PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN S

PEDOMAN TEKNIS
PENGEMBANGAN PEMBIBITAN SAPI POTONG
TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka pelaksanaan sistem perbibitan ternak nasional maka perlu
dilakukan kegiatan pengembangan pembibitan sapi potong. Kegiatan ini
mempunyai tujuan untuk meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas
sapi potong dalam rangka merealisasikan Pencapaian Swasembada
Daging Sapi.
Pengembangan pembibitan sapi potong ini dilakukan sebagai upaya
mengembangkan kawasan sumber bibit di perdesaan atau terbentuknya
Village Breeding Center (VBC) yang melibatkan kelompok peternak.
Pada tahun anggaran tahun 2012 telah dialokasikan dana dekonsentrasi di
provinsi dan dana tugas pembantuan di kabupaten/kota untuk kegiatan
pengembangan pembibitan sapi potong dalam rangka memperkuat usaha
kelompok pembibitan dan meningkatkan populasi sapi potong di Indonesia.
Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan pembibitan sapi potong ini,
diperlukan keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
kabupaten dalam pelaksanaan bimbingan dan pengawasan terhadap

kelompok peternak penerima. Untuk itu, Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan menerbitkan Pedoman Teknis Pengembangan
Pembibitan Sapi Potong Tahun 2012.
B. Maksud, Tujuan dan Sasaran
1. Maksud ditetapkannya Pedoman Teknis Pengembangan Pembibitan
Sapi Potong Tahun 2012, sebagai acuan bagi Dinas Provinsi yang
melaksanakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk
menyusun Pedoman pelaksanaan dan Dinas Kabupaten/Kota yang
melaksanakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk
menyusun Pedoman Teknis Pelaksanaan.
2. Tujuan yang ingin dicapai adalah :
a.
b.
c.
d.

Meningkatkan mutu bibit sapi potong;
Menciptakan sentra/kawasan sumber bibit sapi potong;
Meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong;
Pelestarian plasma nutfah sapi potong.


3. Sasaran
a.
b.
c.
d.

Meningkatnya mutu bibit sapi potong;
Terciptanya sentra/kawasan sumber bibit sapi potong;
Meningkatnya populasi dan produktivitas sapi potong;
Terlestarikannya plasma nutfah sapi potong.

C. Ruang Lingkup
1.
2.
3.
4.
5.

Bangsa sapi, lokasi dan kelompok peternak.

Pelaksanaan kegiatan.
Pembinaan dan indikator keberhasilan.
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Penutup.

2

BAB II
BANGSA SAPI, LOKASI DAN KELOMPOK PETERNAK
Keberhasilan kegiatan pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012
ditentukan oleh ketepatan penentuan bangsa sapi, lokasi dan kelompok
peternak. Oleh karena itu perlu penetapan bangsa sapi, syarat lokasi dan
kelompok peternak.
A. Bangsa Sapi
Bangsa sapi yang dikembangkan dalam kegiatan pengembangan
pembibitan sapi potong tahun 2012 adalah sapi potong impor atau turunan
sapi impor untuk menambah populasi atau sapi lokal diutamakan sapi Bali
guna penyelamatan sapi betina produktif. Sapi tersebut adalah sapi betina
dalam kondisi bunting/siap bunting.
B. Syarat Lokasi

1. Merupakan lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi wilayah
sumber bibit sapi potong yang dinyatakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan
Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD).
3. Kondisi agrosistem sesuai untuk usaha pembibitan sapi potong, antara
lain didukung oleh ketersediaan sumber pakan lokal dan air, serta bukan
merupakan daerah endemis penyakit hewan menular.
4. Tersedia sarana dan prasarana serta petugas teknis peternakan dan
kesehatan hewan.
5. Lokasi mudah dijangkau bagi pembinaan dan pemasaran hasil.
C. Syarat Kelompok Peternak
1. Kelompok peternak aktif dan terdaftar di Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota
yang melaksanakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan.
2. Kelompok memiliki jumlah anggota minimum 20 orang.
3. Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau
fasilitas lain untuk kegiatan yang sama pada saat yang bersamaan atau
mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya kecuali kegiatan
integrasi perkebunan dengan peternakan.
4. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan,
kredit atau sumber permodalan lainnya.

