Mobile Learning Sejarah Lokal Kalimantan
Mobile Learning Sejarah Lokal Kalimantan Selatan
Oleh
Muhammad Azmi
[email protected]
Program Studi Magister Pendidikan Sejarah FKIP UNS
ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah merasuk ke dalam
setiap kehidupan manusia. Tak bisa dipungkiri, kehidupan manusia di era modern ini
tergantung kepada teknologi, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Evolusi wajah
pembelajaran di dunia, yang dulunya memberikan kuasa penuh kepada guru sebagai sumber
informasi berpindah kepada internet yang seakan menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Pembelajaran sejarah seringkali dianggap pembelajaran yang sulit dan membosankan. Materi
yang selalu berhubungan dengan masa lalu membuat siswa merasa jenuh, sehingga tidak
mengikuti pelajaran dengan serius. Ditambah lagi jam pelajaran yang berada di waktu
yangtidak tepat, sehingga membuat siswa tidak dapat fokus. Hal inilah yang membuat
pembelajaran sejarah tidak menarik perhatian siswa.
Pembelajaran sejarah di sekolah hanya mengakomodir materi sejarah yang bersifat
nasional. Dapat dikatakan sedikit sekali sejarah lokal yang dibicarakan dalam kurikulum
pembelajaran sekolah, terutama sejarah lokal Kalimantan Selatan. Tak bisa dipungkiri, setiap
daerah pastinya memiliki sejarahnya masing-masing. Oleh karena itu, terdapat kesenjangan
pembelajaran antara sejarah nasional dan sejarah lokal, akibatnya siswa hanya dapat
menyerap sejarah nasional, sehingga sangat sedikit sekali pengetahuan tentang sejarah lokal.
Berdasarkan urain di atas, tulisan akan dikemukakan ide tentang pengembangan media
pembelajaran yang menggabungkan antara sejarah lokal sebagai materinya dan teknologi
smartphone sebagai media pembelajaran sebagai sebuah solusi alternatf pembelajaran sejarah
lokal yang dapat digunakan oleh siswa untuk belajar dimana saja dan kapan saja.
Kata Kunci: pembelajaran sejarah, sejarah lokal, mobile learning
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern memberikan pengaruh
yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan terjebaknya kehidupan
masyarakat dunia dalam arus globalisasi yang tak dapat terbendung. Tidak dapat dipungkiri,
setiap sendi kehidupan manusia tidak bisa lepas dari pengaruh teknologi yang setiap hari kian
melesat perkembangannya, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Pembelajaran
konvensional yang memberikan kuasa penuh kepada guru sebagai sumber pengetahuan
tunggal beralih kepada buku yang dapat dibaca oleh semua orang. Kemudian, perkembangan
teknologi membawa masyarakat kepada penggunaan internet yang dapat menjadi sumber
belajar dimanapun dan kapanpun diperlukan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh e-Marketer, sebuah lembaga riset pasar
mengatakan bahwa netter di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 83, 7 juta orang yang
diproyeksikan akan mencapai 112 juta pada tahun 2017. Angka ini ternyata menjadikan
Indonesia menempati peringkat keenam dalam hal jumlan pengguna internet. Pada tahun
2017, pertumbuhan netter Indonesia diperkirakan akan mengalahkan Jepang yang memiliki
tingkat pertumbuhan netter yang lebih lamban. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan
negara berkembang yang tentunya akan memiliki peluang lebih besar dalam peningkatan
infrastruktur jaringan dibandingkan Jepang sebagai negara maju telah memiliki infrastruktur
memadai. (Yusuf, 2014)
Perkembangan pengguna perangkat smartphone di Indonesia berbanding lurus dengan
perkembangan pengguna internet. Menurut analis kawakan Horace H. Dediu melalui blognya
asymco.com, pengguna smartphone berbasis sistem operasi android di dunia pada tahun 2013
telah mencapai 1 miliar mengalahkan sistem operasi besutan Apple, iOS yang hanya
mencapai 700 juta pengguna. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna smartphone aktif
di Indonesia pada 2013 mencapai 47 juta atau sekitar 14% dari total pengguna ponsel pintar
di dunia. Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi keenam dalam tangga jumlah
populasi pengguna ponsel di dunia di bawah China, Amerika Serikat, India, Brazil dan
Jepang (Heriyanto, 2014)
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah online TechinAsia dan perusahaan
riset pemasaran Markplus Insight, Indonesia merupakan pasar teknologi paling menjanjikan
di Asia. Survei tersebut mengungkapkan bahwa pada tahun 2013 netizen di Indonesia
mencapai 31,7 juta orang dari 74,6 juta pengguna internet atau 42,49 persen dari total
pengguna. Angka tersebut telah meningkat sebesar 3 persen dari tahun sebelumnya yang
hanya 24,2 juta pengguna. Dari segi informasi yang paling sering dicari di internet,
masyarakat internet Indonesia kebanyakan mencari berita sebanyak 54,2 persen, hiburan
sebanyak 16,3 persen, film sebanyak 10,2 persen, olahraga sebanyak 8,7 persen, dan musik
sebanyak 8,5 persen. Adapun sisanya antara lain berita politik sebanyak 7,4 persen, sinetron
sebanyak 6 persen, berita selebriti sebanyak 5,5 persen, gosip sebanyak 5,2 persen, dan
konten pendidikan sebanyak 5 persen (Lukman, 2013)
Pada tahun 2014, UNICEF sebagai bagian dari proyek multi-negara pada program
Digital Citizenship Safety bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
melakukan penelitian tentang “Penggunaan Internet di kalangan anak-anak dan Remaja di
Indonesia”. Hasilnya menyimpulkan bahwa sebagian besar anak-anak dan remaja di
Indonesia sekarang sudah mengakses internet secara teratur untuk mencari informasi untuk
studi mereka, untuk bertemu dengan teman-teman dan untuk menghibur diri mereka sendiri.
