PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ULTRAFILTRASI cerdas UNT

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004
ISSN : 1411 - 4216

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ULTRAFILTRASI UNTUK
PEMEKATAN MIKROALGA
P.G. Sasmita1), I.G. Wenten2), G. Suantika3)
1)

KPP Bioteknologi, 2)Dept. Teknik Kimia, 3)Dept. Biologi
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa 10, Bandung – 40132
E-mail : [email protected]

Abstrak
Mikroalga banyak dikultur untuk dimanfaatkan sebagai pakan awal akuakultur, bioteknologi
farmasi dan lingkungan. Salah satu tahapan yang penting dalam produksi mikroalga adalah
tahap pemanenan untuk memperoleh konsentrat mikroalga. Selama ini, pemanenan mikroalga
banyak menggunakan teknik flokulasi kimia dan sentrifugasi. Kelemahan sistem flokulasi kimia
dan sentrifugasi ini adalah membutuhkan banyak senyawa kimia dan memerlukan waktu yang
cukup lama untuk mencapai konsentrasi yang diinginkan. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui kemampuan teknologi ultrafiltrasi (UF) dalam memekatkan mikroalga
dengan menggunakan membran poliakrilonitril (PAN), tipe hollow fiber, diameter lumen 0.5
mm dan panjang 25 cm dengan MWCO 100000 Da. Kultur mikroalga ditumbuhkan dengan
medium campuran larutan urea komersial, TSP, KCl dan ZA. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa teknologi ultrafiltrasi mampu memekatkan mikroalga sampai konsentrasi diatas 108
sel/ml. Selain itu fluks permeat dapat dipertahankan diatas 15 l/m2.jam. Hasil ini memberikan
harapan untuk aplikasi UF dalam pemanenan mikroalga skala komersial.
Kata kunci: mikroalga; pemekatan; ultrafiltrasi
Pendahuluan
Mikroalga adalah alga kecil (ukuran 2-20 µm) berupa tanaman talus yang memiliki klorofil sehingga
mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan sel. Mikroalga
terdiri dari banyak spesies yang hampir semuanya merupakan organisme akuatik. Mikroalga ini banyak
dikultur di berbagai negara terutama negara yang memiliki industri akuakultur seperti Indonesia, Thailand,
Taiwan, Jepang, Ekuador dan beberapa negara di kawasan benua Eropa.
Pemanfaatan mikroalga banyak diaplikasikan pada berbagai bidang antara lain dalam bidang
akuakultur, bioteknologi farmasi, agrikultur, dan lingkungan. Pada sistem akuakultur, mikroalga jenis
tertentu seperti Nannochloropsis sp., Chlorella sp., Skeletonema sp., dan Chaetoceros sp. digunakan sebagai
pakan alami (livefood) dalam tahapan awal kehidupan larva ikan atau udang dan juga berperan sebagai pakan
dari zooplankton, rotifer dan artemia. Pada bidang bioteknologi farmasi dan agrikultur, mikroalga seperti
Spirulina sp. dimanfaatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi sebagai suplemen kesehatan, campuran

bahan kosmetika, selain itu beberapa jenis mikroalga yang lain juga mampu menghasilkan asam lemak tak
jenuh ganda, zat pewarna dan senyawa-senyawa bioaktif. Pada bidang perlindungan lingkungan, kemampuan
fotosintesis yang dimiliki mikroalga dimanfaatkan dalam aplikasi fotobioreaktor untuk mengolah gas-gas
buangan dari proses industri terutama yang berupa CO2 dan NOx sehingga tidak mencemari udara dan
mengurangi efek rumah kaca yang merupakan faktor utama penyebab pemanasan global. Manfaat yang
demikian besar dari mikroalga dalam berbagai bidang membuat biota ini banyak dikultur dan dikembangkan.
Secara prinsip, budidaya mikroalga meliputi proses produksi (proses kultur), panen dan pascapanen.
Proses kultur mikroalga dapat dilakukan dengan sistem tertutup maupun terbuka baik secara indoor atau
outdoor, dengan berbagai metode seperti metode batch, kontinu dan semi kontinu. Masing-masing sistem dan
metode kultur bisa dikombinasikan sesuai dengan target yang ingin dicapai. Beberapa parameter yang harus
dipenuhi dalam kultur mikroalga antara lain suhu, salinitas, intensitas cahaya, fotoperiod (perbandingan
periode gelap dan terang) dan pH (Anonymous, 1991). Selanjutnya proses pemanenan umumnya dilakukan
setelah mikroalga mencapai konsentrasi 107 sel/ml. Selama ini, proses pemanenan kultur mikroalga untuk
memperoleh konsentrat mikroalga masih menggunakan cara kovensional berupa teknik flokulasi kimia dan

