Hubungan Celebrity Worship Terhadap Idol

HUBUNGAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDOLA K-POP
(KOREAN POP) DENGAN PERILAKU IMITASI PADA REMAJA

Nawang Nila Kusuma
[email protected]
Universitas Brawijaya

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara celebrity worship
terhadap idola K-pop dengan perilaku imitasi pada remaja. Subjek penelitian ini adalah 100
anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop Lover) Malang yang berusia 15-21 tahun. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Data penelitian
dikumpulkan dengan skala celebrity worship dan skala perilaku imitasi. Teknik analisis data
menggunakan analisis regresi non linier. Hasil analisis adalah tidak ada hubungan antara
celebrity worship terhadap idola K-pop dengan perilaku imitasi pada remaja dengan nilai
koefisien korelasi = 0,112, nilai signifikansi = 0,541. Tidak adanya hubungan antara celebrity
worship terhadap idola K-pop dengan perilaku imitasi pada remaja dapat disebabkan karena
perilaku imitasi terjadi apabila model imitasi sesuai dengan jenis kelamin pelaku imitasi,
selain itu perilaku yang diimitasi adalah perilaku yang relevan dengan situasi sosialnya.

Kata kunci: celebrity worship, perilaku imitasi, remaja.


Abstract

this research is try to find out the correlation of parasocial interaction to K-pop idol and
imitation behaviour of adolescence. The subjects are 100 members of K-pop lover
community in Malang whom around 15-21 years old. The sampling technique is purposive
sampling. Data were collected by celebrity worship to K-pop idol scale and imitation
behaviour scale. The method of data analysis is using non linear regression analysis. The
analysis result showed that there is no correlation between celebrity worship to K-pop idol
with imitation behaviour of adolescence, with correlation coefficient = 0,112, significance
level = 0,541. There is no correlation between celebrity worship to K-pop idol and imitation
behavior in adolescents can be caused by behavioral imitation can be imitated when the
model have the same sex with them, beside that the imitated behavior is behavior that is
relevant to their social situation.

Keyword: celebrity worship, imitation behaviour, adolescent.

Latar Belakang
Fenomena terbaru yang terjadi saat ini adalah fenomena hallyu atau Korean wave yang
terjadi di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali dengan Indonesia. Korean Wave atau Korean

Fever merujuk pada peningkatan secara signifikan popularitas budaya Korea Selatan di
seluruh dunia sejak abad 21. Hallyu atau Korean Wave pada hakikatnya merupakan
fenomena demam Korea yang disebarkan melalui Korean Pop Culture ke seluruh penjuru
dunia lewat media massa, dan yang terbesar lewat jaringan internet dan televisi (Sari, 2012).
Sumber informasi kini terbuka lebar dari puluhan media cetak dan televisi. Pada saat
yang sama di hampir semua kota di sebagian besar wilayah Indonesia mengkonsumsi
informasi yang sama. Dengan adanya media, baik cetak maupun elektronik mempengaruhi
kehidupan kita, memberikan informasi beragam mengenai kehidupan masyarakat dari mode
pakaian, rambut, musik sampai gaya penyanyi atau bintang film, dan pada saat yang sama
bisa dinikmati oleh kaum remaja. Tak terkecuali informasi mengenai kehidupan para artis
idola baik pada saat mereka di depan layar maupun dalam kehidupan sehari-hari, hal ini
memfasilitasi penggemarnya untuk mengetahui perkembangan berita tentang idola mereka
dan tetap merasa selalu berinteraksi dengan idolanya tersebut. Mereka akan merasa
mempunyai penghargaan diri yang lebih tinggi setelah meniru para artis atau public figure
(Istikomah, 2012).
Peran media cukup besar dalam kaitannya menghubungkan antara penggemar dan
selebriti favoritnya. Hal tersebut menimbulkan hubungan parasosial dengan tokoh yang
ditampilkan media. Bentuk hubungan parasosial yang saat ini terjadi pada kalangan remaja
adalah celebrity worship (Maltby dkk, 2005). Celebrity worship adalah perilaku obsesi
individu untuk terlalu terlibat di setiap kehidupan selebriti sehingga terbawa dalam kehidupan

