BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Auditor Independen Dalam Melakukan Pemeriksaan Laporan Keuangan Perseroan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Pemegang Saham Dari Itikad Buruk Direksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan perekonomian nasional yang tak terlepas dari kuatnya pengaruh

  globalisasi, para pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan usaha dan bisnisnya seringkali menggunakan instrumen atau wadah perseroan terbatas (PT). Salah satu daya tarik bagi pengusaha menggunakan PT dalam menjalankan kegiatan bisnisnya adalah karena PT memiliki ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya. Ciri khas tersebut adalah dengan adanya pertanggungjawaban terbatas yang dimiliki oleh pemegang saham. Pemegang saham dalam PT tidak bertanggung serta tidak juga bertanggung jawab atas kerugian yang dialami PT melebihi saham yang

   dimiliknya dalam PT tersebut.

  PT sebagai badan hukum dapat melakukan suatu perbuatan hukum dan mempertahankan haknya didalam hukum. Perbuatan hukum dalam suatu PT identik dengan kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT tersebut karena PT sebagai persekutuan modal memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan sehingga perlu melakukan kegiatan usaha. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menjelaskan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Penjelasan Pasal 18 tersebut 1 Lihat pasal 3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan bahwa kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan dalam rangka mencapai maksud tujuannya yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar.

  Suatu PT harus memiliki kegiatan usaha dalam rangka mencapai maksud dan tujuan PT itu sendiri, maka dari itu suatu PT harus memiliki alat-alat kelengkapan ataupun organ yang akan menjalankan kegiatan usaha PT tersebut. Pemegang saham sebagai pemilik perseroan tidak memiliki kekuasaan apapun. Mereka tidak boleh mencampuri pengelolaan perseroan. Pemilik PT selaku Pemegang saham baru memiliki kekuasaan tertentu terhadap perseroan jika mereka bertemu dalam suatu forum yang disebut RUPS. Sebagai Organ PT, RUPS memiliki beberapa kewenangan eksklusif tertentu yang diberikan UUPT. berarti dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan usaha perseroan secara langsung, kewenangan terhadap pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan perseroan itu diberikan kepada direksi sebagai pengurus PT. Direksi bertanggung jawab secara penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan. Direksi adalah organ yang memiliki peran yang utama dan vital dalam pelaksanaan kegiatan usaha perseroan. Dalam menjalankan pengurusan perseroan, direksi dibantu oleh dewan komisaris yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.

  Pasal 92 ayat (1) UUPT mengatur tentang tugas utama direksi yaitu sebagai organ yang menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maskud dan tujuan perseroan. Penjelasan pasal 92 ayat (1) menegaskan kembali tentang luas dan lingkup frasa “pengurusan perseroan” yaitu pengurusan sehari-hari dari perseroan. Tugas dan sekaligus kewajiban direksi untuk mengurus sehari-hari perseroan memberikan kedudukan yang unik bagi direksi dibandingkan dengan organ PT lainnya yaitu RUPS dan Dewan Komisaris. Alasannya adalah bahwa kedua organ ini yaitu RUPS dan Dewan Komisaris tidak diwajibkan untuk “berkumpul” bersama setiap hari namun akan berkumpul bersama dalam rapat-rapat yang sudah digariskan oleh anggaran

   dasar PT tersebut.

  Dengan kewenangan yang demikian itu, direksi harus bertanggung jawab kepada , baik kepada pemegang saham, relasi, rekanan, nasabah, pegawai,

  stakeholder

  pemerintah, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan perseroan. Dengan tanggung jawab demikian, direksi tidak harus sepenuhnya menaati suatu putusan RUPS

   tanggung jawabnya kepada stakeholder.

  Sehubungan dengan itu dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa setiap Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam menjalankan perseroan. Dengan demikian, direksi dalam menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan diwajibkan oleh undang-undang untuk mengurus perseroan dengan itikad baik. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.

  2 Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 38. 3 Try Widiono, Direksi Perseroan Terbatas edisi kedua, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal 50

  Salah satu upaya mengurus perseroan dengan itikad baik adalah dengan menerapkan prinsip tatakelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance.

  Dengan menerapkan prinsip GCG direksi diharapkan dapat menjalankan aktivitas perseroan dengan baik dan sesuai dengan maksud dan tujuan, sehingga segala kepentingan yang bersifat langsung ataupun tidak langsung yang berhubungan dengan perseroan dapat dilindungi.