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-23-1


sentrifugasi. Teknik ini memiliki kelemahan karena banyak menggunakan zat kimia dan memerlukan waktu
yang cukup lama untuk memperoleh konsentrasi mikroalga yang diinginkan.
Sejalan dengan kemajuan teknologi pemisahan saat ini, pemanfaatan teknologi filtrasi untuk
pemanenan sel mikroalga telah banyak diinvestigasi seperti teknologi filter press (Mohn, 1980), rotary drum
vacuum dan rotary drum precoat (Gudin dan Chaumont, 1980), sand filter (Ben-Amotz dan Avron, 1991)
serta teknologi membran (Petrusevski et al., 1995; Borowitzka, 1997; Rossignol et al., 1999). Namun teknik
yang paling rasional untuk pemekatan mikroalga ini adalah dengan menggunakan teknologi membran
ultrafiltrasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Tutunjian (1984) dalam Cheryan (1986), membran ultrafiltrasi
dapat memanen 100% sel dari air kultur. Adapun tantangan utama aplikasi ultrafiltrasi untuk pemanenan
mikroalga adalah penurunan fluks yang disebabkan oleh terjadinya fouling pada membran.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tekanan dan faktor pemekatan terhadap
karakteristik fluks dan rejeksi dalam pemekatan mikroalga Nannochloropsis sp. Studi ini menggunakan
membran poliakrilonitril (PAN) dengan MWCO 100000 Da.
Bahan dan Metode Penelitian
Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur mikroalga jenis Nanochloropsis
sp. yang diperoleh dari Departemen Biologi ITB. Kultur mikroalaga ditumbuhkan dengan menggunakan
medium yang dibuat dari campuran pupuk urea komersial, KCL, TSP dan ZA dengan takaran masing-masing
10, 20, 30, dan 100 gram per 1000 ml aquades (Priyambodo & Wahyuningsih, 2003). Proses pemekatan
mikroalga dengan teknologi ultrafiltrasi ini dilakukan dengan menggunakan membran ultrafiltrasi dengan
spesifikasi bentuk hollow fiber, model crossflow, berbahan poliakrilonitril (PAN), MWCO 100000 Da, dan

memiliki total luas membran sebesar 98.125 cm2. Diagaram alir prosedur kerja dapat dilihat pada Gambar 1.
Pretreatment
Mikroalga
Nannochloropsis sp.

14 hari periode kultur

Media Kultur
Urea, TSP, KCL, ZA

Unit
Ultrafiltrasi

Konsentrat
(produk)
Permeat

Gambar 1. Diagram alir proses pemekatan mikroalga dengan unit ultrafiltrasi (UF)
Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh variasi tekanan (TMP) dan konsentrasi umpan terhadap
profil fluks dan rejeksi membran. Dari data yang diperoleh akan diketahui kondisi tekanan operasi optimum

