BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Perencanaan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Medan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan tingginya arus urbanisasi

  berimbas pada tingginya kebutuhan akan sarana dan prasarana terutama kebutuhan akan tempat tinggal. Pada hakikatnya fungsi tempat tinggal bagi kehidupan manusia memang sangat vital. Tempat tinggal pada dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya. Peran tempat tinggal bagi kelangsungan kehidupan yang dinamis sangatlah mutlak karena tempat tinggal bukan lagi sekadar tempat bernaung melainkan juga sebagai tempat bersosialisasi dan pembentukan karakter manusia.

  Tingginya tuntutan akan kebutuhan tempat tinggal menuntut pemerintah untuk memutar otak mencari solusi di dalam mengatasi permasalahan tempat tinggal. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pembangunan perumahan. Solusi pengadaan perumahan ini telah dirintis di Indonesia sejak tahun 1952. Namun, karena keadaan ekonomi dan politik pada saat itu tidak mendukung, jumlah rumah yang berhasil dibangun sangat terbatas. Pemerintah Indonesia baru mulai berusaha memecahkan masalah perumahan kota secara serius dan terencana sejak Pelita I (1969-1974). Usaha ini diawali dengan persiapan-persiapan dan studi-studi di bidang pembangunan rumah murah, untuk mendukung

  1 kebijaksanaan dan pelaksanaan program pembangunan perumahan pada Pelita II .

  Dilanjutkan dengan perumahan pada pelita berikutnya.

  Secara umum, pada awalnya pembangunan perumahan ini ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang dijalankan oleh pemerintah namun seiring berjalannya waktu pembangunan perumahan mulai diambil alih oleh pihak swasta. Sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan penduduk di Indonesia ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah namun juga masyarakat dengan penghasilan tinggi dengan fasilitas yang jauh lebih baik dengan harga yang jauh lebih tinggi. Perubahan prioritas ini mengakibatkan perumahan tidak hanya sebagai solusi mengatasi permasalahan tempat tinggal namun juga sebagai komoditas bisnis yang menggiurkan. Hal ini membuat semakin maraknya pembangunan perumahan di beberapa kota. Kemunculan developer baru dengan konsep perumahan yang baru membuat perumahan kini tidak lagi tempat tinggal semata namun juga sebagai penegas status dan kedudukan di tengah masyarakat.

  Salah satu kota dengan tingkat pembangunan perumahan yang tinggi adalah Medan. Sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara dan salah satu kota besar di Indonesia membuat tingkat kepadatan penduduk dan arus urbanisasi cukup tinggi. Berdasarkan data per Januari 2013 jumlah penduduk kota Medan mencapai 2.983.868 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai seratus ribu jiwa per

  2

  tahun .Tingginya pertambahan jumlah penduduk tidak diikuti dengan pertumbuhan pembangunan perumahan yang memadai . Hal ini mengakibatkan 1 banyaknya penduduk yang tidak memiliki rumah yang layak huni. Berdasarkan

  Bambang Panudju. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat 2 Berpenghasilan Rendah.2009.Bandung:P.T Alumni. Hal:3 http://pemkomedan.go.id

  data yang sudah berhasil dihimpun hingga saat ini, jumlah rumah yang tidak layak

  3

  huni di Kota Medan mencapai angka 144.220 unit . Angka yang cukup besar mengingat Medan dianggap sebagai salah satu kota metropolitan dengan tingkat pembangunan yang cukup tinggi.

  Berdasarkan keterangan di atas dapat kita lihat masih banyak penduduk di kota Medan yang masih belum memiliki rumah yang layak untuk dihuni terutama maka pemerintah mencoba mengambil solusi dengan mendirikan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Perumahan MBR ini sejatinya ditujukan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dan kepemilikan rumah tidak layak huni bagi masyarakat kota Medan. Berdasarkan RPJMD Kota Medan tahun 2011-2015 terdapat 11 lokasi pembangunan perumahan MBR yang dilakukan oleh pemerintah melalui Perumnas dengan total unit 29.950. Selain itu pemerintah juga mengupayakan penyediaan lahan bagi pembangunan perumahan MBR di beberapa lokasi diantaranya Kelurahan Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan telah seluas 8 Ha untuk perumahan Nelayan sebanyak 1.300 Unit, kemudian di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan seluas 6 Ha, dan di Kelurahan Tanjung Mulia seluas 3 Ha.