5. Kelompok mengarah pada usaha pembibitan sapi potong yang akan
dikembangkan untuk terbentuknya village breeding center (VBC) atau
memperkuat VBC yang sudah ada.
6. Kelompok bersedia menjadi mitra petugas dalam pengembangannya.

3

7. Kelompok yang bersangkutan telah mengajukan proposal kepada
Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
8. Kelompok memberikan kontribusi dalam penyediaan sarana produksi.
D. Tata Cara Seleksi Kelompok Peternak
Proses seleksi calon kelompok peternak dilakukan oleh Tim Teknis Dinas
Provinsi/Kabupaten/Kota yang melaksanakan
fungsi Peternakan dan
Kesehatan Hewan.

4

BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

Dana Pengembangan Pembibitan Sapi Potong Tahun 2012 ini dialokasikan
dalam bentuk dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), terdapat pada
DIPA Satuan Kerja Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi
Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2011. Tata cara pengajuan,
penyaluran, penggunaan dan pertanggung-jawaban dana dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
A. Lokasi Kegiatan
Kegiatan pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012 dialokasikan
di 1 provinsi (Lampiran 1).
B. Pemanfaatan Dana
1. Dana yang telah disalurkan melalui PMUK kepada kelompok peternak
digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tertuang di dalam
Rencana Usaha Kelompok (RUK) sebagai berikut :
a. Pembelian sapi potong termasuk biaya transport dan pengujian
kesehatan hewan.
b. Sarana produksi, meliputi: pakan, obat-obatan, jasa pelayanan
perkawinan dan pemeriksaan kesehatan hewan serta sarana
rekording (kartu, papan, dll).

c. Peningkatan
(konsultasi).

dan

pengembangan

kemampuan

kelompok

2. Kelompok peternak penerima segera merealisasikan pembelian ternak
sapi potong paling lambat 3 bulan setelah pencairan dana.
C. Teknis Pelaksanaan Pengembangan Pembibitan Sapi Potong
1. Pemilihan ternak bibit
Pemilihan ternak bibit didasarkan pada persyaratan teknis minimal yang
berlaku untuk masing-masing rumpun ternak (Lampiran 2). Adapun
penyediaan bibit ternak dapat dilakukan melalui :
a. Pembelian dari luar negeri (impor).
b. Pembelian dari dalam negeri berupa turunan sapi impor atau

pembelian sapi lokal melalui penjaringan bibit ternak hasil kontes
ternak, di pasar hewan/RPH, perusahaan peternakan/UPT perbibitan
atau unit pembibitan ternak di masyarakat.

5

2. Perkandangan
a. Kandang agar memenuhi syarat teknis dan kesehatan hewan.
b. Untuk memudahkan manajemen pemeliharaan digunakan kandang
sistem koloni/kelompok.
3. Pemeliharaan
a. Sistem pemeliharan dikenal 3 macam, yaitu : intensif, semi intensif
dan ekstensif (pastura/penggembalan).
b. Pemberian pakan disesuaikan dengan standar kebutuhan sesuai
dengan status fisiologis ternak, untuk mempertahankan Body
Condition Score (skor kondisi tubuh) = 2,5 – 3,5 (2 – 3 tulang rusuk
terakhir kelihatan).
c. Anak yang lahir wajib diberikan kolostrum selambat-lambatnya 1 jam
setelah lahir.
4. Perkawinan

a. Perkawinan dapat dilakukan dengan cara inseminasi buatan (IB)
dan/atau Intensifikasi Kawin Alam (INKA).
b. Pada kawin alam rasio jantan : betina adalah 1 : (10-20)
c. Pelaksanaan IB, INKA dilakukan melalui pengaturan penggunaan
pejantan unggul atau semen untuk menghindari terjadinya
perkawinan sedarah (inbreeding), maksimum 3 tahun pejantan
berada di satu wilayah, selanjutnya dipindahkan ke wilayah lainnya.
5. Kesehatan Hewan
a. Melakukan biosecurity ketat yaitu tindakan untuk mencegah dan
mengendalikan wabah.
b. Melakukan pemberian vitamin, obat cacing dan/atau vaksinasi SE
dan Anthrax dll sesuai pertimbangan petugas kesehatan hewan.
6. Pencatatan (Rekording)
Pencatatan dilaksanakan oleh peternak pada kartu (lampiran 3) dan
petugas dalam buku registrasi.
Pencatatan data individu ternak meliputi :
a.
b.
c.
d.

e.
f.
g.
h.

