Flu burung dan flu babi

TUGAS AKHIR SEMESTER
“Perilaku Merokok dan Kesehatan pada Remaja”

Oleh :
NAMA: ROZIANA
BP: 1611213002

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016/2017

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................6
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7
2.1 Flu Babi..............................................................................................................7

2.1.1 Defenisi Penyakit Flu Babi..........................................................................7
2.1.2 Epidemiologi Flu Babi.................................................................................9
2.1.3 Penyebab Flu Babi.....................................................................................10
2.1.4 Cara Penularan Flu Babi............................................................................11
2.1.5 Gejala Flu Babi..........................................................................................13
2.1.6 Masa Inkubasi Flu Babi.............................................................................15
2.1.7 Diagnosis dan Klasifikasi..........................................................................15
2.1.8 Kelompok Berisiko Flu Babi.....................................................................17
2.1.9 Pecegahan dan Penanganan Flu Babi........................................................17
2.1.9.1 Pencegahan Flu Babi..........................................................................17
2.1.9.2 Pengobatan Flu Babi...........................................................................19
2.2 Flu Burung........................................................................................................20
2.2.1 Defenisi Penyakit Flu Burung...................................................................20
2.2.2 Epidemiologi Flu Burung..........................................................................21
1

2.2.3 Penyebab Flu Burung................................................................................22
2.2.4 Cara Penularan Flu Burung.......................................................................22
2.2.5 Gejala Flu Burung......................................................................................23
2.2.6 Masa Inkubasi Flu Burung.........................................................................23

2.2.7 Diagnosis dan Klasifikasi..........................................................................23
2.2.8 Kelompok Berisiko Flu Burung.................................................................23
2.2.9 Pecegahan dan Penanganan Flu Burung....................................................23
2.2.9.1 Pencegahan Flu Burung......................................................................23
2.2.9.2 Pengobatan Flu Burung......................................................................25
BAB 3 : KESIMPULAN............................................................................................28
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................28
3.2 Saran.................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

2

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari serigkali ditemui orang merokok dimana-mana,
baik di kantor, di pasar, maupun tempat umum lainnya atau bahkan di kalangan
rumah tangga sendiri. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama.
Umunya rokok pertama dimulai saat usia remaja. Sejumlah studi menemukan
penghisapan rokok pertama dimulai saat usia 11-13 tahun (Smet, 1994). Studi Mirnet

(Tuakli, dkk, 1990) menemukan bahwa perilaku merokok diawali rasa ingin tahu dan
pengaruh teman sebaya. Smet (1994) bahwa mulai merokok akibat pegaruh sosial.
Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam
memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994).
Oskamp (1984) menyatakan bahwa setelah mencoba rokok pertama, seorang
individu akan ketagihan untuk mencoba merokok, dengan alasan-alasan seperti
kebiasaan, menurunkan kecemasan, dan mendapatkan penerimaan. Graham (dalam
Ogden, 2000) menyatakan bahwa efek positif dari merokok adalah menghasilkan
efek mood yang positif dan membantu individu dalam menghadapi masalah yang
sulit. Studi Mirnet (Tuakli, dkk, 1990) juga menambahkan bahwa dari survei
terhadap para perokok, dilaporkan bahwa orang tua dan saudara yang merokok, rasa
bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang
menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja.
Jika dilihat dari keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku negatif, maka
kita akan menemukan angka-angka yang mengejutkan dan mengkhawatirkan.
Kelompok Smoking and Health memperkirakan sekitar enam ribu remaja mencoba
rokok pertamanya setiap hari dan tiga ribu di antaranya menjadi perokok rutin
(“Stop”, 2000).
Perilaku merokok pada remaja pada umumnya semakin lama akan semakin
meningkat


sesuai

dengan

tahap

perkembangannya

yang

ditandai

dengan

meningkatya frekuensi dan intensitas merokok dan sering mengakibatkan mereka
mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan Cleary dalam Mc Gee, 2005).
Efek dari merokok hanya meredakan kecemasan selama efek dari nikotin masih ada,

1


2
malah ketergantungan dari nikotin dapat membuat seseorang menjadi stres (Parrot,
2004).
Pengaruh ikotin dalam merokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu
atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada
umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung
sensitif terhadap efek dari nikotin (Kandel dalam Baker, dkk, 2004).
Penelitian yang dilakukan Parrot (2004) mengenai hubungan stres dengan
merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja menyatakan bahwa ada
perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres
menjadi tidak stres lagi. Menurut Parrot (2004), perasaan ini tidak akan lama, begitu
selesai merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi
lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan
negatif dengan rokok, yang berarti bahwa para perokok merokok kembali agar
menjaga mereka untuk tidak menjadi stres.
Perilaku merokok lebih tinggi ditemukan oleh orang yang mengalami stres
atau tidak. Data yang dihasilkan menyatakan bahwa para perokok yang mengalami
stres atau mengalami kejadian hidup yang tidak mnyenangkan susah untuk berhenti
merokok. Walaupun perokok menyatakan rokok dapat mengurangi stres tapi

kenyataannya berhenti merokok yang dapat mengurangi stres (Siquera dkk, 2001).
Smet (dalam Komasari dan Helmi, 2000) bahwa usia pertama kali merokok
pada umunya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia
tersebut merokok pada usia sebelum 18 tahun. Data WHO juga semakin
mempertegas bahwa jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum
remaja. Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 64,8% pria dan usia di atas 13
tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Bahkan menurut data pada tahun 2000 yang
dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2074 responden pelajar
Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) megaku pernah merokok (“Mengapa”,
2004).
Tandra (2003) menyayangkan meningkatnya jumlah perokok di kalangna
remja meskipun telah mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan, dan
menyebutkan bahwa 20% dari total perokok di Indonesia adalah remaja dengan
rentang usia 15 hingga 21 tahun. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara
berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangna remaja menyebabkan
masalah merokok menjadi serius (Tulakom dan Bonet, 2003).

