Implikasi Rencana Adaptasi Dampak Peruba

1

Implikasi Rencana Adaptasi Dampak Perubahan Iklim dalam
Kebijakan Penataan Ruang di kawasan perkotaan

Nadia Astriani, Tiche Nurawati, Maret Priyanta, Aryanti Dwi Rachmawati
Abstrak
Adaptasi dalam konteks perubahan iklim digambarkan sebagai upaya menyesuaikan diri
dalam mengatasi perubahan iklim dan lingkungan. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi
dapat menyebabkan bencana, maka proses adaptasi tidak dapat dipisahkan dalam rencana
penanggulangan bencana. Bencana yang muncul akibat perubahan iklim tidak dapat dilepaskan
dari kegiatan manusia. Oleh karena itu kegiatan manusia yang berdampak buruk bagi lingkungan
atau mempercepat proses perubahan iklim harus dikendalikan. Pengendalian kegiatan manusia
dalam rangka pembangunan di Indonesia dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut pada
wilayah-wilayah yang sudah ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Artikel ini akan
membahas tentang upaya internalisasi proses adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dalam
kebijakan penataan ruang dalam di kawasan perkotaan.
Kata Kunci : adaptasi, perubahan iklim, tata ruang

PENDAHULUAN
Secara mendasar persoalan perubahan iklim muncul dari perilaku manusia dalam

memperlakukan dan mengelola lingkungan hidup. Namun dampak yang ditimbulkan
berpengaruh terhadap bidang pembangunan lainnya. Oleh sebab itu konsep adaptasi dibutuhkan
dalam merangkai ulang tindakan untuk mengurangi kerentanan terhadap bahaya atau ancaman
iklim secara umum dan tidak hanya berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang diakibatkan
aktivitas manusia. Perhatian masyarakat internasional dan nasional terhadap agenda adaptasi
perubahan iklim telah mengalami peningkatan seiring dampak yang ditimbulkan dan dirasakan
oleh hampir semua bangsa di dunia ini. Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB)
menyebutkan bahwa sebagian besar bencana yang terjadi selama 1851-2012 merupakan bencana
hidrometeorologis. Untuk bencana tanah longsor, Indonesia menduduki peringkat pertama dari

2

165 negara, dengan korban manusia 197.327. Untuk banjir, peringkat ke 6 dari 162 negara
dengan 1.101.507 orang terkena dampaknya. Rendahnya kualitas pengelolaan lingkungan dan
pelanggaran tata-ruang wilayah/kota disertai ancaman perubahan iklim saat ini menjadikan
wilayah/kota dalam tingkat yang rentan (vulnerable). Hal ini menunjukkan pentingnya adaptasi
sebagai upaya strategi pengurangan bencana.
Rencana Adaptasi Perubahan iklim di Indonesia dikembangkan oleh kelompok kerja
(pokja) adaptasi yang berada dibawah Dewan Nasional Perubahan Iklim. Pokja adaptasi berjalan
pada koridor tugas yang dimandatkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) nomor 46 tahun 2008,

yaitu (turut memfasilitasi) perumusan kebijakan, strategi, program nasional adaptasi dan
mengkoordinasikannya serta (membantu fungsi) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
Arah strategis penanganan perubahan iklim DNPI adalah mewujudkan pembangunan rendah
emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan
iklim. Oleh karenanya, program adaptasi diarahkan pula untuk mendukung kebijakan strategis
DNPI, yaitu diprioritaskan pada upaya penguatan kapasitas adaptasi pada tingkat nasional dan
daerah. Pada tingkat daerah, fokus perhatian terhadap pengembangan kegiatan adaptasi dalam
perencanaan pembangunan daerah. Pengendalian kegiatan manusia dalam rangka pembangunan
di Indonesia dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut pada wilayah-wilayah yang sudah
ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Berdasarkan pemaparan diatas, makalah ini akan membahas mengenai implikasi rencana
adaptasi perubahan iklim kedalam kebijakan penataan ruang di kawasan perkotaan dan kendalakendala yang dihadapi dalam melaksanakan upaya tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Konstitusi negara Indonesia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum1.
Dengan cita hukum (rechts idee) demikian, maka segala upaya pencapaian tujuan negara harus
dilakukan sesuai dengan hukum dengan berlandaskan pada falsafah negara, yaitu Pancasila. Hal
ini sejalan dengan pendapat Grotius yang menegaskan jika negara akan membentuk hukum, isi