untuk pemekatan mikroalga. Konsentrasi umpan kultur mikroalga akan dipekatkan jika telah mencapai
konsentrasi 107 sel/ml. Dalam tahap ini akan dipelajari pengaruh fluks dan rejeksi terhadap volume
concentration ratio (VCR). Pemekatan sendiri akan dilakukan sampai VCR 10. Konsentrasi sel mikroalga
sebelum dan sesudah pemekatan akan dihitung dengan menggunakan alat haemositometer improved
Neubauer. Proses pemekatan dilakukan dalam sistem curah dengan target pemekatan ≥ 108 sel/ml.
Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini, terlebih dahulu akan dipelajari karakteristik fluks dan fouling dari membran
dengan menggunakan umpan suspensi kultur mikroalga. Fluks adalah jumlah volume yang dapat dilewatkan
oleh membran per luas membran dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan (l/m2.jam).
Sedangkan fouling adalah suatu fenomena yang disebabkan oleh deposisi dan akumulasi secara irreversible
dari partikel-partikel pada permukaan membran dan/atau kristalisasi serta presipitasi dari partikel di dalam
membran.
Pengaruh TMP terhadap profil fluks dan rejeksi
Tekanan lintas membran atau transmembran pressure (TMP) merupakan gaya dorong untuk proses
ultrafiltrasi. Secara teoritis, fluks meningkat secara proporsional terhadap TMP. Pada Gambar 2. ditunjukkan
profil fluks permeat selama filtrasi pada TMP 0.75 – 2.5 bar. Eksperimen dilakukan pada temperatur konstan
25 oC dan kecepatan linier konstan 3.86 m/s. Konsentrasi mikroalga dalam umpan adalah 107 sel/ml. Seperti
terlihat pada Gambar 2, penurunan fluks yang signifikan terjadi pada 60 menit pertama akibat dari terjadinya
polarisasi konsentrasi dan fouling membran.


JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-23-2

300
TMP = 0,75 bar
TMP = 1,1 bar

250

TMP = 1,5 bar
TMP = 1,7 bar
TMP = 2,1 bar

Fluks (l/m2/jam)

200

TMP = 2,5 bar

150

100

50

0
0

20

40

60
Menit operasi

80

120


100

Gambar 2. Kurva hubungan fluks dan waktu operasi terhadap variasi tekanan
Pengaruh TMP terhadap fluks tunak dapat dilihat pada Gambar 3. Pada kisaran TMP 0.75 sampai 2.5
bar, peningkatan TMP akan memberikan kenaikan fluks meskipun tidak proporsional. Hal ini
mengindikasikan bahwa peningkatan TMP juga akan meningkatkan tekanan hidrolik perpindahan air
melewati membran. Melihat kecenderungan seperti Gambar 3, ada kemungkinan peningkatan TMP lebih
lanjut tidak akan memberikan kenaikan fluks. Artinya bahwa proses filtrasi dikendalikan oleh perpindahan
massa dari bulk ke permukaan membran. Hasil yang sangat menarik adalah bahwa fluks yang dihasilkan
masih sangat tinggi yaitu sekitar 80 l/m2.jam pada TMP 1 bar.
100
80

150

60
100
40

Fluks Permeat

Fluks Air

50

Rejeksi (%)

Fluks (l/m2.jam)

200

20

Rejeksi
0

0
0

0.5


1

1.5

2

2.5

3

TMP (bar)

Gambar 3. Kurva profil fluks dan rejeksi terhadap tekanan
Selain fluks yang tinggi, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mikroalga terejeksi sempurna
oleh membran seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Hal ini dapat dimengerti karena ukuran mikroalga
(2-10 µm) jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran pori-pori membran (100000 Da setara dengan 0.1
µm). Hal ini berarti bahwa seluruh mikroalga dapat dipanen sebagai konsentrat. Rejeksi mikroalga yang
diperoleh tidak bergantung pada tekanan. Namun jumlah sel mikroalga yang pecah meningkat dengan
kenaikan TMP. Oleh karena itu eksperimen selanjutnya dilakukan pada TMP maksimum 1 bar.
Karakteristik fluks dan rejeksi terhadap VCR

Volume concentration ratio (VCR) yaitu perbandingan volume awal umpan (Vo) dengan volume
umpan pada waktu t (Vt) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik fluks dan rejeksi
pada proses pemekatan menggunakan membran ultrafiltrasi. Untuk mendapatkan gambaran pengaruh VCR
terhadap kinerja membran ultrafiltrasi ini, dilakukan percobaan dengan VCR 1, 1.25, 2.5, 5, 10. Dari
penelitian diperoleh hasil bahwa semakin besar VCR maka fluks akan semakin kecil, sedangkan rejeksi
konstan 100% terhadap peningkatan VCR, seperti yang telihat pada Gambar 4.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-23-3