3
Hampir sebagian remaja memahami akibat-akibat yang berbahay dari asap
rokok tetapi mengapa mereka tidak mencoba atau menghindar perilaku tersebut? Ada

banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt
Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari
lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor
dalam diri juga disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Erickson
(Komasari dan Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis
aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika
mereka sedag mencari jati dirinya.
Seseorang yang pertama kali mengkonsumsi rokok mengalami gejala-gejala
seperti batu-batuk, lidah terasa getir dan perut mual, namun demikian, sebagian dari
pemula yang mengabaikan gejala-gejala tersebut biasanya berlanjut menjadi
kebiasaan da akhirya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan
sebagai kenikmata yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat
dijelaskan dari konsep tobacco depency (ketergantungan rokok). Artinya, prilaku
merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas
yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan
secara tiba-tiba akan menimbulka stres (Tandra, H., 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2020, diperkirakan rokok
akan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan yang menewaskan lebih dari
10 juta orang tiap tahunnya, 2 juta diantaranya terdapat di Cina, jadi menyebabkan
lebih dari banyak kematian di seluruh dunia, lebih banyak dari gabungan kematian

yang disebabkan HIV, TBC, kematian persalinan, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri
dan pembunuhan.
Satu dari dua perokok yang merokok pada usia muda dan terus merokok
seumur hidup, akhirnya akan meninggalkarena penyakit yang berkaitan dengan
rokok. Rat-rata perokok yang memulai rokok pada usia remaja akan meninggal pada
usia setengah baya, sebelum 70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun harapan
hidup normal. Para perokok yang terus merokok dalam jangka waktu panjang akan
menghadapi kemungkinan kematian tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang
bukan perokok (“Mengapa”, 2004).

4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
barbagai masalah, yaitu sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Apakah defenisi dan konsep Perilaku?
Apa saja bentuk-bentuk Perilaku?
Bagaimana proses pembentukan Perilaku?
Apakah definisi Rokok?
Apakah akibat dari merokok?
Apakah besaran masalah dari merokok ?
Apakah upaya pencegahan dan penanganan dari Merokok pada Remaja?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu selain untuk memenuhi tugas akhir
semester untuk mata kuliah Antropologi Kesehatan,

juga untuk mengetahui,

memahami, dan mengetahui Perilaku Merokok dan Kesehatan pada Remaja.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku

2.1.1 Defenisi dan Konsep Perilaku
Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian
tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku
adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat,
berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam
aspek, baik fisik maupun non fisik.
Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap
lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua, yakni :


bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),



dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),

Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang

Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:
1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan
reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru
akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan
tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972)
2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
3. Menurut

Skinner,

seperti

yang

dikutip

oleh

Notoatmodjo

(2003),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
1

2
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus – Organisme – Respon.
4. Menurut HERI PURWANTO, perilaku adalah pandangan-pandangan atau
perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.
5. Menurut PETTY COCOPIO, perilaku adalah evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri, obyek atau issue.
6. Menurut CHIEF, BOGARDUS, LAPIERRE, MEAD dan GORDON
ALLPORT, menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.
Dapat

dikatakan

bahwa

kesiapan

yang

dimaksudkan

merupakan

kecendrungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
7. Menurut LOUIS THURSTONE, RENSIS LIKERT dan CHARLES
OSGOOD, menurut mereka perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
8. Menurut ELTON MAYO Studi Hawthorne di Western Electric Company,
Chicago pada tahun 1927-1932 merupakan awal munculnya studi perilaku
dalam organisasi Mayo seorang psikolog bersama Fritz Roetthlisberger dari
Harvard University memandu penelitian tentang rancang ulang pekerjaan,
perubahan panjang hari kerja dan waktu kerja dalam seminggu, pengenalan
waktu istirahat, dan rencana upah individu dibandingkan dengan upah
kelompok.
9. Menurut REWARD dan REINFORCEMENT, menurut pendapat mereka
tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kondisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah.

3
10. Menurut CHESTER BARNARD, Barnard dalam karyanya The Functions of
The Executive menekankan agar organisasi dan individu dapat berhasil,
organisasi atau individu tersebut harus mengembangkan kerja sama. Barnard
menekankan pentingnya pengakuan terhadap adanya organisasi formal,
Barnard merupakan orang pertama yang memperlakukan organisasi sebagai
suatu system.
11. Menurut PARKER FOLLET, keduanya memfokuskan studinya pada
hubungan antara atasan dan bawahan, Follet meletakkan kelompok diatas
individu. Melalui kelompok kemampuan individu dapat dimaksimalkan,
organisasi ditentukan oleh kerjasama atasan dengan bawahan dengan
meningkatkan

partisipasi,

komunikasi,

kooordinasi,

dan

pembagian

wewenang.
12. Menurut FREDERICK HERZBERG, sama halnya seperti Maslow, Herzbeg
dalam studinya juga mengembangkan konsep-konsep motivasi yang mana
merupakan penentu utama munculnya motivasi yaitu kondisi tempat kerja,
upah kualitas pengawasan dan pengakuan, promosi dan peningkatan
profesionalisme.
2.1.2
Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong
babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat
penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan
lama pada babi breeder atau babi anakan.
Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat
mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan
menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga
sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1, H1N2 dan
H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang
mewabah di Amerika Utara (WEBBY et al., 2000; ROTA et al., 2000; LANDOLT et
al., 2003), tetapi pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena
pneumonia di Canada (KARASIN et al., 2000).

