PENGARUH PENGGUNAAN SERAT TERHADAP KADAR KOLESTEROL UNGGAS

  PENGARUH PENGGUNAAN SERAT TERHADAP KADAR KOLESTEROL UNGGAS M Askari Zakariah 09/288529/PT/05771 PASCASARJANA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011

  

PENDAHULUAN

  Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi semakin tinggi, salah satunya kebutuhan protein hewani. Komoditas unggas merupakan komoditi dengan persentase tertinggi untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani, dengan kemampuan tumbuh cepat dengan tujuan dapat dipanen dalam waktu relatif singkat demi pemenuhan permintaan pasar menjadikan budidaya ternak unggas menjadi titik perhatian pemerintah. Hal ini menjadikan beberapa pola kemitraan dibentuk untuk memenuhi permintaan pasar.

  Daging ayam broiler adalah bahan makanan yang mengandung gizi tinggi, memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam terdiri dari 65,95% air, 18,6% protein, 15,06% lemak, dan 0,79% abu (Suradi, 2009). Persentase lemak yang cukup tinggi pada daging unggas dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia seperti obesitas dan terosklerosis. Kandungan lemak yang tinggi pada ayam broiler menunjukkakan efisiensi ransum menurun. Hal itu terjadi karena kandungan energi dalam ransum yang berlebih akan disimpan sebagai lemak.

  Hubungan yang sangat nyata antara konsumsi kolestrol setiap hari dengan mortalitas karena penyakit jantung, sehingga diupayakan untuk menghasilkan daging unggas yang memiliki kandungan kolestrol yang cukup rendah telah banyak diteliti seperti penambahan metionin dan lisin sebagai prekursor karnitin dalam ransum, pemberian prevestatin untuk mencegah sintesis kolestrol, dan penggunaan level serat dalam ransum unggas.

  

PEMBAHASAN

Pengertian dan sifat fisikokimia serat

  Serat dalam makanan (dietary fibre) adalah semua oligosakarida, polisakarida dan derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh enzim pencernaan di saluran pencernaan Non-ruminansia. Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam makanan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu : larut (soluble) dan tak larut (insoluble) dalam air. Serat yang soluble cendrung bercampur dengan air dengan membentuk jaringan gel (seperti agar-agar) atau jaringan yang pekat, sedangkan serat insoluble umumnya bersifat higroskopis (mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian umumnya bersifat insoluble, sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cendrung bersifat soluble.

  Fraksi serat kasar pada dasarnya merupakan bagian dari serat. Selulosa, hemiselulosa, lignin serta komponen penyusun dinding sel tanaman yang lainnya termasuk dalam kelompok serat. Kompenen-komponen senyawa tersebut yang menentukan sifat fisikokimia serat makanan. Menurut Poedjiadi et al. (2005), serat makanan terutama terdiri dari selulosa.

  Disamping itu terdapat senyawa-senyawa lain seperti hemiselulosa, pektin, gum tanaman, musilago, lignin dan polisakarida yang tersimpan dalam tanaman dan alga.

  Serat kasar mengandung selulosa dan beberapa hemiselulosa dan polisakarida lain yang berfungsi sebagai bahan pelindung tanaman. Serat kasar juga mengandung lignin, persentase serat kasar pada biji yang belum diproses akan lebih tinggi dibandingkan dengan biji yang telah dipisahkan kulit biji, karena kulit biji mengandung fraksi serat kasar untuk melindungi biji dari faktor lingkungan. Fraksi serat kasar seperti selulosa, hemisellosa dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansi dengan adanya aktivitas mikrobiologi di serat kasar sehingga menghasilkan volatile fatty acids untuk bioenergetika, dan menjadi kerangka karbon untuk sintesis protein mikrobia, sedangkan untuk ternak Non-ruminansia seperti unggas memiliki keterbatasan dalam pemanfaatan serat kasar. Kandungan nutrisi dalam serat kasar yang tergolong rendah sehingga hanya biasa digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit.

  Kandungan nutrisi yang relatif rendah pada fraksi serat kasar, tetapi mutlak dibutuhkan dalam pakan. fungsi serat kasar pada unggas antara lain memelihara fungsi normal dari saluran pencernaan, memperbaiki penyerapan nutrisi dan mencegah kanibalisme. Pengaruh fositip serat kasar pada ayam broiler yaitu pengaruh terhadap saluran cerna dengan memperbaiki penyerapan zat-zat makanan di usus dengan cara mengurangi populasi sel goblet pada usus dan penurunan jumlah lendir yang dihasilakan. Cairan pakan berserat akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Selain itu, serat kasar dapat menjadikan dinding saluran pencernaan menjadi lebih tebal dan lebih panjang (Poultry indonesia, 2012).

