373066377 Prosiding KNIT 2016 rampipb

PROSIDING

KONFERENSI NASIONAL INOVASI DAN

TECHNOPRENEURSHIP 2016

“Akselerasi Inovasi: Mendorong Inovasi Berbasis Teknologi dalam Penciptaan Pasar dan Dampak

Positif di Masyarakat” Bogor, 19-21 Oktober 2016

Penyunting:

Aji Hermawan Elisa Anggraeni

Asosiasi Kewirausahaan Teknologi Indonesia

Gedung Galeri Inovasi RAMP-IPB Jl. Kamper, Komplek F-Technopark IPB, Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat – 16680 email: akti@ramp-ipb.org || akselerasi.id@gmail.com

ASOSIASI KEWIRAUSAHAAN TEKNOLOGI INDONESIA

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL INOVASI DAN TECHNOPRENEURSHIP 2016

“Akselerasi Inovasi: Mendorong Inovasi Berbasis Teknologi dalam Penciptaan Pasar dan Dampak Positif di Masyarakat”

ISBN: 978-602-72726-1-3

Redaktur Pelaksana:

Endah Murniwati

Desain Sampul:

Dimas Faiz

Penerbit:

Asosiasi Kewirausahaan Teknologi Indonesia

Alamat Redaksi:

Asosiasi Kewirausahaan Teknologi Indonesia Gedung Galeri Inovasi RAMP-IPB Jl. Kamper, Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat – 16680 email: akti@ramp-ipb.org

KATA PENGANTAR

Konferensi Nasional Inovasi dan Tedhnopreneruship (KNIT) 2016 mengambil

tema “Akselerasi Inovasi: Mendorong Inovasi Berbasis Teknologi dalam

Penciptaan Pasar dan Dampak Positif di Masyarakat ”. Tema ini diambil dengan latar belakang adanya kebutuhan untuk melakukan akselerasi proses inovasi berbasis teknologi sehingga pasar menjadi tumbuh dan dampak positif di masyarakat dapat dirasakan. Keberhasilan perkembangan dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilihat dari dampak positif yang diciptakan di masyarakat. Selayaknya ilmu pengetahuan dan teknologi mampu memberikan solusi yang tepat pada permasalahan-permasalahan nyata yang terjadi di masyarakat. Saat ini terdapat celah di antara sisi penciptaan pengetahuan dan teknologi dan sisi penerapannya di masyarakat. Banyak teknologi yang secara teknis layak dan potensial tetapi tidak dapat diterapkan secara berkelanjutan (ekonomi, lingkungan, dan sosial) di masyarakat. Proses akselerasi inovasi perlu dilakukan untuk menjembatani dua sisi ini melalui fasilitasi dan pendampingan bagi technoprenur.

Prosiding ini berisikan makalah-makalah yang dipresentasikan dalam KNIT 2016 yang dibagi menjadi dua sub-tema yaitu (1) sub-tema 1: memfasilitasi mahasiswa dan inovator akar rumput melalui kegiatan kurikuler dan ko-kurikuler dan (2) Sub-tema 2: pengembangan usaha berbasis teknologi yang sesuai dengan pasar dan memberikan dampak positif pada masyarakat.

Di sub-tema 1 dibahas tentang pembelajaran active learning dalam kewirausahaan mahasiswa, pengembangan pengajaran untuk teknologi asistif dalam perspektif technopreneurship, wawasan pengembangan teknopreneur di perguruan tinggi, serta pengembangan ekosistem technopreneurship melalui pengembangan local enablers and creative hub model di perguruan tinggi. Di Sub- tema 2. Dibahas tentang pembelajaran dan pengalaman terkait pengembangan produk inovatif dan model bisnisnya. Berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan potensi lokal (ubi, lele, tebu, kerajiinan kreatif) sebagai peluang usaha berbasis teknologi.

bahwa pengembangan technopreneurship tidak hanya sebatas pada penyediaan alat-alat atau kurikulum untuk peningkatan kapasitas inovasi dan keahlian seseorang namun juga perlu sebuah ekosistem yang sehat sebagai tempat tumbuh kembangnya embrio technopreneur dan inovator akar rumput dan muda. Usaha yang berbasis pada sumberdaya, kearifan dan konteks lokal merupakan faktor penting dalam keberhasilan dan keberlanjutan usaha berbasis teknologi.

Kami mengucapkan terimakasih kepada para nara sumber, pembicara dan para peserta yang telah berpartisipasi aktif dalam KNIT 2016. Semoga KNIT 2016 memberikan energi baru dalam akselerasi inovasi Indonesia. Semoga Allah meridhoi.

Bogor, 20 Oktober 2016

Dr. Elisa Anggraeni, S.TP, MSc Editor

SAMBUTAN

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam karena atas berkat dan

rahmat dari Nya, maka prosiding KNIT 2016 “Akselerasi Inovasi: Mendorong Inovasi Berbasis Teknologi dalam Penciptaan Pasar dan Dampak Positif di

Masyarakat ” ini dapat kami terbitkan. Konferensi Nasional Inovasi dan Technopreneurship (KNIT) 2016 merupakan KNIT yang ketiga diselenggarakan oleh Akselerasi Inovasi IPB (sebelumnya RAMP IPB). KNIT pertama diselenggarakan pada 2013 di Bogor sedangkan KNIT kedua diselenggarakan pada 2015 di Jakarta.

KNIT merupakan sebuah wadah bagi para pelaku (universitas, fasilitator, donor, dll) pengembangan technopreneurship di Indonesia dalam (1) pengembangan keilmuan tekait dengan akselerasi inovasi, (2) pengembangan fasilitasi, inisiatif dan program untuk mengakselerasi inovasi dan (3) diseminasi pembelajaran (tantangan dan manfaat). KNIT 2016 ini berada dalam satu rangkaian dengan Forum Inovasi Teknologi 2016, Pameran Teknologi Tepat Guna dan Business Idea Pitch yang dihadiri oleh technopreneur, fasilitator, dosen, mentor, dan praktisi. Pembelajaran yang diperoleh selama KNIT 2016 ini dibukukan dalam prosiding 2016.

Semoga penerbitan Prosiding KNIT 2016 akan terus memacu para penggiat technopreneurship dalam tukar menukar informasi, pengetahuan dan pengalaman yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitasi pengembangan usaha berbasis teknologi di Indonesia.