4
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan menularkannya
pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan
di Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal
manusia. Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin.
Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di
Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan
kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun, pada bulan
September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat pnemonia dan
akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus
influenza patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus influenza babi
(ROTA et al., 1989, WELLS et al.,1991). Setelah diselidiki ternyata pasien tersebut 4
hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil pengujian HI
pada orang yang datang pada pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang
dari 25 orang (76%) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini
tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya penularan virus
(WELLS et al., 1991).

2.1.3 Penyebab Flu Babi
Penyebab influensa yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit
yang langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influensa babi diisolasi tahun
1930, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain
meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan
percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian
penyakit di alam.
Penyebab penyakit saluran pernafasan pada babi adalah virus influensa tipe A
yang termasuk Famili Orthomyxoviridae. Virus ini erat kaitannya dengan penyebab
swine influenza, equine influenza dan avian influenza (fowl plaque) (PALSE and
YOUNG, 1992). Ukuran virus tersebut berdiameter 80-120 nm. Selain influensa A,
terdapat influenza B dan C yang juga sudah dapat diisolasi dari babi. Sedangkan 2
tipe virus influensa pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua tipe ini diketahui

5
sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik sekali (antigenik
shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan sifat penularan
secara pandemik dan keganasan penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetic
reassortment antara bangsa burung dan manusia.. Ketiga tipe virus yaitu influensa A,
B, C adalah virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron
dan hanya berbeda dalam hal kekebalannya saja. Ketiga tipe virus tersebut
mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaan virionnya diselubungi oleh
semacam paku yang mengandung antigen haemagglutinin (H) dan enzim
neuraminidase (N). Peranan haemagglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada
sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim
neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah
merah

dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel yang

terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi ulang
oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi juga terbentuk
terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan infeksi.
Influensa babi yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh influensa A
H1N1, sedangkan di banyak negara Eropa termasuk Inggris, Jepang dan Asia
Tenggara disebabkan oleh influensa A H3N2. Banyak isolat babi H3N2 dari Eropa
yang mempunyai hubungan antigenik sangat dekat dengan A/Port Chalmers/1/73
strain asal manusia. Peristiwa rekombinan dapat terjadi, seperti H1N2 yang
dilaporkan di Jepang (HAYASHI et al., 1993) kemungkinan berasal dari rekombinasi
H1N1 dan H3N2. Peristiwa semacam ini juga dilaporkan di Italy, Jepang, Hongaria,
Cekoslowakia dan Perancis.
BEVERIDGE (1977) melaporkan bahwa pada tahun 1935, WILSON
SMITH menemukan virus influensa yang dapat ditumbuhkan dengan cara
menginokulasikannya pada telor ayam berembrio umur 10 hari. Setelah diuji dalam 2
hari, cairan alantoisnya mengandung virus sebanyak 10.000 juta (1010) partikel
karena virus tersebut dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah, maka dari
kejadian tersebut dikembangkan uji HA dan HI. Teknik ini kemudian digunakan
sebagai cara yang termudah untuk digunakan di laboratorium. Setelah penemuan
tersebut banyak para peneliti tertarik untuk mempelajari virus influensa. Oleh sebab
itu, sekarang banyak ilmu pengetahuan mengenai virus influenza telah diungkapkan
dibandingkan dengan virus lainnya yang menyerang manusia. Virus influensa selain
dapat ditumbuhkan dalam telur berembrio juga dapat ditumbuhkan pada sejumlah

6
biakan jaringan (sel lestari) seperti chicken embryo fibroblast (CEF), canine kidney
(CK), Madin-Darby canine kidney (MDCK), (FENNER et al., 1986).
Virus influensa tidak dapat tahan lebih dari 2 minggu di luar sel hidup kecuali
pada kondisi dingin. Virus sangat sensitif terhadap panas, detergen, kekeringan dan
desinfektan. Sangat sensitif terhadap pengenceran tinggi desinfektan mutakhir yang
mengandung oxidising agents dan surfactants seperti Virkon (Antec).
2.1.4 Cara Penularan Flu Babi
Cara penularan flu babi ini hampir sama dengan penularan flu biasa, yaitu:
1. Antarmanusia yang terinfeksi virus flu babi. Penderita akan menyebarkan
virus flu babi sehari sebelum gejala flu muncul hingga tujuh hari setelah
merasakan sakit.
2. Melalui udara. Misalnya, melalui bersin dan batuk. Penderita flu babi yang
menderita batuk atau bersin sebaiknya menggunakan masker hidung dan
mulut agar tak menular kepada orang lain. Virus babi terbawa angina dan
terhirup oleh manusia.
Kontak tangan dengan penderita yang terinfeksi flu babi, lalu tanpa kita sadari
tangan kita menyentuh mata, hidung, dan mulut.

