima

  Sejarah kota Hiroshima disajikan secara lugas menurut tahun-tahun penting yang telah dilalui oleh kota Hiroshima selama sepuluh tahun dari 1989 hingga 1998. Berikut linimasa sejarah Hiroshima.

a. Zaman Azuchi Momoyama hingga Zaman Edo 1989

  : Mōri Terumoto mereklamasi tanah dan memerintahkan pembangunan Istana Hiroshima di Gokashō no Hakoshima (sekarang berada di kawasan yang disebut Hakushima)

  1591

  : Walaupun masih dalam penyelesaian, Mōri Terumoto pindah ke Istana Hiroshima, dan menyebut kotanya sebagai Hiroshima.

  1599: Pembangunan Istana Hiroshima selesai. 1600

  : Klan Mōri mengalami kekalahan dalam Pertempuran Sekigahara, wilayah kekuasaan ditukar dengan Provinsi Nagato yang beribu kota di Hagi. Istana Hiroshima berpindah tangan menjadi milik Fukushima Masanori

  

1619: Kekuasaan Fukushima Masanori dicabut dan Asano Nagaakira ditunjuk

  sebagai pengganti. Klan Asano terus menjadi penguasa wilayah han Hiroshima hingga Restorasi Meiji.

b. Zaman Meiji hingga Perang Dunia II

  

19 Agustus 1871: Seluruh Han Hiroshima secara resmi menjadi Prefektur

Hiroshima berdasarkan kebijakan pemerintah mengenai penghapusan sistem han.

  

12 Oktober 1871: Pangkalan militer Divisi I Garnisun Kyushu ditempatkan di

  Hiroshima. Pendaftaran calon taruna belum dimulai. Prajurit diambil dari prajurit bekas Han Hiroshima.

  9 Januari 1873

  : Divisi I Garnisun Kyūshū berganti nama menjadi Divisi V Garnisun Hiroshima

  September 1884: Pembangunan Pelabuhan Hiroshima dimulai

  

14 Mei 1888: Divisi V Garnisun Hiroshima ditingkatkan menjadi Divisi V

Angkatan Perang Kekaisaran Jepang.

  1 April 1889: Hiroshima dijadikan ibu kota Prefektur Hiroshima November 1889: Proyek reklamasi dan pembangunan Pelabuhan Ujina selesai Mei 1893: Pendirian perusahaan listrik Hiroshima

  10 Juni 1894

  : Jalur kereta api Sanyō sampai ke Hiroshima

  

4 Agustus 1894: Pembangunan rel kereta api antara Stasiun Hiroshima dengan

  Pelabuhan Ujina dimulai. Pembangunan dilakukan atas permintaan kantor angkatan darat dan diselesaikan dalam 2 minggu

  

15 September 1894: Semasa Peperangan Jiawu, markas besar angkatan perang

  Jepang (Daihonei) dan parlemen kekaisaran dipindahkan untuk sementara ke Hiroshima. Sejak itu pula Hiroshima dijadikan kota pangkalan militer.

  Oktober 1894: Perusahaan listrik mulai beroperasi di kota Hiroshima.

  1 Januari 1899: Perusahaan air minum mulai beroperasi di kota Hiroshima.

  

27 Desember 1903: Pembangunan jalur kereta Kure dari Kaitaichi hingga

pelabungan militer Kure dimulai.

  Februari 1905: Pabrik rokok yang sekarang disebut JT dibangun di Hiroshima. Oktober 1909: Pendirian prusahaan Hiroshima Gas 1 Oktober 1910: Distribusi gas untuk rumah tangga di kota Hiroshima dimulai.

  1911: Pengurukan parit luar Istana Hiroshima. November 1912: Pelayanan trem dalam kota yang terdiri dari 4 jalur dimulai di dalam kota Hiroshima.

  

Februari 1945: Selesainya pembangunan pabrik percetakan uang darurat dan

  dimulainya pencetakan uang darurat dimulai

  

3 April 1945: Anak-anak usia sekolah dievakuasi ke luar kota memperhitungkan

Hiroshima akan dijadikan target militer.