  Namun pada kenyataannya sampai saat ini pembangunan masih belum menemui titik terang dan masih menemui banyak kendala seperti pada pembangunan perumahan MBR bagi nelayan di Medan Labuhan misalnya masih

  3 http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=09711:-eldin-kota-medan- masih- mengalami-persoalan-rumah&catid ( diakses pukul 22.20 WIB/ 05 Februari 2014)

  4

  terkendala masalah pencemaran lingkungan . Begitu juga pada pembangunan di tempat lain masih terkendala berbagai masalah teknis maupun non teknis.

  Berbagai permasalahan yang muncul dalam hal pembangunan memunculkan pandangan bahwa pemerintah masih belum bisa merencanakan pembangunan perumahan MBR dengan baik. Dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Perumahan dan Permukiman selaku perpanjangan tangan menjadi sorotan. Menilik pada permasalahan di atas sudah sepatutnya pemerintah mencari solusi di dalam perencanaan maupun kebijakan yang akan dikeluarkan untuk mendukung perencanaan tersebut.

  Berdasarkan uraian yang muncul di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “ Perencanaan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Medan”.

  4 http://wawasannews.com/indeks.php?option=com_k2&view=item&id=2160:limbah-padat-b3- dijadikan-tanah-timbun-di-nelayan-indah&itemid=573&lang=en ( diakses pukul 20.15 WIB/23

  Februari 2014 )

  I.2. Fokus Penelitian

  Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota Medan.

  Untuk memfokuskan arah penelitian, maka dilakukan pembatasan. Perencanaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perencanaan dalam kebijakan pelaksanaan perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah maupun fasilitas-fasilitas lain yang mendukung bagi terciptanya tempat tinggal yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Perumahan yang dimaksud adalah perumahan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang termasuk dalam RPJMD kota Medan tahun 2011-2015 yang terdapat di 11 lokasi.

  I.3. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas , maka dalam penelitian ini perumusan masalahnya adalah “

  1. Bagaimanakah proses penyusunan perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kota Medan?

  2. Siapa saja yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Medan?

  3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kota Medan?

  I.4. Tujuan Penelitian

  Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan pembangunan perumahan MBR di Kota Medan

  2. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam proses perencanaan pembangunan perumahan MBR di Kota Medan

  3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyusunan perencanaan pembangunan perumahan MBR di Kota Medan

  I.5. Manfaat Penelitian

  1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dan instansi lainnya yang terkait.

  3. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu Ilmu Administrasi Negara.

I.6. Kerangka Teori

  Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. (Singarimbun, 1995:37)

  Berdasarkan rumusan di atas maka penulis akan mencoba mengemukakan teori, pendapat, dan gagasan yang akan dijadikan landasan berpikir di dalam penelitian ini.

1.6.1 Perencanaan

  Perencanaan menurut Conyers dan Hills didefinisikan sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan

  5

  tertentu pada masa yang akan datang . Berdasarkan definisi tersebut, ada empat elemen dasar perencanaan yaitu, pilihan, alat pengalokasian sumber daya, alat untuk mencapai tujuan dan berorientasi ke masa depan. Sedangkan menurut

6 Widjojo Nitisasto , perencanaan pada dasarnya berkisar pada dua hal : pertama

  adalah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan konkrit yang hendak 5 dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat

  Arsad,Lincolin.Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi 6 Daerah.2002.Yogyakarta:BPFE.Hal 19 Bintoro Tjokroamidjojo.Perencanaan Pembangunan.1985.Jakarta:Gunung Agung. Hal 14

  yang bersangkutan. Yang kedua adalah pilihan-pilihan diantara cara-cara alternatif yang efisien serta regional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.