Penularan flu babi dari manusia ke manusia diperkirakan menular melalui flu
musiman, terutama melalui batuk, bersin, dan sentuhan pada hidung dan mulut
(setelah kontak dengan benda yang tercemar virus). Flu babi pda manusia paling
berpeluang menular pada 5-10 hari pertama setelah terinfeksi, terutama pada anakanak dan pada saat kondisi tubuh lemah. Kematian umumnya terjadi apabila ada

7
infeksi sekunder pada paru-paru (radang / pneumonia). Flu babi belum terbukti
menular malalui konsumsi daging babi atau produk babi. Untuk pencegahan daging
yang diolah harus dimasak pada suhu 70 C.
Penularan flu babi (H1N1) pada binatang ini terjadi secara cepat dengan
resiko kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi babi satu
peternakan, bahkan dapat menyebar ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan
pada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik berasal dari
tinja atau unggas yang terserang flu babi.
Manusia terinfeksi virus H1N1 dari babi melalui kontak langsung atau via
benda-benda yang terkontaminasi. Flu babi menular dari manusia ke manusia, lalu
bercampur dengan virus flu manusia lewat udara (bersin, batuk).
Cara penularan utama virus-virus influenza, termasuk flu babi, adalah dari
manusia ke manusia melalui droplets, batuk dan bersin. Bila pasien influenza batuk
atau bersin, maka partikel virus influenza A (H1N1) menyebar melalui udara ke
mulut dan saluran nafas orang-orang yang berada didekatnya. Atau bila kita
menyentuh partikel tersebut, baik yang di udara maupun di tempat yang ada partikel
batuk bersin, kemudian menyentuh mulut atau hidung, sebelum cuci tangan
Tingkat keganasan flu babi atau swine flu sebenarnya lebih rendah dari flu
burung. Artinya, resiko kematian akibat flu burung mencapai 80 persen sedangkan
pada flu babi ‘hanya’ 15 persen. Namun, tingkat penyebaran flu babi begitu cepat,
tak sampai sepekan penyebaran flu babi sudah lintas negara dan benua.
2.1.5 Patologi
Pada hewan yang terserang influensa tanpa komplikasi, jarang sekali terjadi
kematian. Jika dilakukan pemeriksaan bedah bangkai lesi yang paling jelas terlihat
pada bagian atas dari saluran pernafasan. Lesi terlihat meliputi kongesti pada mukosa
farings, larings, trachea dan bronkhus, pada saluran udara terdapat cairan tidak
berwarna, berbusa, eksudat kental yang banyak sekali pada bronkhi diikuti dengan
kolapsnya bagian paru-paru (BLOOD dan RADOSTITS, 1989). Terlihat adanya lesi
paru dengan tanda merah keunguan pada bagian lobus apical dan lobus jantung, yang
juga bisa terjadi pada lobus lainnya. Lesi lama biasanya terdepresi, merah muda
keabu-abuan dan keras pada pemotongan. Pada sekitar atalektase paru-paru sering
terjadi emphysema dan hemorhagis ptekhi. Lesi paru tersebut sama dengan lesi pada
Enzootic pneumonia yang hanya bisa dibedakan dengan histopatologi (BLOOD dan

8
RADOSTITS, 1989). Pada pemeriksaan mikroskopik influensa babi, akan terdeteksi
adanya necrotizing bronchitis dan bronkhiolitis dengan eksudat yang dipenuhi
netrofil seluler. Terjadi penebalan septa alveolar dan perubahan epithel bronchial.
Bronchi dipenuhi dengan neutrophil yang kemudian dipenuhi sel mononukleal, pada
akhirnya terjadi pneumonia intersisial lalu terjadi hiperplasia pada epithel bronchial.
Pada beberapa kasus hanya terlihat kongesti. Adanya pembesaran dan edema pada
limfoglandula dibagian servik dan mediastinal. Pada limpa sering terlihat
pembesaran dan hiperemi yang hebat terlihat pada mukosa perut. Usus besar
mengalami kongesti, bercak dan adanya eksudat kathar yang ringan.
2.1.6 Gejala Flu Babi
Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena,
dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena
gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai
41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan
muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat
adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala
klinis.
Terjadi tingkat kematian tinggi pada anak-anak babi yang dilahirkan dari
induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah
dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti
dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari 1%.
Bergantung pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4%
(ANON., 1991).
Beberapa babi akan terlihat depresi dan terhambat pertumbuhannya. Anakanak babi yang lahir dari induk yang terinfeksi pada saat bunting, akan terkena
penyakit pada umur 2-5 hari setelah dilahirkan, sedangkan induk tetap
memperlihatkan gejala klinis yang parah. Pada beberapa kelompok babi terinfeksi
bisa bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi dengan sero konversi. Wabah
penyakit mungkin akan berhenti pada saat tertentu atau juga dapat berlanjut sampai
selama 7 bulan. Wabah penyakit yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada
beberapa hewan yang mempunyai manifestasi akut. Influensa juga akan
menyebabkan abortus pada umur 3 hari sampai 3 minggu kebuntingan apabila babi
terkena infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua. Derajat konsepsi sampai

9
dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun sampai 50% dan
jumlah anak yang dilahirkan pun menurun.
Masa inkubasi flu babi adalah sekitar 24 hingga 72 jam setelah pengidap
terpajan oleh virus. Penyakit ini memiliki gejala yang mirip dengan flu biasa
sehingga sulit dikenali. Beberapa indikasi yang biasanya muncul meliputi:
a. Demam.
b. Kelelahan.
c. Pegal-pegal.
d. Sakit kepala.
e. Hidung tersumbat atau beringus.
f. Mata yang merah dan berair.
g. Sakit tenggorokan.
h. Batuk.
Pengidap flu umumnya tidak membutuhkan penanganan oleh dokter. Tetapi
ada sebagian orang yang rentan mengidap komplikasi sehingga membutuhkan
pemeriksaan oleh dokter, yaitu jika seseorang mengidap flu dan:
a) Berusia di bawah dua tahun atau di atas 65 tahun.
b) Sedang hamil.
c) Mengidap penyakit kronis, seperti asma, gangguan jantung, serta diabetes.
d) Memiliki

sistem

kekebalan

tubuh

yang

lemah,

misalnya

karena

mengidap HIV.
e) Memiliki profesi sebagai pekerja medis, misalnya dokter dan perawat.
f) Mengalami obesitas.

