Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1)

Tugas Makalah
Berkembangnya “Kepercayaan ” Ateis di Indonesia:

Perspektif “Ketuhanan Yang MahaEsa”

Disusun oleh :
Ahmad Fauzi: 125120100111001
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
2013

BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Di Indonesia, orang yang menyatakan dirinya sebagai ateis dan dengan sengaja mengajak agar
orang lain tidak menganut agama apapun akan bermasalah dengan hukum. Karena Indonesia
adalah Negara berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, yang merujuk pada Sila Pertama Pancasila.
Uniknya, tentang pelarangan penyebaran ateis di Indonesia tersebut diatur dalam peraturan
tertulis yang sah, yaitu pada pasal 156a KUHP yang berbunyi:
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barnag siapa dengan sengaja di
muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan kepada suatu
agama yang dianut di Indonesia;
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan ditunjuknya nilai spiritual sebagai dasar kehidupan bangsa Indonesia kemudian secara
langsung membatasi kebebasan berkeyakinan. Keyakinan yang tidak berlandaskan pada nilainilai ke-Tuhanan adalah melanggar hukum. Tetapi kemudian, masyarakat yang hidup itu
senantiasa berubah dan memperbarui diri dan ideology, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh
latarbelakang kehidupan social dan akademiknya.
Dan kini, Indonesia tak lepas pula dari perubahan mendasar dari kehidupan berbangsa. Banyak
kini kalangan muda Indonesia yang mengaku sebagai ateis. Di anatara mereka kebanyakan para
akademisi yang mempunyai pendidikan baik. Kebanyakan argument yang dipakai adalah
berdasarkan saint dan teknologi. Bisa jadi salah satu faktor dari tumbuhnya ateis di Indonesia,
dan juga pada umunya di dunia, adalah karena semakin berkembangnya teknologi. Manusia
semakin percaya diri dengan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidup tanpa beragama,
tanpa aturan-aturan yang merepotkan dalam beragama.

I.2 Rumusan Masalah
Dari gambaran singkat di Latar Belakang makalah ini, kita dapat mengetahui bahwa Negara
Indonesia adalah Negara berke-Tuhan-an, dan oleh karena latar belakang nilai-nilai Negara yang

berke-Tuhan-an tersebut, akan sangat menarik untuk dapat mengetahui kondisi kekinian
masyarakat Indonesia. Yang kita tau saat ini pengaruh dari luar Indonesia menyerang dari
berbagai lini. Mulai dari kenyataan bahwa saat ini suguhan teknologi semakin dapat dirasakan,
sehingga dengan nyata dapat meningkatkan kesejahteraan dan banyak sekali ideology secular
dan materialis yang dengan mudah dipelajari mahasiswa di Indonesia. Maka oleh karena itu,
penulis susun rumusan masalah berikut:
1. Bagaimana kondisi masyarakat Indonesia yang ber-ruh nilai ke-Tuhan-an yang
berhadapan dengan masuknya ideologi ateis?

BAB II Pembahasan
2.1 Interpretasi Sila Pertama Pancasila
Sila berarti prinsip atau asas. Dan jika kita letakkan sila “ke-Tuhan-an Yang Maha Esa’’ ke
dalam diri bangsa Indonesia, maka adalah bangsa Indonesia berjati diri, bersaripati, dan
mengandung nilai ke-Tuhan-an, bangsa Indonesia adalah bangsa berprinsip ke-Tuhan-an. Nilainilai religi terpaut erat dalam pribadi bangsa. Setiap warga Negara harus berhasil
menginterpretasi dan menginternalisasi nilai luhur asas itu. Dan kemudian dalam setiap segi
kehidupannya, bangsa Indonesia haruslah secara praktis berciri nilai-nilai religi. Dan menurut
instruksi Pancasila tersebut, setiap warga Negara wajib ber-Tuhan Yang Esa. Warga Negara
yang tidak mempercayai Tuhan (ateis), akan bermasalah secara hukum. Dan apakah bentukbentik ini kemudian merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dalam memiliki “keyakinan”?
Dalam sila pertama terkandung nilai-nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing, saling menghormati pemeluk agama dan/