Studi ini meliputi kelompok usia 10 sampai 19 tahun, populasi besar dari 43,5 juta anak-anak
dan remaja. Sebagian besar informan (80 %) menggunakan internet untuk mencari data dan
informasi, khususnya untuk tugas-tugas sekolah, atau untuk bertemu teman online (70 %)
melalui platform media sosial. Kelompok besar lain mengklik melalui musik (65 %) atau
video (39 %) situs (Razak, 2014)
Trend penggunaan ponsel dalam pembelajaran mulai muncul pada awal abad ke-21
yang ditandai dengan penggunaan SMS (Short Message Services). Pada awalnya, SMS
digunakan sebagai komunikasi antar siswa dan guru dalam memberikan informasi tentang
materi pelajaran pada pertemuan selanjutnya. Kemudian, pada tahap selanjutnya kemunculan
jaringan internet (network) membuka jalan baru dalam pembelajaran. Internet digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan data dari hasil belajar siswa. Penggunaan
internet ini hanya terbatas di kalangan pengguna jaringan kabel LAN (Local Area Network)
saja. Pada tahapan selanjutnya, berkembangnya teknologi ponsel membawa babak baru
dalam kancah pembelajaran. Kemunculan ponsel pintar (smartphone) membuka cakrawala
para pengguna dan pengembang aplikasi bahwa belajar tidak hanya dapat dilakukan melalui
buku atau dalam pertemuan tatap muka. Belajar juga dapat dilakukan melalui aplikasi
pembelajaran yang memuat berbagai konten atau materi pelajaran yang diajarkan di kelas.
Hal ini tentunya menjadi hal yang sangat baik dalam upaya mendukung proses pembelajaran
di kelas. Pembelajaran yang menggunakan ponsel sebagai alat untuk mendukung proses
pembelajaran kemudian lebih dikenal dengan mobile learning.
Mobile learning secara harfiah terdiri dari dua kata, yaitu mobile yang berarti
bergerak dan learning yang berarti belajar. Dalam konteks pendidikan, mobile learning
didefiniskan sebagai pembelajaran mobile, dalam artian pembelajaran tersebut dapat leluasa
begerak tanpa terikat dengan tempat dan waktu. Menurut H. Crompton mobile learning
adalah “learning across multiple contexts, through social and content interactions, using
personal electronic devices” (Wikipedia, 2015). Secara sederhana, dapat didefinisikan bahwa
mobile learning adalah pembelajaran yang menggunakan berbagai konteks pembelajaran,
baik sosial maupun interaksi materi menggunakan peralatan elektronik pribadi. Dalam hal ini,
perangkat elektronik tersebut adalah perangkat selular seperti handphone dan smartphone.
Mobile learning dalam proses pembelajaran secara sederhana dapat diartikan dengan
penggunaan perangkat mobile dalam proses pembelajaran. Perangkat ini seringkali
dihubungkan dengan penggunaan handphone melalui Short Message Sevice (SMS) dan
smartphone yang menggunakan jaringan internet. Mobile learning dapat didefinisikan sebuah
tipe e-learning (electronic learning) yang menyampaikan konten pembelajaran dan material
pendukung melalui perangkat komunikasi (Brown, 2005). Senada dengan itu, Traxler (dalam
Hanafi dan Samsudin, 2012) menggambarkan bahwa mobile learning sebagai pengaturan
hubungan dan interaksi menggunakan perangkat komunikasi di kelas, baik pada saat
pembelajaran kolaboratif maupun sebagai panduan pembelajaran. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa mobile learning adalah suatu tipe pembelajaran yang menggunakan
perangkat komunikasi sebagai wahana pembelajaran, baik digunakan sebagai media maupun
sebagai alat untuk memandu proses pembelajaran.