1


Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen ke-3

3

hukum itu haruslah ditujukan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan negara2. Dalam konteks
negara Indonesia, maka tujuan hukum haruslah berorientasi pada tujuan negara, yang ditegaskan
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa,
dapat diwujudkan melalui berbagai cara, salah satunya dengan hukum yang melindungi segenap
bangsa serta berkeadilan sosial. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan hukum sebagai
keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat3.
Dengan pemahaman tersebut, maka hukum berfungsi untuk menjamin keteraturan (kepastian)
dan ketertiban, sedangkan tujuan hukum tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup
yang menjadi dasar hidup masyarakat yang bermuara kepada keadilan 4. Pengertian hukum yang
memadai menurut Mochtar Kusumaatmadja, tidak cukup hanya memandang hukum sebagai
suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi
mencakup pula lembaga (institution) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan
hukum itu dalam kenyataan5. Dalam masyarakat berlaku aturan-aturan yang menentukan
hubungan antara manusia. Hukum mengambil tempat yang penting dalam aturan itu terutama
untuk menjaga agar kepentingan dapat dirumuskan menjadi kesatuan yang harmonis6.
Dalam upaya mencapai tujuan negara, konsep negara kesejahteraan (welfare state) diarahkan

mewujudkan kegiatan penyelenggaraan negara yang ikut aktif secara langsung dalam urusanurusan yang menyangkut kesejahteraan rakyat.7 Konsep negara ini mengutamakan perlindungan
konstitusi terhadap hak-hak warga negara, kebebasan menyatakan pendapat dan peran serta
masyarakat yang luas dalam penyelenggaraan negara. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya
mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau
pelayanan sosial (socialservices), melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem
pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial

2

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Unpad, Bandung, 1960: hlm. 22
Mochtar Kusumaatmadja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum, PT Alumni Bandung, 2000, hlm.4.
3

4

Ibid

5


Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta,
1976. hlm.15.
6
Bandingkan dengan N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa bab mengenai
hukum dan ilmu untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Bina Cipta, 1983, hlm.15.
7
Mashudi dalam S.F Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara ,
Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 67.

4

sebagai haknya.8 Internalisasi sebagai suatu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau
nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku.9
Hukum Lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam dalam arti
seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan. Sebagai hukum yang berorientasi kepada lingkungan yang sifat dan
hakekatnya adalah utuh menyeluruh (komprehensif integral)10, hukum lingkungan berpandangan
semua komponennya senantiasa saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan segenap
unsur yang memperlihatkan keanaeka-ragaman11. Hukum lingkungan modern menurut Munadjat

menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan
untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin
kelestarian agar dapat secara langsung dan terus menerus digunakan oleh generasi sekarang dan
generasi yang akan datang12. Dalam perkembangannya hukum lingkungan selain berfungsi
sebagai social control dengan peran agent of stability, tetapi juga berfungsi sebagai sarana
pembangunan (a tool of social engineering) dengan peran sebagai agent of development atau
agent of change13. Dalam Caring for the Earth: a Strategy for Sustainable Living dijelaskan

tentang peranan hukum lingkungan sebagai berikut:
1. Memberi efek kepada kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dalam mendukung
konsep pembangunan yang berkelanjutan.
2. Sebagai sarana penaatan melalui penerapan aneka sanksi (variety of sanctions)
3. Memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat
ditempuh untuk melindungi hak dan kewajibannya.
4. Memberi definisi tentang hak dan kewajiban dan perilaku-perilaku yang
merugikan masyarakat
8

Edi Suharto, Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara: Pelajaran Apa Yang Bisa
Dipetik Untuk Membangun Indonesia, Makalah pada Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State

dan Terobosan melalui Desentralisas Otonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment
(IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25
Juli 2006, hlm.4-5.
9

http://kbbi.web.id/internalisasi
Munadjat Danusaputro, Op. Cit, hlm. 86.
11
Ibid, hlm 71.
12
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm. 38
13
Siti Sundari Rangkuti, 1996
10

5

5. Memberi dan memperkuat mandat serta otoritas kepada aparat pemerintah terkait
untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.
Sebagian besar sumber pendapatan ekonomi bangsa Indonesia sangat bergantung kepada

kondisi iklim. Pertanian, perkebunan dan perikanan adalah contoh dari sektor utama pembangkit
ekonomi sekaligus pilar penyangga ketahanan pangan. Oleh sebab itu adanya faktor luar
terhadap kondisi iklim yang dapat mengganggu sudah pasti berpengaruh buruk pada sumbersumber ekonomi tadi. Dalam lingkup lokal, ancaman dan dampak perubahan iklim berpotensi
menimbulkan gangguan ekonomi secara mikro. Bila saja ancaman perubahan iklim ini terlambat
untuk diantisipasi secara nasional maka dapat dipastikan terjadi gangguan ekonomi secara
makro. Artinya begitu besar tantangan yang harus dibenahi yang membutuhkan upaya luar biasa,
mulai dari rencana pembangunan, dukungan pendanaan dan tentunya teknologi. Namun
tentunya, belum terpenuhinya langkah-langkah atau upaya tadi bukan berarti tak ada upaya
serius yang harus dilakukan karena ancaman dan dampak perubahan iklim serta iklim ekstrem
telah dirasakan pengaruhnya.14
Adaptasi merupakan salah satu respon terhadap perubahan iklim, disamping upaya
mitigasi perubahan iklim, yaitu intervensi manusia secara langsung untuk mengurangi sumber
gas rumah kaca (contohnya melalui penanaman pohon, efesiensi penggunaan listrik dan bahan
bakar, dan sebagainya). Adaptasi perubahan iklim didefinisikan sebagai penyesuaian secara
alamiah maupun oleh sistem manusia dalam merespon stimuli iklim aktual atau yang
diperkirakan dan dampaknya, menjadi ancaman yang moderat atau memanfaatkan peluang yang
menguntungkan15.
Upaya adaptasi yang dilakukan sejak dini dapat mengurangi kerugian akibat bencana
secara signifikan. Penelitian SEI, IUCN, dan IISD pada tahun 2001 menunjukkan setiap 1 US$
yang dikeluarkan untuk melakukan adaptasi dapat menyelamatkan sekitar 7 US$ biaya yang

