BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pelaksanaan Good Governance Terhadap Efektivitas Kerja pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya suatu organisasi didirikan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati secara bersama oleh anggotanya dengan lebih efektif dan efisien. Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat sejauh mana

  organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Stoner yang dikutip Tangkilisan (2005:198) menyebutkan : pentingnya efektivitas organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi.

  Pada saat ini, telah terjadi perubahan paradigma organisasi dalam berbagai aspek, gaya kerja organisasi yang kaku berubah menjadi lebih fleksibel, kekuatan organisasi yang sebelumnya dilihat dari tolak ukur stabilitas organisasi kini bergeser pada kemampuan organisasi untuk mengadaptasi perubahan. Faktor politik yang mempengaruhi perubahan peran organisasi dalam hal ini organisasi publik menuntut penerapan good governance yakni, penyelenggaraan pemerintahan Negara yang bersih atau pemerintahan yang baik. semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur Negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelengaraan pemerintahan Negara dan pembangunan, menuntut pekasanaan good governanace, dan good

  

governance ini berlaku pada setiap pemerintah daerah yang sangat diperlukan

dalam penyelengaraan otonomi daerah.

  Dengan demikian organisasi publik setiap pemerintah daerah dalam pelaksanakan otonomi daerah diperlukan sumber daya manusia yakni aparatur pemerintah daerah yang mampu mewujudkan good governance dalam organisasi tersebut. Jelaslah bahwa dalam setiap pengelolaan organisasi publik perlu dilakukannya pendayagunaan sumber daya manusia agar tercapai tujuan organisasi yang diharapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efektivitas organisasi tidak terlepas dari efektivitas kerja pegawai sebagai salah satu dari unsur organisasi, memegang peranan penting dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian apabila tidak ada manusia didalam suatu organisasi maka tujuan-tujuan organisasi tersebut tidak dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan organisasi tersebut. Manusia merupakan salah satu unsur organisasi yang paling dinamis, artinya menginginkan perubahan, maka kedudukan manusia dalam organisasi tidak dapat disamakan dengan unsur-unsur lain. Sehingga dalam organisasi pengelolaan manusia sebagai sumber daya organisasi agar memiliki kemampuan yang mewujudkan good governance.

  Good governance akan terlaksana dengan baik apabila didalam suatu

  organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance didalam organisasinya. Sehingga organisasi dapat mencapai tujuan organisasi itu dengan baik.

  Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai adalah salah satu dinas pemerintah sebagai mitra pemerintah daerah Kota Binjai dalam meyelengarakan pemerintahan daerah. Maka dalam rangka menciptakan good governance, Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai sangat berperan penting, dengan pengertian lain Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai harus menjadi suatu organisasi yang efektif. Karena salah satu karakteristik good governance adalah efektivitas. Efektivitas organisasi akan tercapai apabila terciptanya efektivitas kerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai, selanjutnya tolak ukur good governance adalah partisipasi, akuntabilitas, transparansi, penerapan hukum, orientasi, keadilan, responsivitas strategi visi. Dinas Pekerjaan Umum yang memberikan pelayanaan umum dalam bidang jalan dan jembatan, gedung pemerintahan, saluran drainase, pengairan sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. untuk mendapatkan pelayaan yang terbaik maka pegawai kantor Dinas Pekerjaan Umum harus memiliki motivasi untuk mengerjakan pekerjaan agar efektivitas kerja pegawai dapat tercapai. Namun kenyataanya selama ini kemampuan sumber daya manusia yang masih rendah dan banyak pegawai yang datang terlambat sehingga dapat menunda pekerjaanya dan dapat membuat pekerjaannya menjadi tidak maksimal. Hal itu berdampak pada pemberian pelayanan yang tidak memuaskan. Selain itu mengenai anggaran dinas tersebut, kapabilitas yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan yang terlalu berbelit-belit menjadi suatu masalah dalam mewujudkan efektivitas kerja pegawai.

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa good

  governance akan tercapai apabila prinsip-prinsip good governance terlaksana

  dengan baik. Dengan demikian ada pegaruh pelaksanaan prinsip-prinsip good

  

governance Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang

  pelaksanaan good governance terhadap efektivitas kerja pegawai yang diberi judul seperti berikut “Pengaruh Pelaksanaan Good Governance Terhadap

  Efektivitas Kerja Pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai”

  I.2 Perumusan masalah

  Bedasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut : “Adakah Pengaruh Pelaksanaan Good

  

Governance Terhadap Efektivitas Kerja Pada Kantor Dinas Pekerjaan

Umum Kota Binjai ?”

