BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan - Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe Plat Datar Bersirip untuk Penghasil Panas pada Pengering Produk Pertanian dan Perkebunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeringan

  Pengeringan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pascapanen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti buah-buahan, sayuran dan produk pertanian lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan massa uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.

  Pada prinsipnya, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang kehidupan rak-produk bio- asal dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian tersebut.

  Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan.

  a.

  Proses perpindahan panas Proses perpindahan panas terjadi karena adanya perbedaan suhu udara pengering dengan suhu bahan yang dikeringkan, dimana suhu udara pengering lebih tinggi dari suhu bahan. Panas yang dialirkan melalui udara pengering akan meningkatkan suhu bahan, sehingga air dalam bahan berubah menjadi uap air. b.

  Proses perpindahan Massa Uap Air Peningkatan suhu bahan karena proses perpindahan panas akan menyebabkan tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi dari tekanan uap air pada udara pengering, sehingga terjadi perpindahan uap air bahan ke udara. Kelembaban relatif udara pengering akan turun dengan adanya peningkatan suhu udara pengering, Hal ini menyebabkan kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari kelembaban relatif bahan. Selanjutnya panas yang dialirkan ke permukaaan bahan akan meningkatkan tekanan uap air bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih tinggi dari tekanan uap air udara pengering. Dengan kondisi demikian akan terjadi perpindahan massa uap air dari bahan ke udara pengering dan disebut sebagai proses penguapan. Proses penguapan air dari bahan akan terus berlangsung sampai terjadi kesetimbangan tekanan uap air antara bahan dengan pengering.

2.1.1. Jenis-Jenis Pengeringan

  Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu: (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law, 2009)

  a) Baki atau wadah

  Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.

  b) Rotary

  Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.

  c) Flash

  Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

  d) Spray

  Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk- produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.

  e) Fluidized bed

  Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.

  f) Vacum

  Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

  g) Membekukan

  Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.

  h) Batch dryer

  Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

  Pada Tugas Akhir ini akan dilakukan simulasi pengeringan tipe wadah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.

  Cerobong Glass cover Drying

  Solar collector chamber isolator Kaca

  Solar Kolektor Ud ara  lua r

Gambar 2.1 Skema sistem pengering dengan energi surya

2.2. Kolektor dan Jenis-jenisnya

  Pengering surya adalah suatu sistem pengering yang memanfaatkan energi surya. Sistem pengering surya terdiri dari dua bagian utama yaitu kolektor surya dan ruang pengering. Kolektor surya adalah suatu alat yang dapat mengumpulkan atau menyerap radiasi surya dan mengkonversikan menjadi panas

  Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen- komponen utama, yaitu:

  1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

  2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.

  3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

  4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

  5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

Gambar 2.2 Komponen-komponen umum kolektor

  Berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimiliki, kolektor surya dibagi atas 4 macam yaitu:

1. Flat-Plate Collectors (Kolektor Plat Datar)

  Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri.

  Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.

Gambar 2.3 Kolektor surya plat datar

  (Sumber 2.

  Prismatic Solar Colector (Kolektor Surya Prismatik) Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segitiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

Gambar 2.4 Kolektor surya prismatic

  (Sumber: Philip Kristianto & James Laeyadi, Jurnal Teknik Mesin Universitas Kristen Petra)

3. Concentrating Collectors (Kolektor Surya Konsentrasi)

  Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100°C

  • – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berdasarkan komponen

  

absorber -nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point

focus .

  (a) (b)

Gambar 2.5 Kolektor Surya Konsentrator, (a) Line Focus, (b) Point Focus.

(Sumber 4. Evacuated Tube Collectors

  Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara

  

absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu

  meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.

Gambar 2.6 Evacuated Tube Collector

  (Sumber Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan perancangan dan pembuatan alat pengering energi surya dengan menggunakan kolektor surya tipe plat datar. Pada penelitian kali ini kolektor akan dimodifikasi dengan penambahan sirip pada pada bagian absorbernya. Ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Tujuan dilakukannya modifikasi ini untuk mengetahui dan meningkatkan efisiensi alat pengering tersebut dibandingkan dari penelitian- penelitian sebelumnya.