sehari-hari individu tersebut (Maltby dkk , 2003). Salah satu contoh fenomena celebrity
worship pada remaja adalah keinginan remaja, khususnya remaja perempuan untuk
mengidentikan dirinya dengan selebriti yang memiliki tubuh yang bagus. Remaja tersebut
melakukan berbagai cara agar memiliki tubuh seperti idolanya tersebut, tak jarang yang
hingga mengalami anorexia (Maltby dkk, 2005).
Remaja yang sering dikatakan dalam proses pencarian jati diri akan senantiasa mencari
sebuah contoh yang mereka anggap menarik dan dapat membuat mereka mendapat
penghargaan diri yang lebih tinggi. Salah satu obyek yang remaja anggap menarik dan dapat
meningkatkan penghargaan diri adalah para artis (Santrock, 2003). Dalam proses

perkembangan identitas diri remaja, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai significant
other yaitu seorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olah raga atau
bintang film atau siapapun yang dikagumi. Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola)
karena mempunyai nilai-nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar
bagi perkembangan identitas diri. Tokoh ideal tersebut dijadikan model atau contoh dalam
proses identifikasi. Remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai
yang ada pada idolanya tersebut kedalam dirinya. Sehingga remaja sering berperilaku seperti
tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah
menjadi seperti mereka (Soetjiningsih, 2004).
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menarik suatu rumusan masalah yaitu, apakah

terdapat hubungan antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean pop) dengan
perilaku imitasi pada remaja. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara celebrity worship terhadap idola K-pop (Korean pop) dengan perilaku imitasi pada
remaja.

Landasan Teori
1. Celebrity Worship
Celebrity worship adalah perilaku obsesi individu untuk terlalu terlibat di setiap
kehidupan selebriti, sehingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari individu tersebut.
Celebrity worship dipengaruhi oleh kebiasaaan seperti melihat, mendengar, membaca dan
mempelajari tentang kehidupan selebriti secara berlebihan hingga menimbulkan sifat empati,
identifikasi, obsesi, dan asosiasi yang menimbulkan konformitas (Maltby dkk , 2003).
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Celebrity Worship
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi celebrity worship (McCutcheon dkk, 2002),
yaitu :
1) Usia. Celebrity worship mencapai puncaknya pada usia remaja, dan menurun perlahan
pada usia dewasa.
2) Keterampilan sosial. Individu dengan ketrampilan sosial yang buruk menganggap
celebrity worship sebagai kompensasi atas tidak terjadinya hubungan sosial yang nyata.
3) Jenis kelamin. Laki-laki lebih cenderung mengidolakan selebriti perempuan, sedangkan

perempuan cenderung memilih selebriti laki-laki sebagai idolanya, namun perempuan
tidak lebih mungkin untuk melakukan celebrity worship secara intens daripada laki-laki.

b. Aspek-aspek Celebrity Worship
Terdapat tiga aspek dalam celebrity worship menurut McCutcheon (Maltby dkk, 2003),
yakni :
1) Aspek sosial dan hiburan (Entertainment-social)
Aspek ini terdiri dari sikap fans yang tertarik pada selebriti favorit mereka karena
kemampuan mereka dianggap menghibur dan menjadi fokus sosial.
2) Aspek intense personal feeling
Aspek ini mencerminkan perasaan intensif dan kompulsif tentang selebriti, mirip dengan
kecenderungan obsesif penggemar.
3) Aspek borderline pathological
Aspek ini ditandai oleh perilaku yang tidak terkendali dan fantasi tentang skenario yang
melibatkan selebriti mereka.

2. K-pop (Korean pop)
K-pop adalah kepanjangan dari Korean Pop (Musik Pop Korea), yang berupa jenis musik
populer yang berasal dari Korea Selatan. Generasi muda yang berbakat (pencipta lagu,
produser) telah banyak belajar tentang dunia musik global dengan membawa perubahan, dan

memasukkan unsur negara mereka dalam kreasinya. K-pop berpusat pada grup idola
(biasanya remaja) yang memiliki popularitas yang lebih besar dibandingkan dengan penyanyi
solo (Emilie, 2012).
Pengaruh Korean Pop culture dalam kehidupan masyarakat Indonesia disadari atau tidak
meliputi segala aspek dari musik dan drama hingga fashion style, hair style, bahkan Korean
way of life. Tak hanya itu, fenomena hallyu juga telah menyebabkan pecintanya memburu
segala hal yang berkaitan erat dengan Korea, hal ini tampak jelas dari semakin meningkatnya
masyarakat Indonesia yang mempelajari bahasa Korea dan budaya Korea. Segala hal yang
berhubungan dengan artis-artis Korea juga diburu oleh para pecintanya, hal ini terlihat dari
banyaknya kegiatan gathering sesama pecinta artis Korea, dan maraknya lomba cover dance
dan idol star (Sari, 2012).