  I.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1.

  Untuk mengetahui pelaksanaan good governance di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai.

  2. Untuk mengetahui efektivitas kerja di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai.

  3. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan good governance terhadap efektivitas kerja di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai.

I.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : a.

  Secara Subjektif, sebagai suatu sarana melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasinya yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  b.

  Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik secara umum dan Ilmu Administrasi Negara secara khusus dalam menambah bahan kajian perbandingan bagi yang menggunakannya. c.

  Secara Praktis, bagi Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai, penelitian ini diharapkan dapat mampu memberikan sumbangsih pemikiran, informasi dan saran.

1.5 Kerangka Teori

  Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, perlu mengemukakan toeri- teori sebagai kerangka berfikir untuk mengambarkan dari sudut mana penelitian menyoroti masalah yang dipilih. Singarimbun (1995:37) menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

  Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teori adalah :

  I.5.1 Good Governance

  I.5.1.1 Pengertian Good Governance Governance adalah kata sifat dari govern, yang diartikan sebagai the

action of manner of governing atau tindakan (melaksanakan) tata cara

  pengendalian. Sebagai sebuah kata, governance sebenarnya tidaklah baru. Pada tahun 1590 kata ini dipahami sebagai state og being governed, berkembang menjadi mode of living (1600), kemudian menjadi te office, function, or power of

  

governing (1643), berkembang menjadi method of management, system of

regulation (1660) dan kemudian dibakukan menjadi the action of manner

governing . Sementara itu, berarti to rule with authority atau mengatur atas nama

  kewenangan. Pelaksanaan biasa disebut sebagai government yang selain mempunyai arti sempit sebagai action of ruling and directing the affirs of a state, atau pelaksanaan pengaturan dan pengarahan urusan-urusan negara. Dengan demikian government identik dengan pengelolaan atau pengurus dengan makna spesifikasi atau pengurus Negara. (Nugroho, 2004:207).

  Governance pada dasarnya pertama kali digunakan adalah di dunia usaha

  atau korporat. Manajemen profesionalisme yang diperkenalkan pasca perang dunia II dengan prinsip dasar ”memisahkan kepemilikan dengan pengelolaan” benar-benar menjadikan setiap korporat menjadi uasaha-usaha yang besar, sehat dan menguntungkan. Gerakan ini dimulai secara besar-besara di Amerika, khususnya setelah para titians enterpreneur mengalami kegagalan besar mempertahankan kebesaran untuk mempertahankan kebesaran bisnisnya. Salah satunya Hendry Ford II gagal mempertahankan kebesaran bisnisnya karena ia tidak mengenal manajemen profesional. General Motor, Rockfeller, du Pont, JP Morgan secara serempak memulai untuk mengunakan mode manajemen profesional untuk mengelola bisnis mereka. Hasil nya memasuki tahun 1960 an kebesaran bisnis kembali lagi, bahkan pada tahun 1980 an tampak bahwa koporat terbaik didunia adalah korporat Amerika Serikat yang dikelola manajemen profesional dengan prinsip dasar” memisahkan kepemilikan dan pengelolaan”.Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa perkataan governance pada mulanya dipergunakan dalam dunia usaha dan konsep governance ini mempunyai arti penting dalam keberhasilan usaha. istilah good governance berasal dari bahasa Eropa, Latin, yaitu Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer (menyetir, mengendalikan), direct, (mengarahkan), atau rule (memerintah). Penggunaan utama dalam istilah bahasa inggris adalah to rule with authority, atau memerintah dengan kewenangan.

  Bintoro Tjokroamidjojo memandang good governance sebagai suatu bentuk manajeman pembangunan, yang disebut administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi agen of change dari suatu masyarakat berkembang didalam negara berkembang. Agent of change dan karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi palnned change (perubahan yang berencana), maka yang disebut agent of development. Agent of development diartikan pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program- program, proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan angaran penting. Dengan perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor swasta. Kebjaksanaan dan persetujuan penanaman modal ditangan pemerintah. Dalam good governance peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga citizen, masyarakat dan terutama sektor usaha/ swasta yang berperan dalam

  

good governance . Pemerintah bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar untuk

  menciptakan iklim yang kondusif dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha.

