Sistem Proyeksi yang Cocok untuk Peta In

Sistem Proyeksi yang Cocok untuk Peta
Indonesia

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah yang dibimbing oleh :
Julius Joko Budiarto

Disusun oleh :
Moch. Prabowo Sudibyo

143030005197

Sistem Proyeksi yang Cocok untuk Peta Indonesia
1. Proyeksi Polyeder
Sebagai kelanjutan dari proyeksi Lambert, proyeksi Polyeder menerapkan kerucut sebagai
bidang proyeksi.
Untuk mengatasi distorsi yang besar, maka diterapkan kerucut yang banyak, yaitu dengan
cara menyinggungkan kerucut-kerucut tersebut pada paralel (garis sejajar equator) bumi yang
berbeda-beda. Inilah sebabnya kenapa dikatakan sebagai Polyeder.
Besar daerah yang dipetakan dengan proyeksi Polyeder ini adalah sebesar 20’x20’ (lebar
meridian dan lebar paralel). Pembagian daerah proyeksi seperti ini, dikenal dengan zona
proyeksi. Untuk daerah di luar kawasan tersebut, digunakan kerucut lain yang disinggungkan pada paralel yang berbeda.

Sistem proyeksi ini banyak digunakan oleh Belanda untuk memetakan Indonesia.

2. Proyeksi Mercator
Proyeksi peta yang diterapkan oleh Mercator untuk pertama kalinya adalah silinder normal
konform di mana equator dinyatakan sebagai garis equidistant
Dalam sistem proyeksi Mercator ini, seluruh muka bumi dapat dipetakan walaupun daerah
semakin jauh dari equator, baik ke utara maupun ke selatan, semakin besar pengaruh
distorsinya.
Terjadi masalah terbesar pada kutub, yaitu bahwa kutub utara maupun selatan, seharusnya
berupa titik, tetapi pada proyeksi Mercator menjadi suatu garis.

3. Proyeksi Transverse Mercator
Untuk daerah sekitar equator, proyeksi Mercator dapat memberikan jawaban yang lebih baik
agar distorsi yang timbul mengecil. Untuk itu, proyeksi Mercator dikembangkan dalam
bentuk silinder tranversal konform.
Pada saat awal, sistem proyeksi ini tidak membatasi zona proyeksi, sehingga untuk bebe-rapa
daerah walaupun sepanjang equator, distorsi geometrik proyeksi tersebut dirasakan masih
cukup besar.
2


A. Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Pengembangan lebih lanjut dari proyeksi Transverse Mercator (TM) adalah Universal
Transverse Mercator (UTM) yang berusaha menyatakan seluas mungkin daerah dalam
satu lembar peta yang sama, dengan distorsi sekecil mungkin.
Untuk tujuan itu, UTM menerapkan prisip sebagai berikut :
 Silinder di”tembus”kan bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik terhadap
meridian sentral).
 Silinder ini menembus juga bumi pada paralel tertentu, baik di utara maupun di
selatan.± 81o
 Lebar zona proyeksi sebesar 6o meridian.
 Faktor perbesaran pada meridian sentral = 0,9996
 Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0004
Dengan demikian, UTM menggunakan lebar zona proyeksi yang cukup lebar untuk dapat
memetakan daerah yang luas.
Sistem UTM (Universal Transvers Mercator ) dengan system koordinat WGS 84 sering
digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang
membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak
ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder
merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada system proyeksi
UTM didefinisika posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder,

transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh
permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone
dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai
contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB
hingga 168° BB, terus kearah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai
180° BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap
bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS kearah utara.
Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan
O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS
hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.
3

Pembagian Zona Dalam Koordinat UTM
Seluruh wilayah yang ada di permukaan bumi dibagi menjadi 60 zona bujur. Zona 1
dimulai dari lautan teduh (pertemuan antara garis 180 Bujur Barat dan 180 Bujur Timur),
menuju ke timur dan berakhir di tempat berawalnya zona 1. Masing-masing zona bujur
memiliki lebar 6 (derajat) atau sekitar 667 kilometer. Garis lintang UTM dibagi menjadi
20 zona lintang dengan panjang masing-masing zona adalah 8 (derajat) atau sekitar 890
km. Zona lintang dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi nama zona C dan berakhir pada zona
X yang terletak pada koordinat 72 LU - 84 LU. Huruf (I) dan (O) tidak dipergunakan