  Selulosa. Selulosa merupakan single polimer yang berlimpah pada tanaman, yang merupakan struktur fundamental di dinding sel tanaman.

  Selulosa murni merupakan homoglikan yang memiliki berat molekul yang cukup tinggi, yang tersusun dari unit selubiosa dengan ikatan β -1,4, glikosidik membentuk rantai lurus dan panjang yang dikuatkan oleh ikatan hidrogen bersilang-silang(McDonald et al., 2005; Mayes, 2006).

  Hemiselulosa. Hemiselulosa didefinisikan sebagai polisakarida yang

  merupakan fraksi dinding sel yang larut dalam alkali. Struktur hemiselulosa tersusun dari D-glukosa, D-galaktosa, D-mannosa, D-xylosa, dan L- arabinosa. Asam uronat mungkin juga terdapat pada hemiselulosa. Hemiselulosa dari rumput memiliki ikatan β -1,4, glikosidik pada unit D-xylosa dengan ikatan samping dengan asam metil glukoronat, glukosa, galaktosa

  Lignin. Lignin merupakan fraksi serat bukan karbohidrat, yang

  meruakan polimer dari 3 derivat yaitu : phenil propana, coumaryl alkohol, dan sinaphyl alkohol. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia (McDonald et

  al., 2005).

  Kolestrol pada unggas

  Kolestrol merupakan substansi lemak yang dalam jumlah tertentu sangat esensial untuk kebutuhan sel. Kolestrol juga berfungsi sebagai bahan baku sintesis empedu dan merupakan komponen membran sel. Kolestrol berasal dari dua suber, yaitu berasal dari pakan disebt kolestrol eksogen, dan kolestrol yang diproduksi sendiri oleh tubuh disebut endogen.

  Menurut Ismoyowati dan Widyastuti (2003), kandungan kolestrol daging pada ayam kampung sekitar 177,47 sampai 187,95 mg/100 ml, itik tegal sekitar 166,91 sampai 188,41 mg/100 ml, dan entok sekitar 171,94 sampai 203,01 mg/100 ml. Setiap bangsa unggas memiliki kemampuan yang berbeda dalam sintesis kolestrol, sintesis kolestrol sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Kadar kolestrol juga akan berbeda pada bagain tubuh ternak, daging yang berwarna putih (seperti daging dada) memiliki kandungan kolestrol yang lebih rendah dibandingkan daging unggas yang berwarna gelap (seperti daging paha)

  Sintesis kolestrol yang berasal dari asetil- CoA, yang dapat berasal dari perombakan karbohidrat, protein ataupun lemak. Jalur isopronoid menjadikan asetil-Coa menjadi kolestrol, pada proses tersebut dibutuhkan 4 enzim utama untuk dapat mensintesis kolestrol. Pengaturan HMG-CoA reduktase merupakan titik kontrol sintesis kolestrol.

  (Liscum, 2002) Peningkatan kolestrol sel terjadi karena penyerapan lipoprotein yang mengandung kolestrol oleh resptor (Kathleen et al., 2006). Kolestrol yang telah disintesis akan berikatan dengan LDL resptor menuju sel-sel hati, yang akan digunakan untuk metabolisme sintesis asam empedu (Liscum, 2002),

  Mekanisme serat dalam menurunkan kolestrol pada daging unggas.

  Upaya untuk menurunkan kolestrol pada daging broiler dapat menggunakan fraksi serat kasar. Penggunaan sumber selulosa ataupun fraksi dinding sel tanaman dapat ditambahkan kedalam ransum untuk tujuan menurunkan kadar kolestrol. Menurut Poedjiadi et al (2005), selulosa merupakan komponen fibrous dinding sel tanaman, yang memeliki kemampuan menyerap air, menyebabkan ekskresi garam-garam empedu diperbesar apabila gumpalan pakan banyak serat.