2.1.7 Masa Inkubasi Flu Babi
Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari
(TAYLOR, 1989), tetapi bisa 2 7 hari dengan rata-rata 4 hari (BLOOD dan
RADOSTITS, 1989).
2.1.8 Diagnosis dan Klasifikasi
Diagnosis sementara terhadap penyakit influensa babi didasarkan pada gejala
klinis dan perubahan patologi. Diagnosis laboratorium dapat berdasarkan isolasi
virus pada alantois telur ayam berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada cairan

10
alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influensa babi adalah
cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau organ paru yang diperoleh dari
bedah bangkai (FENNER et al., 1987) dan tonsils (SANFORD et al., 1989).
Mendiagnosis influensa babi dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan
HAINES et al., (1993) dengan menggunakan antibody poliklonal kemudian
VINCENT et al., (1997) menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian
dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang
pewarnaan yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi. Pada kasus
penyakit influensa babi yang khronis, diagnosis dapat dilakukan secara serologi
dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada serum ganda (paired sera) yang
diambil dengan selang waktu 3-4 minggu.
Untuk memeriksa antibodi terhadap virus influenza dapat digunakan uji
haemagglutination inhibition (HI) (BLOOD dan RADOSTITS, 1989), Immunodifusi
single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4x lipatnya sudah dianggap adanya
infeksi. Pada uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2 (OLSEN et al.,
2002).
Pada suatu percobaan, strain H1N1 (A/Swine/England/195852/92) yang
diisolasi dari babi pada saat terjadi kasus wabah, dicoba disuntikkan pada babi SPF
umur 6 minggu, hasil menunjukkan bahwa diantara 1 dan 4 hari setelah inokulasi
terlihat adanya pireksia, batuk, bersin, anoreksia. Sero konversi dapat dideteksi 7 hari
setelah infeksi. Virus dapat diisolasi dari swab hidung dan jaringan sampai 4 hari
setelah infeksi tetapi tidak dari feses. Virus hanya dapat diisolasi dari serum yang
diambil pada hari pertama setelah infeksi. Perubahan patologi pneumonia intersisial
dapat dilihat sampai 21 hari setelah infeksi, lesi bronchi dan bronchus sampai 7 hari
setelah \infeksi dan limfoglandula mengalami hemoragik. Seperti juga yang ditulis
BROWN et al., (1993) bahwa sampel untuk isolasi virus dapat berasal dari swab
hidung/ tonsil, trachea dan paru-paru yang diambil 2-5 hari dari sejak munculnya
gejala klinis. Semua sampel disimpan dalam media transpor. Selain isolasi virus,
diagnosis juga dapat dilakukan dengan mendeteksi antigen dengan uji fluorescent
antibody technique (FAT) pada sampel paruparu, tetapi mempunyai kekurangan oleh
karena lesi akibat virus sangat menyebar sehingga lesi dapat mendapatkan hasil
sampel

yang

negatif

dan

sampel

harus

benar-benar

segar dengan sedikit perubahan otolisis serta FA slide tidak dapat disimpan lama,
warna akan pudar sehingga ditawarkan VINCENT et al., 1997, metode deteksi swine

11
influenza virus (SIV) pada jaringan yang difiksasi dengan metode imunohistokimia
yang menggunakan antibodi monoklonal.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit influensa A pada babi yang ringan akan dapat menjadi parah karena
penyakit lain seperti Pseudorabies (Aujeszky's disease), Haemophillus parasuis,
Mycoplasma hyopneumonia, Actinobacillus (H) pleuropneumonia atau Pasteurella
multocida.
Keganasan dari infeksi influensa A babi dapat meningkat pula bersamaan
dengan adanya infestasi cacing paru-paru, migrasi larva ascaris melalui paru-paru
dan serbuan bacteria sekunder. Pada beberapa kasus penyakit mirip influensa
(influenza-like illness), tidak dibarengi terisolasinya virus influensa babi ataupun
organisme lain, juga terlihat adanya gejala klinis yang sama. Hasil observasi
lapangan diperkiraka bahwa terdapat kemungkinan adanya hubungan virus influensa
babi (SIV) dengan porcine respiratory coronavirus (PRCV) pada letupan\penyakit
pernafasan. Pada observasi di tingkat laboratorium gambaran klinik akan terlihat
lebih parah apabila berbarengan dengan penyakit PRCV. Adanya suhu tubuh yang
lebih tinggi dari pada infeksi tunggal, juga akan terlihat bersin dan batuk pada infeksi
ganda PRCV dan babi yang terinfeksi H3N2 (LANZA et al., 1992). Sedangkan
gejala demam, dispnu, pernafasan perut, batuk yang terus menerus dilaporkan
merupakan kombinasi penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome
(PRRS) dan SIV (REETH et al., 1996).
2.1.9 Kelompok Berisiko Flu Babi
Adapun

orang

yang

mempunyai

resiko

besar

terserang

flu

babi (H1N1) adalah pekerja peternakan, penjual daging babi, dan pengonsumsi
daging babi.
Orang yang menderita flu babi A (H1N1) menurut para ahli akan tetap
menularkan penyakitnya sampai hari ketujuh. Jika sampai hari ketujuh ternyata
penyakitnya belum membaik maka dianggap orang tersebut masih dapat menularkan
penyakitnya sampai gejala flu benar benar hilang. Anak anak khususnya balita
memiliki potensi waktu penularan yang lebih panjang.
Periode penularan penyakit flu babi masih terggantung lagi pada jenis
atau straindari virus H1N1. Jika pasien di rawat di rumah maka dianjurkan untuk