dalam penamaan zona lintang. Dengan demikian penamaan setiap zona UTM adalah
koordinasi antara kode angka (garis bujur) dan kode huruf (garis lintang). Sebagai contoh
kabupaten Garut terletak pada zona 47M dan 48M, Kabupaten Jember terletak di zona
49M.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Koordinat UTM
Berikut ini adalah beberapa kelebihan koordinat UTM :
 Proyeksinya (sistem sumbu) untuk setiap zona sama dengan lebar bujur 6 .
 Transformasi koordinat dari zona ke zona dapat dikerjakan dengan rumus yang sama
untuk setiap zona di seluruh dunia.
 Penyimpangannya cukup kecil, antara... -40 cm/ 1000m sampai dengan 70 cm/
1000m.
 Setiap zona berukuran 6 bujur X 8 lintang (kecuali pada lintang 72 LU-84 LU
memiliki ukuran 6 bujur X 12 lintang).
B. Proyeksi Transverse Mercator 3o
Salah satu proyeksi peta sebagai pengembangan dari TM dan UTM adalah proyeksi
Transverse Mercator 3o.
Sistem proyeksi ini diterapkan di Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
untuk seluruh kawasan Indonesia.

4


Sistem proyeksi ini dapat memberikan ketelitian yang lebih tinggi, karena ditujukan
untuk pemetaan BPN dalam skala besar. Oleh karena itu, lebar zona proyeksi adalah
3o meridian, agar distorsi jarak tidak besar. Distorsi sudut ditiadakan, karena
menerapkan sistem proyeksi konform.
Proyeksi TM-3o , menerapkan model sebagai berikut :
 Silinder di”tembus”kan bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik terhadap
meridian sentral).
 Lebar zona proyeksi sebesar 3o meridian.
 Faktor perbesaran pada meridian sentral = 0,9999
 Faktor perbesaran pada meridian batas zona (tepi) = 1,0001
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, sistem koordinat nasional
menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar
zone 3⁰ atau disingkat TM3 . Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, sistem
koordinat TM3 memiliki ketentuan – ketentuan sebagai berikut
1. Meridian sentral zone TM-3 terletak 1,5 derajat di timur dan barat meridian
sentral

zone UTM yang


bersangkutan

2. Besaran faktor skala di meridian sentral yang digunakan dalam Zone TM-3 adalah
0,9999
3. Titik nol semu yang digunakan mempunyai koordinat (X) = 200.000 m barat
dan (Y) =

1.500.000 m selatan.

4. Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS1984

dengan parameter a = 6.378.137 meter dan f = 1 / 298,25722357

World Geodetic System 1984 (WGS 84) selanjutnya dikenal juga dengan Datum
Geodesi

Nasional 1995 (DGN 95). Selengkapnya, datum ini mempunyai parameter

sebagai berikut :
1.


Jari-jari ekuator (a)

= 6.378.137 m

2.

Penggepengan (f)

= 1 / 298,257223573.

3.

Setengah sumbu pendek (b)

=

6.356.752,314 m

4.


Jari-jari kutub (c)

=

6.399.593,626 m

5.

Eksentisitas I kuadrat (e² )

= 0,006694380

5

6.

Eksentrisitas II kuadrat (e'² )

= 0,006739497


Perbedaan/Persamaan TM3 dan UTM adalah :
 TM3 memiliki lebar zona 3 Derajat, sedangkan di UTM satu zona memiliki lebar 6
Derajat.
 Satu Zona UTM dibagi menjadi dua zona TM3. MisalnyaUTM Zona 50 dibagi
menjadi TM3 Zona 50.1

dan TM3 Zona 50.2

 Proyeksi TM3 dan UTM sama-sama menggunakan Transverse Mercator
 False Easting setiap zona di TM3 adalah 200000, sedangkan di UTM adalah 500000
 False Northing setiap zona di TM3 adalah 1500000, sedangkan di UTM adalah
10000000
 Central meridian di TM3 berbeda dengan UTM. Tetapi prinsipnya sama. Zona-zona
UTM dibagi dua, meridian di setiap zona yang dibagi dua tersebut otomatis
menjadi Central meridian
 Scale Factor di TM3 adalah 0,9999 sedangkan di UTM adalah 0,9996
 Latitude of Origin sama yaitu 0 (nol) derajat

6


Sumber




http://kaliath.blogspot.com/2013/09/sistem-proyeksi-tm3-utm.html
http://geostev.blogspot.com/2014/10/sistem-proyeksi-peta.html
http://geoenviron.blogspot.com/2014/05/sistem-koordinat-dan-proyeksi-peta.html

7