  Pengertian good governance menurut Mardiasmo (1999:18) adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sektor publik oleh pemerintah yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang dikutip oleh Whab (2002:34) menyebut good governance adalah suatu konsep dalam penyelengaraan manajemen pembangunan solid dan bertangung jawab sejalan dengan demokrasi yang pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan invesatasi yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.

  Lembaga Administrasi Negara (2000) memberikan pengertian good

  governance yang hampir sama dengan Bank Indonesia yaitu bahwa wujud good

governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan

  bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat

  Ada sebagian kalangan mengartikan good governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.

  Sedangkan United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for Sustainable Human

  

Development ”, (1997) mendefenisikan kepemerintahan (governance) sebagai

  “Governance is the exercise of economic, political, and administrative authority

  to manage a country’s affair at all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population ”. Yang

  berarti kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik, dan administratif untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan integritas, kohensivitas sosial dalam masyarakat.

  UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance yaitu: legitmasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (finansial), manajemen sektor public uang efisien, kebebasan informasi dan eksperimen, sistem yudisial uang adil dan dapat dipercaya. Tetapi UNDP kurang menekankan pada asumsi mengenai superioritas majemuk, multi partai, sistem orientasi pemilihan umum, dan pemahaman bahwa perbedaan bentuk kewenangan politik dapat dikombinasikan dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas dengan cara-cara yang berbeda. Hal-hal tersebut juga berkaitan terhadap argumentasi mengenai nilai-nilai kebudayaan yang relatif sistem penyelengaraan pemerintah yang mungkin bervariasi mengenai respon terhadap perbedaan kumpulan nilai-nilai ekonomi, politik dan hubungan sosial atau dalam hal-hal seperti: partisipasi, imdividualitas, perintah dan kewenangan. UNDP menganggap bahwa good

  

governance dapat diukur dan dibangun dari indikator-indikator yang kompleks

dan masing-masing menunjukan tujuannya.

  Dengan demikian, pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan (governance stakeholders) dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu: 1.

  Negara/Pemerintahan: Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.

  2. Sektor swasta: Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan, perbankan dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.

  3. Masyarakat Madani: Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.

  Maka dapat disimpulkan good governance adalah pengelolaan tata pemerintahan yang baik, meliputi tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi), bersifat terbuka (transparansi), cepat tanggap, akuntabel (akuntabilitas), berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, menggunakan struktur dan sumber daya secara efesien dan efektif, terdesentralisasi, demokratis dan berorientasi pada konsensus, mendorong kepada peningkatan partisipasi masyarakat, mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat, menjunjung supremasi hukum, memiliki komitmen kepada pengurangan kesenjangan, memiliki komitmen kepada pasar, dan memiliki komitmen pada lingkungan hidup. Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama dari good governance ini yakni aparatur pemerintah, masyarakat atau publik, dan keterlibatan pihak swasta.

I.5.1.2 Prinsip-Prinsip Good Governance

  Gambir Bhatta (1996) menggungkapkan bahwa “unsur utama

  governance ”, yaitu: akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency)

  keterbukaan (opennes), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi manajemen (management competence) dan hak-hak azasi manusia (human right).

  Kemudian UNDP melalui Lembaga Administrasi Negara yang dikutip Tangkilisan (2005:115) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi:

  a.

   Partisipasi ( Participation)

  Setiap warga Negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentinganya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

  b.

   Penerapan hukum (Fainess)

  Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.

  c.

   Transparansi (Transparency)

  Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang embutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.

  d.

   Responsivitas (Responsiveness)

  Lemabaga-lembaga dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.

  e.

   Orientasi (Consensus Orientation)

  Good governance menjadi perantara kepetingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas dalam hal kebiakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

  f.

   Keadilan (Equity)

  Semua warga Negara, baik laki-laki maupu perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

  g.

   Efektivitas (Effectivness)

  Proses-proses dan lembaga-lembaga mengahasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

  h.

   Akuntabilitas (Accountability)

  Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civilsociety) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga- lembaga stekholder. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan atau eksternal organisasi.

  i.

   Strategi Visi (Strategi Vision)

  Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini. Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam pelaksaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara penggunaannya sungguh-sungguh mencapai hasil yang dikehendaki shareholders.

