BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Tingkat Daya Saing Karet Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

  Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Meskipun demikian produksi karet Thailand pertahun lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi karet Indonesia. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya produktivitas, terutama di perkebunan karet rakyat yang menyumbang 71 % dari total produksi karet nasionnal serta karet yang dihasikan dari perkebunan karet rakyat saat ini masih dijual dalam bentuk gelondongan dengan mutu rendah karena industri pengolahan karet alam belum berkembang. Saat ini pasar produksi karet dunia di dominasi oleh 6 negara yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan Vietnam (Soekarno, 2009).

  Menurut Mamlukat (2005), strategi pengembangan agribisnis karet nasional yang dipilih adalah bagaimana meningkatkan manfaat secara optimal melalui perolehan nilai tambah dan peningkatan daya saing secara adil dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan aset-aset perkebunan yang sudah ada sehingga strategi tersebut hendaknya didasari dari penelitian-penelitian yang inovatif, kreatif, proporsional sehingga efektif dalam implementasinya. Agar diiperoleh manfaat yang optimal dari pembangunan agribisnis perkaretan nasional, maka kebijakan pengembangan agribisnis diarahkan kepada kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu karet.

  Dengan peningkatan terhadap ekspor karet di Indonesia yang dapat memberikan dampak positif dengan peningkatan devisa negara melalui perdagangan internasional yang terjadi antarnegara. Perdagangan internasional sudah ada sejak jaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan di dalam negeri yang tidak diproduksi ataupun mengalami kekurangan.

2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam

  Jenis mutu karet alam terdiri dari TNSR (Technically Specified Natural

  

Rubber) atau SIR (Standart Indonesian Rubber), RSS (Ribbed Smoked Sheets),

  Lateks, Crepe dan lainnya. Jenis mutu yang menempati tempat teratas adalah SIR 77,99%, RSS 17,03%, Lateks pekat 3,39%, pale crepe dan lain-lain 1,55%.

  1. SIR (Standart Indonesian Rubber) Cara pengolahan SIR menghasilkan spesifikasi teknis yang sesuai bagi konsumen. Peralatan sehari-hari yang dibuat dari bahan baku SIR adalah ban, peralatan bedah, peralatan farmasi, alat percetakan, pembuatan tekstil, bola golf, alat renang, bantalan mesin, penghapus dan suku cadang elektronik, industri kertas dan pembuatan pita sensitif.

  2. RSS (Ribbed Smoked Sheets) Kedudukan RSS dalam ekspor karet alam Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, akan tetapi untuk menjaga keseimbangan pangsa pasar di luar negeri khususnya di Eropa Barat dan Jepang, maka produksi RSS perlu dipertahankan. Masalah penetuan mutu secara visual yang kurang dapat diterima para konsumen terhadap RSS.

3. Lateks

  Lateks dadih adalah salah satu jenis dari lateks pekat, merupakan hasil pengentalan (koagulasi) dari lateks segar di lapangan dengan bantuan bahan kimia (bahan pendadih). Permintaan atas lateks pekat juga berkembang cepat untuk pembuatan berbagai peralatan seperti sarung tangan, balon, alat kontrasepsi, dan peralatan lainnya. Lateks pusingan tidak banyak berbeda dengan lateks dadih, hanya berbeda cara pengolahan untuk memisahkan lateks dan air (serum). Lateks pekat atau lateks pusingan berasal dari lateks segar dengan kadar karet kering sekitar 30 persen. Lateks segar itu kemudian dipekatkan dengan cara pusingan menjadi lateks pekat. Pasaran karet alam terbesar ketiga terdapat dalam produk-produk lateks dimana jatah pasarannya 30%. Lateks konsentrat merupakan satu-satunya produk karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk cair (liquid rubber). Semua jenis karet alam lain yang diperdagangkan berbentuk karet kering (dry

  rubber) atau disebut juga karet padat (solid rubber). Lateks pekat terutama

  dipergunakan untuk membuat barang-barang karet yang tipis (Spillane, 1989).