2.3.Sirip (Fin)

  Sirip (fin) adalah suatu peralatan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan kinerja suatu peralatan mesin, yaitu sebagai pembuang panas agar peralatan mesin tidak rusak dan terbakar akibat temperatur yang sangat tinggi seperti yang terdapat pada bagian processor yang dikenal sebagai heat sink atau pada mesin sepeda motor dan juga sebagai penyerap panas seperti pada kolektor yang akan menjadi pembahasan dalam skripsi ini. Pada dasarnya penggunaan sirip bertujuan untuk menambah luas bidang perpindahan panas dengan bahan yang mempunyai konduktivitas yang baik. Adalah sangat mubazir menambahkan sirip tetapi aliran konduksi tidak mampu mensuplai aliran panas dikarenakan konduktivitas material pembentuk sirip terlalu kecil.

  2.3.1. Efisiensi Sirip (Fin Efficiency)

  Efisiensi sirip adalah perbandingan laju perpindahan panas aktual dari sebuah sirip dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin. Atau dapat ditulis dengan persamaan:

  ............................................................................................ (2.1) η = dimana q f adalah laju perpindahan panas yang sebenarnya dari sebuah sirip dan besarnya tergantung pada jenis dan kondisi batas yang diketahui. Untuk sirip dengan penampang konstan besarnya q f adalah:

  sinh

  • ( / ) cosh

  = − ................................. (2.2)

  ∞ cosh

  • ( / ) sinh

  dimana besarnya m adalah: m = .......................................................................................... (2.3) Sementara Q adalah laju perpindahan panas maksimum yang mungkin dari

  max sebuah sirip.

  Q max = hA fin (T b - T ) ........................................................................ (2.4)

  dimana A fin adalah luas permukaan sirip dan hubungannya dengan keliling (p,

  perimeter ) dan panjang sirip (L) dapat dirumuskan: A fin = pL + A ..................................................................................... (2.5)

Gambar 2.7 Sketsa Penampang Sirip

  (Sumber: Perpindahan Panas, JP. Holman.)

  Perhatikan sirip berbentuk persegi pada gambar di atas. Misalkan lebar sirip adalah w, sementara A luas penampang atau cross sectional area, dapat

  c

  ditulis A dan A p luas profil yang dikoreksi dan dirumuskan dengan persamaan:

  A p = L.t ............................................................................................ (2.6)

  Untuk sirip yang sangat lebar, atau disbanding w, tebal sirip t menjadi sangat kecil. Untuk kasus ini, maka perimeter dapat disederhanakan menjadi:

  p = 2w + 2t ≈ 2w .............................................................................. (2.7)

2.3.2. Efisiensi Sirip Menyeluruh (Overall Fin Efficiency) Pembahasan yang dilakukan ini adalah untuk sirip dengan kondisi tunggal.

  Sementara pada aplikasinya sirip biasanya digunakan secara banyak, dengan kata lain hampir tidak dijumpai sirip tunggal.

Gambar 2.8 Penampang Multi Sirip

  (Sumber: Perpindahan Panas, JP. Holman.) Efisiensi total dari permukaan yang mempunyai banyak sirip dapat dirumuskan sebagai berikut:

  = = ................................................................. (2.8)

  ( ) − ∞

  dimana q t adalah perpindahan panas total dari permukaan total A t termasuk permukaan sirip dan permukaan base. Jika dimisalkan jumlah sirip N, maka luas total dapat dirumuskan dengan menjumlahkan luas permukaan tiap sirip A :

  s A t = NA s + A b ................................................................................... (2.9) Sementara perpindahan panas total dari seluruh permukaan dapat dijabarkan sebagai penjumlahan perpindahan panas dari tiap sirip ditambah dari permukaan

  base. q t s (T b - T ) + hA b (T b - T ) .................................................. (2.10) = NηhA ∞ ∞

  substitusi persamaan (2.9) untuk mengganti parameter A pada persamaan diatas,

  b

  maka diperoleh:

  q t s + (A t - NA s )](T b - T ) .................................................... (2.11) = h[NηA ∞

  atau

  = h ) ........................................... (2.12)

  1 − 1 − ( −

  ∞

  Substitusi persamaan (2.12) ke dalam persamaan (2.8) akan didapat hubungan efisiensi total dengan efisiensi masing-masing sirip, yaitu: = 1 (1

  − − ) ................................................................... (2.13) Dengan mengetahui efisiensi total sirip secara keseluruhan, maka laju perpindahan panas total dari kumpulan sirip dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.8)

2.4.Pemanfaatan Energi Matahari

  9 Matahari mempunyai diameter 1,39×10 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya.

  11 Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×10 m (Duffie &

  Beckman, 1980). Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda (Duffie, 1980).