Nama/nomor telinga ternak;
Tetua (induk dan bapak);
Kelahiran (tanggal, berat lahir dan jenis kelamin);
Penyapihan (tanggal, berat sapih);
Perkawinan (tanggal kawin dan pejantan/kode straw);
Produktivitas : berat lahir, berat sapih (205 hari), berat 365 hari dst;
Status kesehatan (penyakit, vaksinasi, pengobatan);
Mutasi;

6

7. Seleksi
Seleksi dilakukan untuk memilih ternak sapi induk, calon induk, calon
pejantan ternak pengganti dan ternak afkir.
a. Sapi induk

1) Memiliki status reproduksi yang normal dan bebas penyakit
(Brucelosis, IBR, TBC dan BVD);
2) Tidak cacat dan mempunyai rasio bobot sapih umur 205 hari
(weaning weight ratio) di atas rata-rata;
3) Memiliki Body Condition Score (BCS) 2,5 – 3,5;
4) Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
b. Calon induk
1) Bobot sapih umur 205 hari di atas rata-rata;
2) Bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
3) Penampilan fenotif sesuai dengan rumpunnya.
c. Calon pejantan
1)
2)
3)
4)
5)

Bobot sapih umur 205 hari, di atas rata-rata;
Bobot badan umur 1 tahun dan umur 2 tahun di atas rata-rata;
Pertambahan bobot badan umur 1 – 1,5 tahun di atas rata-rata;
Libido dan kualitas spermanya baik;
Penampilan fenotif sesuai dengan rumpunnya.

d. Ternak pengganti (replacement stock)
Ternak pengganti (replacement stock) dipilih dari keturunannya dan
dilakukan sebagai berikut :
1) Calon bibit betina dipilih 25 % terbaik untuk replacement, 10 %
untuk pengembangan populasi kawasan, 60 % dijual ke luar
kawasan sebagai bibit dan 5 % dijual sebagai ternak afkir;
2) Calon bibit jantan dipilih 10 % terbaik pada umur sapih dan calon
bibit betina 25 % terbaik untuk dimasukan pada uji performans.
e. Ternak Afkir (culling)
Ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan bibit
(afkir/culling), memiliki ketentuan sebagai berikut :
1) Untuk sapi rumpun murni, 40 % dijual ke luar kawasan sebagai
pejantan kawin alam dan 50 % sapi bibit jantan peringkat
terendah saat seleksi pertama (umur sapih terkoreksi)
dikeluarkan untuk dipotong serta ;
2) Sapi betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit (5 %)
dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling);
3) Sapi induk yang tidak produktif segera dikeluarkan.

7

8. Sertifikasi Ternak
Sertifikasi ternak adalah kegiatan penerbitan sertifikat terhadap ternak
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai kualitas ternak sapi.
Sertifikat bibit dikeluarkan oleh pembibit yang telah tersertifikasi oleh
lembaga sertifikasi produk atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.

8

BAB IV
PEMBINAAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN

A. Pembinaan
Pembinaan pengembangan pembibitan sapi potong tahun 2012 meliputi :
1. Pembinaan Teknis, dilakukan oleh Tim Teknis Dinas Provinsi/
Kabupaten/Kota terhadap kelompok peternak menyangkut :
a. Aspek pelaksanaan kegiatan pengembangan pembibitan (pemilihan
lokasi/kelompok peternak, pemilihan bibit ternak, pemeliharaan,
perkawinan, pencatatan/rekording dan sertifikasi).
b. Aspek pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan.
c. Aspek pengembangan pembibitan sapi, khususnya sapi Brahman
Cross diarahkan menuju pemurnian bangsa Brahman melalui pola
grading up yaitu sapi induk yang ada dan turunannya dikawinkan
dengan sapi pejantan/semen bangsa Brahman.
2. Pembinaan kelembagaan, dikembangkan dalam rangka meningkatkan
usaha kelompok sehingga berkembang menjadi gabungan kelompok,
koperasi atau usaha berbadan hukum lainnya. Penguatan kelembagaan
mutlak dilakukan melalui : dinamisasi aktivitas kelompok, kemampuan
memupuk modal, kemampuan memilih bentuk dan memanfaatkan
peluang usaha yang menguntungkan dan pengembangan jaringan
kerja- sama dengan pihak lain.
3. Pembinaan Usaha Kelompok, difokuskan kepada usaha pembibitan
sapi, namun dapat dikembangkan jenis-jenis usaha lainnya dalam
rangka mendukung usaha pembibitan sapi.
B. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan pengembangan pembibitan sapi potong dapat diukur dari
beberapa aspek, antara lain :
1. Aspek teknis
a. Meningkatnya populasi dan mutu bibit sapi potong.
b. Terciptanya sentra/kawasan sumber bibit sapi potong.
2. Aspek kelembagaan
a. Terbentuknya gapoktan, koperasi maupun usaha berbadan hukum
lainnya.
b. Menguatnya kelembagaan perbibitan sapi.
3. Aspek usaha
a. Meningkatnya skala usaha kelompok.
b. Berkembangnya usaha agribisnis lainnya pada kelompok tersebut.