  Benturan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan bisa saja terjadi disebabkan pengelolaan perusahaan yang belum sepenuhnya dilakukan dengan benar karena sistem pengelolaannya tidak menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam Good Corporate Governance, yang mendukung perlindungan terhadap pemegang saham dengan cara pengelolaan perusahaan yang transparan dan memiliki

4 Seiring perkembangan zaman, pengadopsian prinsip-prinsip Good Corporate

  Governance dalam kehidupan suatu perusahaan menjadi sesuatu yang urgen. Salah satu cara yang diharapkan dapat membantu pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance adalah melalui pelaksanaan audit atas kinerja, laporan tahunan dan/atau laporan keuangan suatu perusahaan. Pelaksanaan audit terhadap kinerja pengurus atau direksi perseroan dan laporan tahunan perseroan diharapkan dapat membantu penerapan prinsip-prinsip GCG khususnya transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu perusahaan.

  Laporan tahunan yang didalamnya terdapat laporan keuangan merupakan jenis laporan yang berisi tentang informasi materil tentang perusahaan yang menjadi bahan utama dalam mengevaluasi jalannya organisasi perseroan serta melakukan penilaian 4 Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual , (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),hal 88. terhadap kinerja yang dilakukan organ pelaksana perseroan dalam satu tahun buku. Perintah dari UUPT agar direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS merupakan salah satu wujud dari pertanggungjawaban yang dilakukan direksi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan perseroan kepada pemegang saham perseroan secara khusus serta secara tidak langsung kepada seluruh stakeholder

   perseroan secara umum.

  Laporan tahunan perseroan adalah dokumen perseroan yang pembuatannya merupakan kewajiban dari direksi perseroan yang dibantu oleh komisaris yang harus diajukan kepada RUPS dalam jangka waktu 6 bulan setelah tahun buku perseroan

  

  berakhir. Laporan tahunan itu berisi sekurang-kurangnya: 1. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut.

  2. laporan mengenai kegiatan Perseroan.

  3. laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  4. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha pereseroan.

  5. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan dewan komisaris selama tahun buku yang baru lampau.

  6. nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris 5 6 Pasal 66 ayat (1) UUPT

Pasal 66 ayat (2) UUPT

  7. gaji dan tunjangan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota dewan komisaris perseroan untuk tahun yang baru lampau

  8. laporan keuangan disusun berdasar standar akuntansi keuangan

  Dalam Pasal 68 ayat (1) UUPT dijelaskan bahwa direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit, apabila:

  a. kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; b. perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; c. perseroan merupakan perseroan terbuka; d. perseroan merupakan persero; e. perseroan mempunyai asset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);atau

  f. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan

  Dalam ketentuan pasal 68 UUPT tersebut diatur tentang laporan keuangan perseroan yang wajib untuk diaudit oleh akuntan publik yang apabila tidak dilaksanakan mengakibatkan laporan keuangan serta laporan tahunan perseroan tersebut tidak dapat disahkan oleh RUPS. Perseroan yang tidak memenuhi kriteria yang dimaksud dalam pasal 68 UUPT tersebut bukan berarti tidak boleh untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada akuntan publik untuk diaudit, perseroan dapat mengaudit laporan keuangannya dengan tujuan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas keuangannya sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada stakeholder-nya.

  Menurut Mulyadi, audit adalah su a t u p r o s e s s i s t e m a t i k u n t u k m e m p e r o l e h d a n m e n g e v a l u a s i b u k t i s e c a r a obyektif mengenai pernyataan- pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang

   berkepentingan.

  Orang yang melakukan audit disebut dengan auditor. Auditor dapat dikelompokkan

  

  menjadi tiga golongan utama yaitu : 1.

  Auditor Independen merupakan auditor professional yang menyediakan jasanya kepada masayarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat kliennya. Untuk berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus memenuhi persyaratan pendidikan tertentu, telah mendapat gelar akuntan dan mendapat izin praktik dari Menteri keuangan. Auditor Independen lazim disebut dengan Akuntan Publik.

  Auditor Pemerintah merupakan auditor professional yang bekerja diinstansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau yang pertanggungjawaban keuangannya ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta instansi pajak.

  3. Auditor Intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan baik negara maupun swasta yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya 7 Mulyadi, Pemeriksaan Akuntan, Edisi 3,(Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu

  Ekonomi YKPN, 1990), hal 4 8 Ibid, hal. 28

  penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi.