Gambar 2.9 Hubungan Matahari dan Bumi Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik.

  Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4,8

  2

  kWh/m /hari atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0,87 GWp atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa depan.

  Matahari merupakan sumber energi yang benar-benar bebas untuk digunakan oleh setiap orang. Tidak ada manusia yang memiliki matahari, jadi setelah menutupi biaya investasi awal, pemakaian energi selanjutnya dapat dikatakan gratis. Energi surya adalah salah satu pilihan energi terbaik untuk daerah-daerah terpencil, bilamana jaringan distribusi listrik tidak praktis atau tidak memungkinkan untuk diinstalasi. Mengingat ratio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55% - 60% dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik.

  Sumber energi berjumlah besar dan kontinu terbesar yang tersedia bagi umat manusia adalah energi yang dipancarkan oleh matahari.

Gambar 2.10 Energi yang masuk ke Bumi

  (Sumber

  26 Setiap menit matahari meradiasikan energi sebesar 56 x 10 kalori. Energi

  matahari persatuan luas pada jarak dari permukaan bola dengan matahari sebagai pusat bulatan dan jari-jari bulatan 150 juta km (jarak rata-rata bumi dengan matahari) adalah : 26

  −1

  56 10 .

  .................................................................. (2.14) = 12 2

  4 15 10 −2 −1 −1 .

  ≈ 2,0 . =

  • 1

  S = 2,0 Ly menit , yang disebut konstana matahari

  maka energi matahari yang diterima bumi dengan jari-jari 6370 km adalah:

  2

  = S .................................................................................... (2.15) a

  6 2 -2 -1

  = 3,14 x (637 x 10 cm) x 2 kal cm menit

  18 -1

  = 2,55 x 10 kal.menit

  21

  = 3,67 x 10 kal/hari Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan

  (refleksi), sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol. Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse.

  Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30- 50 km), dan thermosfer (50-400 km). Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (G on ). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (G beam ). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (G diffuse ).

  Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus (Duffie, 1980):

  Q =

  . . ΔtF’ ................................................................. (2.16) dimana: Q = Energi Radiasi Masuk Kolektor (Watt)

  2 I = Intensitas radiasi (W/m )

  2 A = Luas penampang kolektor(m )

  = Selang waktu perhitungan (s) Δt

  = Faktor efisiensi kolektor = 80% - 90% F’

  = Transmisifitas kaca = Absorbsifitas plat

2.5. Tinjauan Pindahan Panas

  Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi. Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari plat kolektor berpindah secara konveksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi.

2.5.1. Perpindahan Panas Konduksi

  Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui benda penghubung yang diam (tidak dalam mengalir). Besar kecil perpindahan panas ditentukan oleh karakteristik zat dan benda yang dilalui panas pada waktu perpindahan dari satu benda ke benda lain. Pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya.

Gambar 2.11 Perpindahan Panas Konduksi Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier.

  .

  dT Q   kA c

  (2.17)

  dx ............................................................................

  dimana, Q = laju perpindahan panas (Watt)

  c k

  = konduktivitas thermal ( W/m.K)

  2 A = luas penampang yang terletak pada aliran panas (m ) dT

    = gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)

   

  dx

    Nilai angka konduktifitas termal menunjukan seberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

  Kanal Lingkungan Lingkungan

Gambar 2.12 Perpindahan Panas Konduksi Pada Kolektor Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pengering tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwoll, sterofoam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) berpindah dari ruang dalam (kanal) kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).