9

BAB V
PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan sedini mungkin untuk
mengetahui berbagai masalah yang timbul dan tingkat keberhasilan yang
dicapai, serta pemecahan masalahnya. Untuk itu kegiatan pemantauan dan
evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan
kegiatan pengembangan usaha kelompok.
Tim Teknis Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi
Peternakan dan Kesehatan Hewan melakukan kegiatan pemantauan dan
evaluasi serta membuat laporan tertulis hasil pemantauan dan evaluasi
secara berjenjang untuk dilaporkan ke pusat meliputi :
1. Kemajuan pelaksanaan program pengembangan pembibitan sapi
potong.
2. Penyelesaian masalah lapangan yang dihadapi di tingkat kelompok,
kabupaten/kota.
3. Perkembangan populasi ternak, pola pembibitan dan perkembangan
modal usaha dari kelompok sasaran.
B. Pelaporan
Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan kegiatan
pembibitan di lapangan (lampiran 4). Tahapan pelaporan adalah sebagai
berikut :
1. Kelompok peternak penerima sapi potong wajib melaporkan
perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulan kepada Kepala Dinas
Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi Peternakan dan Kesehatan
Hewan, selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.
2. Dinas Kabupaten/Kota yang melaksanakan fungsi Peternakan dan
Kesehatan
Hewan
melakukan
rekapitulasi
seluruh
laporan
perkembangan yang diterima dari kelompok dan setiap triwulan
disampaikan kepada Dinas Provinsi dengan tembusan Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya.
3. Dinas Provinsi yang melaksanakan fungsi Peternakan dan Kesehatan
Hewan melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang
diterima dari Kabupaten/Kota setiap triwulan disampaikan kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambatlambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.

10

BAB VI
PENUTUP

Pedoman
Teknis Pengembangan Pembibitan Sapi
Potong ini
merupakan acuan untuk kelancaran operasional pengembangan
pembibitan sapi potong pada tahun 2012. Kegiatan yang dilaksanakan
mendukung pelaksanaan pembibitan di daerah menuju terwujudnya kawasan
sumber bibit sapi potong di perdesaan yang mandiri dan berkelanjutan.
Dengan Pedoman teknis ini diharapkan semua pelaksana kegiatan dari tingkat
pusat, provinsi, sampai kabupaten/kota dapat melaksanakan seluruh tahapan
kegiatan secara baik dan benar menuju tercapainya sasaran yang telah
ditetapkan.

DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

11

Lampiran 1. Daftar Lokasi Kegiatan Pengembangan Pembibitan Sapi Potong
Tahun 2012
1. Provinsi NTT

12

Lampiran 2. Persyaratan Calon Bibit

a. Persyaratan umum
1. Berasal dari pembibitan yang sesuai dengan pedoman pembibitan sapi
potong yang baik.
2. Sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh
petugas berwenang.
3. Bebas dari segala cacat fisik.
4. Bibit betina bebas cacat alat reproduksi, tidak memiliki ambing abnormal
dan tidak menunjukkan gejala kemajiran.
5. Bibit jantan bebas dari cacat alat kelamin, memiliki libido yang baik,
memiliki kualitas dan kuantitas semen yang baik.
b. Persyaratan khusus
Sapi Bali
1. Persyaratan kualitatif
a) warna bulu merah, lutut ke bawah putih, pantat putih berbentuk,
ujung ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung.
b) tanduk pendek dan kecil.
c) bentuk kepala panjang dan sempit serta leher ramping.
2. Persyaratan kuantitatif
No
1

2

Satuan dalam cm
Parameter
Kelas I

Umur
(bulan)
18 -