  Manipulasi formulasi pakan sering digunakan dalam upaya untuk menurunkan kadar kolestrol daging unggas. Proporsi dari fraksi serat kasar ditambah dalam proses penyusunan ransum yang diharapkan dapat mengikat asam-asam empedu, lalu dikeluarkan bersama eksreta. Menurut Joseph et al. (2002), bahwa terdapat pengaruh pemberiaan sekam terhadap status kolestrol dan persentase lemak daging itik mandulang dengan suplementasi vitamin E.

  (Joseph et al., 2002) Berdasarkan dari tabel diatas memperlihatkan bahwa sekam (dengan kandungan ADF 35% dalam ransum) mempuyai persentase lemak yang paling rendah, dapat menurunkan kolsetrol dalam serum, dan menurunkan kolestrol daging jika dibandingkan kontrol. Menurunnya kolestrol daging menunjukkan adanya mobilisasi asam-asam empedu yang disintesis sel-sel hati dengan senyawa kolestrol sebagai senyawa prekursornya. Penggunaan serat (ADF 35%) menjadikan asam-asam empedu yang disekresikan oleh memungkinkan akan meningkatkan jumlah kolestrol dan asam empedu melalui ekstreta tiap hari. Kandungan silika, lignin dan selulosa di dalam sekam cukup tinggi. Menurut Poedjiadi et al. (2005), lignin merupakan komponen dari dinding sel, dan ditinjau dari segi kimia bukan merupakan karbohidrat, melainkan polimer-polimer kecil yang memiliki fungsi dalam proses pencernaan untuk mengikat garam-garam empedu.

  Garam empedu yang telah disekresikan oleh hati akan diabsorbsi kembali pada ileum. Menurut Lindar (1992), penyerapan kembali asam-asam empedu dan kolestrol dari saluran pencernaan tergantung pada tingkat pengikatan serat makanan. Pektin dan carrageenan dapat mengikat dan meningkatkan pengeluaran asam empedu dan sterol melalui feses. Serat lain juga dapat meningkatkan pengeluara sterol melalui feses dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan di intestinum.

  Penggunaan sumber serat yang berasal dari gulma air cukup efektif dalam menurunkan LDL serum dan total kolestrol daging, dan dapat meningkatkan HDL serum, tanpa mempengaruhi total kolestrol, trigliserida dan VLDL. Menurut Sutama (2005), penggunaan gulma air jenis kapu-kapu (

  

Pistoia stratiotes) dalam ransum memiliki pengaruh terhadap kadar kolestrol

pada serum dan daging ayam kampung.

  (Sutama, 2005). Penggunaan gulma air jenis kapu-kapu sebanyak 30% memberikan efek terhadap penurunan LDL dan total kolestrol daging. Penurunan kolestrol daging akibat adanya mekanisme peningkatan eksresi kolestrol dan asam empedu dalam eksreta, terhambatnya absorbsi kolestrol pada intestinum, dan terjadi penghambatan sintesis kolestrol dalam berbagai tingkat biosintesis.

  Serat memiliki hubungan yang ekuivalent dengan kadar kolestrol yang rendah (Delaney et al., 2003). Penggunaan Insoluble Raw Fiber Concentarate yang mengandung 93,9% bahan kering, 72,5% serat kasar, 86,5% ADF, 90,5%NDF untuk melihat pengaruh Dietary fiber terhadap kadar kolestrol dalam serum telah menunjukkan adanya mekanisme serat untuk menaikkan eksresi getah empedu yang berisikan asam empedu (senyawa yang disintesis dari kolestrol) dan mengikatnya untuk dikeluarkan bersama eksreta.

  (Sarikhan et al., 2009) Berdasarkan data diatas menunjukkan terdapat pengaruh level IRFC terhadap ayam umur 42 hari. Pemberian 0,75% IRFC memberikan efek terhadap menurunnya level trigliserida, kolestrol dan LDL di dalam serum. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan fiber untuk mengikat komponen lipid seperti kolestrol yang terdapat pada getah empedu. Komponen fiber memiliki mekanisme untuk meningkatkan ekskresi getah empedu, lalu dengan kemampuan mengikat komponen lipid yang berada pada getah empedu maka akan mengurangi kadar kolestrol yang terdapat dalam tubuh. Adrizal and Ohtani (2002), serat memiliki kemampuan untuk mengikat kolestrol sehingga kandungan kolestrol pada feses akan meningkat.