harus dikeluarkan untuk pemulihan bencana iklim. Jika tidak ada upaya adaptasi yang terencana

14

Bandingkan dengan Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban Bangsa, Lima Tahun DNPI hal

47-50
15

Intergovermental Panel on Climate Change Report, 2001

6

dilakukan dari sekarang, tahun 2050 diperkirakan kerugian ekonomi mencapai US$ 300
milyar/tahun dan jumlah kematian bisa mencapai 100 ribu orang/tahun16.
Richard J. T. Klein17 menyebutkan bahwa capaian utama dari kegiatan adaptasi dan
pembangunan akan mampu mencapai harapan terwujudnya sumber penghidupan ekonomi yang
berkelanjutan, yang dapat membantu meningkatkan nilai atau modal manusia secara individu dan
sosial, melindungi dan memperbaiki alam dan lingkungan serta menjamin nilai finansial dan
fisik secara tepat. Ancaman perubahan iklim terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) akan memperlambat pencapaian pembangunan berkelanjutan, baik langsung
maupun tidak langsung. Untuk mendorong berkelanjutan, maka pembangunan harus secara tegas
memasukkan persoalan adaptasi perubahan iklim serta mendorong kemampuan adaptasinya.
Dengan mendorong pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim kedalam agenda pembangunan
nasional atau daerah, pertimbangan-pertimbangan risiko dan dampak perubahan iklim
diterjemahkan tidak saja dalam rencana strategis jangka menengah, namun juga ke dalam
kebijakan dan struktur kelembagaan. Pengarusutamaan strategi adaptasi ke dalam kebijakan tiap
sektor di tingkat nasional dan local merupakan prioritas yang tidak bisa ditawar-tawar. Tujuan
pengintegrasian pembangunan dan adaptasi menurut Sperling dalam tulisan Richard J.T. Klein
berjudul Mainstreaming Climate Adaptation into Development: A Policy Dilemma adalah
mendukung keberlanjutan sumber daya alam kehidupan ekonomi masyarakat serta mewujudkan
tata kelola yang lebih baik yang mampu merespon, berperan dan dapat lebih bertanggungjawab
dalam setiap pembuatan dan pengambilan keputusan18.
Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang19. Adapun tujuan penyelenggaraan penataan ruang adalah20 :
a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional
b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi
daya
16

17

Ari Muhamad, Ibid, hal 20-21
Ibid

18

Ibid

19

Bandingkan dengan pasal 1 angka 5 Undang-Undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang
20

Bandingkan dengan pasal 3 Undang-Undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

7

c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas .
Penyelenggaraan penataan ruang merupakan serangkaian kegiatan pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang yang harus dilakukan sesuai kaidah penataan
ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam
menyelenggarakan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain pengaturan
penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih
belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan
ruang yang masih lemah21.
Pada prinsipnya, penataan ruang sangat berkaitan dengan lingkungan. Ruang yang
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, adalah tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya,
pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yangaman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang no26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat
mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan
keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat
memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan
dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah22.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah berlaku selama 7 (tujuh)
tahun, dan telah diikuti dengan penetapan sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjadi
peraturan pelaksanaannya, termasuk di antaranya Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta produk-produk peraturan daerah tentang rencana
tata ruang. Penetapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang, membawa konsekuensi
terhadap tuntutan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana serta tanggung
jawab dalam mengendalikan pemanfaatan ruang tersebut. Pentingnya tercipta tertib tata ruang

21

Nadia Astriani,Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandung, UNPAD, 2013
22
Ibid