kepercayaan lain, saling mrnghormati ritual dan ibadah agama yang berbeda dan saling menjaga
ketertiban, dan terkandung nilai kebebasan memeluk agama dan/ kepercayaan masing-masing.
Bahwa sila pertama menjelaskan kepada dunia mengenai ciri jiwa bangsa Indonesia. Bahwa
setiap warga Negara mempunyai kewajiban dari Negara membawa nilai-nilai luhur religious.
2.2 Tumbuhnya Ateis di Indonesia
Di belahan Bumi bagian manapun, saat ini tidak lepas dari pengaruh pemikiran dari manapun.
Termasuk di kawasan Timur Tengah yang tercatat sebagai kawasan lahirnya agama-agama besar
dunia. Pengaruh ideologi dari Barat tidak dapat begitu saja diabaikan. Kini di Dunia Timur
Tengah pun sudah mulai bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai ateis.
Jumlah penduduk Bumi dewasa ini sekitar 6,5 milyar manusia. Menurut Survey Encyclopedia
Britanica tahun 2005, hampir 12 persen di antranya adalah orang yang tidak beragama. Dan 2,3
persennya lagi atheis alias tidak ber-Tuhan. (Agus, 2012/16)
Saat ini, ateisme tidak hanya berkembang di luar negeri. Banyak anak muda terdidik Indonesia
mulai “terjangkiti” pemikiran ateis. Ateisme di Indonesia tumbuh mulai dari kalangan muda

yang pada dasarnya minat mempelajari apapun, termasuk aliran-aliran pemikiran tertentu sangat
tinggi, tidak hanya mereka yang sedang kuliah di luar negeri, di kampus dalam negeri bahkan
kampus-kampus berlatar belakang agama Islam misalnya, mulai muncul orang ateis. Banyak
kelompok-kelompok kajian yang mereka bentuk di dunia maya. Karena di dunia maya mereka
lebih merasa bebas untuk mengutarakan pemkiran ateisme-nya, mereka dapat berdiskusi dan

bertukar pikiran dengan bebas tanpa rasa takut.
Di dunia maya para ateis dapat memakai identitas palsu, sehingga mereka merasa bebas beradu
argumentasi “melawan” agama dan tanpa perlu takut terhadap ancaman diskriminasi dan
kekerasan fisik. Karena apabila di dunia nyata mereka diketahui identitasnya dapat mengancam
hubungan sosialnya, misalnya mereka dapat dijauhi oleh teman-temannya, ditinggalkan oleh
keluarganya, atau bahkan mendapat cemoohan sampai bisa jadi mendapat kekerasan fisik. Hal
ini karena memang di Indonesia, nilai religious masih begitu kuat menyelimuti segala aspek
budaya, mulai dari yang bersifat pribadi sampai pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial,
yang di dalam segala aspek tersebut termuat nilai-nilai religious. Sehingga orang atheis di
Indonesia adalah minoritas. Berbeda dengan yang ada di Barat misalnya, yang keberadaan orangorang ateis di sana merupakan hal yang lumrah dan merupakan bagian dari HAM yang dihormati
dan setiap individu diberi kebebasan berkeyakinan.
Kemudian apa yang sebenarnya menjadi indicator penyebab tumbuh dan berkembangnya
pemikiran ateis di Indonesia?
Dewasa ini, teknologi telah memfasilitasi manusia dengan luar biasa, segala aspek kehidupan
dapat dipermudah dengan bantuan teknologi. Teknologi informasi adalah salah satu prestasi
manusia dalam bidang teknologi.
Kebebasan berekspresi, mengungkapkan ide, pendapat, dan gagasan kini begitu terjamin di dunia
maya. Setiap individu mempunyai kesempatan melihat, menunjukan, dan mengkritisi setiap
kejadian yang baru terjadi. Apalagi kondisi politik dan ekonomi, setiap orang di setiap ruang
dunia maya bebas mengungkapkan argument kritis terhadapnya. Masalah korupsi, yang kini kian

menjadi topic yang menarik.
Kondisi Negara saat ini saya kira bisa jadi salah satu factor tumbuhnya ateisme di Indonesia.
Boboroknya system pemerintahan yang didasarkan pada nilai agama membuat sebagian

masyarakat indonesia mempertanyakan kembali peran agama dalam mempengaruhi baiknya
tingkatan individu, kemudian masyarakat perlahan skeptic terhadap keberhasilan agama
membentuk karakter bangsa yang bermoral. Beberapa waktu lalu deras berita tentang institusi
Negara berdasarkan nilai agama terlilt korupsi. Kondisi ini semakin membuat kaum ateis
Indonesia bersemangat mengkritisi posisi agama dalam kehidupan dan berusaha menunjukan
dirinya dengan membawa nilai-nilai ateis. Ateis di Indonesia kini mengajak masyarakat untuk
melihat kembali penting dan tidaknya agama dalam membentuk Negara yang ideal. Kegagalan
moralitas agama dalam menciptakan suasana yang kondusif Negara menjadi dasar argument
ateis untuk mengajak masyarakat Indonesia mencoba formulasi baru tatatnan social-politik, yaitu
tatanan yang berdasarkan nilai-nilai sekuler dan materialis.
Kemudian yang sekarang kita rasakan adalah tidak adanya batas wilayah penyebaran pemikiran.
Segala konsep pemikiran dan ideology bebas menyebar kemana-mana, ke setiap pojok Negara.
Pemikiran Negara lain dengan mudah masuk dalam setiap lingkungan akademis mahasiswa,
yang kemudian mahasiswa bebas mempelajari pemikiran bercorak secular, materialis, dan liberal
ala Barat, yang merupakan cikal bakal lahirnya pemikiran ateis.
Kondisi ini memunculkan banyak diskusi membahas sila pertama Pancasila. Contohnya diskusi