  Lazimnya, audit dilakukan satu kali dalam setahun, yaitu untuk Laporan Keuangan akhir tahun atau Laporan tahunan Perusahaan, misalnya per 31 Desember dan untuk periode Januari - Desember. Perusahaan dapat saja melakukan audit untuk setiap bulannya atau setiap triwulan atau per kwartal apabila diperlukan. Namun demikian, pada umumnya perusahaan hanya melakukan audit pada akhir tahun saja mengingat audit harus dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang merupakan pihak ketiga yang independen, yang artinya pelaksanaan audit setiap kalinya memerlukan biaya.

  Selain audit terhadap Laporan Keuangan perseroan, terdapat beberapa jenis audit lainnya karena pada umumnya audit digolongkan menjadi tiga golongan yaitu

   Audit Laporan Keuangan, merupakan audit yang dilakukan oleh auditor terhadap

  laporan keuangan yang disajikan untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut, :

  b) Audit Kepatuhan merupakan audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria.

  c) Audit operasional, merupakan audit yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut Selain dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor independen, audit juga bisa dilakukan secara internal, yang berarti dilakukan oleh perusahaan sendiri 9 Ibid, hal 32 dengan mempekerjakan seorang akuntan yang ditugaskan khusus untuk melakukan audit atau pemeriksaan secara berkala atas pembukuan yang dilakukan perusahaan. Dengan cara demikian, perusahaan memperoleh manfaat dalam hal adanya kepastian bahwa perusahaan telah melakukan pencatatan atas seluruh transaksi yang terjadi dengan cara cara yang benar dan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), sehingga dengan demikian, manajemen perusahaan memiliki data lapaoran keuangan yang lebih dapat dipercaya tingkat akurasinya, untuk keperluan pengambilan keputusan.

  Pelaksanaan audit oleh auditor khususnya oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) telah diatur melalui UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Adapun yang menjadi dasar penyusunan UU Akuntan Publik tersebut jika dilihat berdasarkan penjelasannya adalah sebagai berikut:

  Melindungi kepentingan publik, b. Mendukung perekonomian yang sehat, efisien, dan transparan.

  c.

  Memelihara intregritas profesi Akuntan Publik, d. Melindungi kepentingan Profesi Akuntan Publik sesuai dengan standar dan kode etik profesi.

  e.

  Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi publik, regulator, dan profesi akuntan publik.

  f.

  Menegaskan keberadaan jasa Akuntan Publik yang telah diakui dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia; g.

  Mengatur profesi Akuntan Publik dengan peraturan perundang-undangan setingkat Undang-undang merupakan praktek lazim di negara lain. h.

  Adanya tuntutan masyarakat terhadap integritas dan profesionalisme Akuntan Publik; i. Adanya perkembangan lingkungan sosial, seperti teknologi dan liberalisasi perdagangan jasa, yang mempengaruhi profesi Akuntan Publik.

  UU No. 5 Tahun 2011 tersebut menjelaskan bahwa profesi akuntan publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asurans dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang diatur dalam UU tersebut adalah :

1. Lingkup jasa akuntan publik; 2.

  Perizinan akuntan publik dan KAP; 3. Hak, kewajiban dan larangan bagi akuntan publik dan KAP; Kerja sama antar-Kantor Akuntan Publik; 5. Asosiasi Profesi Akuntan Publik; 6. Komite Profesi Akuntan Publik; 7. Pembinaan dan pengawasan oleh Menteri; 8. Sanksi administratif; dan 9. Ketentuan pidana.

  Tujuan audit atas laporan keuangan dan laporan tahunan oleh auditor pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan keuangan organisasi merupakan salah satu sarana untuk memenuhi akuntabilitas yang dituntut oleh para stakeholders

  (pemerintah, kreditor, pemberi dana/penyumbang, penerima jasa, pengurus, karyawan,

   anggota).

  Auditor independen atau akuntan publik memiliki peran penting guna mencegah terjadinya rekayasa atau kesalahan direksi dalam menyajikan laporan tahunan. Auditor atau akuntan publik dengan kemampuannya dapat mengetahui kewajaran dari sebuah laporan keuangan dan laporan tahunan yang dibuat oleh direksi. Selain untuk mengetahui kewajaran laporan keuangan perseroan, Auditor juga hendaknya tidak bekerja sama dengan direksi dalam menyajikan laporan keuangan yang salah.