2.5.2. Perpindahan Panas Konveksi

  Konveksi merupakan proses perpindahan panas dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah melalui media, dimana media tersebut haruslah memiliki sifat fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik dan densitas). Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada pengering terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).

  Jika suatu plat panas dibiarkan berada di udara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat plat itu, peristiwa ini dinamakan konveksi alamiah (natural

  convection ) atau konveksi bebas (free convection), untuk konveksi paksa (forced convection ) terjadi apabila udara itu dihembuskan pada plat dengan fan.

Gambar 2.13 Perpindahan Panas Konveksi Paksa dan Konveksi Natural.

  Perpindahan panas konveksi pada saluran kolektor sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold, apakah laminar maupun turbulent.

Gambar 2.14 Perpindahan Panas Konveksi Plat Datar

  Re < 5x10

  ∞

  T

  ) T s = temperatur dinding (K)

  2

  .K) A = luas permukaan kolektor surya (m

  2

  untuk aliran Turbulen Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Q h = hA(T s - T ∞ ) ............................................................................ (2.19) dimana, h = koefisien konveksi (W/m

  5

  untuk aliran Laminar Re > 5x10

  5

  = viskositas dinamik (kg/m.s) Dengan pembagian jenis aliran berdasarkan bilangan Reynold sebagai berikut:

  (Sumber

  ) μ

  

3

  = massa jenis ( kg/m

  L = panjang kolektor( m ) ρ

  V = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s)

  (2.18) dimana, Re = bilangan Reynold

   ..................................................................................

  R e

  VL

  Bilangan Reynold pada plat datar dirumuskan sebagai berikut: 

  

  = temperatur udara lingkungan (K) Q h = laju perpindahan panas (Watt) Korelasi yang sering digunakan dalam menentukankoefisien perpindahan panas konveksi (hc) yaitu :

  2 − 3

  Gr L =

  2

  .................................................................. (2.20)

  =

  Ra L

  x

  ................................................................................ (2.21) . Nu x =

  ...................................................................................... (2.22) dimana, Grl = Bilangan Grashoff

  

3

Massa jenis (kg/m

  = )

  2

  = Gravitasi (m/s ) = Koefisien udara pada temperatur film (1/K) = Panjang Kolektor (m)

  

2

  = Viskositas (N.s/m ) Ra = Bilangan Rayleigh

  L

  = Bilangan Prandt = Bilangan Nusselt

  = Lebar Kolektor (m)

  2

  = Koefisien konveksi (W/m .K) = Konduktivitas termal (W/m.K)

  Penentuan kondisi aliran pada kasus konveksi natural adalah menggunakan bilangan Ra yang telah didefenisikan pada persaman: 3

  g  ( TT ) L s r

Ra  ................................................................. (2.23)

L 2 u

  Menurut bidangnya, konveksi natural dapat dibedakan sebagai berikut: 1.

  Bidang vertikal Arah aliran fluida akibat konveksi natural pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih rendah dari temperatur fluida, sehingga arahaliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari nilai bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda.

  Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan Ra Untuk kasus ini ada beberapa alternatif yang

  L

  dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada Mc Adams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu:

  0,25

  4

  9 Nu = 0,59Ra L untuk 10 L ..................................... (2.24)

  ≤ Ra ≤ 10

  1/3

  9

  13 Nu = 0,1Ra L untuk 10 < RaL < 10 ...................................... (2.25) 2.

  Bidang miring Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan

  o

  90 . Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut

  o

  kemiringannya kurang dari 90 . Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah plat yang panas dimiringkan

  

  90

  dengan sudut kemiringan  terhadap vertikal ditampilkan pada Gambar 2.13

Gambar 2.15 Konveksi Natural dan Tebal Lapisan Batas pada Bidang Miring

  Pada ruang pengering (kanal) kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi menuju ruang pengering (drying chamber) adalah perpindahan panas konveksi natural, sehingga aliran udara bergerak yang terjadi melalui kolektor adalah akibat perpindahan panas konveksi natural. Perpindahan panas pada kolektor dianalisa dengan plat absorber adalah plat miring dan dengan temperatur seragam.

