PENGELOLAAN PULAU PULAU KECIL TERLUAR GU

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR
GUNA MENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA
KASUS PULAU NIPAH

Jakarta,

April 2017

1.

PENDAHULUAN.
Pulau Nipah atau Pulau Nipa secara administratif termasuk dalam
wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau. Semula Pulau Nipa memiliki luas wilayah 0,5 Ha sebelum
reklamasi, namun setelah reklamasi luasnya mencapai 60 Ha. Pulau ini
berada pada koordinat 01009’13”U dan 103039’11”T.1 Pulau Nipah
merupakan bagian dari gugusan pulau Batam – Rempang – Galang
(Barelang), khususnya Pulau Pemping, Pulau Kelapa Jerih, dan Pulau Bulan.
Secara geografis Pulau Nipah terletak di antara Selat Philip dan selat utama
yang berbatasan langsung dengan Singapura.2 Hal tersebut menjadikan
letak Pulau Nipah memiliki nilai strategis


dan merupakan pulau terluar

Indonesia yang sangat dekat dengan Singapura.
Pulau Nipah masuk dalam 111 pulau yang ditetapkan sebagai pulaupulau kecil terluar (PPKT) sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Presiden Nomor 6 Tahun 2017, tentang Penetapan Pulau-pulau Kecil
Terluar.3 Penetapan pulau-pulau ini untuk mencegah isu okupasi atau klaim
kepemilikan pulau oleh warga negara lain seperti amanat dalam UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil yaitu bahwa pemanfaatan PPKT dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan pemerintah daerah dalam upaya
menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah juga
bisa mengawasi aktivitas ilegal yang sering kali terjadi seperti penyeludupan
narkoba, perbudakan, bahkan illegal fishing.4
Pulau-pulau kecil terluar adalah daerah terpencil dan jauh dari
perhatian pemerintah karena sarana dan prasarana yang tersedia sangat
1

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar
Koordinat Gegografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, Jakarta: Dinas HidroOceanografi TNI AL, 2002, Lampiran.


2

BPS Kota Batam, Batam dalam Angka 2015, Batam: BPS Kota Batam, 2015, Hal. 11.

3

Pemerintah Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 6Tahun 2017 tentang Penetapan PulauPulau Kecil Terluar, Jakarta: KKP, 2017, Lampiran I, Hal.12.

4

Detik News, 30Maret 2017, Nawacita Jokowi-JK: Membangun Indonesia dari Perbatasan, tersedia
pada
, Diakses tanggal 16 April 2017.

2

terbatas sehingga akses ke daerah tersebut sulit dijangkau. Akibatnya akses
dalam pengembangan aspek ekonomi maupun aspek lainnya juga berjalan
lamban. Secara fisik pulau-pulau tersebut masih alami, ada yang berupa batu
karang dan pulau yang tidak bervegetaris serta sebagian besar tidak

berpenghuni atau kalaupun berpenghuni jumlahnya relatif sedikit.
Pemerintah memang sudah melakukan pembangunan terhadap PPKT
namun masih belum maksimal dan hanya beberapa pulau tertentu saja
seperti misalnya pembangunan yang dilakukan di Pulau Nipah. Sejauh ini
pembangunan tersebut sudah mulai menunjukkan hasil yaitu dalam rangka
menanggulangi abrasi pantai, namun pengembangan pengelolaan pulau
tersebut masih terhenti.
Demikian juga pembangunan di bidang pertahanan, pemerintah mulai
memperhatikan pentingnya menjaga kedaulatan di perbatasan negara pada
PPKT tersebut. Pembangunan pos penjagaan pada hampir setiap PPKT
dapat menjadi solusi dalam menghadapi ancaman pelanggaran kedaulatan
dan tindak kejahatan lintas batas negara lainnya dengan perlengkapan
alutsista dan sarana patroli yang baik dan memadai agar keamanan
perbatasan semakin kuat.
Namun pada kenyataan yang ada, pertahanan di PPKT terutama PPKT
yang tidak berpenghuni masih sebatas pada pendirian Pos TNI Angkatan
Laut (Posal), bahkan di beberapa PPKT hanya terdapat berupa tugu suar
saja seperti di antaranya Pulau Batek, Pulau Mangudu, Pulau Dana, di Nusa
Tenggara Timur dan Pulau Fani di Papua. Hal yang seperti ini perlu diperbaiki
oleh pemerintah terutama kebijakan Kementerian Pertahanan terhadap

permasalahan pertahanan PPKT sebagai beranda depan negara.

2.

DATA DAN INFORMASI.
a.

Bapelitbangda Kota Batam.
1)

Secara geografis Kota Batam mempunyai posisi yang strategis karena
berada pada jalur pelayaran internasional dan hanya berjarak 12,5 mil
laut dengan negara Singapura .

3

2)

Kota Batam terdiri lebih dari 370 buah pulau, dimana terdapat empat
pulau yang merupakan PPKT yang berbatasan dengan Negara

Singapura dan Malaysia. Adapun menurut Perpres Nomor 78 Tahun
2005, tentang Pengelolaan PPKT, ke-empat PPKT tersebut yaitu: Pulau
Nipah, Pulau Pelampong, Pulau Batu Berhanti dan Pulau Nongsa/Putri.

3)

4)

Secara administratif batas wilayah Kota Batam adalah sebagai berikut:
a)

Sebelah Utara

b)

Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga.

c)

Sebelah Barat


: Kabupaten Karimun.

d)

Sebelah Timur

: Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang.

Pada

tahun

: Singapura dan Malaysia.

2007

Kota

Batam


ditetapkan

sebagai

Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone)
berdasarkan

PP

Nomor

46

Tahun

2007


Tentang

Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Pada PP tersebut
disebutkan bahwa Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam (OBDIPB) berubah menjadi Badan Pengusahaan Kawasan
Batam (BP Batam) dengan beberapa perubahan yang diatur dalam PP
Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam.
5)

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Wilayah Batam hingga saat
ini memiliki dua institusi yang mengatur proses pembangunan di
dalamnya, yakni Badan Pengusahaan Batam (BP. Batam) dan
Pemerintah Kota Batam. Keduanya saling bersinergi dalam memajukan
Kota Batam menjadi Kota yang maju dan mampu berkontribusi positif
untuk pembangunan nasional.


6)

Dalam perspektif keamanan dan pertahanan nasional, Batam sebagai
wilayah kepulauan yang berbatasan dengan negara tetangga memiliki
peran strategis dalam menjaga kedaulatan negara. Konsekuensi logis
dari hal tersebut, segala aspek yang berpotensi mengganggu

4

keamanan dan pertahanan di Wilayah Batam menjadi prioritas di tingkat
nasional.5
7)

Berkaitan dengan pembangunan PPKT yang ada di wilayah Kota
Batam, maka dalam pelaksanaannya Pemerintah Kota Batam harus
berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat karena sebagian besar
pemanfaatan Pulau Nipah dan perairan sekitar adalah untuk kegiatan
pertahanan dan keamanan, penangkapan, budidaya ikan dan kegiatan
labuh sementara (transit anchorage).