Survey yang dilakukan oleh CourseSmart sebuah penyedia jasa layanan eTextbooks
dan materi latihan digital menemukan bahwa mahasiswa tidak dapat bertahan lama tanpa
melakukan pengecekan terhadap perangkat digital yang mereka miliki, baik smartphone,
laptop atau yang lainnya. Apalagi jika berhubungan dengan pengecekan email, facebook,
twitter dan media sosial lainnya. Pengecekan tersebut tentunya menggunakan jaringan
internet yang terhubung dengan perangkat elektronik mereka, terutama smartphone
(CourseSmart, 2011)
Menurut studi yang dilakukan oleh Fuxin Andrew Yu dari Universitas Arkansas,
menyimpulkan bahwa terdapat perubahan perilaku remaja saat smartphone masuk ke dalam
kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam kegiatan akademis. Di perguruan tinggi, mahasiswa
seakan kecanduan dalam penggunaan teknologi smartphone. Dari segi fungsionalitas dan
aksessibilat, smartphone memang lebih unggul daripada laptop. Hal inilah yang membuat
mahasiswa tidak bisa lepas dari smartphone yang mereke miliki. Apalagi jika terhubung
dengan internet, maka frekuensi penggunaan smartphone akan semakin meningkat. Kegiatan
yang seringkali dilakukan adalah pengecekan text message (SMS), email dan media sosial
(Yu, 2012)
Menurut Leo Agung dan Sri Wahyuni (2013: 3), pembelajaran sejarah adalah proses
kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada.
Potensi yang ada tersebut dibagi menjadi dua sumber, yaitu potensi yang bersumber dalam
diri sendiri (internal) dan potensi yang berada di luar diri sendiri (eksternal). Adapun potensi
yang berasal dalam diri sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki
individu, sedangkan potensi yang berada di luar diri sendiri seperti lingkungan, sarana, dan
sumber belajar yang diupayakan dalam rangka mencapai tujuan belajar tertentu.
Menurut Herry Porda Nugroho Putro (2009:18), pembelajaran sejarah memiliki
berperan mengaktualisasikan dua unsur, yaitu pembelajaran dan pendidikan. Unsur
pembelajaran yang diaktualisasikan adalah unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual,
sedangkan unsur pendidikan yang diaktualisasikan adalah pembelajaran dan pendidikan
moral bangsa yang demokratis dan bertanggung jawab kepada masa depan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian studi pendahuluan, yaitu tahapan analisis kebutuhan
dari penelitian pengembangan aplikasi mobile learning sejarah lokal Kalimantan Selatan
berbasis Andorid dan iOS yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Data
penelitian ini diperoleh melalui wawancara, survey dan analisis dokumen. Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari informan, yaitu dosen pengampu mata kuliah, mahasiswa dan
pengelola program studi. Tulisan ini akan membahas tentang: (1) pembelajaran sejarah lokal,
(2) kepemilikan dan tujuan penggunaan smartphone, dan (3) peluang pengembangan aplikasi
mobile learning dengan materi sejarah lokal Kalimantan Selatan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan studi dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran mata kuliah sejarah
lokal diketahui bahwa materi sejarah lokal Kalimantan Selatan dibagi menjadi enam periode,
yaitu (1) masa prasejarah, (2) masa kuno (Hindu), (3) masa klasik (Islam), (4) masa perintis
kemerdekaan (1901-1942), (5) masa pendudukan Jepang (1942-1945), dan (6) masa perang
kemerdekaan atau revolusi fisik (1945-1949). Berdasarkan hasil wawancara dengan
mahasiswa didapatkan informasi bahwa pembelajaran sejarah lokal mendapatkan hambatan
terutama pada keterbatasan sumber belajar. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah lokal
sangat tergantung pada dosen yang menjadi sumber utama dalam pembelajaran di kelas.
Selain itu, menurut mahasiswa keterbatasan sumber belajar dan waktu belajar yang tidak
memadai, serta dengan kondisi psikologis sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran
sejarah lokal di kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah, diketahui bahwa
hambatan yang sangat besar dalam mempelajari mata kuliah sejarah lokal Kalimantan Selatan
adalah ketersediaan sumber belajar yang sangat terbatas. Dalam hal ini, sumber belajar yang
membicarakan tentang sejarah lokal adalah hikayat, arsip atau berupa hasil penelitian yang
semuanya mempunyai keterbatasan dalam aksesnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pengelola program studi, diketahui bahwa pihak pengelola telah melakukan berbagai cara
agar sumber belajar sejarah lokal dapat diakses oleh mahasiswa. Salah satu cara yang pernah
dilakukan adalah dengan melakukan kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat dan Depo
Arsip Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru. Kunjungan ini bertujuan untuk
memperkenalkan kepada mahasiswa tentang sejarah lokal Kalimantan Selatan secara
langsung.
Berdasarkan hasil survei tentang kepemilikan terhadap 35 orang yang merupakan
mahasiswa, diperoleh data bahwa 31 orang (89%) informan telah memiliki smartphone
pribadi dan 4 orang (11%) tidak memiliki smartphone. Adapun operating system (OS) dari
smartphone yang mereka miliki terdiri dari tiga bentuk yang berbeda, yaitu 26 orang (81%)
menggunakan Android yang dikembangkan oleh Google, sebanyak 4 orang (13%)
menggunakan iOS yang dikembangkan oleh Apple dan 2 orang (6%) mengggunakan
Windows Phone yang dikembangkan oleh Microsoft.
