Konsep Dasar Tentang Negara khilafah

Konsep Dasar Tentang Negara
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi
diantara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu,
hidup di dalam satu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstruktif yang pada galibnya
dimiliki

oleh

suatu

negara

berdaulat:

Masyarakat,

wilayah,

dan


pemerintahan yang berdaulat. Lebih lanjut dari pengertian di atas negara
identik dengan hak dan wewenang.
Tujuan sebuah negara dapat bermacam-macam dintaranya;
a.
Memperluas kekuasaan
b.
Menyelenggarakan kepentingan umum
c.
Mencapai kesejahteraan hukum
Dalam konsep dan ajaran Plato, tujuan negara adalah untuk
memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan dan sebagai
mahluk sosial.
Menurut Ibnu Arabi, tujuan negara adalah agar manusia bisa menjalankan
kehidupnnya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi
pihak-pihak asing.
Sedangkan dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial yang telah tertuang dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

 Unsur-unsur Negara
Ada empat unsur dalam suatu negara yaitu;
a.
Rakyat
b.
Wilayah
c.
Pemerintah
d.
Pengakuan negara lain ( pengakuan secara de facto dan de jure)
Menurut Mahfud M.D ketiga unsur ini disebut juga dengan unsur konstutif.
B. Teori Tentang Terbentuknya Negara
1. Teori kontak sosial
Teori kontak sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan
bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat
dalam tradisi sosial masyarakat
a.
Thomas hobbes (1588-1679)
Bagi Hobbes keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan
sejahtera tapi sebaliknya. Oleh karena itu dibutuhkan kontak atau


perjanjian bersama individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan
alamiah

berjanji

akan

menyerahkan

semua

hak-hak

kodrat

yang

dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang disebut negara.
b.

John Locke ( 1632-1704)
Berbeda dengan Hobbes john Lock menanggap bahwa keadaan yang
alamiah sebagai suatu keadaan yang damai, penuh komitmen baik dan
saling menolong antara individu dalam masyarakat. Tetapi ia berpendapat
bahwa keadaan ideal tersebut memiliki potensi kekacauan lantaran tidak
adanya organisasi dan pimpinan yang mengatur kehidupan mereka.
c.
Jean Jacques Rouseau
Berbeda dengan keduanya, menurut Rouseau keberadaan suatu negara
bersandar pada perjanjian warga negara untuk mengikatkan diri dengan
suatu pemerintah yag dilakukan melalui organisasi politik. Menurutnya
pemerintahan dasar konraktual, melainkan hanya organisasi politiklah
yang dibentuk melalui kontak.
2.

Teori Ketuhanan (Teokrasi)

Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak pemerintah yang dimiliki oleh
para raja adalah berasal dari Tuhan. Mereka mendapat mandat Tuhan
untuk bertahta sebagai penguasa. Para raja mengklaim sebagai wakil

Tuhan di dunia yang mempertanggung jawabkan kekuasaannya hanya
pada Tuhan, bukan kepada manusia.
3.

Teori kekuatan

Secara sederhana teori ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk karena
adanya dominasi negara kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini,
kekuatan menjadi pembenaran (raison d’etre) dari terbentuknya suatu
negara. Melalui proses penaklukan suatu negara. Dengan kata lain,
terbentuknya suatu negara karena pertarungan kekuatan dimana sang
pemenang memiliki kekuatan untuk membuat suatu negara.
Bentuk-bentuk Negara
Negara memiliki bentuk yang berbeda-beda diantaranya;
1.
Negara kesatuan
Merupakan suatu bentuk negara yang merdeka dan berdaulat dengan
satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah.

Namun dalam pelaksanaannya, negara kesatuan ini terbagi dalam dua

macam sistem pemerintahan yaitu pemerintahan sentral dan otonomi.
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan
yang langsung dipimpin oleh pemerintahan pusat, dan pemerintahan
dibawahnya melaksanakan kebijakan pemerintahan pusat. ( Pemerintahan
Orde Baru)
b. Negara kesatuan dalam sistem desentralisasi adalah kepala daerah
diberikan

kesempatan

dan

kewenangan

untuk

mengurus

urusan


pemerintah diwilayahnya sendiri.
2.
Negara Serikat
Merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara
bagian dari sebuah negara serikat. Pada mulanya negara tersebut telah
merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri, namun setelah bergaung dengan
negara serikat dengan sendirinya negara tersebut melepaskan sebagian
dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.
Dari sisi pelaksanaan dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu;
a. Monarki
Pemerintahan monarki adalah pemerintahan yang dikepalai oleh
seorang raja atau ratu. Dalam praktiknya monarki memiliki dua jenis yaitu
monarki absolut dan monarki konstitusional.
b. Oligarki
merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang
berkuasa dari golongan atu kelompok tertentu.
c.
Demokrasi
Merupakan bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan

rakyat

dan

bersandar

pada

kedauatan

rakyat

atau

mendasarkan

kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme
pemilihan umum.
C. Warga Negara Indonesia
Menurut Undang-Undang


Kewarganegaraan

(UUKI)