Gambar: Rencana Pengembangan Pulau Nipah.
8)

Wilayah perairan Pulau Nipah masih dimanfaatkan nelayan dari pulaupulau di sekitarnya sebagai kawasan penangkapan ikan dan budidaya
ikan. Berdasarkan hasil kajian Tim Teknologi Inventarisasi Sumber
Daya Alam Badan Pengkajian Pengembangan Teknologi (TISDA
BPPT) ada kecenderungan penurunan densitas ikan setiap tahunnya,
sedangkan Pulau Nipa sendiri dimanfaatkan oleh nelayan sebagai
tempat peristirahatan sementara dalam kegiatan penangkapan ikan
dan tempat perlindungan jika terjadi badai di wilayah perairan sekitar
Pulau Nipa.

5

Bappelitbangda Kota Batam, Kajian Teknokratis RPJMD Kota Batam 2016-2021, Batam: Bappeda
Kota Batam, 2016, Hal. 20

5

9)


Di samping itu kawasan perairan Pulau Nipa dimanfaatkan sebagai
tempat labuh sementara (transit anchorage). Kegiatan ini berlokasi di
sisi barat dan sudah dimulai sejak tahun 2002 baik secara legal (resmi)
maupun iIlegal (tidak resmi).6

b.

Kodim 0316 Batam.
1)

Dislokasi pasukan dalam rangka pembinaan teritorial yang terdapat di
wilayah Batam terdiri dari lima Koramil, yaitu Koramil 01 Batam Timur
di Kecamatan Sanggulung Pulau Batam, Koramil 02 Batam Barat di
Kecamatan Batu Aji Pulau Batam, Koramil 03 Nongsa di Kecamatan
Nongsa Pulau Batam, Koramil 04 Galang di Kecamatan Galang Pulau
Galang, dan Koramil 05 Belakang Padang di Kecamatan Belakang
Padang Pulau Belakang Padang.

2)

Program kegiatan Kodim 0316 Batam berkaitan dengan Pembinaan
wilayah di pulau-pulau kecil terluar adalah sebagai berikut:
a)

Ekspedisi Gurindam Sakti, yaitu pembuatan patok ekspedisi,
penelitian flora dan fauna, serta penjelajahan pulau.

b)

c.

Karya Bahkti, yaitu kegiatan pembersihan dan penghijauan pulau.

Lanal Batam.
1)

Dalam rangka mengelola pulau-pulau terluar dan sekaligus menjaga
kedaulatan di gugusan kepulauan di Kota Batam, maka Lanal Batam
melaksanakan gelar satuan di pulau-pulau sebagai berikut:

6

a)

Posal Pulau Nipa.

b)

Posal Pulau Tolop.

c)

Posal Pulau Sambu.

d)

Posal Pulau Galang.

e)

Posal Pulau Abang.

f)

Posal Pulau Sugi.

g)

Posal Telaga Punggur.

Surat Menteri Kelautan dan Perikanan Kepada Presiden RI Nomor: B 411/MEN-KP/VII/2009, tanggal
28 Juli 2009, perihal Cetak Biru (Blue Print) Rencana Pengembangan Pulau Nipah.

6

2)

h)

Posal Tanjung Sengkuang.

i)

Posmat Pulau Jodoh atau pantai stress.

j)

Posmat Tanjung Riau.

k)

Posmat Pulau Mangkada.

l)

Posmat Pulau Sagulung.

m)

Posmat Tanjung Kretang.

n)

Posmat Tanjung Uncang.

o)

Posmat Pulau Nongsa.

p)

Posmat Ngenang.

Khusus untuk Pulau Nipah, unsur Posal terdiri dari 14 Personil dan saat
ini sudah tidak ditempatkan lagi Satgas Marinir Pam Pulau-pulau
Terluar. Posal Pulau Nipah terdapat di sebelah utara yang menghadap
langsung ke Selat Singapura dan Singapura.

3)

Berdasarkan tata laut perairan yurisdiksi nasional Indonesia serta
perkembangan lingkungan strategis di sekitar Pulau Nipah yang
merupakan pertemuan Selat Malaka dan Selat Singapura maka
kemungkinan ancaman aspek maritimnya sebagai berikut :
a)

Ancaman Faktual. Yaitu gangguan keamanan laut, tindak pidana
dan pelanggaran hukum di laut berupa :.
(1)

Pembajakan / perompakan.

(2)

Penyelundupan.

(3)

Illegal fishing.

(4)

Perusakan dan pencemaran lingkungan laut.

(5)

Imigran gelap.

(6)

Survei dan pemetaan tanpa ijin.

(7)

Pengambilan harta karun / cagar alam.

(8)

Pencurian / penambangan bawah laut.

(9)

Infiltrasi dan sabotase.

(10) Kecelakaan di laut.
(11) Masuknya narkoba dan psikotropika.

b)

Ancaman Potensial.

7

(1)

Pulau Nipa berpotensi terjadi konflik perbatasan perairan
antara Indonesia dengan Singapura dan pelanggaran
wilayah, walaupun perjanjian garis batas laut kedua
negara telah disepakati di Jakarta pada tanggal 25 Mei
1973 yang menghasilkan 6 titik koordinat yang terletak di
selat

Singapura.

Kerawanan

batas

wilayah

tetap

diwaspadai karena adanya reklamasi besar-besaran di
Singapura yang patut diduga akan mempengaruhi batas
wilayah laut.
(2)

Hadirnya

kekuatan

asing/patroli

perairan

Indonesia

dengan

negara

alasan

Sea

tetangga
Lines

di
Of

Comunication (SLOC), serta dalih penanganan aksi teroris.
(3)

Gerakan teroris dari luar kemungkinan masuk melalui
perairan Indonesia.

d.

Dinas Perhubungan Kota Batam.
1)

Kota Batam terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, sebanyak 370 pulau
terdapat di sekitar wilayah Batam baik berpenghuni maupun tidak
berpenghuni.

2)

Permasalahan transportasi laut: tidak semua pulau-pulau tersebut
tersambung dalam jaringan transportasi laut, terutama pada pulaupulau yang yang tidak berpenghuni. Hal ini terjadi semata-mata karena
pertimbangan ekonomi yang tidak menguntungkan.

3)

Saat ini Dinas Perhubungan Kota Batam hanya melayani pelayaran
perintis dengan rute Batam-Bulang-Galang, sementara untuk daerah
hinterland.7 Dinas Perhubungan Kota Batam melayani masyarakat
secara gratis tiga kali seminggu. Daerah hinterland tersebut adalah
Pulau Belakang Padang, Bulang dan Pulau Galang.

4)

Untuk transportasi Batam-Pulau Nipah belum ada transportasi laut yang
resmi. Masyarakat yang ingin ke Pulau Nipah biasanya menyewa

7

Hinterland adalah daerah belakang suatu pelabuhan, dimana luasnya relatif tidak mengenal batas
administrasi suatu daerah, provinsi atau batas suatu negara tergantung kepada ada atau tidaknya
pelabuhan
yang
berdekatan
dengan
daerah
tersebut.
Dikutip
dari
situs:
https://www.scribd.com/doc/136439211/Hinterland, diakses tanggal 1 Juli 2017.

8

pancong (sejenis perahu tradisional) dengan biaya sekitar Rp 1,5 juta
pulang-pergi.
5)

Salah satu fungsi Dinas Perhubungan Kota Batam adalah memberikan
rekomendasi kepada walikota mengenai ijin penetapan pelabuhan.