Survei tentang penggunaan smartphone secara umum, sebanyak 31 orang informan
yang memiliki smartphone menyatakan bahwa mereka selalu dapat terhubung dengan
internet. Adapun akses internet tersebut diperoleh dari melalui jaringan data smartphone
sebanyak 28 orang (90%) dan melalui jaringan wireless private di rumah sebanyak 3 orang
(10%). Adapun dari segi tujuan penggunaan smartphone yang terhubung dengan internet,
sebanyak 29% informan menjawab untuk mengakses media sosial, seperti facebook dan
twitter dan sebanyak 24% menjawab untuk menggunakan browser, seperti membaca berita
atau mencari bahan perkuliahan. Adapun sisanya, sebanyak 17% bertujuan untuk mengakses
Youtube dan konten pembelajaran di internet dan terakhir sebanyak 13% menyatakan bahwa
mereka mengggunakan internet untuk mengakses permainan online.
Berdasarkan hasil temuan tentang pembelajaran sejarah lokal, maka dapat dikatakan
bahwa sejarah lokal menjadi hal yang sangat asing bagi mahasiswa. Dengan kata lain,
pengetahuan mereka tentang sejarah lokal sangatlah terbatas. Hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan dalam mengakses sumber belajar, baik berupa arsip, hikayat dan hasil penelitian.
Tak dapat dipungkiri, beberapa tulisan sejarawan juga dapat dijadikan sebagai bahan ajar,
terutama tulisan-tulisan yang telah dibukukan, sebut saja Sejarah Banjar yang diterbtkan oleh
Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan dan Hikayat Banjar yang merupakan hasil penelitian
dari Johannes Jacobus Rass.
Berdasarkan hasil survei tentang kepemilikan smartphone di kalangan mahasiswa,
maka dapat dikatakan bahwa pernagkat yang mereka miliki dapat dijadikan sudah memenuhi
syarat utama dalam pengembangan aplikasi mobile learning. Selain itu, tersedianya jaringan
internet, baik melalui jaringan data maupun wireless juga menjadi nilai lebih. Hal ini
memungkinkan bagi pengembang untuk membuat sebuah aplikasi mobile learning yang
bersifat
online.
Namun,
hal
tersebut
juga
tidak
menutup
kemungkinan
untuk
mengembangkannya dalam bentuk offline mengingat keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh kampus dan mahasiswa di rumah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan aplikasi mobile learning dengan
menggunakan materi sejarah lokal Kalimantan Selatan sangat dibutuhkan. Hal ini didasarkan
pada keterbatasan akses terhadap sumber belajar. Dengan kata lain, aplikasi ini dapat
mendekatkan pengguna dengan sumber belajar yang sangat terbatas aksesnya. Selain itu,
aplikasi ini juga dapat mengatasi terbatasnya waktu belajar yang mnejadi hambatan dalam
pembelajaran sejarah lokal. Dengan kata lain, pengembangan aplikasi ini dapat dijadikan
solusi dalam upaya mempelajari sejarah lokal Kalimantan Selatan dimana saja dan kapan
saja.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan aplikasi mobile
learning merupakan sebuah kebutuhan dalam pembelajaran sejarah lokal. Materi sejarah lokal
Kalimantan Selatan yang cukup banyak menjadi hambatan pada saat waktu yang tersedia
sangat terbatas. Lebih lagi, keterbatasan akses terhadap sumber belajar berupa arsip, hikayat,
atau hasil penelitian membuat pembelajaran sejarah lokal menjadi sangat sulit. Dengan
demikian, pengembangan aplikasi mobile learning dengan menggunakan materi sejarah lokal
Kalimantan Selatan merupakan sebuah solusi dalam mengatasi hambatan yang terjadi selama
proses pembelajaran sejarah lokal. Dengan kata lain, perlu dilakukan sebuah inovasi dalam
pembelajaran sejarah lokal yang salah satunya adalah dengan mengembangkan aplikasi
mobile learning sejarah lokal Kalimantan Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Leo & Sri Wahyuni. 2013. Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta:
Penerbit Ombak
CourseSmart. 2011. Digital dependence of toda'ys college students revealed in new study
from coursesmart™. Diakses dari http://www.reuters.com/article/2011/06/01/
idUS141122 01 -Jun2011 PRN20110601 pada 5 Juni 2015.
Heriyanto, Trisno. 03 Februari 2014. Indonesia Masuk 5 Besar Negara Pengguna
Smartphone. Diakses dari http://inet.detik.com/read/2014/02/03/171002/2485920/317/
indonesia-masuk-5-besar-negara-pengguna-smartphone pada 28 April 2015.
Lukman, Enricko. 31 Oktober 2013. Laporan: Inilah yang Dilakukan 74,6 juta Pengguna
Internet Indonesia Ketika Online. Diakses dari http://id.techinasia.com/tingkah-lakupengguna-internet-indonesia/ pada 28 april 2015.
Porda, Herry, N. P. 2009. Pembelajaran Sejarah. Banjarmasin: C.V Batur Raya.
Razak. 18 Februari 2014. Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia Sudah Online, Namun
Masih Banyak yang Tidak Menyadari Potensi Resikonya . Diakses dari
http://www.unicef. org/indonesia/id/media_22169.html pada 12 November 2015.
Yu, Fuxin Andrew. 2012. Mobile/Smart Phone Use in Higher Education. Arkansas:
University of Central Arkansas.
Yusuf, Oik. 24 November 2014. Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. Diakses
dari
http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/pengguna.internet.indonesia.nomo
r.enam.dunia pada 28 April 2015.