3. Perilaku Imitasi
Imitasi merupakan bagian dari teori Social Learning (Teori Pembelajaran Sosial). Prinsip
dasar social learning menyatakan sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui
peniruan (imitation), penyajian contoh perilaku (modeling) (Astuti, 2011). Ahmadi dan

Supriyono (2005) mengemukakan imitasi merupakan suatu bentuk belajar dimana seseorang
mengikuti kelakuan orang lain sebagai model.
a. Karakteristik Model yang Efektif

Menurut Bandura (Ormrod, 2009), terdapat empat karakteristik model yang efektif dalam
imitasi, yaitu:
1) Kompetensi. Pelaku imitasi biasanya mencoba meniru orang-orang yang melakukan
sesuatu dengan baik, bukan sebaliknya.
2) Prestise dan kekuasaan. Anak-anak dan remaja sering meniru orang yang terkenal atau
orang yang berkuasa.
3) Perilaku “sesuai gender”. Pelaku imitasi paling mungkin mengadopsi perilaku yang
mereka anggap sesuai dengan gender mereka.
4) Perilaku yang relevan dengan situasi pelaku imitasi. Pelaku imitasi paling mungkin
mengadopsi perilaku yang mereka yakini akan membantu mereka dalam situasi mereka.

b. Proses yang Mempengaruhi Imitasi
Bandura menyebut empat poses yang mempengaruhi imitasi yaitu atensi, retensi,
pembentukan perilaku, dan motivasi (Hergenhahn dan Olson, 2009) :
1) Atensi. Sebelum sesuatu dapat dipelajari oleh model, model tersebut harus diperhatikan.
Model akan lebih sering diperhatikan jika mereka sama dengan pengamat (yakni, jenis
kelaminnya sama, usianya sama, dan sebagainya), orang yang dihormati atau memiliki
status tinggi, memiliki kemampuan lebih, dianggap kuat, dan atraktif.
2) Retensi. Agar informasi yang sudah diperoleh dari observasi bisa berguna, informasi itu
harus diingat atau disimpan. Bandura berpendapat bahwa ada retentional process (proses

retensional) dimana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal
(imakinatif) dan secara verbal.
3) Pembentukan Perilaku. Proses pembentukan perilaku menentukan sejauh mana hal-hal
yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan atau performa.
4) Motivasi. Menimbulkan ekspektasi dalam diri pengamat bahwa jika mereka bertindak
dengan cara tertentu dalam situasi tertentu, mereka mungkin akan diperkuat. Fungsi
lainnya, motivational processes (proses motivasional) menyediakan motif untuk
menggunakan apa-apa yang telah dipelajari (Hergenhahn dan Olson, 2009).

4. Remaja
Istilah remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional
(Santrock, 2003). Steinberg (2002) membagi masa remaja ke dalam tiga kategori, yaitu
remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Periode remaja awal berkisar antara usia 11
hingga 14 tahun, remaja madya berlangsung pada usia kira-kira 15 hingga 18 tahun, dan
remaja akhir yang terjadi pada usia 18 hingga 21 tahun.
a. Tugas perkembangan remaja
Garrison (Al-Mighwar, 2006) membagi tugas perkembangan remaja menjadi
enam, yaitu :
1) Menerima kondisi jasmani, dimana remaja memelihara dan memanfaatkan tubuhnya