  Menurut Sondang.P.Siagian, perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan Riyadi menjelaskan unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian

  7

  1. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta

  2. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan.

  3. Adanya tujuan yang ingin dicapai

  4. Bersifat memprediksi sabagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan- kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.

  5. Adanya kebijaksanaan sebagai suatu hasil keputusan yang harus dilaksanakan.

  Adapun fungsi-fungsi perencanaan antara lain:

  1. Fungsi pengorganisasian, apa yang telah direncanakan harus diorganisir dengan baik. Mengatur distribusi tugas, wewenang, dan sumber daya dalam aktivitas pencapaian tujuan.

  2. Fungsi kepemimpinan, diperlukan seseorang yang memimpin untuk mengarahkan pelaksanaan tugasnya masing-masing dalam suatu organisasi perencanaan pembangunan.

7 Riyadi,Deddy Bratakusumah.Perencanaan Pembangunan Daerah (Strategi Menggali Potensi

  dalam Mewujudkan Otonomi Daerah.2003.Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama. Hal 3

  3. Fungsi kontrol, diperlukan untuk mengukur kesesuaian perencanaan sebelumnya dengan pelaksanaannya.

  8 Menurut Glasson ada empat jenis/tipe perencanaan, yaitu :

  1. Physical planning and Economic planning Perbedaan ini didasarkan atas perbedaan isi perencanaan. Perencanaan fisik adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah. Perencanaan ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah memperbaiki tingkat kemakmuran.

  2. Allocative and Innovative planning dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun. Inti kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi. Perencanaan inovatif para perencana bersifat lebih bebas dalam menentukan target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.

  3. Multi or Single Objective planning Perencanaan bertujuan tunggal misalnya rencana pemerintah untuk membangun 100 unit rumah disuatu lokasi tertentu, perencanaan ini tidak mengaitkan pembangunan rumah dengan manfaat lain yang ditimbulkan. Sasaran merupakan suatu kesatuan yang utuh. Perencanaan bertujuan jamak memiliki beberapa tujuan sekaligus misalnya pelebaran dan peningkatan jalan bermanfaat perhubungan suatu daerah semakin lancar, dapat menarik berdirinya pemukiman baru dan mendorong tumbuhnya aktivitas pasar di daerah tersebut.

  4. Indicative or Imperative planning Perencanaan dalam hal ini dibedakan menurut ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari instansi pelaksana. Dalam konteks ini dapat diketahui bahwa perencanaan indikatif tujuan yang hendak dicapai dinyatakan hanya dalam bentuk indikator-indikator dalam artian tidak memberi batasan yang jelas dalam hal tolak ukurnya. Sementara itu perencanaan imperatif lebih terperinci, jelas dan tegas dalam pengaturan sasaran, prosedur/mekanisme, pelaksanaan, waktu dan lain sebagainya.

  Sedangkan jenis-jenis perencanaan yang dikenal di Indonesia antara lain:

  1. Top Down dan Bottom Up Planning

  Top Down Planning merupakan salah satu jenis perencanaan yang

  menitikberatkan pada tipe perencanaan yang terpusat. Artinya, proses 8 kegiatan perencanaan yang dilaksanakan dengan bersinergi pada rencana

  M.Arifin Nasution.Perencanaan Pembangunan Daerah.2008.Medan:USU Press. Hal 16 strategis yang ada di atasnya dan merupakan manifestasi dari komitmen pemerintah. Sedangkan Bottom Up Planning adalah perencanaan yang memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat misalnya melalui penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk mengetahui harapan masyarakat atas masa depan pembangunan daerahnya. Dalam sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top down Dalam hal ini perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari semua stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan lembaga-lembaga pemerintahan dalam menyusun rencana kerja.