Oleh
Muhammad Azmi
[email protected]
Program Studi Magister Pendidikan Sejarah FKIP UNS
ABSTRAK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah merasuk ke dalam
setiap kehidupan manusia. Tak bisa dipungkiri, kehidupan manusia di era modern ini
tergantung kepada teknologi, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Evolusi wajah
pembelajaran di dunia, yang dulunya memberikan kuasa penuh kepada guru sebagai sumber
informasi berpindah kepada internet yang seakan menjadi sumber ilmu pengetahuan.
Pembelajaran sejarah seringkali dianggap pembelajaran yang sulit dan membosankan. Materi
yang selalu berhubungan dengan masa lalu membuat siswa merasa jenuh, sehingga tidak
mengikuti pelajaran dengan serius. Ditambah lagi jam pelajaran yang berada di waktu
yangtidak tepat, sehingga membuat siswa tidak dapat fokus. Hal inilah yang membuat
pembelajaran sejarah tidak menarik perhatian siswa.
Pembelajaran sejarah di sekolah hanya mengakomodir materi sejarah yang bersifat
nasional. Dapat dikatakan sedikit sekali sejarah lokal yang dibicarakan dalam kurikulum
pembelajaran sekolah, terutama sejarah lokal Kalimantan Selatan. Tak bisa dipungkiri, setiap
daerah pastinya memiliki sejarahnya masing-masing. Oleh karena itu, terdapat kesenjangan
pembelajaran antara sejarah nasional dan sejarah lokal, akibatnya siswa hanya dapat
menyerap sejarah nasional, sehingga sangat sedikit sekali pengetahuan tentang sejarah lokal.
Berdasarkan urain di atas, tulisan akan dikemukakan ide tentang pengembangan media
pembelajaran yang menggabungkan antara sejarah lokal sebagai materinya dan teknologi
smartphone sebagai media pembelajaran sebagai sebuah solusi alternatf pembelajaran sejarah
lokal yang dapat digunakan oleh siswa untuk belajar dimana saja dan kapan saja.
Kata Kunci: pembelajaran sejarah, sejarah lokal, mobile learning
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era modern memberikan pengaruh
yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan terjebaknya kehidupan
masyarakat dunia dalam arus globalisasi yang tak dapat terbendung. Tidak dapat dipungkiri,
setiap sendi kehidupan manusia tidak bisa lepas dari pengaruh teknologi yang setiap hari kian
melesat perkembangannya, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Pembelajaran
konvensional yang memberikan kuasa penuh kepada guru sebagai sumber pengetahuan
tunggal beralih kepada buku yang dapat dibaca oleh semua orang. Kemudian, perkembangan
teknologi membawa masyarakat kepada penggunaan internet yang dapat menjadi sumber
belajar dimanapun dan kapanpun diperlukan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh e-Marketer, sebuah lembaga riset pasar
mengatakan bahwa netter di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 83, 7 juta orang yang
diproyeksikan akan mencapai 112 juta pada tahun 2017. Angka ini ternyata menjadikan
Indonesia menempati peringkat keenam dalam hal jumlan pengguna internet. Pada tahun
2017, pertumbuhan netter Indonesia diperkirakan akan mengalahkan Jepang yang memiliki
tingkat pertumbuhan netter yang lebih lamban. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan
negara berkembang yang tentunya akan memiliki peluang lebih besar dalam peningkatan
infrastruktur jaringan dibandingkan Jepang sebagai negara maju telah memiliki infrastruktur
memadai. (Yusuf, 2014)
Perkembangan pengguna perangkat smartphone di Indonesia berbanding lurus dengan
perkembangan pengguna internet. Menurut analis kawakan Horace H. Dediu melalui blognya
asymco.com, pengguna smartphone berbasis sistem operasi android di dunia pada tahun 2013
telah mencapai 1 miliar mengalahkan sistem operasi besutan Apple, iOS yang hanya
mencapai 700 juta pengguna. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna smartphone aktif
di Indonesia pada 2013 mencapai 47 juta atau sekitar 14% dari total pengguna ponsel pintar
di dunia. Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi keenam dalam tangga jumlah
populasi pengguna ponsel di dunia di bawah China, Amerika Serikat, India, Brazil dan
Jepang (Heriyanto, 2014)
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah online TechinAsia dan perusahaan
riset pemasaran Markplus Insight, Indonesia merupakan pasar teknologi paling menjanjikan
di Asia. Survei tersebut mengungkapkan bahwa pada tahun 2013 netizen di Indonesia
mencapai 31,7 juta orang dari 74,6 juta pengguna internet atau 42,49 persen dari total
pengguna. Angka tersebut telah meningkat sebesar 3 persen dari tahun sebelumnya yang
hanya 24,2 juta pengguna. Dari segi informasi yang paling sering dicari di internet,
masyarakat internet Indonesia kebanyakan mencari berita sebanyak 54,2 persen, hiburan
sebanyak 16,3 persen, film sebanyak 10,2 persen, olahraga sebanyak 8,7 persen, dan musik
sebanyak 8,5 persen. Adapun sisanya antara lain berita politik sebanyak 7,4 persen, sinetron
sebanyak 6 persen, berita selebriti sebanyak 5,5 persen, gosip sebanyak 5,2 persen, dan
konten pendidikan sebanyak 5 persen (Lukman, 2013)
Pada tahun 2014, UNICEF sebagai bagian dari proyek multi-negara pada program
Digital Citizenship Safety bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
melakukan penelitian tentang “Penggunaan Internet di kalangan anak-anak dan Remaja di
Indonesia”. Hasilnya menyimpulkan bahwa sebagian besar anak-anak dan remaja di
Indonesia sekarang sudah mengakses internet secara teratur untuk mencari informasi untuk
studi mereka, untuk bertemu dengan teman-teman dan untuk menghibur diri mereka sendiri.