seoptimal mungkin sebagai bentuk penerimaan terhadap kondisi jasmaninya.
2) Mendapatkan hubungan baru dengan teman-teman sebaya yang berlainan jenis
kelamin, dimana remaja terdorong untuk menjalin hubungan sosial, terutama dengan
lawan jenis dan mendapat penerimaan dari kelompok teman sebayanya agar merasa
dibutuhkan dan dihargai.
3) Menerima kondisi dan pembelajaran hidup sesuai jenis kelaminnya, dimana remaja
harus menerima kondisinya dengan penuh tanggung jawab sesuai jenis kelaminnya.
Laki-laki harus bersifat maskulin dan perempuan harus bersifat feminin.
4) Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, dimana
remaja harus bebas dari ketergantungan emosional pada orang dewasa, berani
membuat keputusan sendiri, dan bertanggung jawab atas pilihan yang ditempuhya.
5) Mendapatkan kesanggupan berdiri sendiri dalam hal-hal yang berkaitan dengan
masalah ekonomi, dimana remaja harus memiliki kesanggupan berdiri sendiri dalam
masalah ekonomi karena mereka akan hidup sebagai orang dewasa nantinya. Tugas
ini mencakup mencari sumber keuangan dan pemasukan serta pengelolaan keuangan.
6) Memperoleh nilai-nilai dan filsafat hidup, dimana remaja harus memiliki tujuan
hidup, pola pikir, sikap dan perasaan, serta perilaku yang menuntunnya dalam
berbagai aspek kehidupan pada masa dewasa kelak.

b. Aspek-aspek imitasi pada remaja

Gerungan (2000), menjelaskan tentang aspek-aspek terjadinya suatu perilaku imitasi,
yaitu :
1) Minat perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan diimitasi.
Remaja mengembangkan fanatisme disebabkan oleh minat dan perhatian terhadap
model secara berlebihan sehingga terjadi imitasi perilaku model. Setiap orang dapat
mudah meniru gaya hidup yang disukai.
2) Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi.
Kekaguman dan pemujaan terhadap model yang berlebihan pada remaja mendorong
remaja untuk melakukan imitasi terhadap tingkah laku yang ditunjukkan oleh model.
Remaja mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh tertentu, dan yang menganggap
bahwa penampilan dan gaya hidup seperti idola merupakan simbol status yang lebih
tinggi dalam kelompoknya.
3) Memiliki penghargaan sosial yang tinggi.
Seseorang akan cenderung mengimitasi suatu perilaku apabila perilaku tersebut dapat
mendatangkan suatu penghargaan sosial yang tinggi di masyarakat. Tokoh yang
diimitasi biasanya adalah orang yang memiliki penghargaan sosial yang tinggi seperti
artis, pahlawan, dan olahragawan.

5. Hubungan Celebrity Worship dan Perilaku Imitasi Pada Remaja
Berdasar pada pemikiran Bandura (Ormrod, 2009), yang menyebutkan karakteristik

model imitasi yang efektif antara lain memiliki kompetensi, yaitu pelaku imitasi yang dalam
hal ini adalah remaja biasanya menoba meniru orang-orang yang melakukan sesuatu dengan
baik, bukan sebaliknya. Remaja mendapat manfaat tidak hanya dari mengamati apa yang
dilakukan oleh model yang kompeten, melainkan juga melihat hasil akhir yang telah
diciptakan oleh model yang kompeten tersebut. Selain memiliki kompetensi, karakteristik
model yang efektif berikutnya adalah memiliki prestise dan kekuasaan. Remaja sering meniru
orang yang terkenal atau orang yang berkuasa. Beberapa model yang efektif adalah orangorang yang terkenal di tingkat nasional maupun internasional, seperti pemimpin dunia, atlet
terkenal, dan artis populer.
Pada celebrity worship, menurut Maltby dkk (2003) Celebrity worship dipengaruhi oleh
kebiasaaan seperti melihat, mendengar, membaca dan mempelajari tentang kehidupan
selebriti secara berlebihan hingga menimbulkan sifat empati, identifikasi, obsesi, asosiasi
yang menimbulkan konformitas. Celebrity worship dan perilaku imitasi memiliki kesamaan,

yakni sama-sama mengenal dengan baik kehidupan tokoh idola. Proses imitasi akan terjadi
diawali dengan proses atensional, yakni pelaku imitasi harus terlebih dahulu memperhatikan
model, dan hanya model yang diamati lah yang dapat diimitasi.