  Menurut Mamlukat (2005), analisis dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap permintaan, penawaran dan harga karet alam serta distribusi kesejahteraan dilakukan dengan metode simulasi. Peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan) adalah harga ekspor karet alam Indonesia, produksi, nilai tukar, pajak ekspor dan jumlah ekspor karet alam Indonesia. Penawaran karet negara pesaing (Thailand dan Malaysia) dipengaruhi oleh harga ekspor, produksi dan nilai tukar negara pengekspor. Perilaku impor negara pengimpor dipengaruhi oleh harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar, dan pendapatan per kapita masing-masing negara.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam internasional yaitu rasio total permintaan impor, total penawaran ekspor dan harga karet alam internasional sebelumnya.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Porter

  Menurut Porter (1990), suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh daya saing karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestic yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi.

  Dalam Teori Porter ini juga menyatakan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan (faktor-faktor yang dapat menentukan) National

  Competitive Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah:

  • Factor Conditions Mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur.
  • Demand Conditions Mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.Pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk superior, dan didorong oleh adanya permintaan barang dan jasa berkualitas serta adanya kedekatan hubungan antara perusahaan dan pelanggan.
  • Related and Supporting Industries Mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan.
  • Firm Strategy, Structure and Rivalry Mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri tertentu. Dan terdiri dari dua aspek yaitu: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir berdasarkan peluang dan prestise. Intesitas persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong terciptanya inovasi.

  Menurut Michael Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional apabila memiliki :The Four Diamond Framework” atau empat determinan daya saing Porter.

  Porter’s Diamond Model for The Competitive Advantage of Nations Government Firm Stategy, Structure and Rivalry Demand Factor Conditions Conditions Related and Supporting Industries

  Gambar 1. Porter’s Diamond Model

  Sumber : www.quickMBA.com

  Dari Porter’s Diamond Model di atas merupakan sumber-sumber utama keungulan kompetitif suatu Negara. Karena menurut Porter, daya saing erat kaitannya dengan konsep keunggulan kompetitif. Kondisi faktor disini adalah sumber daya (resources) yang dimiliki suatu negara atas lima kategori sebagai berikut: 1.

  Sumber daya manusia (human Resources) 2. Sumber daya alam (Physical Resources) 3. Sumber daya teknologi (Knowledge Resources)

4. Sumber daya modal (Capital Resources) 5.

  Sumber daya infrastruktur (Infrastructure Resources)

2.2.2 Konsep Daya Saing

  Porter (1990) menyebutkan bahwa “istilah daya saing sama dengan

  

competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama

  dengan competitive advantage”. Dan hal ini pun saling berhubungan dan terikat antara faktor yang satu dengan yang lain.

  World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional

  sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat. Institusi-institusi yang sesuai dengan karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Tambunan, 2003).

  Sedangkan Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambahan dalam rangka menambahkan kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalilsasi dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan social (Hady, 2004).

  Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Apidar,2009).

  Faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat

  

acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Tingkat daya saing suatu negara

  sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive

  

Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam

  kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive (Budiman, 2004).

  Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni merupakan analisis menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu stratesgi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Strategi yang tepat adalah strategi SCA atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien (Budiman, 2004).

  Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut:

  NXS =

/

  Keterangan: NXS = Net Export Share Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total Ekspor produk dunia

2.2.3 Konsep Ekspor

  Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustiran dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabean suatu negara. Adapun daerah kepabean sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabean.

  Menurut Sadono Sukirno (2004), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasioanl biasa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain:

  • Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor
  • Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri
  • Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri, karena harga dipasar dunia lebih meguntungkan
  • Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang diperuntukkan dan tidak dapat diproduksi dalam negeri
  • Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik

  Ekspor suatu komoditas ke pasaran internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor domestik, harga luar negeri dan faktor permintaan dan penawaran domestik antarnegara. Selain itu secara implisit ekspor juga dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate) mata uang suatau negara dengan negara lain.

  Faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam dan luar negeri. Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadapa mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya (Sukirno, 2004).

2.3 Kerangka Pemikiran

  Dalam menganalisis faktor-faktor tingkat daya saing karet di Indonesia maupun di Thailand sebagai negara pembanding dengan tingkat tertinggi produktivitas penghasil karet di dunia, perlu disusun suatu skema kerangka pemikiran dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini mempunyai alur yang jelas selain juga diharapkan tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan maksimal dan efisien.

  Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia menghadapi era perdagangan bebas saat ini. Oleh sebab itu penting artinya untuk melihat keunggulan dan daya saing yang dimiliki setiap negara, mengingat globalisasi menuntut adanya persaingan. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki areal karet alam terbesar di dunia. Meskipun demikian Indonesia hanya menjadi eksportir terbesar kedua setelah Thailand. Hal ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal.

  Tingkat daya saing suatu komoditas dapat dibandingkan oleh beberapa faktor yakni yang pertama kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam di negara tersebut. Indonesia memang kaya secara sumber daya alamnya, namun masih banyak sumber daya manusia Indonesia yang belum terlatih dalam mengusahakan komoditi karet sampai tingkat menguntungkan. Ini bukan berbicara berapa banyak sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia tetapi seberapa berkualitaskah sumber daya manusia tersebut. Lain halnya dengan Thailand yang dengan sumber daya alam yang terbatas, lewat sumber daya manusia yang terdidik dan ahli dibidangnya mampu menjadi eksportir karet terbesar nomor satu di dunia.

  Faktor kedua adalah kondisi permintaan dan tuntutan mutu karet Indonesia. Dengan permintaan yang begitu besar Indonesia belum mampu sepenuhnya mencukupi permintaan karet baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

  Mutu karet Indonesia yang sering dibawah standart juga menyebabkan kendalanya harga jual karet Indonesia dibanding dengan negara lain terutama Thailand.

  Terjaminnya Indonesia pendukung pengelolaan karet dari hulu ke hilir juga merupakan salah satu indikator pembanding tingkat daya saing produk ini

  

substainable atau ketersediaan yang terjamin baik dari bibit awal sampai ke

  industri pemasaran / pengelolaan karet merupakan penentu tinggi tidaknya daya saing suatu komoditi.

  Faktor keempat berkaitan dengan efisiensi teknis dan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan. Efisiensi bisa dilihat dari dua sisi baik dari teknis yakni bagaimana dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih banyak maupun dari sisi biaya yakni bagaimana menggunakan input seoptimal mungkin untuk mengurangi biaya input. Indonesia masih sangat jauh dari keberhasilan dalam menerapkan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara perngekspor karet lainnya terutama Thailand.

  Faktor kelima yaitu perhitungan daya saing ekspor negara indonesia dengan negara pembanding yaitu negara Thailand, sehingga dapat terlihat perbandingan jumlah ekspor antara kedua negara tersebut. Berikut skema dari kerangka pemikiran penelitian ini:

  • SDM;
  • SDA;
  • SD Teknologi;
  • SD Modal;
  • SD Infrastruktur.
  • • Industri hulu ke

    industri hilir.

  • Mutu; • Konsumsi.
  • Produk baru;
  • Pengembanga n teknologi;
  • Perbaikan mutu dan pelayanan.

  Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia dengan negara Thailand. Keterangan :

  : Perbandingan / Komparasi : Faktor-faktor yang mempengaruhi

  TINGKAT DAYA SAING KARET

  INDONESIA THAILAND

  Kondisi Permintaan dan Tuntutan Mutu :

  

Industri Terkait yang

Kompetitif :

  Kondisi Struktur, Persaingan, dan Strategi :

  Kondisi Faktor

  Perhitungan Daya Saing Ekspor: NXS =

  /

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

0 0 13

BAB II PENDELEGASIAN WEWENANG DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. Pengertian Pendelegasian Wewenang - Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara (Studi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Me

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara (Studi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan)

0 0 20

BAB 2 LANDASAN TEORI - Penentuan Nilai Motorik Halus Anak Dengan Game Magic Maze Menggunakan Metode Mamdani

0 5 19

BAB 1 PENDAHULUAN - Penentuan Nilai Motorik Halus Anak Dengan Game Magic Maze Menggunakan Metode Mamdani

0 0 6

BAB II PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PEMBIMBINGAN BAPAS (Balai Pemasyarakatan) KELAS I MEDAN. A. Pembebasan Bersyarat - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pembebasan Bersyarat dan Tingkat Pelanggaran yang Dilakukan Klien Pemasyarakatan (Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)

0 0 25

Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan

0 0 59

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

0 1 14

BAB 2 LANDASAN TEORI - Penggunaan Mikrotik OS sebagai Router pada Jaringan Komputer

0 0 10