  Beberapa contoh kasus rekayasa laporan keuangan dan kesalahan auditor atau akuntan publik dalam melakukan audit adalah Kasus Enron dengan KAP Anderson.

  Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Anderson mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393 juta, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh

   transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.

  Selain kasus Enron, beberapa contoh kasus rekayasa laporan keuangan juga dapat dilihat

   11 dalam kasus yang diantaranya terjadi pada PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma

12 Tbk.

  Kasus yang terjadi pada PT. Indofarma Tbk. berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses produksi dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses produksi pada tahun buku 2001 sebesar Rp. 28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (Overstead) persediaan sebesar Rp.28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (Understated) sebesar Rp.28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu

   tinggi (Overstead) dengan nilai yang sama.

  Begitu juga dengan adanya dugaan mark up laporan keuangan PT Kimia Farma. Kasus tersebut berupa penggelembungan laba bersih pada laporan keuangan senilai miliar. Kasus ini ikut menyeret sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi auditor PT Kimia Farma, sekalipun KAP tersebut yang berinisiatif memberikan laporan adanya Oversteated tersebut. Dalam kasus ini terjadi pelanggaran terhadap prinsi-prinsip yaitu pengungkapan yang akurat (accurate dislosure) dan

  Good Corporate Governance

  transparansi (Transparancy) yang tentu saja sangat merugian para investor, karena keuntungan overstead imi tetntu telah dijadikan dasar transaksi yang menyebabkan

   investor mengalami kerugian pada saat harga saham turun.

  12 Budi S. Purnomo dan Puji Pratiwi, “Pengaruh Earning Power Terhadap Praktek Manajemen

, Jurnal Media Ekonomi, Vol. 14 No.1 2009

  Laba (Earning Management)” 13 Sumber http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com/2011/03/manajemen -laba-baik-atau buruk-4.html. 14 Eka Setiajatnika, “Pentingnya Penerapan Corporate Governence Dalam Bisnis Perusahaan” Jurnal Bisnis Manajemen Ekonomi, Vol 9 No. 5 Agustus 2000.

  Laporan tahunan atau laporan keuangan merupakan laporan penting yang menjadi dasar bagi investor atau pemegang saham dalam mengambil keputusan bisnis sehingga menjadi sangat penting untuk menyediakan laporan keuangan dengan tepat dan benar agar calon investor dan atau pemegang saham tidak salah dalam mengambil keputusan.

  Rekayasa terhadap laporan keuangan atau penyajian laporan keuangan dan tahunan yang tidak benar merupakan salah satu contoh dari itikad buruk direksi dalam menjalankan perusahaan. Rakayasa atas penyajian laporan tahunan dan atau laporan keuangan oleh direksi dapat menyebabkan forum RUPS sebagai tempat pengambilan keputusan salah atau keliru dalam memutuskan kebijakan terkait perseroan.

  Penyampaian laporan tahunan oleh direksi yang telah diamanatkan oleh UUPT yang telah diaudit merupakan salah satu bentuk perlindungan yang diberikan undang-undang perseroan yang dalam hal ini khususnya pemegang saham perseroan. Pemegang saham merupakan pihak yang menanamkan modalnya didalam perseroan dengan tujuan agar ia mendapatkan keuntungan dari modal ditanamkannya, dengan demikian pemegang saham memiliki kepentingan agar perseroan menjalankan kegiatannya dengan baik pula.

  Perlindungan atas kepentingan yang dimiliki pemegang saham dan stakeholder perusahaan merupakan tuntutan yang dimintakan oleh para pelaku dunia usaha yang mendorong pemerintah mengesahkan UUPT pada saat itu. Harapannya adalah agar dengan adanya UUPT pelaksanaan organisasi perseroan dapat dijalankan dengan lebih baik lagi serta para pemegang saham dan stakeholder perseroan mendapatkan perlindungan atas kepentingannya dengan lebih baik pula.

B. Permasalahan

  Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, yang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaturan pelaksanaan audit terhadap perseroan terbatas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia?

  2. Bagaimana kedudukan, tugas dan tanggung jawab hukum auditor independen dalam melakukan pemeriksaan pada perseroan terbatas?