  2. Partisipatif Planning Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif ini, istilah “stakeholders” menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom. Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan partisipasi seluruh stakeholders dalam pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan. Partisipasi warga negara (private citizen) bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, teroganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara halus atau kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.

  Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, perencanaan, dan pembuatan kebijakan sudah dijamin dalam konstitusi negara maupun dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam prakteknya, kualitas partisipasi masyarakat masih jauh dari ideal. Beberapa masalah tentang partisipasi, misalnya: 1) Masih rendahnya akses terhadap informasi publik 3) Blocking dari kelompok elit lokal 4) Kemandirian organisasi warga 5) Proses partisipasi tanpa substansi 6) Apatisme masyarakat 7) Rendahnya keterlibatan kelompok perempuan 8) Kapasitas mengelola forum-forum musyawarah

1.6.2 Pembangunan

  Pembangunan diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Pembangunan adalah sebuah proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Disamping itu pembangunan itu sendiri adalah sebagai usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan, perubahan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan perubahan suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik.

9 Menurut Todaro , pembangunan merupakan suatu proses multidimensial

  yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga- lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Dengan demikian pembangunan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen- komponen ekonomi maupun non ekonomi. Dari definisi tersebut Todaro memberikan beberapa implikasi bahwa:

  1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan.

  2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti peningkatan: a. Life Sustenance : Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

  b. Self-Esteem : Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.

  c. Freedom From Servitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.

  Konsep dasar tersebut telah melahirkan beberapa arti pembangunan , yaitu:

  1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau 9 produktivitas.

  Michael P Todaro.Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga Jilid 1 Edisi Keempat.2000.Jakarta:Erlangga Hal:18

  2. Equity, hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.

  3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.

  4. Suistanable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan.

  Bryan dan White mencoba menegaskan bahwa pembangunan mengandung

  10

  beberapa implikasi yaitu , Pertama, pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok. Kedua, pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan. Ketiga, pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan. Keempat, pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri. Kelima, pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu terhadap negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati.

11 Sedangkan menurut Gantz , esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya

  dapat dilihat dari sisi pengertian dan definisi akan tetapi dapat juga dilihat dari segi tujuan pembangunan tersebut. Dalam hal ini Gantz menyebutkan tujuan 10 pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan

  Bryan C and White.Managing Development in The Third World.1982.Colorado:West View 11 Press.Hal 15 Agus Suryono.Teori dan Isu Pembangunan.2001.Malang:Universitas Malang Press.Hal 31 bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan- kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

1.6.3 Perencanaan Pembangunan

  Perencanaan pembangunan menurut Kuncoro adalah perencanaan yang tersedia dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh.

  12 Sedangkan menurut Ginandjar Kartasasmita perencanaan pembangunan merupakan tugas pokok dalam administrasi atau manajemen pembangunan.

  Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.

  Menurut pendapat T. Hani Handoko ada dua alasan perlunya perencanaan di dalam pembangunan, yaitu:

  1. Perencanaan dilakukan untuk mencapai “protective benefits” yang dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan.

12 Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan (Perkembangan Pemikiran dan

  Praktiknya di Indonesia). 1997. Jakarta:LP3ES Hal 48

  2. Perencanaan dilakukan untuk mencapai “positive benefits” dalam bentuk meningkatnya sukses pencapaian tujuan organisasi.

  Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya perencanaan dilakukan untuk melindungi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan peluang keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

  13

  perencanaan pembangunan secara umum yaitu :

  1. Merupakan suatu usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap.

  2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pedapatan per kapita.

  3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi.

  4. Usaha perluasan kesempatan kerja.

  5. Usaha pemerataan pembangunan (distributive justice). Pemerataan ini ditujukan kepada pemerataan pendapat antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pemerataan pembangunan antara daerah-daerah dalam negara.

