TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

  

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka Pertambahan penduduk

  Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (Chairany, 2010).

  Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia (Fadhli, 2010).

  Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada khususnya.

  Karena di samping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara maupun dunia (Sasya, 2012).

  Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2012) tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.

  Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk

  Pertambahan penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor – faktor demografi sebagai berikut :

  1. Kematian (Mortalitas)

  2. Kelahiran (Natalitas)

  3. Migrasi (Mobilitas) Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami.

  1.Kematian Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).

  a.) Faktor pendukung kematian (pro mortalitas) Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah:

  • Sarana kesehatan yang kurang memadai.
  • Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
  • Terjadinya peperangan.
  • Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri.
  • Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.

  b.) Faktor penghambat kematian (anti mortalitas) Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah:

  • Lingkungan hidup sehat.
  • Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.
  • Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.
  • Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.
  • Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.

  2.Kelahiran (Natalitas) Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas). Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu, anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua, anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, anak menjadi kebanggaan bagi orang tua, anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.

  Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain: anak, adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun, anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak kedua, penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.

  3. Migrasi Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindahan penduduk yang berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja. Faktor-faktor terjadinya migrasi, yaitu :

  1. Persediaan sumber daya alam

  2. Lingkungan social budaya

  3. Potensi ekonomi

  4. Alat masa depan (Sasya,2012)

  Akses Pangan

  Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual- beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan

  Menurut Baliwati (2004), akses pangan merupakan salah satu aspek dari empat aspek ketahanan pangan,selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan

  pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya perikanan); berburu, bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work projects (pangan hasil/imbalan pekerjaan); serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar (World Food Programme 2005).

  (security), dan waktu (time). Berdasarkan World Food Programme (2005), Akses

  pangan rumah tangga dibagi menjadi tiga dimensi,yaitu dimensi akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial.

  • Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat dalam suatu wilayah dan ketersediaan pangan di warung sekitar pemukiman penduduk wilayah tersebut. Pasar merupakan salah satu sarana dan prasarana yang tersedia di suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan pasar adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memungkinkan akses masyarakat terhadap pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangannya meningkat.
  • Akses ekonomi dapat dilihat dari tingkat kemiskinan berdasarkan data pengeluaran total (pengaluaran pangan dan non pangan) keluarga per kapita perbulan dengan menggunakan acuan dari data garis kemiskinan Badan Pusat Statistik ( BPS ).

  • Akses sosial dapat diamati dari tingkat pendidikan, perhatian,dorongan/dukungan maupun bantuan sosial baik berupa pinjaman ataupun pemberian pangan/uang dari sanak keluarga, tetangga, maupun teman.

  Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat daya beli masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data pendapatan tidak tersedia maka sebagai alternatif, maka digunakan data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) per tahun atas dasar harga berlaku. Dalam penentuan batasan ranges untuk PDRB diasumsikan pendapatan minimum penduduk adalah 1 $ per hari.

  Penetapan nilai minimum tersebut didasarkan pada standar pendapatan minimum yang ditetapkan FAO sebesar 2 $ per hari, namun karena nilai tersebut relatif tinggi jika diterapkan untuk tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia maka diturunkan menjadi 1 $ per hari. Karena mengacu pada standar FAO maka nilai rupiah PDRB dikonversi ke dalam bentuk dollar ($), dalam hal ini diasumsikan nilai 1 dollar saat ini adalah Rp 9500,-. Semakin tinggi tingkat pendapatan penduduknya, maka semakin baik kondisi akses pangannya. Jika tingkat pendapatan penduduk lebih kecil dari 1095 $ per tahun, maka akses pangannya termasuk dalam kategori rendah (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

  Kemiskinan

  Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin. yaitu :

  1. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.

  Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

  2. Kemiskinan Relatif Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.

  Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

  3. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Alfian (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada.

  4. Kemiskinan Kronis a.Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif. b.Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil). c.Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

  Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman, dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

  Ciri-Ciri Kemiskinan

  Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

  1.Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.

  2.Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi.

  3.Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.

  Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik- adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan. memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.

  5.Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.

  Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut:1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan, 4) Terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas sumber daya manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme, bersih dan penerangan.

  Faktor Penyebab Kemiskinan

  Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu : 1). Pendidikan yang Terlampau Rendah

  Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.

  Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

  2). Malas Bekerja Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.