  Berkaitan dengan pemerintah yang dikelola oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi profesional mengarah kepada kinerja SDM yang ada dildalam organisasi publik sehingga dalam penyelengaraan good governance didasarkan pada kinerja organisasi publik, yakini responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.

  Responsivitas adalah kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengenbangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. ( Tangkilisan,2005:117)

  Berdasarkan pernyataan Tangkilisan diatas maka disebutkan bahwa responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas ini sangat rendah ditunjukan dengan ketidakselarasan anatara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.

  Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek.

  Responsibilitas menjelaskan sejauh mana pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan implisit atau eksplisit. Semakin kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi dan peraturan serta kebijaksanaan organisasi, maka kinerja akan dinilai semakin baik.

  Sedangkan akuntabilitas mengacu pada seberapa besar pejabat politik dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

  Asumsinya pejabat politk tesebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisasi publik dinilai baik apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan keinginan para wakil rakyat, Maka semakin banyak tindak lanjut organisasi tersebut dinilai semakin baik.

  Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik atau pemerintah seperti mencapai target.

  Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal juga seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

  Prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolok ukur atau indikator dan karekteristik penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good governance dalam praktek penyelenggaraan Negara dituangkan dalam tujuh asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme dan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memuat asas-asas pemerintahan yang mencakup: a.

  Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. b.

  Asas Tertib Penyelenggaraan Negara Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan, dalam pengendalian Penyelenggara Negara.

  c.

  Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

  d.

  Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

  e.

  Asas Proporsionalitas dalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

  f.

  Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  g.

  Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Sebagiamana telah dijelaskan bahwa good governace awal mulanya digunakan dalam dunia usaha dan adanya desakan untuk menyusun sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen profesionalnya maka diterapkan good corporate governance.

  Sehingga dikena dengan prinsip-prinsip utama dalam governance corporate yaitu : transparansi, akuntabilitas, fainess, responsibilitas dan responsivitas.

  (Nugroho, 2004:216) Transparansi bukan berarti ketelanjangan, melainkan keterbukaan yakni adanya sebuah sistem yang menungkinkan teterselengaraan komunikasi internal dan eksternal dari korporasi. Akuntabilitas adalah pertangungjawaban secara bertingkat keatas. Dari organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh dewan komisaris kepada masyarakat. Sehingga akuntabilitas secara sempit dapat diartikan secara financial. fairness agak sulit diterjemahkan, karena menyangkut keadilan dalam konteks moral. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal.

  Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan. Dalam konteks ini penilaian pertangungjawaban lebih mengacu kepada etika korporat, termasuk dalam hal ini etika professional dan etika manajerial.

  I.5.2 Efektivitas Kerja

  I.5.2.1 Pengertian Efektivitas Kerja

  Efektivitas adalah suatu kosa dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa ingris yaitu: “Efective” yang berarti berhasil ditaati, mengesahkan, mujarab dan mujur. Dari sederet arti diatas, maka yang paling tepat adalah berhasil dengan baik. Jika seseorang dapat bekerja dengan baik maka ia dapat dikatakan bekerja dengan efektif.

  Efektivitas adalah tingkat kemampuan suatu organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya untuk mencapai sasaran(Steers,1985:46) Etzioni (1985:12) menyebutkan efektivitas organisasi diukur dari sejauh mana ia berhasil mencapai tujuannya.

  Amin Tunggul Widjaya (1993:32) mengemukakan “ Efektivitas adalah hasil membuat keputusan yang mengarahkan melakukan sesuatu dengan benar, yang membantu memenuhi misi suatu perusahaan atau pencapaian tujuan”. Selanjutnya Permata Wesha (1992:148) mengatakan: efektivitas adalah keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan guna yang diharapkan untuk melihat efektivitas kerja pada umumnya dipakai empat pertimbangan yaitu: Pertimbanagan ekonomi, pertimbanagan fisiologi, Pertimbanagan Psikologi dan Pertimbangan sosial. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan keberhasilan kerja yang ditetapkan.