100
80

60

60
40
40
20

Rejeksi (%)

Fluks (l/m 2.jam)

80

20
Fluks

Rejeksi

0

0
0

2

4

6

8

10

12

VCR

Gambar 4. Kurva profil fluks dan rejeksi terhadap VCR
Karena rejeksi mikroalga mencapai 100% maka peningkatan konsentrasi mikroalga sebanding dengan
VCR. VCR yang semakin besar dalam proses pemekatan suatu suspensi menunjukkan adanya kenaikan
konsentrasi pada suspensi tersebut. Pada VCR 10 (konsentrasi mikroalga 108 sel/ml) fluks mencapai 38.34
l/m2.jam. Peningkatan konsentrasi akan memperkecil fluks karena kemungkinan terjadinya fouling semakin
besar. Pada penelitian ini, fouling yang terjadi disebabkan oleh terakumulasinya lapisan sel mikroalga pada
permukaan membran sehingga semakin banyak mikroalga atau semakin besar konsentrasi, semakin mudah
pula terbentuk fouling. Selain itu, peningkatan konsentrasi juga akan meningkatkan tekanan osmotik
membran sehingga driving force larutan untuk melewati membran berkurang (Mulder, 1996). Berdasarkan
hasil ini jika konsentrasi mikroalga terus ditingkatkan sampai 1010 sel/ml, fluks tunak diperkirakan masih
dapat dipertahankan diatas 20 l/m2.jam dengan rejeksi mikroalga yang masih sempurna (100%).
Proses pemekatan mikroalga dalam sistem curah (batch)
Ada beberapa sistem operasi yang bisa digunakan untuk melakukan proses ultrafiltrasi diantaranya
operasi curah (batch), proses single-pass, feed and bleed dan operasi multistage recycle (Cheryan, 1986).
Setiap sistem tersebut memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing. Pada penelitian ini digunakan
sistem curah untuk melakukan pemekatan mikroalga karena sistem ini merupakan salah satu sistem yang
sederhana dan sangat umum dilakukan baik dalam skala laboratorium maupun skala pilot. Dalam sistem
curah, retentat akan dikembalikan lagi ke tangki umpan. Cheryan (1986) juga menyatakan bahwa metode
curah adalah metode tercepat untuk proses pemekatan dengan kebutuhan luas membran yang tidak terlalu
besar.
Pada proses pemekatan mikroalga ini, 3000 ml kultur mikroalga dengan kepadatan 107 sel/ml
diumpankan ke dalam membran ultrafiltrasi secara curah. TMP dijaga agar tidak lebih dari 1 bar. Hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa mikroalga hasil pemekatan memiliki kualitas yang bagus. Jika dilihat
dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali, sel mikroalga yang bagus ditunjukkan oleh kondisi sel yang
utuh dan tidak pecah serta tidak ditemukannya kontaminan dalam konsentrat mikroalga. Konsentrasi
pemekatan yang dicapai dalam penelitian ini adalah 108 sel/ml (volume konsentrat 300 ml) dengan fluks
permeat rata-rata sebesar 54.13 l/m2.jam dan VCR 10 (Gambar 5). Konsentrasi mikroalga 108 sel/ml ini ideal
sekali untuk diaplikasikan dalam akuakultur dengan sistem green water technique.
80

12

8
40

6

VCR

Fluks (l/m2.jam)

10
60

4
20
2
Fluks

VCR

0
0

50

100

150

200

250

300

0
350

Menit Operasi

.