12
tidak keluar rumah dahulu sampai penyakit yang diderita benar benar sembuh kecuali
yang bersangkutan segera ke dokter atau ke rumah sakit.
2.1.10 Pecegahan dan Penanganan Flu Babi
2.1.10.1 Pencegahan Flu Babi
Pencegahan penyakit influensa babi yang telah dicoba dengan perlakuan
vaksinasi dilaporkan oleh TAYLOR (1986). Dua dosis vaksin oil adjuvan
(SuvaxynFlu-3, Duphor) yang diaplikasikan dengan jarak pemberian 3 minggu. Cara
ini banyak digunakan di Eropa dengan tujuan untuk melindungi dari penyakit dengan
gejala dan penurunan produksi. Vaksin tersebut mengandung A/Swine Ned/25/80
yang dapat melindungi terhadap serangan virus Eropa H1N1 dan A/Port
Chalmers/1/73 yang akan melawan hampir seluruh virus strain H3N2. Sementara itu
vaksin A/Philippines/2/82 berguna untuk melindungi babi terhadap virus dari strain
Bangkok H3N2. Sedangkan Maxi VacTM FLU merupakan vaksin inaktif, oil
adjuvant H1N1 yang diaplikasikan pada babi umur 4-5 minggu, kemudian di vaksin
ulang setelah 2-3 minggu kemudian. Perlakuan dapat menekan gejala klinis batuk
dan anoreksia.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya, seperti:
1. Jaga kebersihan, misalnya dengan mencuci tangan dan kaki sepulang dari
bepergian, atau setiap kali akan makan.
2. Hindari memegang mata, hidung, dan mulut, bila tangan kotor.
3. Gunakan masker untuk menutup mulut dan hidung bila beberapa teman dekat
sakit flu.
4. Gunakan tisu bila bersin dan batuk. Buang tisu ke dalam keranjang sampah
yang tertutup sehingga virus yang terbawa tidak menyebar ke mana-mana.
5. Konsumsi makanan sehat (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral)
dalam jumlah seimbang.
6. Cukup istirahat.
7. Menerima vaksin influenza. Vaksin tersebut juga akan membantu tubuh untuk
membangun pertahanan terhadap virus H1N1 dan umumnya dianjurkan
setahun sekali.

13
Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang
terkontaminasi tinja atau kontak langsung dengan babi atau unggas yang terinfeksi
flu babi. Beberapa tindakan pencegahan sebagai berikut:
1. Setiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran
pencernaan babi harus menggunakan pelindung (masker, kaos tangan, kaca
mata renang, dll).
2. Bahan yang berasal dari saluran cerna babi seperti kotoran harus diletakkan
dengan baik (ditanam/dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi
3.
4.
5.
6.
7.

orang disekitarnya.
Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan.
Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan.
Menyemprotkan cairan desinfektan pada kandang dan area peternakan.
Melakukan kebersihan lingkungan.
Melakukan dan menjaga kebersihan diri.

Namun setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah
penyakit flu babi yang ditularkan dari orang ke orang ini. Badan Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit AS atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
memberikan beberapa tips.
a. Tutupi hidung dan mulut dengan tisu jika Anda batuk atau bersin.
Kemudian buang tisu itu ke kotak sampah.
b. Sering-seringlah mencuci tangan Anda dengan air bersih dan sabun,
terutama setelah Anda batuk atau bersin. Pembersih tangan berbasis
alkohol juga efektif digunakan.
c. Jangan menyentuh mulut, hidung atau mulut Anda dengan tangan.
d. Hindari kontak atau berdekatan dengan orang yang sakit flu. Sebab
influenza umumnya menyebar lewat orang ke orang melalui batuk atau
bersin penderita.
e. Jika Anda sakit flu, CDC menyarankan Anda untuk tidak masuk kerja
atau sekolah dan beristirahat di rumah.
2.1.10.2 Pengobatan Flu Babi
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit influensa. Hanya saja
pengobatan dengan antibiotika seperti dengan penisilin, sulfadimidin atau mungkin
antibiotik yang berspektrum luas dapat menghadang infeksi bakteri dalam mencegah
infeksi sekunder. Pengamanan yang sangat penting adalah tidak membuat stres
hewan, seperti dengan membuat bersih lingkungan yang bebas dari debu dan