6)

Pulau Nipah berada di tengah alur pelayaran lalu lintas internasional
(penghubung kawasan Samudera Hindia dan Asia Pasifik) dengan
frekuensi pelayaran yang cukup tinggi. Rata-rata lalu lintas kapal adalah
sekitar 200 kapal/hari (70.000 kapal/tahun) dengan perkembangan lalu
lintas kapal tiap tahunnya rata-rata bertambah sebesar 7,8% per tahun.
Kapal yang melewati perairan ini terdiri dari kapal super tanker 20.000
kapal/tahun yang membawa BBM dari Timur Tengah ke Asia Pasifik,
tanker, kargo dan tongkang. Dengan pertimbangan lalu lintas kapal
yang padat dan perairan bebas antara Pulau Nipa dan Singapura yang
sempit, maka pengaturan lalu lintas kapal adalah sebagai berikut:
a)

Jalur Timur (Traffic Separation System East) merupakan jalur lalu
lintas kapal yang berasal dari barat (Samudera Hindia) menuju ke
timur (Samudera Pasifik) yang melintasi bagian selatan wilayah
Pulau Nipah. Adapun sebagian besar muatan yang diangkut
adalah berupa barang hasil tambang atau energi berupa minyak
dan gas. Sebagian besar jalur ini melewati wilayah perairan
Indonesia dan sampai saat ini belum ada pengaturannya dari
instansi yang berwenang di Indonesia.

b)

Jalur Barat (Traffic Separation System West) merupakan jalur lalu
lintas kapal yang berasal dari timur (Samudera Pasifik) menuju ke
barat (Samudera Hindia) yang melintasi bagian utara wilayah
Pulau Nipah. Adapun sebagian besar muatan yang diangkut
adalah berupa barang hasil produk industri. Sebagian besar jalur
ini melewati wilayah perairan Singapura dan saat ini sudah ada
pengaturannya dari instansi yang berwenang di Singapura.

e.

Dinas Pertanahan Kota Batam.

9

1)

Pulau Nipah sekarang ini mempunyai luas 60 hektar dan dibagi menjadi
tiga zona, yaitu Zona Utara, Zona laguna pasir dan Zona Selatan.

2)

Zona Utara seluas 15 hektar diperuntukkan bagi kepentingan
pertahanan dan keamanan.

3)

Sebelumnya

Menteri

Pertahanan

melalui

surat

nomor:

B/1160/M/XI/2009, tentang Pelimpahan Kewenangan Pulau Nipah,
tanggal 20 November 2009, mengajukan permohonan kepada Menteri
Pekerjaan Umum untuk pelimpahan wewenang Pulau Nipah dalam
rangka kepentingan pertahanan negara khususnya pengamanan
wilayah perbatasan di pulau terluar atau terdepan. Untuk itu
Kementerian Pekerjaan Umum telah menyerahkan Hak Pakai kepada
Kementerian Pertahanan sejak tahun 2011, dengan bukti sertifikat
tanah Hak Pakai Nomor: 13/Pemping, tanggal penerbitan 15
September 2011.
4)

Zona Laguna Pasir terletak di tengah-tengah pulau dengan luas 6,5
hektar dan diperuntukkan bagi lahan reklamasi untuk menahan abrasi
pantai. Penanggung jawab pengelolaannya ada pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

5)

Zona Selatan seluas 38,5 hektar untuk zona pengembangan ekonomi
yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka
Kementerian Pekerjaan Umum telah menyerahkan Hak Pakai kepada
Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2011,dengan bukti
sertifikat tanah Hak Pakai Nomor: 14/Pemping, tanggal penerbitan 15
September 2011.

10

Sumber: Dinas Pertanahan Kota Batam, 2017

3.

ANALISA DAN PEMBAHASAN.
Digunakan empat indikator atau tahapan dalam pengelolaan (manajemen)
menurut

pendapat

Richard

L.

Daft,

yaitu

perencanaan,

pengelolaan,

kepemimpinan, dan pengendalian (pengawasan).8

a.

Perencanaan
Menurut Daft, perencanaan adalah mengidentifikasikan berbagai tujuan
di masa mendatang serta memutuskan tugas dan penggunaan sumber daya
yang diperlukan untuk mencapainya. Dalam konteks kebijakan nasional
secara umum, Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, sudah memberikan arahan
perencanaan bahwa pengelolaan Pulau Nipa dan PPKT lainnya ditujukan
untuk tiga hal. Pertama, menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa
serta menciptakan stabilitas kawasan. Kedua, memanfaatkan sumber daya
alam

dalam

rangka

pembangunan

yang

berkelanjutan.

Ketiga,

memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Dilihat dari tujuan di atas, terlihat bahwa pengelolaan Pulau Nipa dan
PPKT lainnya sebenarnya memprioritaskan kepentingan pertahanan
keamanan, tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi dan lingkungan. Hal
ini sejalan dengan Desain Besar (Grand Design) Pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025 yang menempatkan
8

Richard L. Daft, Manajemen New Era Of Management, Jakarta:Salemba, 2010.

11

bidang pertahanan, keamanan dan hukum di urutan pertama dalam fokus
pengelolaan kawasan perbatasan darat dan laut, baru disusul dengan bidang
ekonomi kawasan dan sosial dasar kawasan perbatasan.9 Dengan kata lain,
pendekatan kepentingan pertahanan seharusnya menonjol dibandingkan
dengan pendekatan kepentingan lainnya.
Namun demikian, bila dilihat peraturan yang lebih baru dan lebih tinggi
kedudukannya, yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, ada sedikit kontradiksi
dengan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 di atas. Di dalam undangundang tersebut, disebutkan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
perairan sekitarmya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan
dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata,
usaha perikanan dan kelautan, pertanian organik, dan peternakan.10
Sementara itu, kepentingan pertahanan keamanan sama sekali tidak
disebut. Undang Undang tersebut kemudian mengamanahkan bahwa
khusus untuk pemanfaatan PPKT, akan dibuat peraturan pemerintahnya.11
Kontradiksi di atas kemudian diselesaikan dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan PulauPulau Kecil Terluar. Di dalam PP tersebut, pemerintah kembali menegaskan
pentingnya aspek pertahanan keamanan dalam pengelolaan PPKT. Hal itu
tampak dari pasal 2 yang menyatakan bahwa pemanfaatan PPKT ditujukan
untuk menjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, rencana zonasi PPKT
hanya boleh dilakukan untuk tiga hal, yaitu subzona pertahanan keamanan,
kesejahteraan masyarakat, dan atau pelestarian lingkungan.12 Hal ini sesuai
dengan temuan di lapangan bahwa pengelolaan Pulau Nipa direncanakan
dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona utara untuk kepentingan pertahanan
keamanan, zona laguna pasir di tengah untuk reklamasi penahan abrasi,
serta zona selatan untuk pengembangan ekonomi. Untuk pelaksanaan dan

9

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor: 1 Tahun 2011, tentang Desain Besar
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Negara Tahun 2011 – 2025.

10

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Pasal 23.

11

Ibid, pasal 27 ayat 2.

12

Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar, pasal
4 ayat 2.