  3. Bagaimana peran auditor independen dalam melindungi kepentingan pemegang saham dari itikad buruk direksi?

  C. Tujuan Penelitian

  berikut: 1.

  Untuk menganalisis peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan audit yang dilakukan terhadap perseroan terbatas

  2. Untuk mengetahui kedudukan, tugas dan tanggung jawab auditor independen dalam melakukan pemeriksaan terhadap perseroan terbatas

  3. Untuk mengetahui peran auditor independen dalam melindungi kepentingan pemegang saham pada perusahaan

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut : a.

  Secara Teoritis Tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi awal dalam bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis guna mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan hukum perseroan.

  b.

  Secara Praktis Tulisan ini secara praktis dapat memberikan bahan masukan bagi banyak pihak antara lain:

  1) Bagi direksi sebagai penanggung jawab sebuah perusahaan, penelitian ini dapat memberikan informasi bagi direksi tentang kewajibannya dalam menjalankan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia sehingga dapat menjalan perusahaan dengan efektif dan efisien

  Bagi komisaris yang merupakan perwakilan pemegang saham di perusahaan tulisan ini dapat memberikan gambaran bagi komisaris suatu perusahaan dalam mengawasi kinerja direksi sebagai upaya melindungi kepentingan para pemegang saham

  3) Bagi Pemegang saham dalam suatu perusahaan tulisan ini dapat membantu mereka untuk mengetahui apa yang menjadi hak seorang pemegang saham dan peran seorang auditor dalam melindungi hak mereka serta apa yang menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan perseroan

  4) Bagi seorang auditor atau akuntan publik tulisan ini dapat menjadi bahan bacaan bagi mereka dalam mengetahui peran, kedudukan dan tanggung jawab seorang auditor dalam melindungi kepentingan pemegang saham suatu perusahaan

  5) Bagi masyarakat pada umumnya tulisan ini dapat menjadi bahan bacaan sebagai tambahan informasi dalam mengetahui bagaimana perusahaan dijalankan dan dipertanggungjawabkan oleh direksi, diawasi oleh komisaris dan diperiksa oleh seorang auditor dalam upaya melindungi kepentingan pemegang saham yang menanamkan modalnya di sebuah perusahaan

E. Keaslian Penelitian

  Untuk menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan penelitian ini, maka dilakukan pemeriksaan terhadap judul dan permasalahan dalam tesis-tesis yang tercatat di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun beberapa judul yang terkait a.

  Analisis perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas perseroan terbatas ditinjau dari UU No. 40 Tahun 2007 oleh Syahrunsyah, 2013 b.

  Tanggung jawab direktur terhadap pemegang saham minoritas dalam pengelolaan perseroan oleh Boni F. Sianipar, 2008 c.

  Fungsi dan peranan auditor BPKP perwakilan Propinsi Sumatera Utara dalam pengungkapan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Polda Sumut oleh Budiman Butar-butar, 2009 d. Kewenangan direksi dalam penyelenggaran RUPS oleh Raja Runggu Deli Sitepu,

  2008 e. Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas yang tidak melaksanakan Rapat

  Umum Pemegang Saham oleh Hasrul Beny Harahap, 2007

  Berdasarkan hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya penelitian yang membahas tentang peran auditor dalam melakukan pemeriksaan perseroan. Oleh sebab itu, penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian dan jauh dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta berimplikasi secara etis dari proses menemukan kebenaran sebuah karya ilmiah

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

  1. Kerangka Teori

  Kerangka teori merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara teori- teori yang akan diteliti. Suatu konsep teori bukan merupakan gejala yang akan diteliti dinamakan fakta. Sedangkan konsep teori merupakan suatu uraian mengenai hubungan-

   hubungan dalam fakta tersebut.

  Solly Lubis memberikan pengertian kerangka teori adalah pemikiran atau butir- butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang dapat menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis, hal mana dapat menjadi masukan eksternal bagi penulis. Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

  

  Suatu perusahaan pada dasarnya berdiri berdasarkan modal-modal yang berbentuk dalam saham-saham yang dimiliki oleh pemegang saham perusahaan. Pada hakikatnya pemegang saham selaku pemilik saham perusahaan tidak turun langsung di dalam 15 16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta:Ghalia Indonesia, 1983), hal. 25.

  Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Bandar Maju, 1994) hal.80. proses produksi kegiatan perusahaan yang menyebabkan pemegang saham tidak serta merta mengetahui keadaan dari keuangan perusahaan. Inilah dasar utama diperlukannya auditor independen di dalam melakukan audit keuangan perusahaan tersebut yang dapat memberikan hasil audit keuangan perusahaan secara independen yang tidak memihak dan merugikan baik Pihak direksi maupun pihak pemegang saham.

  Profesi auditor ini memiliki peran dan tanggung jawab dalam melindungi kepentigan pemegang saham dengan cara memberikan penilaian atas kinerja keuangan suatu perusahaan dengan sebenar-benarnya. Berdasarkan hal tersebut teori tanggung jawab hukum dapat dijadikan grand theory dalam penelitian ini.

  Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang- undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada

   pertanggungjawaban politik.

17 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.

  Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

   1.

  teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

  2. teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan Auditor sebagai pihak yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan kinerja perseroan harus melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dunia profesinya. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan ketentuan yang berlaku dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketrampilan dan keahliannya. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan seorang auditor yang mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian akan menyebabkan seoarang auditor dapat dimintai pertanggung jawabannya.

  Selain teori tanggung jawab hukum, prinsip fiduciary duty dan teori akuntabilitas juga digunakan dalam penelitian ini sebagai pendukung penerapan teori tanggung jawab hukum. Seperti telah dibahas di awal bahwa sebuah perusahaan sebagai badan hukum 18 Ibid, halaman. 365. dalam melakukan perbuatan hukum mesti melalui pengurusnya. Tanpa adanya pengurus, badan hukum itu tidak akan dapat berfungsi. Pendelegasian wewenang kepada direksi untuk mengelola perseroan tersebut lazim disebut dengan fiduciary duty. Henry Campbell Black menyatakan : “fiduciary duty, a duty to act for someone else’s benefit,

  

while subordinating one’s personal interest to that of the other person. It is the highest

  (suatu tindakan untuk dan atas nama orang lain,

  standard of duty implied by law”

  dimana seseorang mewakili kepentingan orang lain yang merupakan standar tertinggi

   dalam hukum).

  Umumnya fiduciary duty direksi dibagi menjadi dua komponen utama yaitu duty of

  

care dan duty of loyalty. Duty of care pada dasarnya merupakan kewajiban direksi

  untuk tidak bertindak lalai,menerapkan ketelitian tingkat tinggi dalam mengumpulkan manajemen bisnisnya dengan kepedulian dan kehati-hatian yang masuk akal. Dalam direksi dituntut pertanggungjawabannya secara hukum dan duty of care ini

  duty of care

  wajib diterapkan bagi direksi dalam membuat setiap kebijakan perseroan dan dalam mengawasi serta memantau kegiatan perseroan. Dengan adanya duty of care maka direksi diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian dalam membuat segala keputusan dan kebijakan perseroan. Dalam membuat setiap kebijakan direksi harus tetap

   mempertimbangkan segala informasi-informasi yang ada secara patut dan wajar.

  Duty of loyalty mencakup kewajiban direksi untuk tidak menempatkan kepentingan

  pribadinya diatas kepentingan perusahaan dalam melakukan transaksi di mana transaksi 19 20 Try Widiono, op.cit. hal 87. 21 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, (Yogyakarta: Total Media, 2009), Hal 206.

  ibid, Hal 210. tersebut dapat menguntungkan direksi. Duty of loyalty juga mengharuskan direksi untuk menunjukkan sikap setia terhadap perusahaan yang didasari pada pertimbangan rasional dan professional. Maksud dari kesetiaan adalah direksi harus selalu berpihak pada kepentingan perusahaan yang dipimpinnya. Direksi yang diberikan kepercayaan oleh pemegang saham harus bertindak atas nama untuk kepentingan pemegang saham dan

  , bertindak untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta bertindak dengan

  stakeholders mengutamakan kepentingan perseroan diatas kepentingan pribadi.

  Prinsip fiduciary duty mewajibkan direksi untuk tidak bertindak lalai dalam menjalankan tugasnya mengelola perseroan. Kelalalian direksi dalam menjalankan tugasnya mengelola perseroan dapat menyebabkan direksi dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Prinsip fiduciary duty ini mewajibkan direksi untuk perseroan adalah dengan menjamin pemegang saham atau calon investor disediakan laporan keuangan dan laporan tahunan yang benar sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan terkait dengan perseroan.