Studi ini meliputi kelompok usia 10 sampai 19 tahun, populasi besar dari 43,5 juta anak-anak
dan remaja. Sebagian besar informan (80 %) menggunakan internet untuk mencari data dan
informasi, khususnya untuk tugas-tugas sekolah, atau untuk bertemu teman online (70 %)
melalui platform media sosial. Kelompok besar lain mengklik melalui musik (65 %) atau
video (39 %) situs (Razak, 2014)
Trend penggunaan ponsel dalam pembelajaran mulai muncul pada awal abad ke-21
yang ditandai dengan penggunaan SMS (Short Message Services). Pada awalnya, SMS
digunakan sebagai komunikasi antar siswa dan guru dalam memberikan informasi tentang
materi pelajaran pada pertemuan selanjutnya. Kemudian, pada tahap selanjutnya kemunculan
jaringan internet (network) membuka jalan baru dalam pembelajaran. Internet digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan data dari hasil belajar siswa. Penggunaan
internet ini hanya terbatas di kalangan pengguna jaringan kabel LAN (Local Area Network)
saja. Pada tahapan selanjutnya, berkembangnya teknologi ponsel membawa babak baru
dalam kancah pembelajaran. Kemunculan ponsel pintar (smartphone) membuka cakrawala
para pengguna dan pengembang aplikasi bahwa belajar tidak hanya dapat dilakukan melalui
buku atau dalam pertemuan tatap muka. Belajar juga dapat dilakukan melalui aplikasi
pembelajaran yang memuat berbagai konten atau materi pelajaran yang diajarkan di kelas.
Hal ini tentunya menjadi hal yang sangat baik dalam upaya mendukung proses pembelajaran
di kelas. Pembelajaran yang menggunakan ponsel sebagai alat untuk mendukung proses
pembelajaran kemudian lebih dikenal dengan mobile learning.
Mobile learning secara harfiah terdiri dari dua kata, yaitu mobile yang berarti
bergerak dan learning yang berarti belajar. Dalam konteks pendidikan, mobile learning
didefiniskan sebagai pembelajaran mobile, dalam artian pembelajaran tersebut dapat leluasa
begerak tanpa terikat dengan tempat dan waktu. Menurut H. Crompton mobile learning
adalah “learning across multiple contexts, through social and content interactions, using
personal electronic devices” (Wikipedia, 2015). Secara sederhana, dapat didefinisikan bahwa
mobile learning adalah pembelajaran yang menggunakan berbagai konteks pembelajaran,
baik sosial maupun interaksi materi menggunakan peralatan elektronik pribadi. Dalam hal ini,
perangkat elektronik tersebut adalah perangkat selular seperti handphone dan smartphone.
Mobile learning dalam proses pembelajaran secara sederhana dapat diartikan dengan
penggunaan perangkat mobile dalam proses pembelajaran. Perangkat ini seringkali
dihubungkan dengan penggunaan handphone melalui Short Message Sevice (SMS) dan
smartphone yang menggunakan jaringan internet. Mobile learning dapat didefinisikan sebuah
tipe e-learning (electronic learning) yang menyampaikan konten pembelajaran dan material
pendukung melalui perangkat komunikasi (Brown, 2005). Senada dengan itu, Traxler (dalam
Hanafi dan Samsudin, 2012) menggambarkan bahwa mobile learning sebagai pengaturan
hubungan dan interaksi menggunakan perangkat komunikasi di kelas, baik pada saat
pembelajaran kolaboratif maupun sebagai panduan pembelajaran. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa mobile learning adalah suatu tipe pembelajaran yang menggunakan
perangkat komunikasi sebagai wahana pembelajaran, baik digunakan sebagai media maupun
sebagai alat untuk memandu proses pembelajaran.
Survey yang dilakukan oleh CourseSmart sebuah penyedia jasa layanan eTextbooks
dan materi latihan digital menemukan bahwa mahasiswa tidak dapat bertahan lama tanpa
melakukan pengecekan terhadap perangkat digital yang mereka miliki, baik smartphone,
laptop atau yang lainnya. Apalagi jika berhubungan dengan pengecekan email, facebook,
twitter dan media sosial lainnya. Pengecekan tersebut tentunya menggunakan jaringan
internet yang terhubung dengan perangkat elektronik mereka, terutama smartphone
(CourseSmart, 2011)
Menurut studi yang dilakukan oleh Fuxin Andrew Yu dari Universitas Arkansas,
menyimpulkan bahwa terdapat perubahan perilaku remaja saat smartphone masuk ke dalam
kehidupan remaja, tidak terkecuali dalam kegiatan akademis. Di perguruan tinggi, mahasiswa
seakan kecanduan dalam penggunaan teknologi smartphone. Dari segi fungsionalitas dan
aksessibilat, smartphone memang lebih unggul daripada laptop. Hal inilah yang membuat
mahasiswa tidak bisa lepas dari smartphone yang mereke miliki. Apalagi jika terhubung
dengan internet, maka frekuensi penggunaan smartphone akan semakin meningkat. Kegiatan
yang seringkali dilakukan adalah pengecekan text message (SMS), email dan media sosial
(Yu, 2012)
Menurut Leo Agung dan Sri Wahyuni (2013: 3), pembelajaran sejarah adalah proses
kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada.