Bogor, 20 Oktober 2016

Dr. Ir. Aji Hermawan, MM Direktur Akselerasi Inovasi

SUBTEMA 1 MEMFASILITASI MAHASISWA DAN INNOVATOR AKAR RUMPUT MELALUI KEGIATAN KURIKULER DAN KO- KURIKULER

Pembelajaran Active Learning dalam Penumbuhan Kewirausahaan Mahasiswa

(Studi Kasus Mata Kuliah Kewirausahaan di Departemen Agribisnis)

1 Burhanuddin 2 , Nia Rosiana

Departemen Agribisnis, FEM-IPB; email: burhanipb@gmail.com 2 Departemen Agribisnis, FEM-IPB; email: niarosiana@gmail.com

ABSTRACT

Learning outcome in Entrepreneurship Course is done through active learning. This learning method has a positive impact to lecturer and students. This learning method helps students to be able to communicate with the group in the class, capable of expressing ideas through writing, able to develop ethical values, able to give and receive feedback, reflect on the process of learning, and creative thinking. In this case the lecturer is a facilitator while students have the flexibility to provide opinions in the class. Active learning from each meeting of the course is expected to improve the ability of students in improving soft skills and hard skills in business activities, as well as growth the entrepreneurial spirit in each individual.

Key Words: Active Learning, Entrepreneurship, Students

ABSTRAK

Pencapaian learning outcome Mata Kuliah (MK) Kewirausahaan dilakukan melalui pembelajaran aktif (active learning). Metode pembelajaran ini memiliki dampak yang positif bagi dosen dan mahasiswa. Metode pembelajaran ini membantu mahasiswa untuk mampu berkomunikasi dengan kelompok dalam kelas, mampu mengekspresikan ide-ide melalui tulisan, mampu mengembangkan nilai- nilai etika, mampu memberi dan menerima umpan balik dan merefleksikan proses pembelajaran, dan berfikir kreatif. Dalam hal ini dosen bersifat sebagai fasilitator sedangkan mahasiswa memiliki keleluasaan dalam memberikan pendapat dalam kegiatan perkuliahan dan praktikum. Active learning dari setiap pertemuan MK diharapkan mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan softskill dan hardskill dalam kegiatan usaha, serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada setiap individu.

Kata Kunci: Active Learning, Kewirausahaan, Mahasiswa

PENDAHULUAN

Undang-undang nomor 12 tahun 2012 mengamanatkan Pendidikan Tinggi untuk membentuk watak serta peradaban bangsa dan mengembangkan Civitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, dan berdaya saing. Amanah ini diaktualitasasikan melalui pelaksanaan Tridharma, dimana pendidikan merupakan dharma yang bisa diukur dan mudah dipahami masyarakat. Berkaitan dengan dharma pendidikan, perubahan kurikulum dengan memasukan unsur kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu terobosan untuk mengurangi gap kapabilitas antara lulusan Perguruan Tinggi dengan lapangan pekerjaan dan sekaligus merubah mindset lulusan dari job seeker menjadi job creator, sekaligus juga menjawab tantangan pendidikan kedepan yakni link and match.

Esensi dari dharma pendidikan adalah proses belajar mengajar (learning process) yang aktivitasnya melibatkan komponen dosen, mahasiswa, dan lingkungan belajar serta interaksi dari ketiga komponen tersebut. Interaksi yang terjadi merupakan inti dari proses belajar mengajar yang digerakkan oleh metode pembelajaran (learning method) yang digunakan. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan efektif dalam proses belajar mengajar akan mampu memunculkan potensi mahasiswa dalam berkarakter sesuai dengan capaian pembelajaran (learning outcome), tidak hanya capaian pembelajaran mata kuliah, tetapi juga capaian pembelajaran pendidikan tinggi.

Maka dari itu, perlu ada perubahan paradigma metode pembelajaran di pendidikan tinggi, dari awalnya berpusat pada dosen berubah ke berpusat ke mahasiswa (student centre learning). Namun, metode pembelajaran yang dikembangkan tetap mengacu pada prinsip pencarian kebenaran ilmiah, menjunjung tinggi hak asasi manusia, pengembangan budaya akademik, pengembangan kreativitas, keselarasan dengan lingkungan, kebebasan berekspresi, dan mengembangkan open system thinking. Penelitian Burhanuddin dan Rosiana (2013) menunjukkan bahwa terbentuk tiga faktor baru yang menggambarkan konsep metode pembelajaran ideal yaitu sinergi kuliah- praktikum, metode berpusat ke mahasiswa, dan kecakapan dosen.

Mata Kuliah (MK) Kewirausahaan merupakan salah satu MK yang diampu oleh Departemen Agribisnis. Disusunnya MK ini untuk mendukung pelaksanaan mandat Departemen Agribisnis yaitu pengembangan ilmu dan wawasan bisnis bidang pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan melalui pendekatan sistem dan kewirausahaan. Adapun jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) MK ini yaitu 3 (2-3). Artinya tiga SKS dengan dua jam perkuliahan dan 3 jam praktikum. Satu jam perkuliahan yaitu selama 100 menit sedangkan satu jam praktikum dilaksanakan selama 120 menit. MK ini didesain untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan kepada mahasiswa tentang perkembangan konsep-konsep kewirausahaan, peranan kreativitas, inovasi, dan berbagai kecerdasan dalam kewirausahaan, serta berbagai hal yang terkait dengan persiapan untuk menjadi wirausaha di sektor agribisnis tropika.