12

kolaborasi ketiga zona tersebut, akan dijelaskan lebih rinci di bagian
pengelolaan.
Namun demikian, jeda waktu yang cukup lama antara undang-undang
yang dibuat tahun 2007 dengan PP-nya yang yang dibuat tahun 2010
sebenarnya menimbulkan kekhawatiran yang cukup serius. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 menyatakan bahwa orang (WNI), badan hukum, dan
masyarakat adat dapat diberikan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3)
selama 20 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi (pasal 18 dan 19).
Bayangkan jika pengusahaan perairan PPKT diberikan kepada pengusaha
yang biasanya lebih berorientasi pada keuntungan. Kepentingan nasional
dari sisi pertahanan keamanan bisa saja dikorbankan. Kekhawatiran tersebut
semakin nyata manakala dalam pasal 16 PP No.62 Tahun 2010 tersebut
menyebutkan “izin pemanfaatan PPKT yang telah diberikan oleh instansi
yang berwenang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin
pemanfaatan PPKT”. Jika HP-3 sudah terlanjur diberikan kepada pengusaha
pada tahun 2009 misalnya, maka pemerintah tidak bisa mencabut izin
tersebut sampai 2029.
Berdasarkan penelitian lapangan di Pulau Nipa, kekhawatiran tentang
izin pengelolaan PPKT oleh perseorangan/swasta memang tidak sampai
terjadi di pulau tersebut. Namun, besar kemungkinan kasus ini bisa terjadi di
110 PPKT lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti pada tahun
2016 di NTT menemukan informasi bahwa ada pulau kecil di NTT yang
pengelolaannya sudah terlanjur diberikan kepada perseorangan. Pulau
tersebut kemudian dibangun resort pribadi dengan akses masuk yang sangat
terbatas bagi pihak lain termasuk bagi pejabat daerah. Bahkan dalam FGD
yang dilakukan oleh tim pada Oktober 2016 di Kupang, perwakilan dari
Kodim 1604/Kupang mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk masuk ke
resort tersebut, sehingga, Kodim dan Pemerintah Daerah setempat tidak
dapat mengawasi kegiatan apa saja yang dilakukan di dalam resort.
Demikian halnya yang terjadi di wilayah Batam, ada sebuah pulau
bernama Pulau Manis yang dimiliki perorangan dan dikelola secara eksklusif
oleh investor dari Singapura. Akibatnya, akses terhadap pulau tersebut
menjadi tertutup bagi masyarakat umum yang ingin masuk ke wilayah
tersebut. Letak pulau tersebut tidak jauh dari Pulau Tolop yang berbatasan

13

langsung dengan Singapura, di mana jarak dari P. Tolop ke wilayah terluar
Singapura tidak lebih dari 22,2 km, atau setara dengan 12 mil laut.13
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, PP yang baru (2010) menegaskan
bahwa pemanfaatan PPKT untuk pertahanan keamanan, termasuk Pulau
Nipa, dapat dilakukan melalui akselerasi proses penyelesaian batas wilayah
negara di laut, penempatan pos pertahanan dan pos keamanan,
penempatan aparat TNI dan atau kepolisian, penempatan bangunan simbol
negara dan atau tanda batas negara, penempatan sarana bantu navigasi
pelayaran, dan pengembangan potensi maritim lainnya. Menengok pada
kondisi Pulau Nipa, sebagian besar hal tersebut sudah dipenuhi. Dari sisi
penempatan pos pertahanan dan keamanan, di Pulau Nipa sudah dibangun
Posal dan menara pengawas. Dari sisi penempatan aparat TNI/polisi, di
Pulau Nipa sudah ada 14 personil Posal ditambah satgas marinir dan satu
regu TNI AD, tetapi saat ini satgas sudah ditarik dan bermarkas di Batam
yaitu Marinir Batalyon 10 dan pasukan Taipib (intai amphibi) Marinir serta
Batalyon 136 AD.
Dari sisi penempatan bangunan simbol negara, sudah dibangun
prasasti yang ditandatangi Presiden Megawati Soekarno putri tertanggal 20
Februari 2004. Untuk sarana bantu navigasi pelayaran, sudah ada
mercusuar di sebelah utara Pulau Nipa dengan karakter lebar 14 meter dan
tinggi 13 meter. Dengan kata lain, pemanfaatan Pulau Nipa untuk
kepentingan pertahanan keamanan secara infrastruktur fisik sudah
memenuhi semua kriteria yang ada di dalam PP No.62 Tahun 2010.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah infrastruktur fisik tersebut
berfungsi dengan baik? Apakah infrastruktur fisik tersebut sudah mampu
menangkal dan mengatasi ancaman-ancaman terhadap kedaulatan NKRI di
Pulau Nipa? Jawaban pertanyaan di atas akan dieksplorasi pada bagian
pengelolaan di bawah ini.
b.

Pengelolaan
Merujuk pada data dari Dinas Pertanahan Kota Batam di bagian
sebelumnya, Wilayah Pulau Nipa dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona utara

13

“Pulau
Tolop
ditawarkan
ke
Singapura”,
10
Maret
http://www.tanjungpinangpos.id/pulau-tolop-ditawarkan-ke-singapura/.

2017,

diakses

dari

14

seluas 15 hektar untuk kepentingan pertahanan keamanan, zona laguna
pasir di tengah seluas 6,5 hektar untuk lahan reklamasi penahan abrasi
pantai, dan zona selatan seluas 38,5 hektar untuk pengembangan ekonomi.
Data ini menunjukkan bahwa kepentingan pertahanan, ekonomi, dan
lingkungan yang diamanahkan oleh Perpres No.78 Tahun 2005 maupun PP
Nomor 62 Tahun 2010 sudah diakomodasi secara bersama-sama.
Namun demikian, hal yang harus dipertanyakan adalah apakah alokasi
15 hektar di zona utara sudah mencukupi untuk mendukung fungsi
pertahanan Pulau Nipa sebagai PPKT? Padahal menurut data dari Dinas
Perhubungan Kota Batam, jalur pelayaran internasional yang melewati Pulau
Nipa dibagi dua. Jalur utara Pulau Nipa untuk kapal dari timur menuju Selat
Malaka, sementara jalur selatan Pulau Nipa untuk kapal dari barat menuju ke
Singapura melalui wilayah perairan dalam Indonesia. Dari sini, potensi
ancaman terlihat bukan hanya dari sisi utara, tetapi juga dari sisi selatan.
Bahkan, ancaman di sisi selatan bisa lebih membahayakan mengingat kapalkapal asing melewati perairan dalam Indonesia. Oleh karena itu, pembagian
zonasi Pulau Nipa yang menempatkan pertahanan di sisi utara saja
tampaknya perlu dipertimbangkan ulang.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah kolaborasi dari
pelaksanaan tiga zona di Pulau Nipa tersebut. Untuk melaksanakan
kolaborasi tersebut, sebenarnya sudah ada Blue Print pengembangan Pulau
Nipah oleh empat menteri yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri
Pertahanan, Menteri

Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan pada

tanggal 2 September 2010. Keempat menteri menyepakati bahwa Pulau
Nipa merupakan kawasan Strategis Nasional yaitu kawasan pertahanan
berbasis ekonomi yang pengelolaannya dilakukan secara terpadu.14 Namun
demikian dalam pelaksanaannya, kolaborasi tersebut masih belum terlihat.
Hal ini nampak dari terdapatnya Nota Kesepahaman (Memorandum of
Understanding) untuk pengembangan ekonomi Pulau Nipa dengan PT Asih
Nusa Sekawan. Rencananya, pihak swasta tersebut akan membangun
tempat penyimpanan bahan bakar untuk kapal-kapal yang berlalu lintas di
perairan Pulau Nipa. Padahal, payung hukum yang mengatur secara lebih

14

Data dari Kementerian Kealautan dan Perikanan “Kronologis Pemanfaatan Pulau Nipah tanggal 4
November 2016”, di dapat tanggal 12 Juli 2017.