2006,

yang

dimaksud dengan warga negara adalah warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Yang merupakan
warga negara Indonesia menurut UUKI 2006 (pasal 4, 5, 6) sebagai beriku;
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perudang-undangan dan/ atau
berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain

sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara
Indonesia.
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
warga negara Indonesia
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga

negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu warga negara Indonesia.
e. Dst
Selanjutnya, Pasal 5 UUKI 2006 tentang status Anak Warga Negara
Indonesia menyatakan;
1. Anak warga negara Indonesia yang lahir diluar perkawinan yang sah,
sebelm

berusia 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh

ayahnya yang berkewarganegraan asing tetap diakui sebagai warga
negara Indonesia.
2. Anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 tahun diangkat
secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan
pengadilan tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.
Sedangkan tentang pilihan menjadi warga negara bagi anak yang
dimaksud pada pasal-pasal sebelumnya dijelaskan dalam Pasal 6 UUKI
2006, sebagai berikut;
1. Dalam hal status kewarganegaraan republik Indonesia terhadap anak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i,
dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganearaan ganda, setelah berusia 18
tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya.
2. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampikan kepada pejabat
dengan

melampirkan

dokumen

sebagaimana

ditentukan

didalam

peraturan perundang-undangan.
3. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagai mana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat tiga (3) tahun
setelah anak berusia delapan belas tahun atau sudah kawin.
D. Hubungan Negara dengan Warga Negara

Hubungan antara negara dan warga negara sangat erat. Negara
Indonesia

sesuai

dengan

konstitusi,

misalnya

berkewajiban

untuk

menjamin dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa kecuali.
Secara jelas dalam UUD Pasal 33, misalnya, (ayat 1 )disebutkan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. (Ayat 2)
negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memperdayakan masyarakat yang lemah dan tak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas layanan umum yang layak
(ayat 3).
E. Hubungan Agama dengan Negara
Hubungan agama dan negara dalam konteks dunia Islam masih
menjadi perdebatan yang yang intensif dikalangan para pakar muslim
hingga kini. Perdebatan Islam dan negara berangkat dari pandangan
dominan Islam sebagai kehidupan manusia, termasuk persoalan politik.
Dari pandangan Islam sebagai agama yang komprehensif ini pada
dasarnya dalam Islam tidak terdapat konsep pemisahan antara agama
(din) dan negara (dawlah). Argumen ini sering dikaitkan dengan posisi
Nabi Muhammad di Madiinah. Di Madinah Nabi mempunyai peran ganda
yaitu sebagai pemimpin Umat Islam dan sebagai kepala negara.
1. Paradigma Integralistik
Paradigma ini menganut paham dan konsep agama dan negara
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Paham ini jua
memberikan penegasan bahwa negara merupakan suatu lembaga politik
dan sekaligus lembaga agama.
2. Paradigma Simbiotik
Menurut paradigma simbiotik hubungan agama dan negara berada
pada posisi saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis
mutualita).dalam pandangan ini, agama membutuhkan negara sebagai
instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga
sebaliknya, negara juga memerlukan agama sebagai sumber moral, etika,
dan spiritualitas warga negara.
3.

Paradigma Sekularistik

Paradigma sekularistik ini beranggapan bahwa terjadi pemisahan
yang jelas antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua
bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan masingmasing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu
sama

lain

melakukan

intervensi.

Negara

adalah

kesatuan

publik,

sementara agama merupakan wilayah pribadi masing-masing warga
negara.
F. Hubungan Negara dan Agama; Pengalaman Islam di Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia tetapi Indonesia bukanlah negara Islam. Dari inilah
perdebatan tentang pola hubungan Islam dan negara di Indonesia
merupakan perdebatan politik yang tidak kunjung selesai. Perdebatan soal
pola hubungan Islam dan negara ini telah muncul dalam perdebatan
publik sebelum Indonesia merdeka. Perdebatan tentang Islam dan
Nasionalisme antara tokoh nasionalis muslim dan nasionalis sekuler pada
1920-an merupakan babak awal pergumulan Islam dan negara pada
kurun-kurun selanjutnya.
G. Islam dan Negara Orde Baru
Naiknya Presiden Soeharto melahirkan babak baru hubungan Islam
dan negara Indonesia. Menurut Imam Aziz, pola hubungan antara
keduanya secara umum dapat digolongkan kedalam dua pola yaitu;
1. Antagonistik
Hubungan Antagonistik merupakan hubungan yang mencirikan adanya
ketegangan antara Islam dan Negara Orde Baru
2. Akomodatif
Menunjukkan kecenderungan saling membutuhkan antara kelompok Islam
dan Negara Orde baru, bahkan terdapat kesamaan untuk mengurangi
konflik antara keduanya.
H. Islam dan Negara Orde Baru : Bersama Membangun Demokrasi
dan Mencegah Disintegrasi Bangsa
Peran agama, khususnya Islam sebagai agama mayoritas di
Indonesia sangat strategis bagi proses transformasi demokrasi saat ini.
Pada saat yang sama Islam bisa berperan mencegah disintegrasi bangsa
sepanjang pemeluknya mampu bersifat inklusif dan toleran terhadap
kodrat kemajemukan Indonesia. Sebalikny jika umat Islam bersikap

eksklusif

dan

cenderung

memaksakan

kehendak,

dengan

alasan

mayoritas, tidak mustahil kemayoritasan umat Islam akan lebih berpotensi
menjelma sebagai ancaman disintegrasi dari pada kekuatan integratif
bangsa.

Sumber : http://deskamudina.blogspot.co.id/2013/04/makalah-negara-warga-negara-danagama_1.html