Capaian pembelajaran (learning outcome) MK ini antara lain: 1) menelaah sumber-sumber pertumbuhan wirausaha baru, 2) menumbuhkan karakter wirausaha dalam diri mahasiswa, 3) menghubungkan entrepreunerial softskill yang dimiliki dengan penumbuhan wirausaha, 4) merancang proses dan mempersiapkan diri menjadi seorang wirausaha, 5) merekonstruksi pengalaman para wirausaha sukses, 6) mengkombinasikan berbagai sumberdaya untuk memulai dan mengembangkan usaha. Upaya pencapaian learning otutcome tersebut dilakukan melalui pembelajaran aktif (active learning). Metode pembelajaran ini memiliki Capaian pembelajaran (learning outcome) MK ini antara lain: 1) menelaah sumber-sumber pertumbuhan wirausaha baru, 2) menumbuhkan karakter wirausaha dalam diri mahasiswa, 3) menghubungkan entrepreunerial softskill yang dimiliki dengan penumbuhan wirausaha, 4) merancang proses dan mempersiapkan diri menjadi seorang wirausaha, 5) merekonstruksi pengalaman para wirausaha sukses, 6) mengkombinasikan berbagai sumberdaya untuk memulai dan mengembangkan usaha. Upaya pencapaian learning otutcome tersebut dilakukan melalui pembelajaran aktif (active learning). Metode pembelajaran ini memiliki

Dengan demikian, penerapan metode active learning bertujuan untuk mempercepat proses transfer pengetahuan yang mampu mengembangkan ide-ide dan strategi inovatif dengan membuka ruang berfikir seluas-luasnya, serta mempersempit gap ruang teori dengan ruang empiris serta mengembangkan pengetahuan baru yang lebih pragmatis.

METODE ACTIVE LEARNING

Dalam metode active learning, mahasiswa secara aktif menentukan materi belajar yang ingin dipahami, misalnya secara mandiri dan berkelompok mahasiswa mengembangkan keterampilan dalam menilai bukti, bernegosiasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Dosen berperan sebagai fasilitator untuk meningkatkan pembelajaran di dalam kelas dan menantang pemikiran mahasiswa melalui cara pandang berbeda. Hal ini karena sebagai fasilitator, dosen dapat melalukan multi-peran, seperti (CCEA 2007): (1) Neutral Facilitator; (2) Devil‟s advocate; (3) Declared interests; (4) Ally; (5) Official view; (6) Challenger; (7) Provocateur; dan (8) In-role. Dengan demikian, mahasiswa berpartisipasi aktif dan fokus mengajukan pertanyaan dengan mengembangkan berfikir reflektif. Persaingan individu mahasiswa melemah digantikan dengan daya kolaborasi tinggi, karena mahasiswa lebih aktif menghubungkan berbagai pemikiran dengan fenomena yang terjadi disekitarnya.

Menurut taksonomi pembelajaran, active learning mengembangkan nilai- nilai signifikan dalam proses belajar mengajar. Nilai-nilai ini membentuk pemikiran, sikap dan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan aktivitas di masyarakat. Sikap dan keterampilan yang konsisten pada akhirnya akan membentuk karakter mahasiswa yang mampu berkontribusi pada pembangunan bangsa. Strategi instruksional active learning ditujukan untuk melibatkan mahasiswa dalam (1) berpikir kritis atau kreatif, (2) menyampaikan pendapat dan berdiskusi, (3) mengekspresikan ide-ide melalui tulisan, (4) menjelajahi sikap dan nilai-nilai pribadi, (5) memberi dan menerima umpan balik, dan (6) merefleksikan proses pembelajaran (Eison 2010). Strategi instruksional dirancang tidak hanya pada aktivitas belajar di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas. Selain itu, tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk kelompok mahasiswa, baik menggunakan ataupun tanpa menggunakan teknologi. Hal ini karena ilmu pengetahuan tidak statis, tetapi terus bergerak melampaui apa yang sudah diketahui dan dipikirkan.

Menurut Fisher (2010), active learning menghasilkan tanggapan yang sangat positif dari dosen dan mahasiswa, lebih dari 85 persen mahasiswa merekomendasikan penerapan active learning pada kelas lainnya. Namun demikian, active learning membutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan proses belajar mengajar, mulai dari Departemen, Fakultas, sampai Perguruan Tinggi (Prince 2004). Pemangku kepentingan menciptakan lingkungan yang Menurut Fisher (2010), active learning menghasilkan tanggapan yang sangat positif dari dosen dan mahasiswa, lebih dari 85 persen mahasiswa merekomendasikan penerapan active learning pada kelas lainnya. Namun demikian, active learning membutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan proses belajar mengajar, mulai dari Departemen, Fakultas, sampai Perguruan Tinggi (Prince 2004). Pemangku kepentingan menciptakan lingkungan yang

Active learning melibatkan mahasiswa sebagai pelaku utama. Metode pembelajaran ini akan membantu mahasiswa untuk mampu berkomunikasi dengan kelompok dalam kelas, mampu mengekspresikan ide-ide melalui tulisan, mampu mengembangkan nilai-nilai etika, mampu memberi dan menerima umpan balik dan merefleksikan proses pembelajaran, dan berfikir kreatif. Ciri-ciri orang yang berfikir kreatif menurut Colleman dan Hammer, yaitu: 1) memiliki pengetahuan yang luwes, mampu melahirkan gagasan yang berlainan; 2) memiliki sikap terbuka, selalu mencari, sehingga memiliki minat yang beragam dan luas terhadap hal baru;

3) sikap bebas, selalu ingin berkreasi sendiri, tidak senang hanya mengikuti orang lain saja; 4) percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya, kemauan kuat untuk mencoba sesuatu, tidak mudah putus asa dan tidak mau terlibat dengan batasan- batasan yang baku; 5) memperluas asosiasi pikiran/memperkuat daya imajinasi (berpikir bebas tidak ada ikatan); 6) memperbanyak ide alternatif pemecahan masalah; 7) cross fertilize (semakin banyak yang ikut berpikir akan semakin banyak ide yang muncul); 8) divergen (kemampuan untuk melihat perbedaan di antara berbagi data dan peristiwa); 9) bersifat induksi; 10) mendahulukan kuantitas daripada kualitas; 11) crazy idea; dan 12) berani mengambil resiko.

