BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai kemiskinan memang tak pernah ada habisnya. Salah

  satu permasalahan yang selalu dialami oleh negara Indonesia bahkan negara- negara di belahan dunia adalah masalah kemiskinan. Bagaimana tidak, bermula dari kemiskinan kemudian akan memunculkan masalah-masalah yang baru. Dengan kata lain kemiskinan merupakan gulma yang akan tumbuh subur menjadi masalah-masalah lainnya apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius.

  Kemiskinan mempunyai berbagai wujud, termasuk kurangnya pendapatan dan sumber daya produktif yang memadai untuk menjamin kelangsungan hidup; kelaparan, dan kekurangan gizi; kesehatan yang buruk; keterbatasan akses pendidikan dan pelayanan dasar lainnya; peningkatan kematian akibat penyakit; tunawisma dan perumahan yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; dan diskriminasi sosial dan pengucilan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menambahkan kemiskinan dicirikan oleh kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial, dan budaya seperti pengangguran, tindakan kriminalitas, kelaparan, kematian, dan lain-lain (Barrientos, 2010. www.bappenas.go.id).

  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2013 mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen) atau meningkat 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 tercatat 28,07 juta orang (11,37 persen). Selama periode Maret-September

  2013, prosentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 8,39 persen atau naik menjadi 8,52 persen pada September 2013. Sementara, prosentase penduduk miskin di daerah perdesaan meningkat dari 14,32 persen pada Maret 2013 menjadi 14,42 persen pada September 2013

  Sebagaimana kita ketahui bahwa cara untuk melawan kemiskinan adalah dengan jalur pendidikan. Karena melalui pendidikan akan membuat seseorang memiliki pengetahuan dan mampu berpikir secara luas serta memberikan peluang besar untuk diterima berkerja di sektor formal. Tapi pada kenyataannya masih banyak warga masyarakat yang mendapat kesulitan dalam mendapatkan akses pendidikan. Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas Nono Adya Supriatno mengungkapkan, saat ini jumlah siswa miskin di Indonesia hampir mencapai 50 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 27,7 juta siswa di bangku tingkat SD, 10 juta siswa tingkat SMP, dan 7 juta siswa setingkat SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada sekitar 2,7 juta siswa tingkat SD dan 2 juta siswa setingkat SMP yang terancam putus sekolah. (www.edukasi.kompas.com).

  Banyaknya jumlah siswa yang putus sekolah di Indonesia Penyebab pertama adalah masalah ekonomi. Karena hampir 80% anak-anak yang putus sekolah menyatakan kesulitan ekonomi baik yang tidak punya dana untuk beli pakaian seragam, buku, transport atau kesulitan ekonomi yang mengharuskan mereka harus bekerja sehingga tidak mungkin bersekolah. Kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan seakan memaksa mereka untuk mengikutsertakan anak-anak mereka untuk turut ambil bagian dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

  Kemudian penyebab kedua adalah di daerah pedalaman banyak sekolah yang jarak sekolah dengan rumah jauh. Hal itu dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan, bergunung-gunung dan populasinya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sehingga pemerintahpun mengakui belum bisa menjamin pendidikan layaknya seperti di perkotaan di mana tiga kilometer pasti sudah ada fasilitas pendidikan.

  Dan yang terakhir adalah banyaknya di daerah pedalaman atau pedesaan yang sebenarnya masih dalam usia sekolah, akan tetapi sudah kawin muda sehingga keterbatasan waktu untuk bersekolah makin tinggi. Karena jika kita melihat pasal 17 ayat (1) UU RI No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa: Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Sehingga banyak juga yang menikah pada batas usia minimal tersebut.

  Dengan demikian memberikan pendidikan yang terjangkau dan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai hingga pelosok negeri, merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan derajat pendidikan masyarakat, meningkatkan kecerdasan masyarakat dan pada akhirnya dapat memutus mata rantai kemiskinan. Pendidikan harus diutamakan dan menjadi prioritas yang harus dikedepankan mengingat kedepan sumber daya manusia yang cerdas dan terampil merupakan salah satu modal utama suatu bangsa untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang semakin ketat.