Metode
Responden dan Desain Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop
lover) Malang, yang terdiri dari 84 orang berjenis kelamin perempuan dan 16 orang dengan
jenis kelamin laki-laki. Pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling,
sedangkan metodenya menggunakan purposive sampling. Sampel penelitian dipilih dengan
kriteria tertentu yakni menjadi anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop Lover) Malang,
memiliki idola K-pop, dan berusia 15-21 tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode penelitian yang bersifat korelasional. Penelitian korelasional
bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi
pada satu atau lebih variabel lain, berdasarka koefisien korelasi (Azwar, 2009).
Pengambilan Data dan Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, maka ada dua skala psikologi yang digunakan
sebagai alat ukur, yaitu alat ukur celebrity worship dan alat ukur perilaku imitasi. Skala
psikologi yang digunakan untuk mengukur celebrity worship adalah skala yang juga dibuat
sendiri oleh peneliti dengan berdasar pada aspek Celebrity Attitude Scale dari McCutcheon,
yang terdiri dari dari aspek sosial dan hiburan, aspek intense personal feeling, dan aspek
borderline pathological yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Sedangkan
skala psikologi yang digunakan sebagai alat ukur perilaku imitasi adalah skala yang juga
dibuat sendiri oleh peneliti dengan berdasar pada konsep perilaku imitasi dari Gerungan,
yang terdiri dari aspek minat perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan diimitasi,
sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi, dan memiliki penghargaan
sosial yang tinggi, yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Kedua skala
psikologi ini berisi item-item berupa pernyataan dengan empat alternatif respon pada setiap
item dengan sistem skor skala Likert.
Contoh aitem pada skala celebrity worship adalah aitem 2 yang berisi pernyataan “Saya
percaya semua hal buruk yang dituduhkan kepada idola saya adalah tidak benar” dan aitem
15 yang berisi pernyataan “Saya ikut sedih ketika melihat idola saya sedih”. Pada skala
perilaku imitasi, aitem 1 yang berisi “Saya membeli baju yang sama persis dengan idola saya
“ dan aitem 20 yang berisi pernyataan “Idola saya adalah contoh yang ideal untuk diri saya”.

Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct
validity). Validitas konstruk adalah sejauh mana alat ukur bisa dikatakan mengukur sebuah
konstruk atau sifat teoritisnya (Sami’an, 2008). Validitas konstruk diuji dengan menggunakan
analisis item, yaitu dengan mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya menggunakan
analisis skala Item-Total Correlation. Dari 50 item skala celebrity worship terdapat 19 item
yang gugur atau tidak valid, dan terdapat 31 item yang valid dan item tersebut dapat
digunakan dalam mengukur celebrity worship terhadap idola K-pop, sedangkan dari 50 item
skala perilaku imitasi terdapat 25 item yang gugur atau tidak valid, dan terdapat 25 item yang
valid dan item tersebut dapat digunakan dalam mengukur perilaku imitasi.
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
internal consistency, yaitu dengan memberikan satu bentuk tes yang hanya diberikan sekali
kepada sekelompok subjek (single trial administration). Untuk estimasi reliabilitas, dapat
dilihat melalui konsistensi antar item atau antar bagian tes itu sendiri yang sudah dibelah
sebelumnya, dengan menggunakan teknik komputasi tertentu (Widodo, 2006). Nilai
reliabilitas skala selebrity worship adalah sebesar 0,938, sedangkan nilai reliabilitas skala
perilaku imitasi adalah sebesar 0,928.
Prosedur penelitian dilakukan melalui tiga tahap yakni persiapan, pelaksanaan, dan
tahap akhir. Pada tahap persiapan penelitian terdiri dari melakukan studi kepustakaan
mengenai variabel yang telah ditentukan, menentukan desain penelitian yang akan digunakan,
membuat alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, melakukan uji coba alat ukur yang
dilakukan pada anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop lover) Malang yang tidak menjadi
sampel dalam penelitian ini, dan melakukan revisi alat ukur, yaitu dengan mempertahankan
item-item yang lulus uji validitas dan reliabilitas dan membuang item-item yang tidak lulus,
kemudian menyusunnya ke dalam alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data. Pada
tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pengambilan data pada subjek penelitian,
yaitu 100 anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop lover) Malang. Pada tahap akhir atau
tahap tindak lanjut pengolahan data.

Hasil
celebrity worship terhadap idola K-pop pada anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop
Lover) Malang memiliki nilai rata-rata sebesar 94,27, dengan standar deviasi yang dihasilkan
adalah sebesar 11,026. Perilaku imitasi yang dilakukan oleh anggota komunitas pecinta Kpop (K-pop Lover) Malang rata-rata memiliki nilai sebesar 63,36 dengan standar deviasi
sebesar 8,001.

Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product
and Service Solution) version 16 for windows, dengan hasil uji normalitas sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas
Unstandardized residual
N

100

Kolmogorof-Smirnov 2

0,786

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,567

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov-smirnov adalah sebesar 0,786
dengan signifikansi sebesar 0,567. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi.
Dalam penelitian ini, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji F untuk
mengetahui apakah kedua variabel berhubungan secara langsung atau tidak. Hasil uji
linieritas pada variabel celebrity worship terhadap idola K-pop dengan perilaku imitasi pada
anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop Lover) Malang diperoleh nilai F sebesar 0,572
dengan signifikansi 0,452. Nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 (p ˃ 0,05) menunjukkan
bahwa variabel celebrity worship tidak memiliki hubungan yang linier dengan variabel
perilaku imitasi pada anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop Lover) Malang.
Uji hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini adalah regresi non linier. Uji regresi non
linier dipilih karena pada saat uji asumsi dilakukan variabel celebrity worship dan variabel
perilaku imitasi tidak memiliki hubungan yang linier, sehingga tidak dapat menggunakan uji
korelasi Spearman. Hasil dari uji regresi non linier adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Regresi Non Linier
Variabel

Korelasi

Nilai signifikansi

CelebrityWorship*Imitasi

0,112

0,541

Pada tabel diatas, hasil dari regresi non linier antara variabel celebrity worship dengan
variabel perilaku imitasi didapatkan bahwa nilai korelasi (r) adalah sebesar 0,112 dengan
signifikansi sebesar 0,541. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (0,541> 0,05)
menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi atau hubungan antara celebrity worship dengan
perilaku imitasi.

Diskusi
Celebrity Worship terhadap idola K-pop yang dialami oleh remaja anggota komunitas
pecinta K-pop (K-pop Lover) Malang tidak memiliki hubungan dengan perilaku imitasi
terhadap idola K-pop tersebut. Hal ini dikarenakan menurut McCutcheon dkk (2002) salah
satu faktor yang mendukung terbentuknya celebrity worship adalah faktor jenis kelamin.
Dalam hal ini laki-laki lebih cenderung mengidolakan selebriti perempuan, sedangkan
perempuan cenderung memilih selebriti laki-laki sebagai idolanya. Dalam penelitian ini
sebagian besar subjek mengidolakan idola K-pop yang berjenis kelamin berlawanan dengan
mereka.
Maltby dkk (2005) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa celebrity worship
mempengaruhi citra tubuh remaja, dan menyebabkan remja-remaja tersebut menginginkan
bentuk tubuh seperti idolanya tersebut, namun dalam penelitiannya tersebut remaja yang
digunakan sebagai subjek penelitian diharuskan memilih selebriti yang sesuai dengan jenis
kelaminnya, sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi diri remaja dengan selebriti
favoritnya.
Dalam teori perilaku imitasi, Bandura (Ormrod, 2009) menjelaskan bahwa
karakteristik model yang efektif dalam imitasi adalah model yang sesuai dengan jenis
kelamin pelaku imitasi. Pelaku imitasi paling mungkin mengadopsi perilaku yang mereka
anggap sesuai dengan gender mereka, sedangkan dalam penelitian ini subjek cenderung
mengidolakan selebriti K-pop yang berlawanan jenis kelamin dengan mereka, meskipun ada
juga subjek yang mengidolakan selebriti K-pop yang berjenis kelamin sama dengan mereka.
Faktor lain yang turut menyebabkan tidak adanya korelasi antara celebrity worship
dengan perilaku imitasi adalah sejalan dengan teori yang disampaikan Ormrod (2009) bahwa
pelaku imitasi cenderung akan mengadopsi perilaku yang diyakini membantu mereka dalam
situasi sosial yang relevan. Perilaku yang tidak relevan dengan situasi dan lingkungan pelaku
imitasi, tidak akan ditiru.
Pada penelitian Sella (2013) tentang analisa perilaku imitasi di kalangan remaja
setelah menonton tayangan drama seri Korea di Indosiar, menjelaskan bahwa remaja putri
secara tidak langsung melakukan hal yang serupa dengan artis Korea yang menjadi pemeran
dalam drama seri Korea di Indosiar tersebut, termasuk dalam hal berpakaian mini dan make
up. Menurut penelitian tersebut, remaja putri yang menjadi subjek penelian tanpa mereka
sadari telah jauh dari adat ketimuran yang dianut Indonesia. Berbeda dengan subjek
penelitian tersebut diatas, remaja yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini masih