  6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

  7. Usaha untuk mengupayakan kemampuan membangun secara bertahap lebih didasarkan kepada kemampuan nasional. 13 8. Usaha secara berkelanjutan dalam menjaga stabilitas ekonomi.

  Bintoro Tjokroamidjojo.Perencanaan Pembangunan.1985.Jakarta:Gunung Agung Hal 49-52

  Sedangkan unsur-unsur pokok yang menjadi komponen perencanaan pembangunan adalah:

  1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan, yang sering disebut tujuan, arah dan prioritas pembangunan.

  2. Adanya kerangka rencana yang menunjukan hubungan variabel- 3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan.

  4. Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi.

  5. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral

  6. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

14 Menurut Kunarto proses penyusunan perencanaan pembangunan

  dikelompokkan ke dalam dua sistem yaitu perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) dan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning).

  Perencanaan dari atas ke bawah diartikan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya ditetapkan dari tingkat nasional dalam tingkat makro. Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas diartikan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah /departemen atau perencanaan dalam tingkat mikro/proyek. Setiap perencanaan pembangunan pada dasarnya harus mengandung unsur-unsur pokok tertentu yang dijadikan acuan pembangunan, dengan adanya unsur-unsur pokok tersebut akan lebih memfokuskan arah, tujuan, 14 dan keefektifan dalam pencapaian hasil akhir sebuah perencanaan pembangunan.

  Ibid, Hal 13

1.6.4 Perumahan

  Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman yang dimaksud dengan perumahan adalahkumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Terdapat beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan

  15

  1. Adanya tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia sebagai individu dalam lingkungan terkecil.

  2. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang memperlihatkan adanya kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya.

  3. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya.

  4. Adanya unsur pembatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan penghidupannya. Keempat unsur pokok di atas menunjukkan perumahan dalam menciptakan ruang dan kehidupan senantiasa memerlukan keseimbangan keserasian dan sinergi antar fungsi sebagai unsur sumber daya lainnya. Adapun unsur pembatasan dalam perumahan di dasarkan pada pertimbangan:

  1. Pelestarian fungsi utamanya sebagai lingkungan hunian yang memberikan perlindungan dan keamanan terhadap keberadaan manusia 15 sebagai makhluk sosial dan berbudaya.

  Syahrin, Alvin. Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan. 2003. Medan: Pustaka Bangsa Press. Hal 117-118

  2. Pemeliharaan keseimbangan antara fungsi hunian dengan fungsi lain konservasi, budidaya dan lainnya.

  Berdasarkan pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Permukiman, menyebutkan bahwa penataan perumahan berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan dan kelestarian lingkungan hidup.

  bagian iklim kehidupan yang sehat secara lingkungan, ekonomi, sosio-budaya dan politik, yang dapat menjadi sasaran pembinaan generasi muda, dan menjamin berlanjutnya peningkatan kualitas kehidupan bagi semua orang.

1.6.5 Masyarakat Berpenghasilan Rendah

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 1 angka 24 yang dimaksud dengan Masyarakat Berpenghasilan Rendah adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

  Berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah dan Pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan pembiayaan, dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan hunian.

I.7. Definisi Konsep

  Menurut Singarimbun (1995:37), konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial . Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan definisi konsep sebagai berikut

  1. Perencanaan pembangunan adalah perencanaan yang bertujuan untuk memperbaiki penggunaan berbagai sumber daya publik yang tersedia dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber- sumber daya swasta secara bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh.

  2. Perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi baik sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian maupun menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkungan terbatas yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

  3. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.

  4. Perencanaan Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah adalah perencanaan yang bertujuan untuk mendirikan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

1.8 Sistematika Penulisan

  Bab I : Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan

  masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

  Bab II : Metode Penelitian Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian,

  populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

  Bab III: Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian. Bab IV: Penyajian Data Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari

  lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.

  Bab V : Analisa Data Bab ini berisi analisa dari hasil dilapangan dan dokumentasi. Bab VI: Penutup Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.