15

rinci pembagian zona di Pulau Nipa masih belum dibuat. Misalnya, peraturan
tentang rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu Pulau Nipa baru
dikeluarkan pada tahun 2017 ini melalui Permen KKP No.32 Tahun 2017. Di
peraturan tersebut, baru diatur secara rinci sejauh mana batas pola ruang
untuk kawasan pertahanan keamanan dan kawasan budidaya di wilayah
daratan, serta pola ruang untuk kawasan pemanfaatan umum, kawasan
pertahanan keamanan, dan alur laut di wilayah perairan Pulau Nipa. Tim
berpendapat bahwa seharusnya, setiap perundingan kesepakatan untuk
pengembangan ekonomi KSNT Pulau Nipa dengan pihak nonpemerintah,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri, harus melibatkan unsur dari
Kementerian pertahanan mengingat pulau ini berstatus sebagai PPKT.
Dengan demikian, pihak dari Pertahanan dan Keamanan (Kementerian
Pertahanan dan TNI) dapat memberikan masukan batasan apa saja yang
perlu dibuat agar pengembangan ekonomi tidak menganggu fungsi
pertahanan keamanan pulau tersebut.
Kemudian untuk gelar pertahanan, data dari Lanal Batam menyebutkan
bahwa di Pulau Nipa sudah berdiri Posal yang terletak di sebelah utara
menghadap langsung ke selat Singapura dan Singapura. Dari sisi lokasi
Posal, perlu dipertimbangkan dan diperhatikan bahwa ancaman bukan
hanya dari sisi utara, tapi juga dari sisi selatan di Selat Philip yang menjadi
jalur kapal dari barat (Selat Malaka) menuju Singapura. Kemudian dari sisi
personil, Posal Pulau Nipa didukung dengan 14 personil, akan tetapi satgas
marinir yang ada sudah tidak ditempatkan di Pulau Nipa lagi dan justru
ditempatkan di Kota Batam. Padahal, merujuk pada strategisnya Pulau Nipa
sebagai satu di antara 12 Pulau Kecil Terluar yang perlu mendapatkan
perhatian serius (PP Nomor 37 Tahun 2008), seharusnya Pulau Nipa
diprioritaskan untuk dijadikan tempat gelar kekuatan satgas seperti Marinir,
Taipib, maupun Raider untuk pengamanan PPKT tersebut.
Dari sisi gelar pertahanan, hasil obervasi di lapangan mengidentifikasi
sarana dan prasarana yang ada di Pulau Nipa yaitu dermaga, bangunan
Posal Pulau Nipa, bangunan Mess Marinir, barak Marinir, Pos Jaga, Mess
Perwira,

Menara

Pengawas,

Banker

pertahanan,

Helipad,

Tower

Triangle/Pemancar Radio, bangunan kayu khas Minahasa, Pembangkit
Listrik (Diesel 65 KVA, Diesel 250 KVA, Tenaga Surya dan Tenaga Angin),

16

Pengolahan air bersih (RO), peralatan komunikasi, dan anemometer dan
wind direction.
Dari sarana dan prasarana tersebut di atas terdapat perlatan penting
yang sudah tidak layak dioperasionalkan bahkan tidak berfungsi sama sekali
seperti: Pemancar radio yang rusak terkena petir sehingga daya jangkaunya
menjadi berkurang, pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga angin sudah
tidak berfungsi sehingga untuk keperluan listrik hanya mengandalkan mesin
diesel atau genset yang hanya mampu beroperasi selama enam jam sehari.
Alat penyulingan air (RO) sudah tidak berfungsi karena rusak dan kebutuhan
air mengandalkan embung air. Dan terakhir speed board sebagai sarana
tranportasi dan patroli dalam kondisi rusak ringan yaitu hanya satu mesin
yang berfungsi dari yang seharusnya dua mesin
Dari data tersebut, tidak terlihat sarana prasarana yang dapat
digunakan untuk melakukan operasi penangkapan terhadap pelanggar
batas, misalnya kapal patroli dengan kecepatan tinggi berikut senjata apinya.
Padahal, potensi pelanggaran wilayah dan kegiatan ilegal di sekitar Pulau
Nipa sebagai jalur pelayaran internasional cukup tinggi. Selain itu, gelar
pertahanan ini juga dirasa kurang memadai untuk menangkal berbagai
ancaman faktual yang lain di lapangan, seperti perompakan, penyelundupan
barang

dan

orang,

pencurian

ikan,

pengambilan

harta

karun,

pencurian/penambangan bawah laut, infiltrasi, sabotase, serta perdagangan
narkoba dan psikotropika (Lanal Batam, 2017).
Jika

pengamanan

wilayah

perbatasan

Pulau

Nipa

hanya

mengandalkan operasi patroli dari Armabar yang karena keterbatasan
alutsistanya maka tidak setiap hari mengawasi, jelas hal itu dirasakan tidak
cukup. Oleh karenanya perlu strategi lain yang komprehensif untuk
mengawasi dan memantau situasi lingkungannya oleh seluruh stakeholder
keamanan laut. Misalnya adanya peralatan (Radar dan kamera) surveillance
dan reconnaissance (deteksi dan pengindraan) serta dilengkapi dengan UAV
(drone) untuk melaksanakan patroli sepanjang tahun.
Peran Kodim 0316 Batam yang bertanggung jawab pada pembinaan
teritorial di Pulau Nipah dan pulau-pulau kecil terluar di sekitarnya,
mempunyai program berupa Ekspedisi Gurindam Sakti yaitu pembuatan
patok ekspedisi, penelitian flora & fauna, penjelajahan pulau, serta Karya

17

Bhakti yaitu kegiatan pembersihan dan penghijauan pulau.15 Dari programprogram yang dilakukan tersebut yaitu Ekspedisi Gurindam Sakti dan Karya
Bhakti, tidak ada satupun yang menyasar kepentingan pertahanan militer
secara

langsung.

Padahal,

pengamanan

pulau-pulau

kecil

terluar

seharusnya bersifat komprehensif yang melibatkan tiga matra, jangan hanya
bertumpu pada matra laut saja.
Selain masih minimnya sarana pertahanan dibanding besarnya
ancaman faktual, seperti yang sudah dijelaskan di muka, pengelolaan PPKT
Pulau Nipa juga dihadapkan pada dilema terkait rencana pembangunan
tempat labuh sementara (transit anchorage) yang digagas oleh pemerintah
daerah. Menurut informasi dari Bapelitbangda Kota Batam, sejak tahun 2002
Pulau Nipa sudah dijadikan tempat labuh oleh kapal-kapal yang melintas,
baik secara legal maupun ilegal.16 Untuk menangkap peluang ekonomi dari
kondisi tersebut, pemerintah berencana mengembangkan zona transit
berlabuh sementara di sisi barat pulau. Di satu sisi, kegiatan ini dipandang
oleh pemerintah daerah dapat mendatangkan keuntungan ekonomi. Namun
di sisi lain, perlu diwaspadai dampak sampingan dari dikembangkannya zona
transit anchorage ini, misalnya dampak lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rina Shahrullah (2012) menemukan
bahwa banyak kapal-kapal asing yang melewati perairan Pulau Nipa dan
perairan Batam yang membuang limbah mereka di perairan ini. 17 Limbahlimbah tersebut bahkan sebagian termasuk kategori bahan beracun dan
berbahaya (B3), sehingga dikhawatirkan pembukaan zona transit anchorage
yang tanpa disertai sistem pengawasan yang memadai, kapal-kapal asing
tersebut tidak hanya sekedar berlabuh dan mengisi logistik, tetapi juga
membuang limbah berbahaya di sekitar Pulau Nipa. Hal ini dapat
memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan perairan Pulau
Nipa, degradasi ekosistem laut dan produksi perikanan, dan pada akhirnya
menurunkan pendapatan nelayan di sekitar Kepulauan Batam. Selain itu,
15

Staf Kodim 0316 Batam, pada Focus Group Discussion Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar di
Batam, tanggal 6 April 2017.