8

dalam rangkaian penyelenggaran penataan ruang adalah supaya rencana tata ruang ideal yang
memperhatikan aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya dapat benar-benar terwujud.
Diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 70% dari 6,4 miliar populasi dunia akan hidup di
perkotaan yang berpotensi melahirkan persoalan dan tantangan serta peluang di bidang
perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan berbagai pelayanan publik lainnya.
Pemusatan penduduk di wilayah daerah yang kecil menyebabkan penurunan drastis kualitas
hidup sosial dan lingkungan. Adanya ancaman perubahan iklim menjadikannya sebagai faktor
yang turut memperparah kondisi yang ada, dan tentu ini semakin menempatkan perkotaan
sebagai kawasan yang sangat rentan dari akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Dari dua
puluh kota besar, tujuh belas diantaranya berada di dunia berkembang pada akhir dekade ini.
Oleh sebab itu, pemerintah kota di negara-negara berkembang berada di bawah tekanan yang
luar biasa besar untuk menyediakan pelayanan dan infrastruktur dasar bagi penduduk23.
Kota adalah sebuah sistem yang harus dibuat tahan (resilience). Ketahanan dan adaptasi
menjadi sangat penting karena adanya kerentanan pada sistem perkotaan. Sebagai sebuah sistem,
kota terdiri dari berberapa bagian wilayah (sub-sistem) yang masing-masing memiliki fungsi dan
elemen berbeda. Sebagai sebuah sistem, setiap sub-sistem tadi saling terhubung dan secara
bersama-sama menciptakan fungsi kota. Kesalahan atau kerusakan salah satu sub-sistem
perkotaan atau satu bagian wilayah perkotaan secara ekstrim akan dapat mempengaruhi subsistem lainnya, bahkan sistem secara keseluruhan. Pada dasarnya, sistem ketahanan kota
diharapkan mampu memelihara fungsi utama kota dari berbagai bentuk tekanan dan kejutan yang
dihasilkan dari dampak-dampak perubahan iklim serta mampu membuat kota pulih dengan cepat
dari dampak tersebut24. Oleh karena itu, perkotaan tidak bisa dilihat secara sektoral. Dampak
sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan wilayah perkotaan tidak dapat dibatasi pada batas-batas
administratifnya. Kompleksitas lingkup isu dan dinamika persoalan lingkungan perkotaan saat
ini mendorong dilakukannya perlakuan dan pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan
strategi pembangunan untuk menciptakan ketahanan wilayah perkotaan dari ancaman kerusakan
lingkungan25.

23

Ari Muhammad, Ibid, hal 22
Dokumen strategi ketahanan kota Semarang, BAPPEDA KOTA SEMARANG
25
Ary Muhammad, Ibid, hal 23
24

9

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota berisi indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan. Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi
pembangunan dan administrasi pertanahan. Beberapa rincian dalam rencana tata ruang wilayah
kota juga meliputi :
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki,
angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial
ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif26 dengan metode penafsiran
hukum. Penafsiran hukum yang dimaksud adalah penafsiran gramatikal, autentikal, sistemik
untuk menyusun struktur asas dan norma, termasuk lembaga dan proses yang mengatur
perubahan iklim, kemudian dilakukan penafsiran filosofikal, historikal, teleologikal, ekstensif
dan restriktif, untuk mengetahui pengaturan pengelolaan lingkungan yang berlaku. Sifat
penelitian deskriptif dipilih karena description is the precise measurement and reporting of the
characteristics of some population or phenomenon under study.27

Penelitian ini mendekati permasalahan hukum perubahan iklim secara utuh-menyeluruh,
yaitu dengan pendekatan lintas disiplin ilmu, baik bidang-bidang hukum dalam lingkungan ilmu
hukum (interdisipliner) maupun lintas disiplin ilmu lainnya di luar ilmu hukum (multidisipliner),
selain itu pendekatan juga dilakukan dengan lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku
kepentingan (terpadu).

26

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan Keenam, Jakarta, 2003, Hlm. 83, dan Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia
pada Akhir Abad ke – 20, Alumni, Bandung, 1994, Hlm. 141.
27

Earl Babbie, The Practice of Social Research, Wadsworth Publishing Co., Belmont, fourth
edition, California, 1986, hlm. 91.

10

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan menelusuri, mengkaji, dan meneliti data sekunder
(kepustakaan) yang berkaitan dengan materi penelitian.Data sekunder yang diperoleh dari bahan
hukum primer yaitu berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan mengenai hukum
lingkungan. Terhadap data yang telah dikumpulkan, baik data sekunder sebagai hasil studi
kepustakaan maupun data primer sebagai hasil studi lapangan, dianalisis secara kualitatif dengan
pendekatan abstrak-teoretis.28 Pendekatan abstrak-teoritis mempunyai arti penting dalam
penelitian hukum normatif, mengingat hukum memiliki struktur logika yang sangat kuat.29
Terdapat relasi yang erat antara hukum dan logika, bahkan sifat logis merupakan sifat khusus
dari hukum.30 Hasil analisis ini kemudian dipaparkan dalam bentuk deskriptif. Data yang bersifat
kuantitatif sepanjang diperlukan akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel dengan maksud untuk
memudahkan pemahaman dan analisis. Analisis data dilakukan dengan metode-metode
penafsiran hukum seperti penafsiran historis, penafsiran sistematis (logis), penafsiran sosiologis,
dan penafsiran futuristis.31