  Kesulitan mendapatkan akses pendidikan bukanlah satu-satunya masalah yang diakibatkan karena kondisi kemiskinan. Tetapi ada masalah lain, yaitu masalah kesehatan yang buruk. Masyarakat miskin merupakan masyarakat yang rentan terserang penyakit. Masalah ini terutama disebabkan oleh faktor makanan.

  Penyediaan makanan yang bergizi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga perubahan status gizi dipengaruhi oleh status ekonomi. Dengan kata lain, orang dengan status ekonomi kurang biasanya kesulitan dalam penyediaan makanan bergizi. Sebaliknya, orang dengan status ekonomi cukup lebih mudah untuk menyediakan makanan yang bergizi. Jika tubuh kekurangan gizi maka akan akan sangat mudah untuk terserang berbagai virus penyakit. Dan ketika penyakit ini menyerang masyarakat miskin dan mereka tidak mendapatkan tindakan lebih lanjut dari pelayanan kesehatan maka akan menimbulkan akibat yang buruk.

  "Di Indonesia, 1 dari setiap 3 anak di bawah usia lima tahun masih menderita kekurangan gizi," kata Perwakilan UNICEF di Indonesia Angela Kearney. "Malnutrisi adalah penyebab dari separuh kematian anak Indonesia, dan bagi mereka yang bertahan hidup, kekurangan gizi masih menyebabkan masalah jangka panjang seperti terhambatnya perkembangan otak yang mempengaruhi kecerdasan dan potensi belajar, pertumbuhan fisik berkurang yang pada gilirannya dapat menyebabkan kekebalan terhadap penyakit melemah dan rendah produktivitas, dan peningkatan risiko berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, penyakit obesitas, jantung dan stroke.” Selain dampak pada perorangan, studi terakhir membeberkan bahwa kekurangan gizi juga menyebabkan Indonesia kehilangan Rp 62 triliun setiap tahun dalam produktivitas yang hilang melalui standar pendidikan yang buruk dan kemampuan fisik berkurang.

  Rendahnya status gizi seseorang sudah pasti akan mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Sementara dengan kondisi ekonomi mereka yang miskin telah memposisikan mereka sebagai orang yang akan kesulitan mendapatkan berbagai pelayanan salah satunya pelayanan kesehatan. Padahal kesehatan merupakan modal untuk dapat melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan yang dapat menunjang perekonomian orang tersebut. Karena pepatah juga mengatakan Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

  Mengingat begitu banyaknya persoalan yang melanda negeri kita ini, pemerintah pun tidak hanya tinggal diam. Berbagai program pemberdayaan masyarakat pun telah diupayakan dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai program itu antara lain Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM mandiri), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), dan masih banyak program pemberdayaan yang lainnya.

  Program Bantuan Langsung Tunai dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi rumah tangga sangat miskin sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Program pemberdayaan masyarakat seperti Bantuan Langsung tunai memiliki kelemahan antara lain banyak warga miskin yang belum menerima BLT, karena belum terdata sebagai penerima BLT, distribusi kartu BLT yang belum merata, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan cabang PT Pos Indonesia di daerah, Pemberian BLT dinilai kurang efektif untuk memecahkan kesulitan warga miskin, program BLT berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Pembagian BLT selalu menyisakan gejolak di masyarakat karena pasti ada warga miskin yang tidak masuk daftar akibatnya melakukan protes ke kepala desa (okezone.com).

  Dalam mengatasi permasalahan kesehatan pemerintah memberikan bantuan yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat. Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan bagi masyarakat miskin dengan cara menjamin mereka untuk mendapatkan pengobatan dikala sakit apabila mereka sudah terdaftar sebagai anggota pemegang kartu yang telah memenuhi syarat. Program jaminan kesehatan masyarakat ini memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat miskin di Indonesia.