yang terjadi di website-nya ateis di Indonesia (ABAM (Anda Bertanya Ateis Menjawab)):
Tidak ada satu sila pu
I do esia u tuk

dala

Pa asila ya g

elara g seora g warga

egara

e jadi ateis, ahka sila perta a, Ketuha a Ya g Maha Esa. Butir

7 sila perta a Pa asila se agai salah satu tafsir er u yi Tidak

e aksaka suatu

agama dan keper ayaa terhadap Tuha Ya g Maha Esa kepada ora g lai . Butir i i
justru melarang memaksakan agama dan kepercayaannya kepada siapa saja, artinya,

juga kepada ateis. Ini berarti bahwa ateis tidak boleh dipaksa, diharuskan, atau
diwajibkan bertuhan atau eraga a.

(Valbiant,
file:///D:/Web/Baru/Apakah%20ateisme%20dilarang%20di%20Indonesia%20%20Kaitannya%2
0dengan%20sila%20Pertama%20Pancasila%20%20_%20Anda%20Bertanya%20Ateis%20Menj
awab.htm, aklses tanggal 5 November 2013)
Ateis Indonesia menmpertanyakan tafsir Sila Pertama Pancasila yang berbunyi “ketuhanan”,
dalam diskusi tersebut mereka menyebutkan bahwa sila pertama Pancasila bukan memberi arti
bahwa warga Negara Indonesia harus beragam. Ateis Indonesia beberapa kali mengulang kalimat
bahwa tidak ada undang-undang atau peraturan yang melarang warga Negara Indonesia menjadi
ateis.
BA III Pandangan Penulis
Kondisi social dan politik Indonesia kini menjadi sasaran kritik yang mudah bagi kaum ateis.
Para petinggi Negara yang mengaku beragama dan ternyata banyak melakukan penyimpngan,
korupsi, dan kompleksitas permasalahannya menjadi bahan kritik di dunia maya. Kondisi social
yang secara moral rendah menimbulkan sikap ragu masyarakat terhadap eksistensi institusi
agama dalam pengaruhnya membentuk pribadi yang bermoral. Kaum ateis di Indonesia kini
dengan terbuka mengajak masyarakat melihat kembali agama yang sudah sekian lama dielu
elukan sebagai pemberi referensi nilai moral dan kemanusiaan, yang kebetulan memang kondisi

masyarakat kini sedang “galau”.
Sistem dan struktur sosial-politik perlahan ter-rombak oleh nilai-nilai baru yang masuk dari
dunia Barat. Nilai materialis, liberalis, dan secular kian ngetrend di kalangan kaum muda, yang
menganggap agama adalah institusi yang kuno, tidak relevan lagi dipakai dalam zaman yang
serba teknologi. Agama dipandang jauh dari kesan empiris, rasional, dan saintis. Yang kemudian
nilai tersebut perlahan menggantikan nilai religi yang perlahan surut oleh karena pemeluk agama
yang kehilangan makna beragama. Pemeluk agama yang hanya bersifat ritual saja. Bahkan
parahnya agama terkadang terlihat sebagai legitimasi kebijakan. Dalil suci agama dipakai
sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Tetapi pada dasarnya, secara utuh rakyat Indonesia masuk dalam bingkai-rangkai konsep
Pancasila. Setiap individu dijamin dalam agamanya, Negara memberi jaminan pada setiap agama
yang diakui. Setiap indivdu dijamin agar mengambil nilai Pancasila dalam setiap sendi
kehidupannya. Setiap warga Negara dijamin dalam memiliki keyakinan/ agama yang diakui.
Lalu pertanyaannya adalah apakah warga Negara Indonesia yang tidak mempercayai eksistensi
Tuhan melanggar Hukum Negara? Apakah orang dengan (“kepercayaan”) ateis di Indonesia
dapat dikenai sangsi hukum, yang pada konteks ini adalah soal hak untuk memiliki kepercayaan?
Jika memang ateis yang hidup di Indonesia melanggar hukum, lalu muncul pertanyaan, lebih
utama mana antara hak memiliki kepercayaan dengan ditegakkannya nilai-nilai Pancasila?
Masuknya intervensi oleh Negara dalam ber-agama-an sebenarnya menafikan nilai sacral yang