  Ada beberapa pandangan yang berbeda dalam mengamati gejala efektivitas bagi organisasi swasta atau bisnis konsepsi efektivitas selalu paralel dengan konsepsi efisien. Dimana suatu tujuan tercapai apabila efisiensi juga tercapai, sebaliknya apabila terdapat pemborosan (inefisiensi), maka efektivitas kerja organisasi tidak tercapai

  Bagi organisasi pemerintah konsepsi efektivitas tidak selau paralel dengan konsepsi efisien. Walaupun terjadi pemborosan asalkan tujuan organisasi tercapai maka organisasi tersebut dikatakan efektif, Namun demikian, secara komperhensif efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu organisasi untuk melaksanakan semua tugas pokoknya atau mencapai sasaran. Ada juga yang menagtakan suatu tindakan efektif apabila tindakan tersebut mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu nilai untuk meraih tujuan organisasi.

  Kerja adalah keseluruhan pelaksaan aktivitas jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu atau mengandung suatu maksud tertentu ynag berhubungan dengan kelangsungan hidupnya. Sedangkan efektivitas merupakan suatu nilai untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan efektivitas kerja diartikan sebagai kemampuan seorang pegawai atau tenaga kerja untuk bekerja secara produktif sehingga tercapai tujuan organisasi.

  (Etzioni, 1985:14).

  Efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan, artinya pelaksanaan suatu tugas ditandai baik atau tidak, sangat tergantung pada penyelesaian tugas tersebut bagaimana cara melakukannya, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu.

  Jadi dari uraian diatas maka dapat disimpulkan efektivitas kerja dalam organisasi adalah usaha untuk mencapi prestasi yang maksimal dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam waktu yang relatif singkat tanpa menunggu keseimbangan tujuan alat dan tenaga serta waktu yang relatif singkat tanpa menunggu kesimbanagn tujuan alat dan tenaga serta waktu. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa efektivitas kerja adalah kemapuan manusia untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas organisasi dan meraih keuntungan maksimal bagi organisasi.

  Dari defenisi diatas dapatlah kiranya diinterpretasikan bahwa efektifitas kerja mengandung arti tetang penekanan pada segi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dimana semakin cepat pekerjaan itu diselesaikan dengan baik sesuai dengan ketenuan yang ditetapkan, maka akan semakin baik pula efektivitas kerja yang dicapai. Demikian pula sebaliknya dengan semakin lamanya pekerjaan tersebut terselesaikan, maka semakin jauh pula pekerjaan tersebut keefekifannya.

  Jadi berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja berhubungan dengan hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Satu hal yang harus digaris bawahi bahwa efektivitas kerja tidak dapat dipisahkan dengan efiseisi kerja. Efesiensi kerja berhubungan dengan biaya, tenaga, mutu dan pemikiran. jadi efektivitas kerja adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat dalam mencapai suatu tujuan tertentu atau efektivitas kerja dapat juga diartikan dengan hasil guna penekannya pada efeknya, atau hasil tanpa kurang memperdulikan pengorbanaan yang perlu diberikan oleh hasil tersebut.

  Menurut Handoko, (1999:62) pegawai mampu mencapai efektivitas kerja apabila menunjukan kemampuan mengakumulasikan pemilihan tujuan yang dilaksanakan dengan peralatan yang akan dipergunakan untuk melaksanakan tujuan tersebut sehingga pekerjaan pekerjaan tersebut terselengara sebagaimana yang diharapkan”.

  Dari uraian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pemilihan alternatif yang sangat mementukan tingkat efektivitas kerja yang sangat tinggi dan tentunya akan sangat berpengaruh besar terhadap kualitas dari hasil pekerjaan itu sendiri.

I.5.2.2 Pengukuraan Efektivitas Kerja

  Pada dasarnya efektivitas kerja dimaksudkan untuk mengukur hasil pekerjaan yang dicapai sesuai dengan rencana, sesuai dengan kebijakan atau dengan kata lain mencapai tujuan, maka hal itu dikatakan efektif. Nilai efektivitas kerja padatiap-tiap organisasi serta faktor kesesuain dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Jadi efektivitas kerja pada tiap-tiap organisasi akan berbeda- beda antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lainnya, tergatung pada jenis dan sifat dari organisasi yang bersangkutan.

  Menurut Campel yang dikutip Ricard M, Stress (1998:45) untuk mengukur efektivitas kerja ada beberapa variabel yang bisa dipergunakan yaitu :

  1. Kesiagaan Kesiagaan menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan sebuah tugas khusus dengan baik jika diminta.

  2. Kemangkiran Frekuensi kejadian-kejadian pekerjaan.

  3. Semangat Kerja Kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi termasuk perasaan terikat. Semangat kerja adalah gejala kelompok yang melibatkan kerja sama dan perasaan memiliki.