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Implikasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim dalam Kebijakan Penataan Ruang
Perkotaan
Pada tahun 2009, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menerbitkan
Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), dimana salah satu isu tematik yang
diberikan arahan secara detail untuk merespon dan mengantisipasi ancaman perubahan iklim
adalah sektor-sektor strategis, seperti pesisir dan perikanan, pertanian dan kesehatan dalam
kerangka kesiapan kebijakan nasional. Dokumen ICCSR ini diharapkan memberi pengaruh
28

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, makalah pada Seminar
tentang Metodologi Penelitian bagi Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 12 April, Yogyakarta,
1989, hlm. 25.
29
Paul Scholten diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum (De Structuur der
Rechtswetenschap) diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Almuni, cetakan pertama, Bandung, 2003, hlm.
25.
30
Hans Kelsen diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika (Essays in Legal and
Moral Philosophy), diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Alumni, cetakan kedua, Bandung, 2002, hlm. 27.
31
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, edisi pertama,
Yogyakarta, 1996, hlm. 57-61.

11

terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2009 – 2014. Di
tahun 2010, Bappenas menerbitkan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) tahun 2010 yang
menetapkan fokus prioritas peningkatan kapasitas adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana
alam sebagai salah satu fokus dalam prioritas nasional. Saat ini tercatat 5 (lima) sektor utama
yang telah memiliki kebijakan dan strategi adaptasi perubahan iklim, yaitu; sektor pertanian,
sektor pesisir, kelautan, perikanan dan pulau-pulau kecil, sektor kesehatan, sektor pekerjaan
umum dan sektor kebencanaan, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan adaptasi
perubahan iklim. Meskipun tidak semua menyebutkan secara tegas kata adaptasi perubahan iklim
pada pengaturannya, tetapi pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam kebijakan sudah
dilakukan.
2 (dua) contoh kebijakan dari beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Kementerian
Pertanian yang dikeluarkan sebagai respon terhadap perubahan iklim atau dinilai memiliki
keterkaitan degan upaya adaptasi, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 mengenai
Perlindungan

Lahan

Pertanian

Pangan

berkelanjutan

dan

Peraturan

Menteri

no.

39/Permentan/OT.140/6/2010 mengenai Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan.
Program aksi dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah pengembangan teknologi panen air dan
efesiensi penggunaan air seperti irigasi tetes dan mulsa serta pengembangan teknologi
pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman32.
Pada sektor pesisir dan kelautan, tercatat 20 kebijakan yang diterbitkan dalam rangka
adaptasi perubahan iklim yang kemudian diterjemahkan ke dalam program aksi. Untuk tingkat
UU, terdapat ketentuan mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU No. 27
Tahun 2007), UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Sistem
Penyuluhan dan UU tentang Perikanan nomor 31 tahun 2004. Untuk sektor kesehatan, melalui
Kementerian Kesehatan telah diterbitkan Peraturan Menteri Nomor 1018/MENKES/PER/V/2011
tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim, yang disusul
dengan terbitnya program aksi yang diantaranya adalah sosialisasi dan advokasi adaptasi
terhadap dampak perubahan iklim, pemetaan populasi dan daerah rentan perubahan iklim,
32

Dokumen Rencana Aksi Sektor dalam merespon Adaptasi Perubahan Iklim, DNPI, 2012.

12

peningkatan sistem tanggap perubahan iklim, peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam
adaptasi perubahan iklim sesuai kondisi setempat serta program-program aksi lainnya.
Program-program adaptasi di sektor pekerjaan umum dibagi ke empat sub bidang, yaitu :
1) Sumber Daya Air,
Sumber Daya Air (SDA) difokuskan kepada keseimbangan air (kebutuhan dan
ketersediaan), infastruktur SDA yang memadai, penyediaan sumber-sumber air alternatif,
kelengkapan data dan riset, serta konservasi air.
2) Cipta karya,
Untuk sub-bidang cipta karya, mereka memiliki 3 (tiga) strategic goals, yaitu;
1) kontribusi pelayanan infratsuktur bagi pertumbuhan ekonomi,
2) kontribusi pelayanan infrastruktur bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,
3) kontribusi infratruktur bagi peningkatan kualitas lingkungan.
3) Jalan dan Jembatan,
Untuk sub-bidang Jalan dan Jembatan, upaya seperti penanaman pohon dipinggir jalan,
membuat drainase dengan memperpanjang waktu run off, pemindahan jalan ke kawasan yang
lebih aman dari pengaruh kenaikan permukaan air laut dan pembangunan tanggul-tanggul di
daerah pantai adalah beberapa kegiatan yang menjadi perhatian mereka.
4) Penataan Ruang.
Yang terakhir adalah sub-bidang penataan ruang, dimana upaya adaptasi dilakukan dalam
tataran pengarus-utamaan perubahan iklim dalam sistem penataan ruang nasional. Artinya,
adalah penjaminan bahwa penataan ruang yang dilakukan telah mempertimbangkan proyeksi
perubahan iklim di masa datang serta menjamin bahwa penataan ruang yang dilakukan tidak
meningkatkan kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim sekaligus meningkatkan
ketahanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim di masa depan.
Berbagai UU dan peraturan pelaksana dari keempat sub bidang tersebut telah menjadi kebijakan
dan rencana aksi adaptasi perubahan iklim pada sektor pekerjaan umum. Seperti UU No. 7/2004
mengenai Pengelolaan Sumber Daya Air, yang kemudian dibuatkan program aksinya seperti