  Teori Akuntabilitas sendiri di dalam dunia keuangan memiliki arti adalah

  

kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan

  

seseorang/sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi. Dalam

  prinsip akuntabilitas, terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala

  22 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam rangka Good Corporate Governance , (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum UI, 2002) Hal 141. 23 Syahrudin Rasul, 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara , (Jakarta: PNRI,2003) Hal 8. tindak tanduk dan kegiatan perusahaan di bidang administrasi keuangan bukan hanya kepada pemegang saham saja tetapi kepada semua pihak yang berkepentingan.

  Akuntabilitas juga menyangkut perlindungan dan jaminan kepada setiap pemegang saham, agar dapat menyampaikan hak suaranya untuk berpartisipasi dalam RUPS tahunan maupun RUPS lainnya. Berkaitan dengan hal itu, maka kehadiran anggota direksi dan anggota komisaris independen diperlukan agar dapat menghasilkan pengelolaan perusahaan yang lebih objektif dan bertanggung jawab. Melalui prinsip akuntabilitas, maka pemisahan antara pemilik atau pemegang saham dan pengurus

  

  dalam rangka pengelolaan perusahaan menjadi jelas dan tegas. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi amanat baik secara vertikal maupun

  Pemegang saham sebagai pemilik perseroan yang mendelegasikan wewenang pengelolaan perseroan kepada direksi dengan prinsip fiduciary duty memiliki hak-hak yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh hukum. Akuntabilitas memberikan jaminan bagi pemegang saham agar hak-haknya terlindungia.

  UUPT dalam BAB IX pasal 138-141 memuat ketentuan tentang pemeriksaan terhadap perseroan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau keterangan karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan atau anggota direksi maupun dewan komisaris yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga.

  Auditor independen sebagai salah satu pelaksana kegiatan audit yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi tentang kegiatan suatu perusahaan memiliki 24 Misahardi wilamarta, op.cit., Hal 67 tanggung jawab dalam melakukan audit sebagai bagian dari pemeriksaan perseroan yang dimintakan oleh pemegang saham apabila terdapat dugaan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham.

  2. Konsepsi

  Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.

   1.

  Audit merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, ditentukan, yaitu:

  

  25 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara , Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.

  Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang

  26 Mulyadi & Kanaka puradireja, Auditing. Edisi Kelima, (Jakarta:Salemba Empat, 1998). Hal. 3 kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian

   informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

  2. Prinsip Good Corporate Governance atau GCG adalah prinsip-prinsip dalam pengelolaan perusahan yang baik yang dianut oleh banyak negara didunia. Prinsip GCG ini dikenal sebagai prinsip tata kelola perusahaan yang baik dimana tidak ada defenisi yang pasti terhadap prinsip ini, Komite cadburry sebagai komite yang ditugaskan oleh Bank of England dan London Stock Exchange untuk menyusun

  corporate governance code yang berlaku di banyak negara memberikan defenisi

  atas corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham dan

   sebagainya.

  3. Pemeriksaan perseroan terbatas Menurut Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Nomor

  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan mengenai terdapatnya dugaan bahwa suatu Perseroan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau jika anggota Direksi maupun Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang 27 saham atau pihak ketiga. 28 Ihyaul Ulum M.D, Audit Sektor Publik Suatu Pengantar, (Jakarta:Bumi Aksara, 2009). Hal. 9 Indra Surya & Ivan Yustiavandana ,Penerapan Good Corporate Governance, (Jakarta: Kencana, 2008)

  hal 25.

  4. Auditor Independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon

   investor dan instansi pemerintah terutama instansi pajak.

  5. Pemegang Saham adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebiSaham merupakan sejumlah uang atau barang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu perusahaan. Atas investasi itu pada umumnya pemegang saham mendapat keuntungan dari Perseroan dalam

   bentuk dividen sebanding dengan besarnya uang yang diinvestasikan.

  6. Direksi adalah menurut Pasal 1 angka 5 UUPT adalah organ perseroan yang kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Ketentuan diatas menjelaskan bahwa direksi bertanggung jawab secara penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sehingga dengan perkataan lain bahwa direksi adalah organ yang memiliki peran yang utama dan vital dalam pelaksanaan kegiatan usaha perseroan 7. Perlidungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu 29 dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam 30 Mulyadi, Auditing, Buku 1,Edisi 6, (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2002) hal. 28 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal . 257

  

  sebuah hak hukum. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum untuk memberi jaminan perlindungan hukum terhadap hak bagi pemegang saham.