Potensi yang ada tersebut dibagi menjadi dua sumber, yaitu potensi yang bersumber dalam
diri sendiri (internal) dan potensi yang berada di luar diri sendiri (eksternal). Adapun potensi
yang berasal dalam diri sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki
individu, sedangkan potensi yang berada di luar diri sendiri seperti lingkungan, sarana, dan
sumber belajar yang diupayakan dalam rangka mencapai tujuan belajar tertentu.
Menurut Herry Porda Nugroho Putro (2009:18), pembelajaran sejarah memiliki
berperan mengaktualisasikan dua unsur, yaitu pembelajaran dan pendidikan. Unsur
pembelajaran yang diaktualisasikan adalah unsur pembelajaran dan pendidikan intelektual,
sedangkan unsur pendidikan yang diaktualisasikan adalah pembelajaran dan pendidikan
moral bangsa yang demokratis dan bertanggung jawab kepada masa depan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian studi pendahuluan, yaitu tahapan analisis kebutuhan
dari penelitian pengembangan aplikasi mobile learning sejarah lokal Kalimantan Selatan
berbasis Andorid dan iOS yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Data
penelitian ini diperoleh melalui wawancara, survey dan analisis dokumen. Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari informan, yaitu dosen pengampu mata kuliah, mahasiswa dan
pengelola program studi. Tulisan ini akan membahas tentang: (1) pembelajaran sejarah lokal,
(2) kepemilikan dan tujuan penggunaan smartphone, dan (3) peluang pengembangan aplikasi
mobile learning dengan materi sejarah lokal Kalimantan Selatan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan studi dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran mata kuliah sejarah
lokal diketahui bahwa materi sejarah lokal Kalimantan Selatan dibagi menjadi enam periode,
yaitu (1) masa prasejarah, (2) masa kuno (Hindu), (3) masa klasik (Islam), (4) masa perintis
kemerdekaan (1901-1942), (5) masa pendudukan Jepang (1942-1945), dan (6) masa perang
kemerdekaan atau revolusi fisik (1945-1949). Berdasarkan hasil wawancara dengan
mahasiswa didapatkan informasi bahwa pembelajaran sejarah lokal mendapatkan hambatan
terutama pada keterbatasan sumber belajar. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah lokal
sangat tergantung pada dosen yang menjadi sumber utama dalam pembelajaran di kelas.
Selain itu, menurut mahasiswa keterbatasan sumber belajar dan waktu belajar yang tidak
memadai, serta dengan kondisi psikologis sangat mempengaruhi dalam proses pembelajaran
sejarah lokal di kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah, diketahui bahwa
hambatan yang sangat besar dalam mempelajari mata kuliah sejarah lokal Kalimantan Selatan
adalah ketersediaan sumber belajar yang sangat terbatas. Dalam hal ini, sumber belajar yang
membicarakan tentang sejarah lokal adalah hikayat, arsip atau berupa hasil penelitian yang
semuanya mempunyai keterbatasan dalam aksesnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pengelola program studi, diketahui bahwa pihak pengelola telah melakukan berbagai cara
agar sumber belajar sejarah lokal dapat diakses oleh mahasiswa. Salah satu cara yang pernah
dilakukan adalah dengan melakukan kunjungan ke Museum Lambung Mangkurat dan Depo
Arsip Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru. Kunjungan ini bertujuan untuk
memperkenalkan kepada mahasiswa tentang sejarah lokal Kalimantan Selatan secara
langsung.
Berdasarkan hasil survei tentang kepemilikan terhadap 35 orang yang merupakan
mahasiswa, diperoleh data bahwa 31 orang (89%) informan telah memiliki smartphone
pribadi dan 4 orang (11%) tidak memiliki smartphone. Adapun operating system (OS) dari
smartphone yang mereka miliki terdiri dari tiga bentuk yang berbeda, yaitu 26 orang (81%)
menggunakan Android yang dikembangkan oleh Google, sebanyak 4 orang (13%)
menggunakan iOS yang dikembangkan oleh Apple dan 2 orang (6%) mengggunakan
Windows Phone yang dikembangkan oleh Microsoft.