  4. Motivasi Kecenderungan seseorangan individu melibatkan diri dalam kegiatan berarahkan sasaran dalam pekerjaan, ini bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan persaan sedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.

  5. Kepuasaan Kerja Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas pekerjaannya dan organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka merasa dihargai karena pekerjaan mereka.

  6. Beban Pekerjaan Beban pekerjaan yang diberikan pimpinan kepada bawahan sesuai dengan kemampuan seseorang dan sesuai dengan jumlah kelompok mereeka.

  7. Waktu Menyelesaikan Tugas Waktu merupakan salah satu pengukuran efektivitas kerja yang sangat penting sebab dapat dilihat apakah waktu yang digunakan suatu organisasi sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap anggota organisasi. (Steer, 1998:46) Dari penjelasan pengukuran efektivitas kerja diatas dapat diketahui alat pengukur efektivitas kerja Menurut Richard dan M. Steers (1980:192) meliputi unsur kemampuan menyesuaikan diri/ prestasi kerja dan kepuasan kerja : 1.

  Kemampuan menyesuaikan diri Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal, sehingga dengan keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi dapat tercapai.

  2. Prestasi kerja Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja ang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu.

  3. Kepuasan kerja.

  Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada.

  Kerja merupakan suatu simbol yang tidak pernah mati dari pribadi seseorang maupun linkungan organisasi, sehingga dalam merumuskan efektivitas kerja pun ditelaah pula pengertian kerja itu sendiri. setiap pekerjaan dari tiap individu pegawai dalam organisasi akan ikut menentukan bagi tercapainya hasil kegiatan organisasi yang telah direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian faktor efektivitas kerja banyak dipengaruhi oleh kemampuan orang-ornag atau organisasi dalam mencapai tujuannya.

  Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tidak terlepas diri dari adanya pembagian kerja yang tepat agar setiap pegawai dapat melaksanakan tugasnya-tugasnya secara efektif. Pengukuran efektivitas kerja yang dilakukan berdasarkan atas banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melakasanakan tugas tersebut, sehingga dari kedua hal tersebut dapat disusun sesuai dengan kebutuhan perusahaan /organisasi sehingga menghasilkan efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan.

  Pengukuran efektivitas berdasarkan banyaknya tugas yang dipikul dan jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut dapat berarti bahwa bila tugas yang dibebankan kepada pegawai sedikit, sementara jumlah pegawai yang melaksanakan tugas tersebut lebuh banyak maka akan terjadi banyak pegawai yang menganggur sehinnga organisasi/perusahaan tersebut tidak efektif.

  Sebaliknya jika tugas yang dibebankan banyak sedangkan pegawai yang melaksanakan tugas tersebut sedikit maka akan terjadi penumpukan pekerjaan yang hal ini akan mengakibatkan banyaknya pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan atau tertunda sehingga terjadi ketidakefektifan.

I.5.3 Pengaruh Pelaksanaan Good Governance Terhadap Efektivitas Kerja

  Kantor Dinas Pekerjaan Umum salah satu lembaga pemerintah yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat dibidang jalan, gedung pemerintahan, saluran drainase, dan pengairan. Dalam melayalani masyarakat, aparatur Dinas Pekerjaan Umum dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik yakni efektivitas kerjanya harus tinggi. Tercapainya efektivitas kerja bukan saja ditentukan dari banyaknya jumlah pegawai akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengelolaan organisasi, pengendalian yang baik yang disebut good governance.

  Pengelolaan dan pengendalian yang baik dari suatu organisasi dalam hal ini organisasi publik mengenai pencapaian organisasi secara bersama-sama yaitu untuk menciptakan suatu penyelengaraan manajemen yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, dan pencegahan korupsi didalam suatu organisasi. Dengan pengertian lain good governance adalah proses penyelengaraan pemerintah yang bersih, transparan, akuntabel oleh organisasi- organisasi pemerintah seperti organisasi publik pemerintah Kota Binjai yang mecakup kepemimpinan, struktur organisasi dan sumberdaya manusianya.

  Berdasarkan uraian diatas maka apabila pemimpin organisasi, struktur organisasi dan sumberdaya manusia yang baik makan akan tercipta good

  governace yang berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai dari organisasi

  itu sendiri. Maka jelaslah bahwa akan berpengaruh terhadap efektivitas kerja pegawai.