  3). Keterbatasan Sumber Alam Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin. 4). Terbatasnya Lapangan Kerja

  Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.

  5). Keterbatasan Modal Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

  6). Beban Keluarga Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

  Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

  1. Rendahnya Taraf Pendidikan Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

  2. Rendahnya Derajat Kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

  3. Terbatasnya Lapangan Kerja Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.

  4. Kondisi Keterisolasian Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

  Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu : 1) Pelestarian Proses Kemiskinan

  Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan. 2) Pola Produksi Kolonial

  Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor. 3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan

  Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

  4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

  Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.

  5) Peminggiran Kaum Perempuan Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas dari laki-laki.

  6) Faktor Budaya dan Etnik Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

  Menurut Lincolin Arsyad (2004), indikator kemiskinan ada bermacam- macam yaitu konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan.

  Usaha Pengentasan Kemiskinan

  Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang besar. Namun dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah belum mampu menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini. Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan salah satunya adalah Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin).

  Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)

  Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Program Raskin

  (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin) adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah

  .

  Daerah dan masyarakat Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau ( Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ).

  Tujuan Program RASKIN adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program RASKIN adalah: 1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.

  2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

  3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

  4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2008, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

  5. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan.

  6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum BULOG.

  Daerah.

  8. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009.

  9. Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005, tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

  10. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2008, tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009.

  11. Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional.

  12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”.

  13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi RASKIN Pusat.

  (Pedoman Umum Raskin 2009) Hingga pelaksanaan tahun 2007, Rumah Tangga Rasasaran Penerima

  Manfaat (RTS-PM) Raskin hanya mencakup 47% - 83% dari RTS terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTS terdata. Melalui program Raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10 – 20 kg per distribusi. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp.1.000 per Kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi kali per tahun atau rata- rata satu kali per bulan (Hastuti dkk, 2012).

  Landasan Teori Garis kemiskinan

  Menurut Sajogyo (1977) cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Sajogyo mengunakan nilai tukar beras kg/kapita/tahun agar dapat dibandingkan dengan nilai tukar antar daerah dan antar zaman.

  Bank Dunia dalam BPS, menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari. Badan Pusat Statistik (BPS) juga memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100 kilo kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kilo kalori ini merupakan batas garis kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2004).

  Kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.

  1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai

  sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai 2.

  2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah tangga per bulan.

  3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai

  sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan (Asa’ad, 2007).

  Kerangka Pemikiran

  Pertambahan penduduk Sumatera Utara yang dilihat dari pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan berpengaruh pada kemiskinan, seperti yang dikatakan Jhingan (2002) pertumbuhan penduduk pesat memperberat tekanan pada lahan , pengangguran dan memicu kemiskinan. membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan, hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.

  Akses pangan yang terdiri dari akses fisik, ekonomi, dan sosial memiliki beberapa indikator yang digunakan dalam pemetaan akses pangan, indikator- indikator tersebut merupakan beberapa indikator dari sembilan indiktor kemiskinan menurut Lincolin Arsyad (2004). Indikator tersebut adalah rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok untuk akses fisik, pendapatan per kapita perekonomian rakyat untuk akses ekonomi, jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) untuk akses sosial.

  Sehingga keduanya pertambahan penduduk dan akses pangan berpengaruh terhadap kemiskinan. Program Raskin sebagai salah satu program dalam usaha pengentasan kemiskinan diharapkan akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

  Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Pertambahan

  Penduduk Kemiskinan

  Akses Fisik Akses sosial v

  Akses Pangan

  Akses Usaha Pengentasan

  Ekonomi Kemiskinan

  Keterangan : : Mempengaruhi Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan identifikasi masalah,tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :

  1. Akses pangan di Sumatera Utara berada pada kategori baik.

  2. Jumlah penduduk, Akses Pangan, dan Program Beras untuk keluarga Miskin (RASKIN) berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Dampak CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) Terhadap Volume Dan Harga Impor Apel Di Sumatera Utara

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

BAB II TINJUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Sikap Petani Terhadap Kemitraan Kelompok Tani Bunga Sampang Dengan Perusahaan Dagang Rama Putra

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Peranan Istri Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)

0 2 14

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Tingkat Daya Saing Karet Indonesia

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 12

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

0 1 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Respon Masyarakat terhadap Program Beras Bagi Keluarga Miskin (RASKIN)

2 9 20