  Penggunaan serat seperti selulosa telah menunjukkan bahwa dapat menurunkan kadar kolestrol di dalam daging unggas, tetapi penggunaan serat memiliki efek terhadap produksi karkas dan non-karkas. Menurut Randa

  

et al . (2002), bahwa penggunaan serat kasar yang tinggi sebagai upaya

  menurunkan kandungan lemak pada ternak itik masih menyebabkan terjadi penurunan bobot karkas dan non karkas yang signifikan.

  (Randa et al., 2002). Berdasarkan tabel diatas, penigkatan kadar serat dalam ransum menjadikan lemak abdomen menurun sampai mencapai 100%. Bagian karkas yang lain menunjukkan bahwa terdapat penurunan persentase dibandingakan kontrol, fase pertumbuhan dan perkembangan tubuh ternak akan terpengaruhi dengan adanya peningkatan level pemberiaan serat karena adanya proses penghambatan dalam proses pengembangan otot pada fase pertumbuhan.

  

Kesimpulan

  Penggunaan serat dalam ransum unggas dapat memberikan penurunan kadar kolestrol pada unggas, karena serat memiliki sifat mengikat asam empedu yang merupakan senyawa yang disintesis dari kolestrol, kolestrol akan keluar bersama ekskreta. Penggunaan serat juga akan memberikan efek pada performans, serat seperti selulosa yang ditambahkan dalam formulasi ransum menjadikan nutrien yang mudah tercerna dan terabsorbsi menjadi berkurang sehingga dapat menurunkan performans.

  

Daftar Pustaka

  Adrizal, O. and S. Ohtani. 2002. Defatted rice bran non starch polysaccharides in broiler diets: Effect of supplements on nutrient digestibility. J. Poult. Sci. 39:67-76. Delany, B., R. J. Nicolosi, T. A. Wilson, T. Carison, F. Frazer, G. H. Zheng, R.

  Hess, K. Ostergren, and N. Knutson. 2003. β -glucan fraction from barley and oats are similarly antitherogenic in hyperchlostromia syirian golden hamster. J. Nutr : 468-495. Ismoyowati dan T. Widiyastuti. 2003. Kandungan lemak dan kolestrol daging bagian dada dan paha berbagai unggas lokal. Animal production. Vol

  5(2): 79-82. Joseph, G., H. T. Uhi, Rukmiasih, I. Wahyuni, S. Y. Randa, H. Hafid, dan A.

  Parakkasi. Status kolestrol itik mandalung dengan pemberian serat kasar dan vitamin E. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 265-267. Kathleen, M. B. and P. A. Meyes. 2006. Sintesis, transpor dan ekskresi kolestrol: Biokimia Herper. Editor R. K. Murray, D. K. Granner, dan V.W.

  Rodwell. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Lindar, M. 1992. Biokimian Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta. Liscum, L. 2002. Cholsetrol biosynthesis. Biochemistry of lipids, lipoproteins and membranes. Editors D. E. Vance and J. E. Vamce. Elsevier science. McDonald, P.,R. A. Edward, J. F.D. Greenhalgh, C. A. Morgan, L.A. Sinclair.

  2005. Animal Nutrition. Prentice Hall. New York. Meyes, P. A 2006. Karbohidrat dengan makna fisiologis: Biokimia Harper.

  Editor R. K. Murray, D. K. Granner, dan V.W. Rodwell. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Poedjiadi, A. . 2005. Dasar- Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta Poultry Indonesia. 2012. http://www.poultryindonesia.com/news/tips-dan- trik/node917/ Randa, S. Y., I. Wahtuni, G. Joseph, H. T. Uhi, Rukmiasih, H. Hafid, dan A.

  Parakkasi. 2002. Efek pemberian serat tinggi dan vitamin E terhadap produksi karkas dan non karkas itik mandalung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner:261-264. Sarikhan, M., H. A. Shahryar, K. Nazer, B. Gholizadeh, and B. Behesht. 2009.

  Effect on insoluble fiber on serum biochemical characteristics in broiler. Int. J. Agric. Biol. Vol 11(1): 73-76.

  Suradi, K. 2009. Perubahan sifat fisik daging ayam broiler post mortem selama penyimpanan temperatur ruang. Fakultas peternakan Universitas Padjajaran. Sutama, I. N. S. 2005. Pengaruh suplementasi kapu-kapu (Pistoia stratiotes) dalam ransum terhadap kolestrol pada seru dan daging ayam kampung.

  Majalaj Ilmiah Peternakan Vol 8(2).