16

Surat Menteri Kelautan dan Perikanan Kepada Presiden RI Nomor: B 411/MEN-KP/VII/2009, tanggal
28 Juli 2009, perihal Cetak Biru (Blue Print) Rencana Pengembangan Pulau Nipa.

17

Rina Shahrullah, Ph.D, Universitas Internasional Batam, seperti dikutip dalam hasil wawancara
penelitian Strategi Pembangunan Wilayah perbatasan Melalui Pengelolaan SDA Berbasis Gender,
Jakarta: LIPI, 2012.

18

pemberlakuan NTAA (Nipah Transit and Anchorage Area) sangat rentan
terhadap sistem pertahanan negara jika tidak dilaksanakan dengan
pengawasan yang ketat yang melibatkan instansi terkait dan militer.
Menurut Rina Shahrullah, salah satu faktor penyebab kondisi di atas
adalah kesadaran masyarakat dan pegawai di pusat pemerintahan provinsi
akan adanya kawasan perbatasan masih rendah. Menurutnya, masyarakat
dan pegawai tersebut lebih tertarik pada isu-isu ekonomi seperti penetapan
Upah Minimium Regional (UMR) dibanding isu-isu pertahanan keamanan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas setidaknya ada tiga hal yang
dapat dikembangkan seperti yang dikemukakan oleh Danar Widiyanta, yaitu
aspek kelembagaan, aspek yuridis, dan

aspek program.18 Aspek

kelembagaan yaitu melalui pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan PPKT.
Aspek yuridis adalah menyiapkan berbagai peraturan yang memadai untuk
menopang proses hukum yang mungkin terjadi. Sementara itu, aspek
program adalah dengan meningkatkan pembangunan di wilayah PPKT.19
Dari aspek kelembagaan, sebenarnya sudah ada Badan Nasional
Pengelola

Perbatasan

(BNPP)

yang

bertugas

mengkoordinasikan

pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, termasuk
PPKT.20 Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI sendiri masuk menjadi
bagian dari anggota BNPP.21 Namun dalam melaksanakan fungsinya, BNPP
masih mengalami kendala besarnya ego-sektoral dari masing-masing
kementerian/lembaga (K/L) yang ada di bawah koordinasinya. Ada 3 K/L
pengarah, satu K/L ketua, dan 14 K/L anggota, ditambah dengan sekitar 13
gubernur dari provinsi-provinsi yang memiliki kawasan perbatasan. Oleh
karena itu, tim peneliti melihat bahwa wacana dari Tim Pengawas
Pembangunan Perbatasan DPR RI untuk menjadikan BNPP sebagai
kementerian tersendiri merupakan peluang untuk memperbaiki pengelolaan
perbatasan di masa depan. Dari aspek yuridis, sudah ada payung hukum

18

Danar Widiyanta, Upaya Mempertahankan Kedaulatan Dan Memberdayakan Pulau-Pulau Terluar
Indonesia
Pasca
Lepasnya
Sipadan
Dan
Ligitan,
2007.
Hal.iv
tersedia
pada
, diakses tanggal 16 Januari 2017

19

Ibid

20

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Pasal 3

21

Ibid, Pasal 6

19

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil dan PP Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan
PPKT. Walaupun ada masalah terkait dengan HP-3 seperti yang sudah
dijelaskan di bagian perencanaan di atas. Kemudian dari sisi program, sudah
ada pembagian zonasi pengembangan Pulau Nipah untuk kepentingan
pertahanan keamanan, ekonomi, dan preservasi lingkungan. Dengan kata
lain, model pengembangan tiga aspek oleh Danar Widiyanta ini sudah
dilakukan di Pulau Nipa. Tapi nyatanya berbagai masalah seperti yang
dikemukakan di atas masih terus terjadi.
Jika berfokus pada dua masalah utama yang ditemukan tim peneliti di
tahapan pengelolaan, yaitu masih belum seimbangnya kekuatan dan masih
rendahnya kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat lokal tentang
konteks wilayah perbatasan Pulau Nipa (seperti yang dikemukakan oleh Rina
Syahrullah di atas)22, maka dua hal yang dapat ditawarkan oleh tim peneliti
yaitu sebagai berikut:
1)

Peningkatan kekuatan pertahanan keamanan di Pulau Nipa, yang
disesuaikan dengan tipe dan besarnya ancaman faktual di sekitar pulau
tersebut. Peningkatan kekuatan TNI AL perlu menjadi andalan, tetapi
tetap perlu mengikutkan kekuatan TNI AU dan TNI AD. Kekuatan yang
diharapkan, yaitu bahwa sarana dan prasarana serta alutsista TNI
tergelar di Pulau Nipah dan PPKT lainnya secara proporsional
disesuaikan dengan luas wilayah yang harus dilindungi dari ancaman
faktual maupun dari ancaman potensial, dengan alasan bahwa
kehadiran TNI di Pulau Nipah dan PPKT lainnya bisa menjadi efek
penggetar bagi calon musuh dan pihak-pihak asing dari luar yang akan
melanggar kedaulatan NKRI. Ukurannya yaitu adanya indikator
berkurangnya atau bahkan hilangnya segala macam ancaman baik
ancaman faktual maupun ancaman potensial.

2)

Peningkatan kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat lokal
tentang pentingnya aspek pertahanan keamanan dalam konteks
wilayah perbatasan. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi

22

Rina Shahrullah, Ph.D, Universitas Internasional Batam, seperti dikutip dalam hasil wawancara
penelitian Strategi Pembangunan Wilayah perbatasan Melalui Pengelolaan SDA Berbasis Gender,
Jakarta: LIPI, 2012.

20

wawasan kebangsaan dan bela negara kepada pemerintah daerah,
anggota DPRD, dan masyarakat lokal. Bentuk sosialisasi yang lainnya
misalnya melalui pengikutsertaan mereka dalam patroli perbatasan di
sekitar PPKT. Adapun ukuran yang paling sederhana adalah, setiap
ada rencana pengembangan ekonomi Pulau Nipa dan pulau-pulau kecil
sekitarnya,

pihak

pertahanan

keamanan

dilibatkan

dan

dipertimbangkan perspektifnya.23
c.