Gambar 1 Kategori Belajar Sumber: Bell dan James (2006)

Pergeseran pembelajaran dari model terpusat pada dosen menjadi pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa akan mendorong peningkatan kemampuan berfikir mahasiswa dalam kelas perkuliahan atau praktikum. Dalam hal ini, dosen berfungsi sebagai fasilitator karena mahasiswa yang mengembangkan berbagai keterampilan seperti menganalisis masalah, memecahkan masalah, serta mampu mengambil keputusan. Keterlibatan mahasiswa menjadi hal yang penting dalam proses active learning. Proses belajar ini akan menantang mahasiswa dengan berbagai pemikiran yang baru melalui cara Pergeseran pembelajaran dari model terpusat pada dosen menjadi pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa akan mendorong peningkatan kemampuan berfikir mahasiswa dalam kelas perkuliahan atau praktikum. Dalam hal ini, dosen berfungsi sebagai fasilitator karena mahasiswa yang mengembangkan berbagai keterampilan seperti menganalisis masalah, memecahkan masalah, serta mampu mengambil keputusan. Keterlibatan mahasiswa menjadi hal yang penting dalam proses active learning. Proses belajar ini akan menantang mahasiswa dengan berbagai pemikiran yang baru melalui cara

MK KEWIRAUSAHAAN

Metode pembelajaran yang dilakukan pada MK Kewirausahaan yaitu metode active learning. Metode ini menekankan pembelajaran aktif yang dilakukan secara dua arah oleh mahasiswa dan dosen. Materi yang disampaikan tidak hanya dibaca namun melalui penyampaian yang menarik mahasiswa dapat memberi ide-ide yang berkaitan dengan materi pengajaran. Bruner (1983) dalam Eison (2010) menjelaskan bahwa belajar yang benar melibatkan bagaimana mencari tahu apa yang sudah diketahui agar dapat melampaui apa yang sudah dipikirkan.

MK Kewirausahaan yang dilaksanakan di Departemen Agribisnis mengalami penyesuaian kurikulum dari waktu ke waktu. Materi kuliah yang disampaikan meliputi 14 pokok bahasan yang terdiri atas: 1) kewirausahaan dan tantangan bangsa, 2) evolusi konsep kewirausahaan, 3) self assesment, 4) falsafah dan spirit kewirausahaan, 5) motivasi wirausaha, 6) mengembangkan kreativitas, 7) inovasi dalam kewirausahaan, 8) perspektif kewirausahaan pada individu, 9) kecerdasan wirausaha, 10) intrapreneurship, 11) women and home entrepreneurship, 12) mengembangkan ide berwirausaha, 13) technopreneur dan inspirasi, dan 14) persiapan menjadi wirausaha. Adapun materi praktikum yang disampaikan mengikuti materi kuliah. Dalam hal ini, terdapat perubahan materi praktikum dari semester-semester sebelumnya. Adapun perubahan materi praktikum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perubahan pokok bahasan dalam praktikum MK Kewirausahaan

Pokok Bahasan

NO Sebelum Perubahan

Setelah Perubahan

1 Pendahuluan dan kepribadian Pendahuluan dan penjelasan Pekan efektif

Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K)

2 Personality Plus dan Team Proposal PKM-K: BAB 1. Pendahuluan Building

3 Spirit Kewirausahaan dan Dream Proposal PKM-K: BAB 2. Gambaran umum Book

rencana usaha

4 Peningkatan Nilai Tambah Proposal PKM-K: BAB 3. Metode melalui Pemanfaatan Barang

pelaksanaan

Bekas

5 Survei Pasar Proposal PKM-K: BAB 4. Biaya dan jadwal kegiatan

6 Mengembangkan kreativitas Proposal PKM-K: Perbaikan bab 1-4 dan penyiapan lampiran dan presentasi proposal

7 Mind Mapping dan Ide Bisnis Pengumpulan proposal, Upload proposal, berbasis pertanian

Presentasi proposal

8 Implementasi Bisnis: Gambaran

Personality Plus

Usaha dan Rencana Pemasaran

Pokok Bahasan

NO Sebelum Perubahan

Setelah Perubahan

9 Implementasi Bisnis: Rencana Personality Plus dan Team Building Keuangan

10 Implementasi Bisnis: Rencana

Spirit Kewirausahaan

manajemen

11 Implementasi Bisnis: Women Peningkatan Nilai Tambah melalui home entrepreneurship

Pemanfaatan Barang Bekas

12 Implementasi Bisnis: Laporan

Survei Pasar

Keuangan

13 Implementasi Bisnis:

Dream Business

Technopreneurship

14 Presentasi bisnis Presentasi Dream Business dan Evaluasi Proposal PKM-K

Saat ini, materi proposal Pekan Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM- K) menjadi pokok bahasan dalam MK Kewirausahaan. Setiap kelompok mahasiswa yang terdiri atas 3-5 orang diwajibkan membuat proposal PKM-K dalam kurun waktu tujuh minggu (pertemuan ke-1 hingga ke 7) hingga melakukan upload proposal pada akun resmi Sistem Informasi dan Manajemen Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SIMLITABMAS). Pada semester sebelumnya, tidak dilakukan pembuatan proposal PKM-K namun melakukan kegiatan implementasi bisnis pada pertemuan ke-8 hingga ke-14. Perubahan pokok bahasan ini merupakan bentuk pengembangan ilmu kewirausahaan yang dapat diaplikasikan secara langsung oleh mahasiswa. Mahasiswa diharapkan menemukan ide bisnis yang kemudian dapat menuangkannya kedalam proposal PKM-K. Proposal yang telah dibuat kemudian di presentasikan untuk memperoleh penilaian kelompok terbaik dari Departemen Agribisnis. Selanjutnya, diharapkan proposal tersebut dapat lolos dan didanai oleh Kemenristek DIKTI.

METODE PEMBELAJARAN DAN PENUMBUHAN WIRAUSAHA

Dalam metode active learning menggunakan beberapa teknik pembelajaran, yaitu berupa tutorial, panel, diskusi kelompok, debat, video presentasi, tanya jawab, proyek presentasi, bedah kasus, paper, dan seminar (Tabel 2).

Tabel 2 Metode Active Learning pada Mata Kuliah Kewirausahaan

NO RANCANGAN METODE PEMBELAJARAN

1 TUTORIAL

1. Penjelasan tentang mata kuliah dan rencana perkuliahan

2. Menjelaskan metode pembelajaran Active Learning

3. Memberikan alamat handout untuk didownload

4. Model tutorial dan menyampaikan tugas membuat makalah yang akan diseminarkan pada pertemuan ke-14

NO RANCANGAN METODE PEMBELAJARAN

2 PANEL BERLANJUT

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, secara acak dipilih 5 mahasiswa menjadi panel untuk menjelaskan materi kuliah yang dibagi kedalam 5 bagian secara berlanjut

3. Moderator (mahasiswa) mengatur jalannya diskusi secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

4. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

3 DISKUSI KELOMPOK

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, secara acak dipilih 5 mahasiswa menjadi fasilitator kelompok