sebenar-benarnya terkandung dalam agama/ kepercayaan.
Selain itu yang terjadi pada masyarakat Indonesia sebenarnya adalah masih baru dengan istilah
ateis. Setidaknya istilah ateis atau atheism di Indonesia sering salah arti, yang dikait-kaitkan
dengan komunis, jadi orang komunis di Indonesia dianggap juga sebagai orang ateis. Kemudian
stigma negative yang sudah begitu saja disematkan oleh orang teis terhadap ateis bahwa, ateis
selalu diidentikkan dengan orang amoral, jauh dari kehidupan yang punya landasan moral,
orang-orang ateis juga sering dikatakan orang-orang yang bebas tanpa batas, tidak mempunyai
batasan-batasan moral, karena umum dipercayai sampai sekarang adalah nilai-nilai moral, nilainilai kebaikan hanyalah produk dari agama, hanya agamalah yang mempunyai sumber refrensi
nilai-nilai itu.
Perkara keyakinan, mempercayai suatu institusi agama tertentu, dan keimanan terhadap Tuhan
sebenarnya tidak perlu dipaksakan kepada siapapun. Setiap orang dapat menentukan apakah dia
percaya atau tidak terhadap Tuhan. Karena pada dasarnya beragama bersifat sangat personal.
Pemaksaan keyakinan saya kira justru melemahkan dan meruntuhkan nilai-nilai luhur dari berTuhan itu sendiri. Iman itu sifatnya personal, merupakan symbol hubungan diri dengan Tuhannya, dan perwujudan keluhuran pribadi orang yang benar-benar beriman. Jadi justru ketika
adanya pemaksaan, akan membawa nilai ber-Tuhan hilang dari esensinya yang suci. Keluhuran
nilai bertuhan dimiliki bukan dari pemberian atau bahkan pemaksaan, seharusnya adalah
memang dari pencarian dan kesadaran pribadi akan kebutuhannya terhadap nilai luhur berTuhan. Sila pertama adalah suci ketika nilai-nilai yang ada di dalamnya dipertahankan dengan

cara yang bijak, pemaksaan terhadapnya justru akan menghilangkan nilai suci dan sacral yang
terkandung di dalam Pacasila.
BAB IV Kesimpulan

Pancasila adalah landasan ideologis bangsa dan Negara. Nilai Sila Pertama Pancasila adalah
dasar penekanan nilai-nilai ke-Tuhan-an kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia
berkewajiban menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupannya. Setiap
warga Negara berkewajiban mengamalkan secara praktik nilai-nilai ke-Tuhan-an. Artinya setiap
warga Negara wajib ber-Tuhan atas nama Pancasila.
Pada kenyataannya kini, ternyata ada bahkan mulai berkembang pemikiran ateisme. Yang
pastinya bertentangan dengan sila pertama. Akan tetapi memang belum ada peraturan yang
secara tegas melarang dan menentukan sanksi kepada orang ateis di Indonesia, tetapi dalam pasal
156a KUHP dijelaskan mengenai sanksi terhadap siapa saja yag menyebarkan paham ateisme di
Indonesia, artinya secara pribadi peraturan tersebut tidak dapat dikenakan.
Tafsir sila pertama secara garis besar hanya mewajibkan seluruh rakyat Indonesia saling
menghormati perbedaan atas nama agama. Setiap warga Negara diberi kebebasan untuk
memeluk agama apapun sesuai yang resmi di Indonesia. Tidak ada secara khusus menyorot
kepada ateisme.
Sedangkan kondisi kini, yang mulai terbukanya orang ateis di Indonesia, banyaknya forumforum diskusi di media elektronik, merupakan symbol bahwa kini para ateis semakin percaya diri
untuk menunjukkan gagasannya kepada Negara, berhadapan dengan nilai-nilai pancasila.
Bahkan secara khusus mereka mencoba menunjukkan gagasan mengenai cita-cita ateisme dalam
tataran kebangsaan.
Yang sering muncul adalah kritikan para ateis terhadap institusi Negara yang jauh dari kesan
bermoral. Para pejabat Negara yang beragama menunjukkan sikap yang tidak merefleksikan lagi

nilai-nilai beragama. Maka oleh karena ini, gagasan ateisme mengenai tatanan moral berdasarkan
intisari dari gagasan materialisme dan sekularisme dengan percaya diri mereka dengungkan
ketengah permasalahan Negara di hadapan Sila Pertama Pancasila.

REFERENSI
Mustofa, Agus. (2012). Ibrahim pernah Atheis. Surabaya: Padma Press
Valbiant.

2012.

Apakah

Ateisme

dilarang

Pertama Pancasila.

di

Indonesia?

Kaitannya

dengan

Sila

[online].

(file:///D:/Web/Baru/Apakah%20ateisme%20dilarang%20di%20Indonesia%20%20Kaitannya%2
0dengan%20sila%20Pertama%20Pancasila%20%20_%20Anda%20Bertanya%20Ateis%20Menj
awab.htm, akses tanggal 5 November 2013)

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2