Kepemimpinan
Tahapan kepemimpinan dalam konteks ini adalah menggunakan
pengaruh untuk memotivasi sumber daya manusia guna mencapai tujuan.24
Terkait dengan pengelolaan PPKT di tingkat pemerintah pusat, sebenarnya
sudah disusun Tim koordinasi Pengelolaan PPKT yang melingkupi sumbersumber daya manusia di dalam kementerian-kementerian mana saja yang
dilibatkan, termasuk siapa ketuanya. Tim koordinasi tersebut diatur dalam
Perpres

Nomor

78

Tahun

2005,

yang

terdiri

atas

15

anggota

kementerian/lembaga negara terkait, mulai dari Menteri Pertahanan hingga
Kepala Badan Intelijen Negara. Tim ini diketuai oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik Hukum dan keamanan. Dalam melakukan kegiatannya, tim
koordinasi ini dibantu oleh dua tim kerja. tim kerja I membidangi sumber daya
alam lingkungan hidup, infrastruktur dan perhubungan, ekonomi, sosial dan
budaya. Sedangkan tim kerja II membidangi pembinaan wilayah pertahanan
dan keamanan. Dengan demikian, aspek kepemimpinan dalam pengelolaan
PPKT, termasuk Pulau Nipa, sebenarnya sudah diakomodir dalam regulasi
pemerintah.
Namun demikian, hal yang perlu mendapat perhatian adalah, tim kerja
II untuk pembinaan wilayah pertahanan dan keamanan diketuai oleh Direktur
Jenderal Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri. Hal ini seolah
bertentangan dengan logika. Bukankah seharusnya urusan pertahanan
keamanan lebih tepat diberikan kepada Kementerian Pertahanan? Selain itu,

23

Kasus yang dapat dijadikan pelajaran adalah penandatangan MoU antara pemerintah dengan PT.
Asih Nusa Sekawan untuk pengembangan oil storage di Pulau Nipa yang menurut Dinas Pertanahan
Kota Batam dianggap kurang memperhatikan perpsektif pertahanan keamanan.

24

Richard L. Daft, Manajemen New Era Of Management, Jakarta:Salemba, 2010.

21

peraturan tentang tim koordinasi ini juga seolah bertentangan dengan
semangat Perpres No.78 Tahun 2005 dan PP No.62 Tahun 2010 bahwa
pemanfaatan

PPKT

seharusnya

diprioritaskan

untuk

kepentingan

pertahanan keamanan. Bagaimana bisa aspek kepemimpinan guna
mencapai tujuan pertahanan keamanan dapat dilakukan jika ketua timnya
bukanlah pihak yang menguasai masalah-masalah dan pengetahuan
tentang pertahanan keamanan? Kementerian Dalam Negeri biasanya
memiliki orientasi ke dalam saja, sementara pertahanan keamanan sangat
kental nuansa orientasi keluar, yaitu menghadapi ancaman dari lingkungan
strategis di sekitarnya.
Kemudian, ketika Badan Nasional pengelola Perbatasan dibentuk
melalui Perpres No. 12 Tahun 2010, struktur yang dibangun di dalam BNPP
terdiri atas sekretaris, deputi bidang pengelolaan batas wilayah negara,
deputi bidang pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan deputi bidang
pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan (pasal 6). Dari tiga deputi di
atas, yang terlihat berdekatan dengan kepentingan pertahanan keamanan
adalah deputi bidang pengelolaan batas wilayah negara. Namun jika dilihat
secara lebih detail struktur organisasinya, tidak ada satu pun asisten deputi
tersebut yang secara spesifik membidangi pertahanan keamanan. Asisten
deputi yang ada adalah pengelolaan batas negara wilayah darat,
pengelolaan batas negara wilayah laut dan udara, serta pengelolaan lintas
batas negara. Demikian pula dari sisi personil, setidaknya per April 2017,
tidak ada satu pun pejabat di dalam kedeputian tersebut yang memiliki latar
belakang militer (BNPP, 2017).25 Lalu, bagaimana aspek kepemimpinan
guna mencapai kepentingan pertahanan keamanan dapat dijalankan jika
SDM yang ada dianggap kurang memahami pertahanan keamanan sendiri?
Temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian disertasi dari Yudhi
Wijayanto bahwa isi kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan pulau kecil
terluar menunjukkan adanya permasalahan tumpang tindih isi kebijakan
yang menyebabkan pengelolaan PPKT (contoh kasus Pulau Miangas) belum

25

BNPP, Sturktur Deputi I, tersedia pada , diakses pada 16 Juni 2017.

22

terintegrasi dan belum optimal.26 Permasalahan tumpang tindih isi kebijakan
ini terungkap dari adanya sejumlah regulasi yang terkait dengan
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan serta
pengelolaan perbatasan.27
Kemudian dari sisi kepemimpinan di tingkat pemerintah daerah,
Bapelitbangda selaku salah satu unsur pemerintah Kota Batam menekankan
bahwa pengembangan sektor kemaritiman di wilayahnya dilaksanakan
melalui pendekatan kewilayahan terpadu. Pendekatan ini memandang
wilayah laut Indonesia atas dua fungsi, yaitu sebagai perekat integrasi
kegiatan

perekonomian

antarwilayah

dan

sebagai

pendukung

pengembangan potensi setiap wilayah. Dari penekanan ini, terlihat bahwa
pemerintah kota Batam lebih berorientasi pada kepentingan ekonomi dan
pembangunan wilayah. Padahal, perlu disadari bahwa salah satu syarat
pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah dapat berjalan dengan
baik adalah stabilitas keamanan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah
Kota Batam tidak dapat mengabaikan pentingnya aspek pertahanan
keamanan sebagai landasan bagi pembangunan ekonomi.
Kepemimpinan

Pemda

Batam

dalam

mendukung

pertahanan

keamanan sebenarnya sudah mulai terlihat dari diberikannya 15 hektar
Pulau Nipa di sebelah utara untuk kepentingan pertahanan. Namun
demikian, masih perlu dikaji lebih lanjut efektifitas sistem zonasi tersebut.
Selain itu, masih perlu ditelusuri lagi siapa yang menerapkan kebijakan
pembagian Pulau Nipa menjadi tiga zonasi, apakah pemerintah kota Batam
atau pemerintah pusat. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang menetapkan bahwa wewenang
untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan berada di tangan pemerintah pusat.28 Sementara
di dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

26

Yudhi Wijayanto, Kajian Kebijakan Pemerintah Mengelola Pulau-Pulau Kecil Terluar, tersedia pada
http://fisip.ui.ac.id/kajian-kebijakan-pemerintah-mengelola-pulau-pulau-kecil-terluar/, diakses tanggal
1 Juni 2017.

27

Ibid.