3. Kelas dibagi kedalam 5 kelompok, fasilitator mahasiswa menjelaskan materi kuliah di setiap kelompok

4. Hasil diskusi kelompok di pleno yang dipimpin moderator (mahasiswa)

5. Moderator (mahasiswa) mengatur jalannya diskusi secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

6. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

4 PANEL PEMBAHAS

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, secara acak dipilih 5 mahasiswa menjadi pembahas

3. 5 mahasiswa membuat materi bahasannya masing-masing dan menyampaikan bahasannya terhadap materi kuliah

4. Diskusi kelas dipimpin moderator (mahasiswa) yang mengatur jalannya diskusi secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

5. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

5 VIDEO PRESENTASI

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, secara acak dipilih 5 mahasiswa menjadi video presenter

3. 5 mahasiswa melakukan browsing video terkait materi kuliah dan mempresentasikan di depan kelas

4. Diskusi kelas yang dipimpin moderator (mahasiswa) yang mengatur jalannya diskusi secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

5. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

6 DEBAT

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Kelas dibagi kedalam 2 kelompok yang pro dan kontra terkait materi kuliah, kemudian melakukan debat

3. Debat dipimpin moderator (mahasiswa) yang mengatur jalannya debat secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

4. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

NO RANCANGAN METODE PEMBELAJARAN

7 PANEL PRESENTASI

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, secara acak dipilih 5 mahasiswa menjadi panel

3. 5 mahasiswa panel membuat handout sendiri yang mengacu pada materi kuliah, mempresentasikan dalam kelas

4. Panel dipimpin moderator (mahasiswa) yang mengatur jalannya panel secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

5. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

8 KELOMPOK PRESENTASI

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, 5 mahasiswa berkelompok mengajukan diri sebagai presenter

3. Kelompok membuat bahan presentasinya sendiri yang mengacu pada materi kuliah, mempresentasikan dalam kelas dan mengatur jalannya diskusi secara aktif supaya sebagian besar mahasiswa dapat berperan serta

4. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

9 TANYA JAWAB

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Sehari sebelum kuliah, 5 mahasiswa berkelompok mengajukan diri sebagai penjawab

3. Mahasiswa lain membuat maksimal 2 pertanyaan terkait dengan materi kuliah

4. Kelompok penjawab membuat bahan presentasinya sendiri dalam menjawab pertanyaan dan mengatur jalannya tanya jawab secara aktif supaya semua mahasiswa dapat berperan serta

5. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

10 PRESENTASI PROYEK

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Kelas dibagi kedalam 5 kelompok sebagai kelompok proyek

3. Masing-masing kelompok proyek mempresentasikan proyek yang sama “membangun laboratorium bisnis” menggunakan kaidah-kaidah materi kuliah

4. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

11 MEMBEDAH KASUS

1. Semua mahasiswa sudah memahami materi kuliah

2. Kelas dibagi kedalam 5 kelompok sebagai kelompok pembedah kasus

3. Masing-masing kelompok membrowsing perusahaan agribisnis dan mempresentasikan hasil bedahannya menggunakan kaidah-kaidah materi kuliah

4. Refleksi diberikan oleh dosen pada bagian akhir kuliah (20 menit)

12 SEMINAR BISNIS

1. Seluruh mahasiswa membuat makalah, kemudian ditentukan 5 mahasiswa sebagai panel

2. Seminar diorganisasikan oleh mahasiswa

Hasil penerapan metode active learning ini menunjukkan perkembangan yang positif dan mahasiswa semakin terlibat dalam mata kuliah. Misalnya, topik- topik paper yang dibuat mahasiswa semakin fokus pada isu-isu bisnis terkini.

Selain itu, pelaksanaan seminar sudah ditangani oleh mahasiswa dan adanya prosiding atas prakarsa mahasiswa. Bahkan, pada kelas yang sedang berlangsung, mahasiswa berinisiatif untuk melakukan dokumentasi terhadap setiap metode pembelajaran yang dilaksanakan.

Metode pembelajaran active learning telah memberikan dampak positif bagi dosen dan mahasiswa, antara lain:

1. Mahasiswa memperkaya materi kuliah dengan mengembangkan handout

2. Mahasiswa aktif mencari materi kuliah melalui berbagai sumber dan membiasakan berdiskusi antar mahasiswa

3. Mahasiswa merencanakan sendiri materi kuliah yang ingin diketahui dan dipahami

4. Dosen dan mahasiswa terus-menerus melakukan updating materi kuliah

5. Kegiatan dalam perkuliahan sangat kondusif bagi terjadinya transfer pengetahuan dan berbagi pemahaman

6. Mahasiswa menikmati suasana akademis dengan membuka ruang berfikir seluas-luasnya

7. Mahasiswa memahami materi kuliah dengan meningkatkan kepekaan terhadap perubahan lingkungan bisnis terkini dan mengolahnya kembali untuk di-share kepada masyarakat melalui tulisan dan forum seminar

Dengan demikian, metode pembelajaran active learning telah membantu mahasiswa dalam menyerap dan memahami materi perkuliahan . Mahasiswa dituntut untuk bergerak lebih cepat mencari bahasan dari berbagai sumber atau referensi. Hal ini memacu mahasiswa untuk lebih aktif dalam mencapai penguasaan materi. Mahasiswa secara kreatif melakukan presentasi menarik yang membuat mahasiswa antusias dan tidak jenuh dalam proses pembelajaran.Ini

berati mahasiswa telah mempelajari dan memahami materi dengan pola pikirnya sendiri.

Metode active learning ini membuat mahasiswa menjadi lebih terbuka dan mandiri dengan melakukan persiapan sebelum mengikuti perkuliahan yang sebelumnya jarang dilakukan dan antusias mengikuti perkuliahan (lihat inbox, pengakuan mahasiswa). Suasana kelas yang menyenangkan membuat pikiran mahasiswa bergerak lebih bebas dan mengkomunikasikan tanpa sungkan. Oleh karena itu, banyak pikiran-pikiran baru berkembang selama perkuliahan dan membuat mahasiswa dan dosen harus terus-menerus mengikuti isu-isu terkini.