13

meningkatkan manajemen prasarana SDA dalam rangka mendukung penyediaan air dan
ketahanan pangan. Masing-masing kebijakan dan program aksi dibuat ketentuan pelaksananya
dalam tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Kebijakan dan program aksi SubBidang Penataan Ruang adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kemudian
dirumuskan kepada program aksi seperti: penyediaan akses dan pengolahan terhadap data dan
informasi terkait perubahan iklim terhadap tata ruang, perencanaan ruang, pemanfaatan ruang,
pengendalian ruang, peningkatan kapasitas kelembagaan dan pembinaan penataan ruang serta
pengawasan.
Adapun tahapan pembuatan strategi adaptasi bisa dilakukan sebagaimana berikut :
1. Pembuatan Kajian Kerentanan Perubahan Iklim (Vulnerability Assesssment)
Target dalam program ini adalah:
a. Diketahuinya bidang dan wilayah yang berpotensi rentan ancaman perubahan iklim.
b. Diperolehnya faktor pendukung dan pengancam, baik dari sisi eksternal jika terkait
dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan internal jika terkait kebijakan pemerintah
setempat.
c. Diterimanya hasil kajian sebagai informasi pendukung dalam merumuskan rencana
pembangunan.
d. Terjalinnya komunikasi dengan key stakeholder atau target sasaran daripihak yang
berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam mengimplementasikan
kebijakan dan kegiatan.
2. Penyusunan kebijakan. Substansi yang disampaikan diantaranya adalah:
a. Keterkaitan antara kebijakan adaptasi perubahan iklim dengan kehidupan sosial,
ekonomi, dan kualitas lingkungan hidup serta dampaknya terhadap pihak yang akan
dibebani kebijakan ini dan sasaran/target dari kondisi yangakan diperbaiki.
b. Adanya gambaran pembagian kerja/peran masing-masing stakeholder untuk mencapai
tujuan dari diberlakukannya kebijakan strategi adaptasi perubahan iklim.

14

c. Munculnya kebutuhan yang harus diisi, dilakukan, disiapkan dalam mendukung
pelaksanaan kebijakan adaptasi perubahan iklim dengan tepat danbaik.
3. Menyiapkan instrumen-instrumen pelaksana. Bagian ini akan menampilkan:
a. Pilihan-pilihan perangkat/instrument teknis dan kebijakan lainnya yang dibutuhkan
untuk mendorong pelaksanaan strategi adaptasi perubahaniklim secara tepat dan baik.
b. Pilihan-pilihan perangkat/instrumen ekonomi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
yang ditawarkan (misalnya mana yang membutuhkan insentif,subsidi dan berapa nilai
yang diberikannya serta bagaimana bentuknya).
4. Membangun peningkatan kapasitas melalui pelatihan/training.
a. Kegiatan yang disesuaikan dengan kebijakan, program dan rencana kerja adaptasi
pada tingkat nasional dan daerah masing-masing serta menjawab kerentanan serta
pilihan-pilihan adaptasinya.
b. Peningkatan kapasitas harus memperhatikan dinamika internasional, misalnyaisu loss
and damage, yang membutuhkan pengetahuan, informasiserta penelitian yang bersifat
terukur, seperti kehilangan wilayah dan ekosistem serta kerugian ekonomi, namun
juga kehilangan yang tidak terukur, seperti nilai sosial dan budaya sebuah masyarakat
yang kehilangan wilayahnya akibat dampak perubahan iklim.
5. Membangun Mekanisme komunikasi antara stakeholders.
Dibentuknya lembaga yang secara formal memfasilitasi komunikasi antar
stakeholders. Kegiatan minimal yang dapat dilakukan misalnya saling tukar dan
berbagi informasi melalui kegiatan diskusi sampai kepada program dan kegiatan yang
dilaksanakan secara bersama pada tingkat masyarakat
Kajian kerentanan sebagai dasar pembuatan kebijakan adaptasi diletakkan sebagai basis
utama kegiatan dan menjadi landasan rangkaian kegiatan adaptasi lainnya33. Potret kerentanan
ancaman perubahan iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non iklim lainnya.
Indeks kerentanan tiap wilayah dapat berbeda atau sama tergantung dari kondisi geografis,
33