  6 Agustus 1945: Bom atom menghancurkan kota Hiroshima.

c. Pasca-Perang Dunia II

  17 September 1945: Hiroshima dilanda angin topan Makurazaki, sejumlah 2.012 orang tewas dan hilang.

  

1949: Parlemen Jepang memproklamirkan Hiroshima sebagai Kota Perdamaian

atas inisiatif wali kota Shinzo Hamai.

  1961: Pembangunan Bandar Udara Hiroshima dimulai.

  10 Maret 1975

  : Stasiun JR Hiroshima menjadi stasiun pemberhentian Sanyō Shinkansen.

  1994: Penyelenggaraan Asian Games 1994. 1998: Pendirian Institut Perdamaian Hiroshima di Universitas Hiroshima.

  Hiroshima memiliki sistem transportasi berupa trem yang dapat mencapai semua penjuru kota. Trem dalam kota Hiroshima dioperasikan oleh Hiroden.

  Sampai sekarang ini Hiroden masih mengoperasikan trem yang selamat dari peristiwa tahun 1945. Lainnya adalah Monorel Astram Line dan Kereta JR jalur Sanyō Honsen, Geibi, dan Kabe.

  Berikut tempat-tempat pariwisata yang dapat dikunjungi di Hiroshima.

  a.

  Monumen Perdamaian Hiroshima (Genbaku Dome) b. Taman Monumen Perdamaian Hiroshima c. Istana Hiroshima d. Kebun Binatang Asa e. Taman Jepang Shukkeien f. Kuil Fudōin g.

  Kuil Mitakidera Sama halnya dengan kota-kota lainnya di Jepang, kota Hiroshima memiliki festival yang rutin dilaksanakan dan menjadi salah satu sajian wisata yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara.

  a.

  Hiroshima Flower Festival (3-5 Mei) b. Hiroshima Animation Festival (setiap 2 tahun sekali)

  Salah satu hal yang penting dari setiap daerah adalah makanan khas daerah tersebut. Di Hiroshima ada beberapa nama makanan khas yang patut untuk dicoba, yakni: a.

  Tiram b. Hiroshimayaki c. Momiji Manju

Dokumen yang terkait

The Impact Of Narrative To Literary Journalism As Seen Through John Hersey’s Hiroshima

0 75 69

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Her Sunny Side” Karya Osamu Koshigaya Osamu Koshigaya No Sakuhin No “Her Sunny Side” To Iu Shousetsu No Shujinkou No Shinriteki No Bunseki

5 124 71

Analisis Latar Cerita Hiroshima Karya John Hersey John Herseyno Sakuhin No Hiroshima To Iu Shousetsu No Bamenmonogatari No Bunseki

9 82 84

Analisis Kesetiaan Tokoh Kaze Dalam Novel “Pembunuhan Sang Shogun” Karya Dale Furutani Dale Furutani No Sakuhin No Shougun No Satsugai No Shousetsu Ni Okeru Kaze To Iu Shujinko No Chujitsu No Bunseki

5 50 66

Analisis Konsep Kazoku Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto (Banana Yoshimoto No Sakuhin Daidokoro No To Iu Shosetsu Ni Okeru Kazoku Ni Gainen No Bunseki)

7 71 54

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

The Impact Of Narrative To Literary Journalism As Seen Through John Hersey’s Hiroshima

0 0 13

The Impact Of Narrative To Literary Journalism As Seen Through John Hersey’s Hiroshima

0 0 6

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Her Sunny Side” Karya Osamu Koshigaya Osamu Koshigaya No Sakuhin No “Her Sunny Side” To Iu Shousetsu No Shujinkou No Shinriteki No Bunseki

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Her Sunny Side” Karya Osamu Koshigaya Osamu Koshigaya No Sakuhin No “Her Sunny Side” To Iu Shousetsu No Shujinkou No Shinriteki No Bunseki

0 0 11