Melalui metode pembelajaran active learning, keterbukaan dan kemandirian yang terbentuk dalam diri mahasiswa mempercepat penguasaan mahasiswa terhadap kompetensi dasar dari MK Kewirausahaan. Kompetensi dasar yang dimaksud adalah:

1. Mahasiswa mampu

menguraikan perkembangan kewirausahaan dalam pembangunan bangsa

menjelaskan

dan

2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengembangkan berbagai konsep kewirausahaan

3. Mahasiswa mampu menemukenali karakter wirausaha dalam dirinya dan orang lain

4. Mahasiswa mampu menerapkan falsafah dan spirit wirausaha

5. Mahasiswa mampu memotivasi diri dan orang lain menjadi wirausaha

6. Mahasiswa menjelaskan menjelaskan dan menerapkan kreativitas dalam kewirausahaan

7. Mahasiswa mampu menjabarkan peranan inovasi dalam kewirausahaan

8. Mahasiswa mampu menjelaskan perspektif kewirausahaan dalam individu

9. Mahasiswa mampu menjabarkan dan mengembangkan berbagai kecerdasan yang dibutuhkan dalam kewirausahaan

10. Mahasiswa mampu menguraikan dan menerapkan prinsip intrapeneurship

11. Mahasiswa mampu menjabarkan faktor utama yang menentukan Womendan homeentrepreneurship

12. Mahasiswa mampu merancang ide-ide wirausaha

13. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan peran technopreneur

14. Mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis berbagai hal yang perlu dipersiapkan untuk menjadi wirausaha

Keempat belas kompetensi dasar diatas, menciptakan mahasiswa yang berani berkompetisi pada era kreatif, dimana kreativitas dan inovasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan terhadap inovasi sangat mutlak jika bersaing dalam dunia yang berubah dengan cepat dan tidak diramalkan ini. Wirausaha (entrepreneur) diartikan sebagai seorang inovator dan penggerak pembangunan. Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat-alat produksi dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan (McClelland 1961). Wirausaha adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, dan pembagian kekayaan yang bergantung pada kerja keras dan pengambilan resiko (Bygrave 2004).

Dengan demikian, mahasiswa yang memiliki kompetensi wirausaha berperilaku kompetitif yang mendorong pasar, bukan hanya menciptakan pasar baru, tetapi menciptakan inovasi baru ke dalam pasar, sekaligus sebagai kontribusi nyata dari tumbuhnya wirausaha baru sebagai agen pembangunan (Davidsson 2003 dan Kirzner 1973). Selain itu, melalui inovasi, perubahan terjadi dan eksistensi wirausaha semakin kuat. Schumpeter pada tahun 1911 menyampaikan gagasannya tentang siapa itu wirausaha, yakni: (1) wirausaha yang mengenalkan produk baru dan kualitas baru dari suatu produk, (2) wirausaha yang mengenalkan metode baru berproduksi yang lebih komersial, baik berdasarkan pengalaman maupun hasil kajian ilmiah dari suatu penelitian (3) wirausaha yang membuka pasar baru, baik dalam negeri ataupun di negara yang sebelumnya belum ada pasar (4) wirausaha yang menggali sumber pasokan bahan baku baru bagi industri setengah jadi atau industri akhir, dan (5) wirausaha yang menjalankan organisasi baru dari industri apapun.

KESIMPULAN

Penerapan metode active learning telah menambah kecepatan transformasi pengetahuan dalam memahami kewirausahaan. Menjadi wirausaha baru yang dibentuk dari proses belajar mengajar mampu membentuk karakter sarjana sebagai penggerak pembangunan bangsa melalui kreativitas dan inovasi. Metode active learning telah membuat mahasiswa dan dosen lebih peka dan terbuka serta mandiri dalam berbagi pemahaman serta membuka ruang berfikir seluas-luasnya. Metode pembelajaran memungkinkan untuk menemukenali dan mengembangkan alat-alat atau cara baru yang inovatif melalui kreativitas terus menerus yang berdampak

entrepreneur: knowledge entrepreneur, entrepreneurial education intrapreneur, social entrepreneur, dan political entrepreneur di masa depan.

pada

tumbuhnya

Metode active learning, dengan kasus MK Kewirausahaan ini, telah mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan softskill dan hardskill Metode active learning, dengan kasus MK Kewirausahaan ini, telah mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meningkatkan softskill dan hardskill

DAFTAR PUSTAKA

Bell D, James T. 2006. Active Learning Handbook. Faculty Development Center: Webster University.

Burhanuddin, Rosiana N. 2013. Metode belajar kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor. Prosiding 2:215-234. isbn: 978-979-19423-8-6.

Bygrave W D. 2004. The Portable MBA in Entrepreneurship: Third Edition/edited by William D. Bygrave, Andrew Zacharakis. Ed. 3 – New Jersey: John Willey & Sons Inc.

[CCEA] Council for the Curriculum, Examinations and Assessment. 2007. Active Learning and Teaching Methods. Northern Ireland Curriculum: A PMB Publication.

Cotner S, Loper J, Walker JD, Brooks DC. 2013. “It‟s not you, it‟s the room” are the high-tech, active learning classrooms worth it? Journal of College Science Teaching 42(6):82-88.

Davidsson P. 2003. The Domain of Entrepreneurship Research: Some Suggestions. in Jerome A. Katz and Dean Shepherd (eds.), Cognitive Approaches to Entrepreneurship Research, Advances in Entrepreneurship, Firm Emergence and Growth 6, pp. 315 –372.

Eison J. 2010. Using Active Learning Instructional Strategies to Create Excitement and Enhance Learning. Department of Adult, Career & Higher Education: University of South Florida.

Fisher K. 2010. Technology-enabled active learning environments: an appraisal. CELE Exchange 2010/7. issn: 2072-7925.

Kirzner I M. 1973. Competition and Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press.

McClelland D C. 1961. The Achieving Society. D. Van Nostrand. Place of Publication: Princeton, NJ. Publication.