Diringkas dari Kajian Kerentanan dan Adaptasi terhadap perubahan iklim di Kota Semarang
tahun 2010

15

demografis serta kondisi-kondisi yang ada di dalamnya seperti lingkungan, sosial dan ekonomi
setempat. Potret kerentanan yang diletakkan pada peta spasial yang telah mempertimbangkan
dan memperhitungkan variabel atau aspek-aspek yang mempengaruhi tingkat kerentanan akan
membantu para pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi dalam mencapat target
pembangunan, khususnya strategi dan rencana aksi adaptasi dan pengendalian risiko bencana
sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kegiatan ini akan menjadi faktor pendukung kegiatan policy reform dan capacity
building sebagai elemen utama dalam pencapaian tujuan besar proyek adaptasi di Indonesia,

yaitu terwujudnya pengarus-utamaan adaptasi dalam rangka mencapai target pembangunan yang
telah ditetapkan. Pembuatan peta/kajian kerentanan sebetulnya telah banyak dilakukan oleh
berbagai Departemen, Dinas dan organisasi non pemerintah lainnya. Namun demikian,masih
sedikit yang memasukkan pertimbangan perubahan iklim di dalamnya.
Pemerintahan dan lembaga merupakan dua faktor penentu yang akan mempengaruhi
ketahanan kota terhadap dampak perubahan iklim. Pemerintahan yang baik dan lembaga yang
kuat akan membawa kota lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim. Ada tiga aspek penting
yang perlu dinilai untuk mengkaji ketahanan kota terhadap perubahan iklim:
1. Bagaimana stakeholder memainkan peran mereka dalam mengelola risiko iklim.
2. Apa yang menjadi inisiatif saat ini dan program (pendek dan jangka panjang)
untuk mengatasi risiko iklim dan seberapa efektif mereka.
3. Apa kapasitas pemerintah lokal dan institusi untuk mengintegrasikan perubahan
iklim ke dalam perencanaan jangka pendek dan jangka panjang dari program
pembangunannya.
Manajemen perubahan iklim melibatkan pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal
kota. Setiap pemangku kepentingan memiliki peran dan kontribusi mereka masing-masing terkait
adaptasi dan memperkuat ketahanan masyarakat akan perubahan iklim. Kemitraan ini merupakan
pra-kondisi untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan
perubahan iklim. Koordinasi antar pemangku kepentingan dan sektor harus diperkuat untuk
mendapatkan manfaat maksimal program untuk lingkungan dan masyarakat. Program dan
rencana yang disiapkan oleh pemerintah untuk menangani bencana alam di kota harus tergambar
dalam dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan tata ruang dan pengelolaan bencana.

16

2. Kendala yang dihadapi dalam internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim dalam
Kebijakan Penataan Ruang Perkotaan dan strategi untuk mengatasinya
Beberapa kendala terkait dengan perencanaan dan program adaptasi perubahan iklim,
antara lain ;
a.

kurangnya integrasi, koordinasi dan visi-misi dalam manajemen perubahan iklim,

b.

kurangnya alokasi anggaran untuk mendukung perubahan iklim,

c.

perencanaan tata ruang yang tidak efektif untuk mengurangi dan menyesuaikan
dampak perubahan iklim, dan

d.

tidak ada dewan pengurus formal atau lembaga yang dibentuk untuk menangani
bencana lokal.

Selain itu, manajemen perubahan iklim baik dalam adaptasi maupun mitigasi dianggap sebagai
konsep baru dan tidak sepenuhnya dipahami oleh semua pemangku kepentingan di tingkat lokal.
Tidak ada kebijakan atau program khusus yang dikeluarkan berkaitan dengan perubahan iklim
baik untuk jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Beberapa LSM lokal dan
sektor swasta secara aktif memberikan kontribusi program terkait perubahan iklim, Namun,
program ini diimplementasikan secara parsial dengan koordinasi terbatas antara pemangku
kepentingan. Dana yang dialokasikan untuk mengatasi perubahan iklim juga terbatas. Lembaga
pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan menerima alokasi
anggaran yang sangat rendah. Pemerintah kota juga kesulitan menautkan aksi-aksi adaptasi
perubahan iklim pada rencana-rencana tata ruangnya, baik yang sudah ada maupun yang baru,
yang telah dikembangkan dan dituangkan ke dalam berbagai kebijakan. Upaya memprioritaskan
intervensi rencana tata ruang harus dilakukan secara bersamaan dengan peningkatan infrastruktur
yang sudah ada dan ditujukan untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.
Adapun beberapa strategi yang bisa dilakukan adalah melakukan pengarusutamaan isu
perubahan iklim ke dalam isu pembangunan, karena selama ini isu perubahan iklim masih
dipandang sebagai isu lingkungan semata-mata. Strategi lain yang harus dilakukan adalah
melibatkan berbagai unsur masyarakat dalam pelaksanaan program, karena adaptasi adalah
upaya menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan iklim dan lingkungan. Upaya tersebut
harus dilakukan bersama-sama dengan seluruh unsur terkait, agar berjalan efektif. Hal lain yang
juga harus disadari adalah proses adaptasi merupakan proses yang panjang dan tidak berjalan