14
menjaga hewan jangan sampai berdesakan, memperbaiki sistem kandang seperti alas
yang baik, memberikan air minum yang banyak dan bersih (BLOOD dan
RADOSTITS, 1989).
Usaha pengendalian dalam mengantisipasi datangnya penyakit, terutama
pada sekumpulan atau kelompok ternak sangat sulit, karena sekali penyakit datang,
sangat sedikit sekali yang dapat dikerjakan. Penyakit dengan sangat cepat menulari
babi yang lain. Hewan yang sembuh biasanya hanya dapat tahan atau kebal sampai 3
bulan (EASTERDAY, 1972). RWEYEMAMU, 1970 melaporkan bahwa vaksin
inaktif yang berasal dari unggas dengan menggunakan adjuvan sudah mulai
digunakan, namun oleh karena adanya perbedaan antigeni maka harus dipikirkan
kemungkinan penggunaan vaksin lain yang mengandung strain virus yang didapat
dari daerah terkena.
Terapi suportif dasar (misal, terapi cairan, analgesik, penekan batuk) perlu
diberikan. Pengobatan antivirus secara empiris perlu diperhatikan untuk kasus flu
babi, baik yang sudah pasti, masih dalam kemungkinan, ataupun kecurigaan terhadap
kasus ini. Pengobatan pasien rawat inap dan pasien dengan resiko tinggi untuk
komplikasi influenza perlu sebagai prioritas.
Penggunaan antivirus dalam 48 jam sejak onset gejala sangat penting dalam
hubungannya dengan efektivitas melawan virus influenza. Pada penelitian mengenai
flu musiman, bukti akan manfaat pengobatan lebih baik jika pengobatan dimulai
sebelum 48 jam sejak onset penyakit. Walau begitu, beberapa penelitian mengenai
pengobatan flu mengindikasikan banyak manfaat, termasuk mengurangi kematian
atau durasi rawat inap, bahkan pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 48
jam setelah onset penyakit. Lama pengobatan yang direkomendasikan adalah selama
5 hari.
Oseltamivir (Tamiflu) dan Zanamivir (Relenza) bekerja dengan menghambat
neuraminidase, suatu glikoprotein pada permukaan virus influenza yang merusak
reseptor

sel

terinfeksi

untuk

hemagglutinin

virus.

Dengan

menghambat

neuraminidase virus, pelepasan virus dari sel terinfeksi dan penyebaran virus akan
berkurang. Oseltamivir dan Zanamivir merupakan terapi yang efektif untuk
influenzavirus A atau B dan diminum dalam 48 jam sejak onset gejala.

15
2.2 Flu Burung
2.2.1 Defenisi Penyakit Flu Burung
Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular
disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini paling
umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik, Puyuh, dan
Angsa) juga berbagai jenis burung liar. Beberapa virus flu burung juga diketahui bisa
menyerang mamalia, termasuk manusia (Darel W. 2008 : 17).
Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baim burung, bebek,
ayam, serta beberapa binatang seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini juga
dapat pula mengena pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit pada binatang ini
telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya 1878. Pada tahun 1924-1925
wabah ini merebak di Amerika Serikat. (Tjandra. 2005 : 2).
Virus

influenza

merupakan

virus

RNA

termasuk

dalam

famili

Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen
yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai
yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan
(spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel
hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung
hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak
dibagian terluar dari virion (Horimoto T, Kawaoka Y. 2001 :129-149).
Menurut (soejoedono,et al., 2005) avian influenza (flu burung) adalah
penyakit menular yang dapat terjadi pada unggas dan mamalia yang disebabkan oleh
virus infl uenza tipe A. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang
ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang
sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi
selama 3–5 hari. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui
makanan, minuman, dan sentuhan. Perilaku hidup bersih dan sehat misalnya mencuci
tangan dengan antiseptic, kebersihan tubuh dan pakaian, dan memakai alat pelindung
diri (APD) waktu kontak langsung dengan unggas dapat mencegah penularan virus
AI.
2.2.2 Epidemiologi Flu Burung
Data epidemiologi yang berhubungan dengan penyakit flu burung sampai
bulan juni 2007 sebanyak 313 orang di seluruh dunia telah terjangkit virus AI dengan

16
191 diantaranya meninggal (CFR=61%). Kasus penyakit ini meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 tercatat 4 kasus kemudian berkembang menjadi 46 kasus
(2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006) dan pada tahun 2007 tertanggal 15 juni
sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 66%. Negara yang
terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di Asia (Thailand, Kamboja, Vietnam,
Cina dan Indoneisa) tetapi sekarang sudah menyebar ke Irak dan Turki.
Kasus AI di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di
Pekalongan Jawa Tengah pada bulan Agustus 2003. Sampai tahun 2006 penyakit ini
sudah menyerang unggas di 29 provinsi yang mencakup 291 kabupaten/kota.
Daerah-daerah yang memiliki populasi unggas yang padat dan diikuti populasi
penduduk yang padatlah yang akan mengalami banyak kasus pada manusia.
Di Indonesia sejak Juli 2005 sampai dengan pertengahan Juni 2007 tercatat
terdapat 100 kasus dengan 80 kematian (CFR=80%). Sebagian besar kasus berasal
dari Jawa dan Sumatra. Provinsi terbanyak yang terjangkit penyakit ini adalah Jawa
Barat, DKI Jakarta dan Banten. Penyakit ini sudah berjangkit di 11 provinsi dan 37
kabupaten/kota.
2.2.3 Penyebab Flu Burung
Penyebab flu burung adalah virus influenza dari famili Orthomyxoviridae
yang termasuk tipe A subtipe H 5, H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah menyebabkan
penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau
avian influenza hanya ditemukan pada binatang seperti burung, bebek dan ayam,
namun sejak 1997 sudah mulai dilaporkan “terbang” pula ke manusia. Subtipe virus
yang terakhir ditemukan yang ada di negara kita adalah jenis H5N1.
Gejala penyakit flu burung pada manusia adalah demam, anoreksia, pusing,
gangguan pernafasan (sesak), nyeri otot dan mungkin konjungtivitis yang terdapat
pada penderita dengan riwayat kontak dengan unggas yang terinfeksi semisal
peternak atau pedagagang unggas. Gejalanya tidak khas dan mirip gejala flu lainnya,
tetapi secara cepat gejala menjadi berat dan dapat menyebabkan kematian karena
terjadi peradangan pada paru (pneumonia).
Gejala pada unggas yang terinfeksi diantaranya jengger dan pial kebirubiruan, keluar darah dari hidung, feses kehijau-hijauan dan banyak mengandung air,
pada paha sering terdapat bercak-bercak darah, kematian unggas serentak terjadi
dalam hitungan hari selain itu, pada burung liar akan menjadi karier.