menganggap bahwa budaya idola K-pop dengan budaya yang mereka miliki berbeda,
sehingga tidak semua hal pada idola K-pop perlu diimitasi.
Tidak adanya korelasi antara celebrity worship dengan perilaku imitasi dapat
dikarenakan subjek dalam penelitian ini tidak terfokus pada salah satu jenis kelamin, begitu
juga dengan jenis kelamin idola K-pop, sehingga meskipun subjek cenderung mengidolakan
artis K-pop yang berlawanan jenis kelamin dengan mereka, namun terdapat juga subjek yang
mengidolakan artis K-pop berjenis kelamin yang sama dan terdapat juga subjek yang
mengidolakan artis K-pop dari kedua jenis kelamin. Hal tersebut memungkinkan untuk
terjadi dan tidak terjadinya imitasi. Sesuai dengan teori Bandura dan di dukung dengan
penelitian Maltby dkk (2005) yang menyebutkan bahwa imitasi akan terjadi apabila model
imitasi dan pelaku imitasi memiliki jenis kelamin yang sama.
Subjek dalam penelitian ini adalah anggota komunitas pecinta K-pop (K-pop Lover)
Malang yang tergolong dalam usia remaja. Pengidolaan subjek terhadap idola K-pop yang
berlawanan jenis kelamin dengan mereka dikarenakan pada usia remaja memiliki tugas
perkembangan yakni mendapatkan hubungan baru dengan teman-teman sebaya yang
berlainan jenis kelamin. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Garrison (Al-Mighwar,
2006), bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah mendapatkan hubungan baru
dengan teman-teman sebaya yang berlainan jenis kelamin, dimana remaja terdorong untuk
menjalin hubungan sosial, terutama dengan lawan jenis dan mendapat penerimaan dari
kelompok teman sebaya agar merasa dibutuhkan dan dihargai.
Dalam tugas perkembangan remaja, selain mendapatkan hubungan baru dengan
teman-teman yang berlainan jenis kelamin, tugas perkembangan remaja yang lain adalah
menerima kondisi dan pembelajaran hidup sesuai jenis kelaminnya, dimana remaja harus
menerima kondisinya dengan penuh tanggung jawab sesuai jenis kelaminnya. Laki-laki harus
bersifat maskulin dan perempuan harus bersifat feminin (Al-Mighwar, 2006). Oleh karena
itu, walaupun subjek lebih cenderung untuk mengidolakan idola K-pop yang berlawanan
jenis kelamin, namun hal tersebut tidak membuat subjek serta merta melakukan tindakan
imitasi atas perilaku dan penampilan idola yang berlainan jenis kelamin tersebut.
Pada dasarnya, terdapat persamaan antara celebrity worship dan perilaku imitasi yaitu
sama-sama mengenal dengan baik kehidupan tokoh idola melalui proses atensional yang
intensif. Proses imitasi akan terjadi diawali dengan proses atensional. Sebelum sesuatu dapat
dipelajari dari model, model tersebut harus diperhatikan. Perhatian selektif pelaku imitasi
bisa dipengaruhi oleh penguatan di masa lalu. Misalnya, jika aktivitas yang lalu yang
dipelajari lewat observasi terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka

perilaku yang sama akan diperhatikan pada situasi berikutnya (Hergenhahn dan Olson, 2009).
Sesuai dengan penelitian Riyadi dan Mastutiningsih (2010) tentang sinetron remaja di televisi
dan perilaku imitasi remaja di kota Semarang, menjelaskan bahwa perilaku imitasi juga
dipengaruhi oleh proses atensional.
Pada akhirnya, ketika seorang remaja memiliki kecenderungan celebrity worship bukan
berarti mereka melakukan imitasi, karena faktor-faktor perilaku imitasi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya celebrity worship tidak memiliki persinggungan yang
jelas. Meskipun ada persamaan yakni adanya proses atensional yang intensif terhadap idola
K-pop, tetapi bukan menjadi penentu seorang remaja yang memiliki kecenderungan celebrity
worship melakukan imitasi karena masih terdapat faktor-faktor lain yang membentuknya.
Keunggulan penelitian ini adalah berusaha mengangkat fenomena yang sedang terjadi di
Indonesia, khususnya yang terjadi pada remaja. Selain itu, penelitian ini menggunakan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan sebagai subjek peneitian, dan juga subjek tersebut diberikan
kebebasan untuk memilih idola K-pop mereka tanpa dibatasi untuk memilih sesuai dengan
jenis kelaminnya.
Kelemahan dari penelitian ini adalah kurang memperhatikan faktor-faktor dan variabel
lain yang memiliki pengaruh dalam hubungannya dengan celebrity worship seperti faktor
jenis kelamin, lamanya individu mengidolakan idola tersebut, motivasi, perbedaan individu
dalam berempati, dan harga diri.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Supriyono, W. (2005). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Al-Mighwar, Muhammad. (2006). Psikologi Remaja Petunjuk Bagi Guru Dan Orang Tua.
Bandung: CV. Pustaka Setia
Astuti, M. P. (2011). Hubungan Antara Fanatisme Terhadap Tokoh Idola Dengan Imitasi
Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta. Psikologi Universitas
Muhammadiyah.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Emilie, Thao. (2012). Emergence Of The Korean Popular Culture In The World. (online).
Skripsi (tidak diterbitkan). Internasional bussines, Turku University.
(http://www.theseus.fi/bitstream/handle/10024/42870/Do_Thao.pdf?sequence=1
). diakses pada 14 Januari (2014)
Gerungan, W. A. (2000). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
HergenHahn, B. R dan Olson, M. H. (2009). Theories Of Learning (Teori Belajar) Edisi
Ketujuh. Jakarta: Kencana.
Istikomah,

N.
(2012).
Masuknya
Kpop
Ke
Indonesia.
(online).
(http://kpopnuristikomah.blogspot.com/). diakses pada 10 September (2012)

Maltby, J., Houran, J., dan McCutcheon, L.E. (2003). A Clinical Interpretation Of Attitudes
and Behaviors Associated with Celebrity Worship. The journal of Nervous and
Mental Disease. vol. 191, no. 1, hal. 25-29.
Maltby, J., Giles, D.C., Barber, L., dan McCutcheon, L.E. (2005). Intense-Personal Celebrity
Worship and Body Image: Evidence of A Link Among Female Adolescents.
British Journal of Healt Psychology vol 10, hal. 17-32.
McCutcheon, L., Lange, R., dan Houran, J. (2002). Conceptualization and measurement of
celebrity worship.British Journal of Psychology vol 93, hal. 67-87.
Ormrod, J. E. (2009). Psikologi Pendidikan Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Riyadi, S dan Mastutiningsih, S. (2010). Sinetron Remaja Di Televisi Dan Perilaku Imitasi
Remaja Di Kota Semarang. Jurnal Semai Komunikasi, (online). vol 1 no 1, hal
59-77.
(http://jurnal.komunikasi.stikomsemarang.ac.id/index.php/semaikomunikasi/arti
cle/view/5/5). diakses pada 7 September (2012).

Sami’an.

(2008).
Validitas
dan
Reliabilitas.
(online)
(http://samianstats.files.wordpress.com/2008/08/validitasreliabilitas.pdf).
Diakses tanggal 2 Maret (2012)

Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sari,

P.

W.
(2012).
Fenomena
Hallyu
Bagi
Indonesia.
(online).
(http://newsinformationforyou.blogspot.com/2012/01/fenomena-hallyu-bagiindonesia_07.html). diakses pada 10 September (2012).

Sella, Y. P. (2013). Analisa Perilaku Imitasi Dikalangan Remaja Setelah Menonton Tayangan
Drama Seri Korea di Indosiar (Studi Kasus Perumahan Pondok Karya Lestari
Sei Kapih Samarinda). eJournal Ilmu Komunikasi. 1 (3), hal. 66-80.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Steinberg, L.(2002). Adolescence (6'h ed.). New York: McGraw-Hill
Widodo, P. B. (2006). Reliabilitas dan Validitas Konstruk Skala Konsep Diri untuk
Mahasiswa Indonesia. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol. 3 No. 1.
Hal 10-17. Universitas Diponegoro.