  Profil kecepatan dalam lapisan batas adalah:

  2

  ................................................................... (2.26) = 1 −

  ( )

  Dengan δ adalah tebal lapisan batas (m) adalah daerah yang mengalami hambatan karena adanya tegangan geser pada permukaan plat dan kaca sehingga partikel fluida terpaksa berhenti pada sekitar permukaan benda, baik di permukaan plat maupun di permukaan kaca.V adalah kecepatan karakteristik yang merupakan

  c(y)

  fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y). Pada posisi y yang sama, kecepatan karakteristik ini sama sepanjang x. persamaan untuk mencari kecepatan karakteristik adalah:

  ( − )

  2

  = ................................................ (2.27)

  ( )

  • 3 20 21

  Dan tebal lapisan batas,

  0,25 0,952 + −0,25

  .............................................. (2.28) = 3,936 2 Konstanta gravitasi pada persamaan diatas adalah gravitasi yang searah dengan plat miring (g.cos θ).

  

  Pada gambar dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut kemiringan terhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi

  g.cosθ yang

  sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap sebagai plat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi

  g.cosθ. Maka untuk bidang miring T q 

  semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan dan konstan dapat s

  g

  digunakan. Tetapi gravitasi harus diganti menjadi

  gcosθ saat menghitung bilangan Ra. 3 g cos  ( TT ) L s r

  ........................................................ (2.29)

  RaL

  

2.5.3. Perpindahan Panas Radiasi

  Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda bertemperatur tinggi ke benda bertemperatur rendah dimana tidak diperlukan zat atau benda penghubung, serta panas memancar dengan cara radiasi gelombang elektromagnetik. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi pada absorber kolektor surya.Peristiwa radiasi yang dipancarkan oleh matahari, dan dikonversikan dalam bentuk panas terjadi pada plat absorber serta adanya pengaruh dari emisifitas permukaan benda hitam (plat absorber).

  Person (T ) 1 Fire (T ) 2 Gambar 2.16 Perpindahan Panas Radiasi

  (Sumber: http://dedylondong.blogspot.com/2012/08/kenyamanan-suhu- dan-faktor-iklim-pada.html) Perpindahan panas secara radiasi dirumuskan sebagai berikut: . 4 4 Q  . . A .( TT ) ................................................................ (2.30) r   1 2 dimana: Q r = laju perpindahan panas radiasi (W)

   = emisivitas panas permukaan (0    1)

  • 8

  2

  4

   = konstanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10 W/m K )

  2 A = luas permukaan (m )

  Karakteristik Radiasi dari Permukaan Benda Hitam: 1.

  Emisi Permukaan Sifat dari permukaan radiasi (emisivitas) didefinisikan sebagai perbandingan radiasi yang dihasilkan oleh permukaan benda hitam pada temperatur yang sama. Emisivitas mempunyai nilai yang berbeda tergantung kepada panjang gelombang dan arahnya. Nilai emisivitas bervariasi dari 0-1, di mana benda hitam mempunyai nilai emisivitas 1.

2. Absorbsivitas (Penyerapan) Absorbsi adalah proses pada saat suatu permukaan menerima radiasi.

  Akibat langsung dari proses penyerapan ini adalah terjadinya peningkatan energi dari dalam medium yang terkena panas tersebut.

  3. Transmisivitas Transmisivitas adalah fraksi dari jumlah energi radiasi yang

  ditransmisikan perjumlah total energi radiasi yang diterima suatu permukaan.

2.6.Tinjauan Mekanika Fluida

  Di samping tinjauan perpindahan panas pada kolektor, tinjauan tentang mekanika fluida juga harus kita ketahui karena juga memberikan pengaruh terhadap perancangan sebuah kolektor surya sebagai pengering produk pertanian. Fluida didefenisikan sebagai suatu zat yang berdeformasi secara terus menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser.

  Dari persamaan kontinuitas, fluida yang mengalir melalui suatu penampang akan selalu memenuhi hukum kontinuitas yaitu laju massa fluida yang masuk akan selalu sama dengan laju massa fluida yang keluar. Persamaan kontinuitas dirumuskan:

  A

  V A V kons tan ................................................................

      1 1 1 2 2 2

  .............................................................................................................. (2.31)