  Namun, kenyataan yang ada dilapangan masih memberikan hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan menimbulkan kekecewaan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kelemahan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di 33 provinsi seluruh Indonesia. Hasil pemeriksaan BPK tersebut kemudian didiskusikan dengan para pemangku kepentingan dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya pada 19 Maret 2013, di Crowne Plaza Hotel, Jakarta. BPK menyimpulkan adanya kelemahan yang signifikan. kelemahan tersebut antara lain belum adanya database kepesertaan yang akurat, pemuktakhiran data masyarakat miskin tidak dilakukan dengan baik serta adanya perbedaan data masyarakat miskin antar instansi. Kemudian, terdapat risiko masyarakat miskin belum memperoleh pelayanan kesehatan gratis karena tidak tercakup dalam program Jamkesmas dan Jamkesda. Selain itu ada penyaluran, pencairan, penggunaan dan pertanggungjawaban dana Jamkesmas yang belum sesuai dengan pedoman pelaksanaan Jamkesmas pada 2010 dan 2011 (Jakarta, ANTARA News).

  Banyak program-program pemberdayaan masyarakat yang sudah terlaksana namun belum memberikan hasil yang memuaskan. Banyak kendala dan permasalahan-permasalahan yang di temukan di lapangan terkait penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran, adanya tindak kecurangan aparat seperti mengorupsikan dana bantuan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat tetapi malah masuk ke rekening pribadi, masyarakat yang menjadi ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah sehingga menurunkan tingkat kemandirian masyarakat itu sendiri untuk menolong dirinya keluar dari jerat kemiskinan.

  Dalam menanggapi hal ini, saat ini pemerintah telah merancang sebuah program baru yang bernama Program Keluarga Harapan. Program ini bertujuan Mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). Terdapat beberapa poin dari delapan poin tujuan dari MDGs yang tercantum dalam tujuan PKH yaitu menghapuskan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian sekolah dasar secara umum, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu.

  Program Keluarga Harapan ini khususnya diprioritaskan bagi ibu-ibu yang tengah hamil, ibu yang memiliki balita, dan ibu-ibu yang memiliki anak usia sekolah yang tercakup ke dalam Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Kenapa harus ibu-ibu? Ini karena ibu-ibu ataupun wanita dianggap dapat mengelola keuangan keluarga dengan baik, tidak seperti pihak laki-laki yang kemungkinan tidak akan memanfaatkan dana untuk pendidikan maupun kesehatan. Oleh sebab itu yang menjadi penanggung jawab dana tersebut adalah ibu, nenek, kakak perempuan/pengasuh wanita.

  Program Keluarga Harapan sebagai bantuan tunai bersyarat akan membantu ibu-ibu untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada anak dalam hal kesehatan dan pendidikan, utamanya bagi balita, anak prasekolah, dan anak sekolah, anak usia SD dan SMP. Sebagai penerima PKH ibu-ibu, khususnya ibu hamil dan menyusui, diharapkan dapat lebih intensif mengunjungi lembaga- lembaga pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu, polindes, puskesmas. Anak- anak SD usia 7 sampai 15 tahun diwajibkan bersekolah, termasuk mereka yang berusia 16-18 tahun tetapi belum menyelesaikan pendidikan dasar dapat menerima manfaat PKH dengan kewajiban mendapat pendidikan kelompok belajar paket A atau B. Seluruh anak penerima PKH harus hadir di sekolah sedikitnya 85% setiap bulan. Dengan persyaratan-persyaratan tersebut PKH diharapkan akan membantu bagi terciptanya generasi penerus yang lebih baik.

  Dalam buku Pedoman Umum PKH 2008 menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga sangat miskin sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi.

  Dengan memperhatikan kondisi ini, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan program yang merupakan pengembangan system perlindungan sosial yang dapat meringankan dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan Pendidikan Dasar dengan harapan program ini akan dapat mengurangi kemiskinan di Negara kita. Dengan demikian, dalam kerangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan utama pembangunan yaitu masih besarnya jumlah penduduk miskin serta rendahnya kualitas SDM.