17
2.2.4 Cara Penularan Flu Burung
Meskipun reservoir alami virus AI adalah unggas liar yang sering bermigrasi
(bebek liar), tetapi hewan tersebut resisten terhadap penyakit ini. Menurut WHO,
kontak hewan tersebut dengan unggas ternak menyebabkan epidemik flu burung
dikalangan unggas. Penularan penyakit terjadi melalui udara dan ekskret (kotoran,
urin, dan ingus) unggas yang terinfeksi.
Virus AI dapat hidup selama 15 hari diluar jaringan hidup. Virus pada unggas
akan mati pada pemanasan 80ᵒC selama satu menit dan virus pada telur akan mati
pada suhu 64ᵒC selama lima menit. Virus akan mati dengan pemanasan sinar
matahari dan pemberian desinfektan.
Secara genetik virus influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit beradaptasi
untuk menginfeksi spesies sasarannya. Virus ini tidak memiliki sifat proof reading,
yaitu kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi dan memperbaiki
kesalahan pada saat replikasi. Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang
mengakibatkan terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses
tersebut virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas dari sebelumnya.
Karakteristik lain dari virus ini adalah kemampuannya bertukar, bercampur,
dan bergabung dengan virus influenza strain lain sehingga menyebabkan munculnya
strain baru yang bisa berbahaya bagi manusia. Mekanisme ini juga menyebabkan
kesulitan dalam membuat vaksin untuk program penanggulangan.
Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui beberapa cara:
1. Virus  unggas liar  unggas domestik  manusia.
2. Virus  unggas liar  unggas domestik  babi  manusia.
3. Virus  unggas liar  unggas domestik  (dan babi)  manusia 
manusia.
Sampai bulan Maret 2006, penularan dari manusia ke manusia lain (human to
human transmission) masih sangat jarang. Meskipun demikian, para ahli
mengkhawatirkan adanya kasus-kasus kalster keluarga karena merupakan indikator
penualaran antar manusia. Munculnya kasus-kasus klaster dalam skala kecil dan
simultan yang diikuti klaster-klaster skala besar merupakan tanda munculnya
pandemi.
2.2.5 Gejala Flu Burung
a.

Flu burung pada ternak

18
Gejala klinis flu burung pada unggas mirip dengan gejala newcastle disease,
atau di indonesia disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh
paramyxovirus.
Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai berikut:
1. Jengger, pial, dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu bewarna biru
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
b.

keunguan.
Pembengkakan di sekitar kepala dan muka.
Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata.
Perdarahan di bawah kulit (subkutan)
Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
Batuk, bersin, ngorok.
Diare.
Tingkat kematian tinggi.
Flu burung pada manusia
Orang yang terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu

biasa, tetapi kerena keganasan virusnya menyebabkan flu ini juga ganas. Virus
influenza biasanya menimbulkan penyakit yang ringan. Tetapi virus flu burung ini
sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian dalam satu minggu.
Orang yang terkena flu burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39C,
sakit tenggorokan, batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung.
Kondisi ini dapat diikuti dengan penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat
karena biasanya penderita tidak memiliki nafsu makan, diare dan muntah. Dalam
waktu singkat gejala gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya
peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik
pada pasien maka dapat menyebabkan kematian.
2.2.6 Masa Inkubasi Flu Burung
1. Pada Unggas
2. Pada Manusia

: 1 minggu
: 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari

sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari.
2.2.7 Diagnosis dan Klasifikasi
Dugaan HPAI didasarkan atas dasarnya kelompok ayam yang mengalami
gejala kematian mendadak dalam jumlah banyak yang secara klinis terlihat busung di
daerah muka, kepala bengkak, pial, balung sianotik, serta warna kemerah-merahan
pada dada dan kaki. Pada ayam petelur, produksi per jumlah ayam masih hidup

19
mungkin tidak terganggu. Kepastian diagnosis diproduksi dengan pengujian
serologic dan isolasi virus yang dilakukan dengan menggunakan Uji serum
Netralisasi (Serum Neutralization Test) atau polymerase Chain Reaction.
Diagnosis banding pada flu burung dapat dikacaukan dengan Infectious
Laryngotrachetis (ILT), Newcastle Disease (ND), atau fool Chalera (FC). Kombinasi
isolasi virus, uji serologic, dan deteksi anigen langsung sering dipakai untuk
menentukan status terhadap kelompok unggas terinfeksi, isolasi virus avian influenza
dapat dilakukan dengan inklasi langsung pada telur ayam berembrio umur 99-11 hari
menggunakan suspense dari paru, trachea, tinja dan organ dalam. Metodde
alternative untuk isolasi virus telah bias sigunakan terutama menggunakan kultur
jaringn . Virus Avin Influenza telah secara rut

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2