Survei tentang penggunaan smartphone secara umum, sebanyak 31 orang informan
yang memiliki smartphone menyatakan bahwa mereka selalu dapat terhubung dengan
internet. Adapun akses internet tersebut diperoleh dari melalui jaringan data smartphone
sebanyak 28 orang (90%) dan melalui jaringan wireless private di rumah sebanyak 3 orang
(10%). Adapun dari segi tujuan penggunaan smartphone yang terhubung dengan internet,
sebanyak 29% informan menjawab untuk mengakses media sosial, seperti facebook dan
twitter dan sebanyak 24% menjawab untuk menggunakan browser, seperti membaca berita
atau mencari bahan perkuliahan. Adapun sisanya, sebanyak 17% bertujuan untuk mengakses
Youtube dan konten pembelajaran di internet dan terakhir sebanyak 13% menyatakan bahwa
mereka mengggunakan internet untuk mengakses permainan online.
Berdasarkan hasil temuan tentang pembelajaran sejarah lokal, maka dapat dikatakan
bahwa sejarah lokal menjadi hal yang sangat asing bagi mahasiswa. Dengan kata lain,
pengetahuan mereka tentang sejarah lokal sangatlah terbatas. Hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan dalam mengakses sumber belajar, baik berupa arsip, hikayat dan hasil penelitian.
Tak dapat dipungkiri, beberapa tulisan sejarawan juga dapat dijadikan sebagai bahan ajar,
terutama tulisan-tulisan yang telah dibukukan, sebut saja Sejarah Banjar yang diterbtkan oleh
Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan dan Hikayat Banjar yang merupakan hasil penelitian
dari Johannes Jacobus Rass.
Berdasarkan hasil survei tentang kepemilikan smartphone di kalangan mahasiswa,
maka dapat dikatakan bahwa pernagkat yang mereka miliki dapat dijadikan sudah memenuhi
syarat utama dalam pengembangan aplikasi mobile learning. Selain itu, tersedianya jaringan
internet, baik melalui jaringan data maupun wireless juga menjadi nilai lebih. Hal ini
memungkinkan bagi pengembang untuk membuat sebuah aplikasi mobile learning yang
bersifat
online.
Namun,
hal
tersebut
juga
tidak
menutup
kemungkinan
untuk
mengembangkannya dalam bentuk offline mengingat keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh kampus dan mahasiswa di rumah.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan aplikasi mobile learning dengan
menggunakan materi sejarah lokal Kalimantan Selatan sangat dibutuhkan. Hal ini didasarkan
pada keterbatasan akses terhadap sumber belajar. Dengan kata lain, aplikasi ini dapat
mendekatkan pengguna dengan sumber belajar yang sangat terbatas aksesnya. Selain itu,
aplikasi ini juga dapat mengatasi terbatasnya waktu belajar yang mnejadi hambatan dalam
pembelajaran sejarah lokal. Dengan kata lain, pengembangan aplikasi ini dapat dijadikan
solusi dalam upaya mempelajari sejarah lokal Kalimantan Selatan dimana saja dan kapan
saja.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan aplikasi mobile
learning merupakan sebuah kebutuhan dalam pembelajaran sejarah lokal. Materi sejarah lokal
Kalimantan Selatan yang cukup banyak menjadi hambatan pada saat waktu yang tersedia
sangat terbatas. Lebih lagi, keterbatasan akses terhadap sumber belajar berupa arsip, hikayat,
atau hasil penelitian membuat pembelajaran sejarah lokal menjadi sangat sulit. Dengan
demikian, pengembangan aplikasi mobile learning dengan menggunakan materi sejarah lokal
Kalimantan Selatan merupakan sebuah solusi dalam mengatasi hambatan yang terjadi selama
proses pembelajaran sejarah lokal. Dengan kata lain, perlu dilakukan sebuah inovasi dalam
pembelajaran sejarah lokal yang salah satunya adalah dengan mengembangkan aplikasi
mobile learning sejarah lokal Kalimantan Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Leo & Sri Wahyuni. 2013. Perencanaan Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta:
Penerbit Ombak
CourseSmart. 2011. Digital dependence of toda'ys college students revealed in new study
from coursesmart™. Diakses dari http://www.reuters.com/article/2011/06/01/
idUS141122 01 -Jun2011 PRN20110601 pada 5 Juni 2015.
Heriyanto, Trisno. 03 Februari 2014. Indonesia Masuk 5 Besar Negara Pengguna
Smartphone. Diakses dari http://inet.detik.com/read/2014/02/03/171002/2485920/317/
indonesia-masuk-5-besar-negara-pengguna-smartphone pada 28 April 2015.
Lukman, Enricko. 31 Oktober 2013. Laporan: Inilah yang Dilakukan 74,6 juta Pengguna
Internet Indonesia Ketika Online. Diakses dari http://id.techinasia.com/tingkah-lakupengguna-internet-indonesia/ pada 28 april 2015.
Porda, Herry, N. P. 2009. Pembelajaran Sejarah. Banjarmasin: C.V Batur Raya.
Razak. 18 Februari 2014. Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia Sudah Online, Namun
Masih Banyak yang Tidak Menyadari Potensi Resikonya . Diakses dari
http://www.unicef. org/indonesia/id/media_22169.html pada 12 November 2015.
Yu, Fuxin Andrew. 2012. Mobile/Smart Phone Use in Higher Education. Arkansas:
University of Central Arkansas.
Yusuf, Oik. 24 November 2014. Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia. Diakses
dari
http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/pengguna.internet.indonesia.nomo
r.enam.dunia pada 28 April 2015.