28

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Pasal 10 Ayat 1

23

Daerah, daerah mempunyai wewenang yang seluas-luasnya dalam
mengelola wilayahnya termasuk daerah yang mempunyai PPKT.
Hambatan lain terkait kepemimpinan Pemda Batam untuk mendukung
kepentingan pertahanan keamanan dalam pengelolaan Pulau Nipa adalah
adanya dualisme kepemimpinan di pemerintahan kota Batam, yaitu antara
Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Pemerintah Kota Batam
(sesuai data dari Bapelitbangda Kota Batam). Kekurangjelasan batas
wewenang dari dua pemerintahan di atas membuat aspek kepemimpinan
dalam pengelolaan PPKT dapat berjalan tidak optimal. Misalnya dalam kasus
kunjungan Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan ke Pulau Tolop pada Maret
2017 yang lalu, terjadi protes dari DPRD karena kunjungan tersebut
melibatkan BP Batam. Padahal, Pulau Tolop belum masuk sebagai Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK), sehingga seharusnya yang dilibatkan adalah
Pemerintah Kota Batam.29
Untuk mengatasi berbagai hambatan di atas, hal-hal yang mungkin
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1)

Masalah tim koordinasi untuk pengelolaan PPKT yang dipimpin oleh
SDM dari instansi di luar instansi pertahanan. Hal ini perlu dilakukan
revitalisasi SDM dalam struktur tim koordinasi berdasarkan Perpres
No.78 Tahun 2005 maupun struktur dalam BNPP, agar dapat Tim
dipimpin oleh

personel dari Kementerian Pertahanan. Hal ini juga

sekaligus untuk menjalankan amanah PP No.62 Tahun 2010 bahwa
pemanfaatan PPKT adalah untuk menjaga kedaulatan NKRI dengan
prioritas pertama pada pertahanan keamanan.
2)

Masalah belum optimalnya peran Pemda dalam pengelolaan PPKT
untuk kepentingan pertahanan keamanan, baik tumpang tindih
(ketidakjelasan) kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah
maupun karena dualisme kepemimpinan di Batam. Tim perlu
menyarankan

agar

kewenangan

regulasi

pengelolaan

PPKT

seharusnya dikembalikan sepenuhnya kepada pemerintah pusat. Hal

29

“Pulau
Tolop
ditawarkan
ke
Singapura”,
10
Maret
http://www.tanjungpinangpos.id/pulau-tolop-ditawarkan-ke-singapura/.

2017,

diakses

dari

24

ini karena PPKT mempunyai peran strategis untuk menentukan wilayah
negara dan menjadi gerbang penjaga kedaulatan wilayah NKRI.
3)

Model kewenangan pengelolaan PPKT dapat mengadaptasi model
yang ditawarkan Danar Widiyanta, yaitu pemerintah pusat dapat
memiliki kewenangan sebagai regulator dan fasilitator, sementara
pemerintah daerah dapat bertindak sebagai eksekutor.30

d.

Pengendalian
Masih mengutip Richard L. Daft, pengendalian dalam konteks ini adalah
memonitor aktivitas, menentukan apakah program berjalan sesuai tujuan dan
membuat koreksi jika diperlukan. Dalam konteks pengendalian, perbedaan
antara tahap perencanaan dengan tahap pengelolaan di atas menunjukkan
bahwa proses pengendalian belum berjalan dengan baik. Di sisi
perencanaan di atas, beberapa dokumen yang ada, seperti Perpres No.78
Tahun 2005, PP No.6 Tahun 2010, dan Desain Besar (Grand Design)
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 20112025, menunjukkan bahwa kepentingan pertahanan selalu ditempatkan
diurutan atas dalam pengelolaan PPKT, termasuk Pulau Nipa.
Namun

dalam

proses

implementasi

yang

terlihat

dari

cara

pengelolaannya, kepentingan ekonomi terlihat lebih diprioritaskan, terutama
oleh pemerintah Kota Batam melalui kebijakan zonasi Pulau Nipa. TNI yang
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pertahanan ini, dalam gelar
kekuatannya justru menunjukkan masih kekurangan sarana prasarana
seperti kapal patroli bersenjata untuk mencegah dan mengatasi berbagai
pelanggaran wilayah dan kegiatan ilegal yang terjadi di perairan perbatasan
Pulau Nipa. Gelar pertahanan yang ada juga lebih berorientasi pada
”ancaman dari utara”, padahal ada pula ”ancaman dari selatan” Pulau Nipa
seperti potensi kegiatan intelijen kapal-kapal asing dari barat menuju ke
Singapura yang melalui jalur selatan Pulau Nipa di wilayah perairan dalam
Indonesia.

30

Danar Widiyanta, Upaya Mempertahankan Kedaulatan dan Memberdayakan Pulau-Pulau Terluar
Indonesia
Pasca
Lepasnya Sipadan
Dan
Ligitan, 2007.
Hal.iv, tersedia
pada
, diakses tanggal 16 Januari 2017

25

Oleh karena itu, ke depan proses pengendalian/pengawasan ini perlu
diperkuat dan dijadikan pedoman dalam mengevaluasi kegiatan untuk
ditingkatkan di masa depan. Hal ini menjadi krusial agar tujuan pertama
pengelolaan PPKT, termasuk Pulau Nipa, yaitu menjaga keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, keamanan nasional, pertahanan
negara dan bangsa serta menciptakan stabilitas kawasan dapat dicapai
(sesuai amanah PP No.78 Tahun 2005). Adapun saran cara yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1)

Perlu peran serta masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan
pemerhati masalah PPKT dan pertahanan negara dalam rangka ikut
mengawasi pelaksanaan undang-undang sampai perpres dan perda.
Dalam konteks ini, yaitu UU No. 27 Tahun 2007, PP No.62 Tahun 2010,
dan Perpres No.78 Tahun 2005, yang dilaksanakan oleh Kementerian
dan Lembaga.

2)

Perlu penegasan kembali bahwa pemanfaatan PPKT yang utama
adalah untuk kepentingan pertahanan keamanan dalam rangka
menjaga kedaulatan NKRI. Oleh karena itu, perlu ada penyelarasan
antara UU No.23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah dengan
UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara terkait kewenangan
pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan PPKT, serta antara
PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional dan
PP Nomor 64 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan
Negara.

3)

Optimalisasi Tim Koordinasi Pengelolaan PPKT dan atau BNPP dalam
menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap pengelolaan PPKT melalui revitalisasi SDM sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan.

4.

PENUTUP
1.

Kesimpulan
a.

Pengelolaan PPKT di Pulau Nipa guna mendukung pertahanan
keamanan masih belum optimal karena beberapa hambatan dalam
tahapan perencanaan, pengelolaan, kepemimpinan, dan pengendalian.

26

b.

Pada

tahapan

perencanaan,

dokumen

perencanaan

melalui

pembagian zonasi sudah mengakomodasi kepentingan pertahanan
keamanan, ekonomi, dan kelestarian lingkungan. Namun demikian,
jed

Dokumen yang terkait

EVALUASI PENERAPAN AUDIT OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MAMUR JAYA MALANG

1 27 1

POLA PENGELOLAAN ISU PT. KPC (KALTIM PRIMA COAL) Studi pada Public Relations PT. KPC Sangatta, Kalimantan Timur

2 50 43

ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE AND TRANSFER) OLEH PEMERINTAH DAERAH SERTA AKIBAT HUKUM BAGI INVESTOR YANG MENGALIHKAN HAK PENGELOLAAN KEPADA INVESTOR LAIN

3 64 161

DIVERSIFIKASI PRODUK MAKANAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS INOVASI DI KOTA BLITAR

4 89 17

ELASTISITAS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SUB SEKTOR INDUSTRI KECIL HASIL LAUT DI KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2007-2011

0 10 22

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

IMPLIKASI KREDIT USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL (APLIKASI REGRESI DUMMY VARIABEL)

2 40 16

INTERTEKSTUAL CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS DENGAN “BURUNG KECIL BERSARANG DI POHON” KARYA KUNTOWIJOYO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

34 414 108

DESKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT USAHA RAKYAT KEPADA USAHA MIKRO KECIL dan MENENGAH (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Way Halim)

10 98 46

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52