Prince M. 2004. Does active learning work? a review of the research. Journal of Engineering Education 93(3), 223-231.

http://www.nicurriculum.org.uk . Active Learning and Teaching Methods. 2007

XX INBOX XX

PENGAKUAN TERHADAP METODE PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING:

a. Astria Mutiasari (H34120071):

Membantu mahasiswa dalam menyerap dan memahami materi perkuliahan. Mahasiswa dituntut untuk bergerak lebih cepat mencari bahasan dari berbagai sumber/referensi. Hal itu akan memacu mahasiswa untuk lebih aktif dalam mencapai penguasaan materi. Adanya partisipasi dari audiens dalam sesi tanya jawab membuat metode pembelajaran ini lebih efektif dan dapat memperluas wawasan mahasiswa. Disamping itu, review dari dosen di akhir jam perkuliahan, membuat metode ini lebih terarah dan mencapai tujuan perkuliahan yang efektif.

b. Sugandi (H34120014): Metodenya berjalan sangat baik, mahasiswa jadi lebih aktif lagi.

c. Rininta Suci Lestari (H34120063): Metode aktif learning selama ini sangat menarik sekali karena adanya metode yang kreatif selama presentasi yang membuat mahasiswa antusias dan tidak jenuh dalam proses pembelajaran. Apalagi adanya dokumentasi saat presentasi sehingga mahasiswa yang semula tidak bertanya akan antusias bertanya.

d. Ferdiansya Dwi Sastra (H34134062): Mahasiswa dituntut untuk dapat mempelajari dan memahami dengan pola pikirnya sendiri kemudian dipresentasikan kepada teman-temannya, mahasiswa menjadi lebih aktif.

e. Ni Luh Putu Oktariana Mastra (H34134019): Mahasiswa menjadi mengerti mengenai materi yang akan disampaikan, karena harus mempersiapkannya terlebih dahulu. Mahasiswa tidak sungkan bertanya dan berpendapat.

f. Priscilla Siregar (H34120143): Mahasiswa berperan aktif saat pembelajaran, mahasiswa tidak bosan dengan metode pembelajaran yang tiap minggunya berbeda.

g. Jusni Erina Purba (H34134070): Metode pembelajaran menyenangkan, membuat mahasiswa belajar lebih mandiri dan tidak sungkan untuk bertanya.

h. Nintya Putri Wardani (H34134061): Mahasiswa menjadi lebih mandiri dan terbiasa melakukan presentasi.

i. Resti Wira Kartika (H34134060): Mahasiswa lebih aktif dalam kelas.

Teknologi Asistif dalam Perspektif Technopreneurship

Yuyus Suherman

Departemen Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia 081321490939/fax.(022)2000021/ yuyus@upi.edu

ABSTRACT

Assistive technology, an important study in the context of special education. Focus studies on philosophical values, functional, and appropriate technology. Developed through need assessment, design validation, ergonomic and disabilities-compensatory. Through the partnership, students are encouraged to develop a assistive technologies series of commercial, without sacrificing the values kompensatory. Technopreneurship perspectives provide an opportunity for students and faculty to strengthen the lectures become more functional. Technopreuneurship through the perspective of assistive technology products become more valuable, because in addition to meeting the needs of compensatory, as well as commercial products standard.

Keywords: Assistive technology, technopreneurship, disabilities-compensatory

ABSTRAK

Technology Asistif, merupakan kajian penting dalam konteks pendidikan khusus. Fokus kajiannya pada nilai-nilai filosofis, fungsional, dan teknologi tepat guna. Dikembangkan melalui need assessment, validasi disain, ergonomis dan kompensatoris

mahasiswa didorong mengembangkan teknologi asistif seri komersial, tanpa mengorbankan nilai-nilai kompensatorisnya. Perspektif technopreneurship memberi kesempatan kepada mahasiswa dan dosen untuk memperkuat perkuliahan menjadi lebih fungsional. Melalui perspektif technopreuneurship produk teknologi asistif menjadi bernilai lebih, karena selain memenuhi kebutuhan kompensatoris, sekaligus berstandar produk komersial.

Kata Kunci: Teknologi asistif, technopreneurship, kompensatoris disabilitas

LATAR BELAKANG

Teknologi memainkan peran penting dalam kehidupan. Aplikasinya sangat luas, termasuk dalam konteks pendidikan khusus. Teknologi didefinisikan sebagai alat yang menggunakan prinsip penemuan saintifikasi baru. Teknologi juga Teknologi memainkan peran penting dalam kehidupan. Aplikasinya sangat luas, termasuk dalam konteks pendidikan khusus. Teknologi didefinisikan sebagai alat yang menggunakan prinsip penemuan saintifikasi baru. Teknologi juga

Dalam konteks membantu individu disabilitas ini, kajian teknologinya dikembangkan pada assistive technology, yaitu teknologi yang mengacu pada setiap produk, perangkat, atau peralatan, apakah diperoleh secara komersial, dimodifikasi atau disesuaikan, yang digunakan untuk mempertahankan, meningkatkan, atau memperbaiki kemampuan fungsional individu disabilitas,

berkaitan dengan activity of daily living termasuk aktivitas belajarnya (Johnston et al 2007 dalam Alnahdi 2014). McCulloch (2004) mengemukakan untuk semua siswa, teknologi membuat segalanya lebih mudah. Untuk siswa disabilitas, teknologi membuat hal-hal menjadi mungkin. Teknologi asistif ini mencakup yang "low tech” sampai yang "high-tech". Dalam kaitannya dengan aktivitas belajar, teknologi asistif dikembangkan dalam perspektif Universal Design for Learning (Wehmeyer 2006 dalam Alnahdi 2014). Salah satu yang mendapat perhatian peneliti dan akademisi adalah intervensi digital (Theng 2015) yang berfungsi meningkatkan kualitas kehidupan dan berpotensi mencapai populasi lebih besar serta penghematan (Langrial et al 2012).

Sherwood (2005), mengemukakan untuk menciptakan produk teknologi inovatif, diperlukan hal yang lebih kaya dan mendalam, diperlukan pendekatan dan kajian multidisipliner. Berkenaan dengan hal tersebut , untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa yang mengikuti perkuliahan teknologi asistif pada Departemen Pendidikan khusus, FIP UPI Bandung, inovasi perkuliahan terus dikaji melalui kajian disain, ergonomik dan perspektif technopreneurship, termasuk kajian kebutuhan kompensatoris sebagai intinya. Melalui perspektif technopreneurship, diharapkan produk teknologi asistif memiliki nilai tambah. Produk inovatifnya selain memenuhi kebutuhan kompensatoris, juga memiliki nilai komersial yang membuka jalan ke arah wirausaha (Suherman 2010)

Dari perspektif disain pengembangan teknologi asistif merupakan proses pengubahan makna, melalui proses panjang dengan mengeksploitasi kemampuan perencanaan. Karena itu, unsur manusia menjadi sangat dominan, baik dalam pelaksanaan maupun perencanaannya (Palgunadi 2007). Sedangkan kajian ergonomi memberi warna tersendiri, berperan dalam menganalisis, meneliti, memperkirakan, menentukan, merencanakan, dan membuat produk berdasarkan asas pemenuhan berbagai fungsi hubungan yang selaras antara produk yang direncanakan dengan manusia sebagai penggunanya. Dikenal sebagai hubungan manusia dan mesin. Selain itu, ia mempertimbangkan berbagai hal berkaitan dengan dampak produk secara fisik dan psikologis terhadap pengguna dan lingkungannya.