Gambar 5. Kurva profil fluks dan VCR terhadap menit operasi

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-23-4

Pada Gambar 5 terlihat bahwa fluks cenderung menurun dengan semakin bertambahnya waktu operasi
sedangkan VCR sebanding dengan bertambahnya waktu operasi. Kecenderungan perubahan fluks dan VCR
ini dimodelkan secara empirik menurut hubungan pangkat (y = 85.648x-0.1232 untuk fluks dan y = 0.467x0.417
untuk VCR). Model ini dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan luas membran dan waktu yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi konsentrat mikroalga yang diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa
teknologi ultrafiltrasi dapat menjadi teknologi alternatif dalam pemanenan mikroalga dan memberikan
harapan untuk aplikasi membran ultrafiltrasi dalam skala komersial di masa mendatang.
Kesimpulan
Penelitian untuk mengeksplorasi kemampuan membran ultrafiltrasi dalam memekatkan kultur
mikroalga telah dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa peningkatan TMP
akan mengakibatkan kenaikan fluks permeat, akan tetapi kenaikan TMP juga berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah sel yang pecah. Selain itu, besar rejeksi ternyata tidak tergantung pada TMP maupun
konsentrasi. Berdasarkan hal itu dapat diketahui bahwa membran ultrafiltrasi sangat mungkin diaplikasikan
untuk memekatkan mikroalga sampai konsentrasi 1010 sel/ml dengan fluks stabil diatas 15 l/m2.jam Perlu
diperhatikan bahwa untuk mencapai fluks tertinggi dan meminimalisasi jumlah sel yang pecah, disarankan
agar menggunakan tekanan operasi maksimum 1 bar.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Analisis Ekosistem Akuatik Departemen
Biologi FMIPA ITB, Laboratorium Proses Hilir dan Laboratorium Analisis KPP Bioteknologi ITB atas
semua fasilitas yang telah diberikan untuk penelitian ini.
Daftar Pustaka
Anonymous, (1991), “The Design and Operations of Live Feeds Production System”, In : Rotifer and MicroAlgae Culture System, Fulks, W. And Main K.L. (Eds.)., Proceedings of a US-Asia Workshop,
Honolulu, Hawaii, Januari 28-31, 1991., The Oceanic Institute, Hawai, USA hal 3-52.
Ben-Amotz, A., and M. Avron, (1987),”The Biotechnology of Mass Culturing of Dunaliella for Products of
Commercial Interest”. In Cresswell RC, Rees TAV, Shah N, editors, Algal and Cyanobacterial
Technology, Longman London Hal. 90-114
Bermejo, Roman R., J.M. Alvarez-Pez, F.G. Acien Fernandez, E. Molina Grima, (2002), “Recovery of Pure
b-Phycoerythrin from the Microalga Porphyridium cruentum”. J Biotechnol 93, hal 73-85.
Borowitzka M.A., (1997),”Microalgae for Aquaculture, Opportunities and Constraints”, Journal Application
Phycology Vol. 9, hal. 393-401
Cheryan, Munir, (1986),”Ultrafiltration Handbook”, Tachnomic Publishing Company, Inc. USA, hal 205
Gudin, C. And D. Choumont, (1991),”Cell Fragility, The Key Problem of Microalgae Mass Production in
Closed Fotobioreactor”, Bioresor. Technol., Vol. 38 hal. 141-151.
Mohn, F.H., (1980),”Experiences and Strategies in The Recovery of Biomass from Mass Culture of
Microalgae”, In Shelef G, Soeder C.J., editors. Algae Biomass, Amsterdam : Elsevier; hal 547-571.
Mulder M., (1996),”Basic Principles of Membrane Technology”, Kluwer Academic Publisher, Netherland
Petrusevski, B., G. Boiler, A.N. van Bremen and G.J. Alerts, (1995), “Tangential Flow filtration: a method to
concentrate freshwater algae”, Water Res., Vol. 29 Hal. 1419-1424
Priyambodo, K. dan Tri Wahyuningsih, (2003),”Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan”, Cet. 3, Penebar
Swadaya, Jakarta, hal 5-13.
Pulz O., K. Scheinbenbogen and W. Gross, (2001), “Biotechnology with Cyanobacteria and Microalgae”. In:
Rehm H.J., Reed G. editors. Biotechnology vol. 10., Weinheim: Wiley-VCH, hal 36-105.
Rossignol N., L. Vandanjon, P. Jaouen, and F. Quemeneur, (1999),”Membrane Technology for The
Continous Separation Microalgae/Culture Medium: Compared Performances of Cross-Flow
Microfiltration and Ultrafiltration”, Aquaculture Engineering, Vol. 20, hal. 191-208.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-23-5