I.6 Hipotesis

  Sugiyono (2003:70) menyebutkan : hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis.

  Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Hipotesis Nihil (Ho)

  “Tidak ada pengaruh positif antara pelaksanaan good governance terhadap efektivitas kerja di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai”

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

  “Ada pengaruh positif antara pelaksanaan good governance terhadap efektivitas kerja di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai”

I.7 Defenisi Konsep

  Menurut Singarimbun (1993:33) menyebutkan : “ Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial”.

  Berdasarkan uraian dan kerangka teori diatas maka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

  1. Good governance, adalah suatu karakteristik atau ukuran pokok dari pelaksanaan penyelengaraan pemerintah yang baik.

  2. Efektivitas Kerja, adalah kemampuan menyelesaikan suatu kegiatan tepat waktu dan sesuai dengan yang telah ditentukan.

I.8 Defenisi Operasional

  Defenisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana variabel diukur. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni satu variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi dan satu varibael terikat yaitu variabel yang dipengaruhi. a.

  Variabel Bebas (X) dalam penelitian ini adalah pelaksanaan good

  governance , yang diukur berdasarkan indikatornya yaitu : 1.

  Akuntabilitas Bagaimana kemampuan organisasi dalam membuat kebijakan dan kegiatan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai konsisten dengan kehendak masyarakat banyak, serta adanya pertangungjawaban berupa laporan keuangan ynag terbuka untuk tinjaun publik.

  2. Transparansi Keterbukaan, adanya sebuah sistem yang memungkinkan terselengaranya komunikasi internal dan eksternal dari organisasi.

  3. Penerapan Hukum Penerapan hukum di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dilaksanakan penindakan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku bagi pegawai yang melangar peraturan tanpa pandang bulu, baik ras, agama gander terutama yang menyangkut hak asasi manusia serta tidak adanya perbedaan kedudukan posisi kunci di Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai 4. Responsivitas atau ketangapan

  Gambaran kemampuan suatu organisasi publik dalam hal ini Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Binjai menanggapi kebutuhan masyarakat.

  5. Efektivitas Kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan sesuai visi dan misi organisasi dengan mengunakan sumber daya yang ada.

  6. Strategi Visi Adanya visi dan strategi pemimpin untuk mengembangkan anggota organisasi dal hal ini mengembangkan pegawai dalam meningkatkan kemampuan pegawai.

  7. Keadilan Adanya perlakuan yang sama baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

  b.

  Variabel Terikat (Y) = Efektivitas Kerja, yaitu pencapaian atau hasil kerja dengan tingakat prestasi yang ditunjukkan pegawai.

  Efektivitas kerja yang diukur berdasarkan indikatornya yaitu : 1.

  Kesiagaan Suatu penilaian bahwa organisasi mampu menyelesaikan tugas dengan baik jika diminta.

  2. Efisiensi Suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya biaya untuk menyelesaikan tujuan pekerjaan.

  3. Inisiatif Mengembangkan kreatifitas manusia untuk merencanakan suatu ide yang dapat berguna dan bermanfaat.

  4. Motivasi Seseorang yang melibatkan dirinya dengan suka rela untuk melakukan kegiatan pekerjaan sehingga tujuan pekerjaan tersebut dapat tercapai.

5. Ketepatan Waktu

  Mengukur seberapa lama waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, sehingga dapat dilihat didalam organisasi apakah waktu yang digunakan suatu organisasi sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap anggota organisasi.

  6. Kepuasan kerja yaitu Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peran pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka merasa dihargai karena pekerjaan mereka

I.9 Sistematika Penulisan

  BAB I : Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, Manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, kerangka konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

  BAB II : Metode penelitian Bab ini memuat bentuk penelitian, populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data, tehnik penentuan skor, dan tehnik analisis data.

  BAB III : Deskripsi Lokasi Penelitian, Bab ini menguraikan tentang Sejarah daerah penelitian, struktur organisasi, Pembagian kerja. BAB IV : Penyajian Data Penelitian Bab ini disajikan data-data yang diperoleh secara sitematis.

  BAB V : Analisis Data Bab ini menyajikan analisis sesuai analisis yang digunakan serta menguji hipotesis yang dikemukakan. BAB VI : Penutup Bab ini sebagai akhir disajikan kesimpulan dan saran.