  PKH adalah asistensi sosial kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu (RTM kronis, rentan terhadap goncangan) dengan memberlakukan persyaratan tertentu yang dapat mengubah prilaku individu maupun masyarakat. PKH sebagai perlindungan sosial merupakan upaya dalam mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan, sehingga diperlukan penguatan atau pemberdayaan agar warga tersebut memiliki daya untuk keluar dari lingkaran kemiskinannya.

  Yang menjadi keunikan dari PKH ini adalah dalam memberikan bantuannya kepada masyarakat, peserta PKH tidak harus melalui sistem administrasi yang panjang, bantuan diterima langsung oleh penerima PKH di PT Pos atau melalui BRI, tidak lagi menggunakan kepanjangan tangan birokrasi pemerintah (Desa/Kecamatan/Kabupaten/Provinsi). Jadi, sangat kecil kemungkinan birokrasi dapat mengkorupsi dana PKH. Adanya Pendamping, UPPKH Kec, UPPKH Kab, dan UPPKH Pusat, tidak menjadi alur pencairan bantuan tunai dari pusat ke penerima program, tugas pokok pelaksana PKH hanya sebatas pertanggung jawaban administrasi dan hal-hal operasionalisasi lain di lapangan, bukan masalah keuangan.

  Kelebihan lainnya dari sistem pelaksanaan PKH yaitu terdapatnya tim pendamping lapangan yang menyebar di setiap daerah dimana masyarakat mendapatkan bantuan PKH. Para pendamping akan secara intens mengawasi masyarakat agar masyarakat memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan kesepakatan dan agar tujuan mulia dari PKH dapat terlaksana dengan baik dan memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Indonesia.

  Program Keluarga Harapan ini mulai diberlakukan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan dengan total 33 kecamatan.

  Sumatera Utara dijadikan salah satu daerah sasaran Program Keluarga Harapan mengingat kondisi kemiskinan di daerah ini masih cukup tinggi, dimana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut per Juni 2009 terdapat sekitar 11,5 % atau setara 1,5 juta jiwa dari total 13,248 juta jiwa penduduk dalam garis kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini menyebabkan banyak keluarga miskin yang tidak dapat mengakses pendidikan dan kesehatan secara layak.

  Khusus untuk Kota Medan, ada 11 Kecamatan yang telah memberlakukan Program Keluarga Harapan ini. Salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor. Di kecamatan ini masih terdapat tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Fenomena yang tampak di kecamatan Medan Johor ada begitu banyak anak usia sekolah dasar tidak dapat bersekolah dan juga Balita yang mengalami gizi buruk karena ketidaan biaya dan akses untuk memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan yang baik dan memadai. Dengan adanya kucuran bantuan Program Keluarga Harapan ini diharapkan sedikit banyak dapat mengurangi beban rumah tangga sangat miskin yang menjadi penerima PKH di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor dalam mengakses pelayanan dasar tersebut.

  Dengan terlaksananya Program Keluarga Harapan maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor”.

  I.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor?”

  I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  I.3.1. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor.

I.3.2. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial.

2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan kontribusi bagi instansi terkait.

1.4. Sistematika Penulisan

  Penulisan penelitian ini disajikan dalam tiga bab, dengan sistematika sebagai berikut :

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan

  masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan defenisi operasional.

  BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data. BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis mengadakan penelitian.

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor

61 267 133

Analisis Representasi Sosial terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan di Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

5 62 169

Efektifitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) Di Kecamatan Medan Johor

20 128 113

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

1 0 10

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Pengaruh Brand Equity Sari Roti Terhadap Kepuasan Pelanggan Di Kelurahan Titi Rantai, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Keluarga Melalui Model Family Care Unit (FCU) Di Desa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tetehosi Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) (Study Pada Kelurahan Pangkalan Manshyur Kecamatan Medan Johor Medan)

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Kelurahan Titi Kuning Kecamatan Medan Johor

1 0 46