17

instan, sehingga dalam merencanakan program-program adaptasi perubahan iklim, pemerintah
harus melakukannya dalam jangka panjang dan bertahap

A. Kesimpulan
1. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi dapat menyebabkan bencana. Oleh karena
itu proses adaptasi tidak dapat dipisahkan dalam rencana penanggulangan bencana.
Bencana yang muncul akibat perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari kegiatan
manusia. Maka kegiatan manusia yang berdampak buruk bagi lingkungan atau
mempercepat proses perubahan iklim harus dikendalikan. Proses pengendalian kegiatan
ini dilakukan melalui Rencana Tata Ruang. Dalam pembuatan rencana tata ruang isu
perubahan iklim belum diperhitungkan, sementara di sisi lain Rencana Tata Ruang yang
tidak layak akan menjadikan kota memiliki risiko iklim yang lebih tinggi di masa depan.
Hasil penelitian yang dilakukan di dua Kota yaitu Semarang dan Jakarta menunjukkan
bahwa isu perubahan iklim mulai dipertimbangkan dalam melakukan revisi RTRW,
meskipun demikian program-program adaptasi masih dilakukan secara parsial dan belum
terintegrasi. Persoalan koordinasi dan anggaran, masih merupakan persoalan klasik yang
terjadi di lapangan.
2. Kendala utama dalam memadukan upaya adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana tata
ruang adalah minimnya data mengenai tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap
bencana. Karena itu tahapan pertama dalam membuat strategi adaptasi perubahan iklim
adalah membuat strategi ketahanan kota terlebih dahulu. Hal lain adalah masih belum
dipahaminya persoalan perubahan iklim tersebut di tataran pengambil kebijakan,
pengambil kebijakan masih kesulitan mengaitkan isu perubahan iklim ke dalam proses
pembangunan, sehingga perlu dilakukan proses pengarusutamaan isu. Pelibatan berbagai
pemangku kepentingan juga mutlak dilakukan dalam melaksanakan rencana adaptasi
perubahan iklim. Untuk itu perlu dipertimbangkan membuat forum atau lembaga untuk
mengatasi persoalan komunikasi dan koordinasi di tingkat kota.

DAFTAR PUSTAKA
Earl Babbie, The Practice of Social Research , Wadsworth Publishing Co., Belmont, fourth
edition, California, 1986.

18

Hans Kelsen diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika (Essays in Legal and
Moral Philosophy), diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Alumni, cetakan kedua,

Bandung, 2002.
Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian , makalah pada Seminar
tentang Metodologi Penelitian bagi Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 12
April, Yogyakarta, 1989.
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII Cetakan 19, Gajah Mada
University Press, 2006.
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan – Buku I : Umum, Binacipta, Bandung, 1982.
Mochtar Kusumaatmadja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum, PT Alumni Bandung, 2000

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta,
1976.
N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa bab mengenai hukum dan ilmu
untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Bina Cipta, 1983, hlm.15.

Mashudi dalam S.F Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara ,
Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2001
Paul Scholten diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum (De Structuur der
Rechtswetenschap) diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Almuni, cetakan pertama,

Bandung, 2003.
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional, Airlangga
Universitiy Press, Surabaya, 1996.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar , Liberty, edisi pertama,
Yogyakarta, 1996.
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan Keenam, Jakarta, 2003, Hlm. 83, dan Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di
Indonesia pada Akhir Abad ke – 20, Alumni, Bandung, 1994.

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia , Unpad, Bandung, 1960
Ari Muhamad, Adaptasi: Sebuah Pilihan yang Mendesak dan Prioritas, DNPI, Jakarta, 2013.
Edi Suharto, Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara: Pelajaran Apa Yang Bisa
Dipetik Untuk Membangun Indonesia, Makalah pada Seminar “Mengkaji Ulang

19

Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisas Otonomi di Indonesia”,
Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa

Jakarta, Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006.
Nadia Astriani, Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota
Bandung, Laporan Penelitian, UNPAD, Bandung, 2013
Dokumen Strategi Ketahanan Kota Semarang, BAPPEDA Kota Semarang, 2012.
Dokumen Rencana Aksi Sektor dalam merespon Adaptasi Perubahan Iklim, DNPI, 2012.
Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban Bangsa, Lima Tahun DNPI, DNPI, Jakarta, 2013
Intergovermental Panel on Climate Change Report, 2001
Kajian Kerentanan dan Adaptasi terhadap perubahan iklim di Kota Semarang, BAPPEDA
Semarang, 2010
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014.
Undang-Undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang Undang Dasar 1945 beserta Amandemen