  8. Direksi yang beritikad buruk dalam konteks pengurusan perseroan merupakan direksi yang menjalankan kewajibannya dalam menjalankan perseroan tidak dilakukan dengan itikad yang baik (good faith). Adapun makna itikad baik dalam pelaksanaan pengurusan perseroan oleh anggota direksi dalam praktik dan doktrin

  

  hukum adalah sebagai berikut a.

  Wajib dipercaya (fiduciary duty) b.

  Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar Wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan d.

  Wajib loyal terhadap perseroan (loyalty duty) e. Wajib menghindari benturan kepentingan f. Larangan bersaing dengan perseroan

  9. perbuatan yang mengandung maksud dan tujuan yang tidak Itikad buruk adalah baik, misalnya pengaduan yang disertai data palsu atau keterangan tidak benar, dan atau ditujukan semata-mata untuk mengakibatkan pencemaran nama baik

   perorangan, keresahan kelompok, dan atau masyarakat.

  31 Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, (Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hal 373 32 33 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 374-378

Pasal 91 Angka 1 Huruf c UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

G. Metode Penelitian

  Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang

  

  menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara

  

  sistematis, metodologis dan konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara

  

  menganalisisnya. Sehingga, metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang relevan dengan masalah penelitian. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analistis. Deskriftif artinya ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu

  

  yang terjadi. Serta menganalisis fakta-fakta secara cermat dengan aturan hukum positif yang telah ada.

  Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini akan dibahas mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti melihat kedudukan, tugas dan 34 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106. 35 Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1 36 37 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 6 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta:Garanit,2004) hal. 58.

  tanggung jawab auditor berdasarkan peraturan yang berlaku serta juga melihat perannya dalam membantu melindungi kepentingan pemegang saham.

2. Sumber Data

  

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :

a.

  Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara serta Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

  b.

  Bahan hukum sekunder, merupakan bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal- jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan yang terkait

   dalam penelitian ini.

  c.

  Bahan hukum tertier merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan lebih mendalam terhadap bahan hukum sekunder

   seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah.

  3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan (library research) dan melakukan identifikasi data yang berkaitan dengan audit perusahaan dan hukum perusahaan. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan selanjutnya akan ditafsirkan atau diinterpretasikan untuk memperoleh kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan yang sedang diteliti dan

  38 39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Prenada Media, 2005) hal. 141.

  Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, op.cit, hal 14 disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan

   dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

   Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, dimana data sekunder

  dianalisis dengan undang-undang, teori dan pendapat pakar yang relevan, dilanjutkan dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi sehingga dapat menjadi acuan dan pertimbangan hukum dalam mengatasi suatu permasalahan. Tahapan analisis data yang dilakukan : a.

  Mengumpulkan data sekunder yang relevan dengan tema dan permasalahan penelitian.

  b.

  Menenmukan asas, norma dan kaidah-kaidah hukum serta doktrin atau teori yang relevan dengan masalah penelitian.

  c.

  Melakukan interpretasi terhadap bahan hokum primer untuk menemukan makna atau pengertian yang benar.

  d.

  Menguraikan dan menyusun secara sistematis hasil-hasil analisis data sekunder.

  e.

  Menarik kesimpulan secara deduktif untuk menjawab masalah penelitian.

  40 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2001), Hal. 195-196 41 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2006), hal. 250.

Dokumen yang terkait

Peran Auditor Independen Dalam Melakukan Pemeriksaan Laporan Keuangan Perseroan Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Pemegang Saham Dari Itikad Buruk Direksi

2 68 167

Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Terhadap Anggota Direksi Yang Melakukan Kesalahan Atau Kelalaian Dalam Pengurusan Perseroan

1 55 95

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Pt Indo Acidatama

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Telepon Seluler Akibat Itikad Buruk Layanan Jasa Telekomunikasi (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995 K/Pdt/2012)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Indonesia

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Perlindungan Merek Asing Terhadap Tindakan Pendaftaran Secara Itikad Tidak Baik (Studi Putusan No. 108/PK/PDT.SUS/2011)

0 1 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Suatu Perusahaan yang Melakukan Merger Lintas Negara

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Kelalaian Menyetorkan Modal Dalam Proses Pendirian Perseroan Terbatas Dan Akibat Hukumnya

0 0 24