Kajian kebutuhan kompensatoris disabilitas, difokuskan pada esensi disabilitas. Anak disabilitas adalah individu yang potensinya tidak berkembang optimal karena mengalami hambatan pada area fungsi belajar, komunikasi, sosial- emosional dan neuromotor (Smith 2002). Hambatan belajar dapat dipahami dari dimensi proses dan produk. Hambatan socio-emotional dipahami dari ketidakmampuan mengungkapkan pikiran, ide, perasaan dan ketidakmampuan beradaptasi. Hambatan komunikasi merupakan ketidakmampuan individu dalam Kajian kebutuhan kompensatoris disabilitas, difokuskan pada esensi disabilitas. Anak disabilitas adalah individu yang potensinya tidak berkembang optimal karena mengalami hambatan pada area fungsi belajar, komunikasi, sosial- emosional dan neuromotor (Smith 2002). Hambatan belajar dapat dipahami dari dimensi proses dan produk. Hambatan socio-emotional dipahami dari ketidakmampuan mengungkapkan pikiran, ide, perasaan dan ketidakmampuan beradaptasi. Hambatan komunikasi merupakan ketidakmampuan individu dalam

Akibat hambatan di area learning, socio-emotional, communication, dan neuromotor, individu disabilitas memiliki resiko tinggi terhadap kegagalan dalam mengembangkan potensinya. Keempat area fungsi hambatan tersebut tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan aktivitas belajar berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan terhadap pemberikan perhatian pada tugas pembelajaran, mengorganisasikan pekerjaan, mengikuti pengarahan, mengelola waktu dan mengajukan pertanyaan. Hambatan pada disabilitas dapat terjadi apabila seluruh atau sebagian interaksi individu disabiltas dan lingkungan tidak berlangsung positif.

Adapun kebutuhan sosio-emotional berkaitan dengan proses belajar keterampilan hidup, termasuk bagaimana menangani diri sendiri, menjalin hubunggan dengan orang lain serta bekerja efektif. Dalam kaitannya dengan diri, pembelajaran sosio-emosional membantu mengenali emosi dan belajar bagaimana mengelola perasaan itu. Dalam konteks interaksi dengan orang lain, pembelajaran sosio-emosional membantu mengembangkan simpati dan empati, kerja sama dan mempertahankan hubungan positif.

Berikutnya hambatan perkembangan komunikasi, membutuhkan komunikasi yang tepat, sehingga proses pembelajaran dapat lebih efektif. Ada tiga pendekatan komunikasi alternatif bagi individu dengan hambatan komunikasi yang disebabkan hambatan pendengaran, yaitu: secara oral, manual (isyarat), dan gabungan keduanya (komunikasi total). Sedangkan hambatan neuromotor membutuhkan pengembangan aktivitas motorik. Hal ini dimaksudkan untuk melatih pengendalian gerakan spontan, meningkatkan kemampuan mobilitas, melatih keseimbangan, meningkatkan kekuatan otot, mencegah atropi dan kejang.

Teknologi asistif ini di menarik dikaji, mengingat secara emfiris, dipasaran tersedia banyak pilihan, baik yang sejak awal disediakan untuk individu disabilitas, maupun yang tidak diperuntukan bagi penyandang disabilitas. Disisi lain banyaknya pilihan tersebut menuntut kompetensi khusus, agar pilihannya tepat guna. Hal ini penting karena individu disabilitas dalam melakukan aktivitas motor, sosial, edukasi dan budaya tidak terlepas dari barrier. Banyak penyandang disabilitas tidak mampu menggunakan perangkat biasa, yang memang tidak didisain untuk

mereka (Santrock 2007). Pemilihan teknologi asistif dengan mempertimbangkan fungsi kompensatoris, dan didasarkan atas need assesment dapat meningkatkan kepercayaan diri dan semangat hidup individu disabilitas. Sebaliknya, jika pemilihannya tidak mempertimbangkan fungsi kompensatoris, selain tidak efektif juga akan menambah persoalan. Karena itu, teknologi asistif yang berkembang di masyarakat memerlukan kajian terus menerus.

Berdasarkan sintesis riset yang telah dilakukan, dan setelah melalui penguatan technopreuneurship, disimpulkan diperlukan perluasan konteks kajian, yang semula pada tataran teknologi adaptif diperluas kajiannnya pada teknologi asistif. Hal ini didasarkan atas kebutuhan lebih luas dari sekedar pemenuhan kompensatoris disabilitas, yakni agar mampu mengeksplorasi dan meningkatkan nilai-nilai komersialnya. Berdasarkan perspektif teknopreuneurship, mata kuliah yang awalnya bernama teknologi adaptif berganti menjadi teknologi asistif. Luasnya kajian teknologi asistif membuka perpektif technopreneurship.

Teknologi asistif dibangun dari kompensatoris sebagai unsur utama, dan tiga unsur esensial ergonomi, desain dan technopreneurship. Unsur tersebut digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Unsur yang Membangun Tenologi Asistif

Sebagai pengampu mata kuliah teknologi asistif, penulis terus melakukan riset berkaitan dengan teknologi asistif ini, melalui berbagai skim, seperti penelitian hibah kompetitif DIPA UPI, Hibah Kompetisi Program Unggulan (2008- 2009). Model jejaring kemitraan dikembangkan melalui penelitian Hibah Strategi Nasional Bath-1 DP2M DIKTI (2009). Sementara itu dari aspek kurikulum dan pendekatan perkuliahan dikaji melalui penelitiah Hibang Bersaing DP2M DIKTI (2008, 2009 dan 2010). Sedangkan untuk memberi penguatan konten, dikembangkan melalui Technopreneurship Course Development Program salah satu program yang diluncurkan Recognition and Mentoring Program, IPB (2010).