BAB III HASIL PENILITIAN : SURUHAN DAN MESIAS DALAM PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN PENGANCING - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pen
BAB III HASIL PENILITIAN : SURUHAN DAN MESIAS DALAM PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN PENGANCING
3.1. Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan tentang Suruhan dan Mesias dalam perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Pertanyaan wawancara dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu tentang Adat Dayak Pesaguan (Suruhan), Kekristenan (Mesias) dan bagaimana pendapat orang Dayak Pesaguan tentang Suruhan dan Mesias jika dipadankan.
3.2. Dayak Pesaguan di Pengancing
Dayak Pesaguan adalah sub-suku Dayak di Kalimantan Barat yang tinggal di sekitar Sungai Pesaguan. Berdasarkan letak geografis, maka orang Dayak Pesaguan dibedakan melalui tempat tinggalnya yaitu Pesaguan Hulu, Pesaguan Tengah dan Pesaguan Hilir. Sedangkan orang Dayak Pesaguan yang tinggal agak jauh dari sungai Pesaguan dibedakan menjadi Pesaguan Kiri dan Pesaguan Kanan.
Orang Pengancing tinggal di sepanjang sungai Pesaguan, dan kalau dibedakan berdasarkan tempat tinggalnya maka Dayak Pesaguan di Pengancing adalah Pesaguan Hilir. Namun walaupun demikian, orang Dayak Pesaguan di Pengancing sebenarnya adalah orang-orang Batu Tajam. Batu Tajam adalah kelompok masyarakat Dayak Pesaguan yang masuk dalam Pesaguan Kiri. Batu Tajam akhirnya tersebar sampai di Pengancing. Alasan yang paling banyak mendasari perpindahan Batu Tajam ke Pengancing adalah pencarian lahan yang dekat dengan sumber air (Sungai Pesaguan) Selain itu konflik perebutan Demong Adat juga menjadi salah satu alasan Batu Tajam tersebar sampai di Pengancing. Bahasa yang digunakan oleh orang Dayak Pesaguan di Pengancing adalah bahasa Batu Tajam. Bahasa Batu Tajam juga digunakan di
1 beberapa daerah lain seperti di Pembangunan, Temposohan dan Kembahang.
Orang Batu Tajam adalah hasil penyebaran dari hulu Lemandau, Kampung Ketingan
- – Kalimantan Tengah. Penyebaran itu dipimpin oleh Patih Buang bersama dengan keenam saudarany a yaitu Patih Burung, Patih Bubut, Patih Buku’, Patih Ruas,
Patih Kariyak dan Patih Saboi. Mereka bertujuh menginjakkan kaki mereka di Kabupaten Ketapang dan mulai melakukan penyebaran ke Sunga Kendawangan, Batu Keling, Sarang Membulu’ dan ke Belatuk. Patih Saboi dan Patih Buang melakukan penyebaran di Bukit Mangkul di muara Sungai Kendawangan. Lalu setelah itu mereka berdua pindah ke Padang Sembilan. Patih Saboit dan Patih Buang kemudian pindah kembali ke Selobohan. Di Selobohan dua Patih ini tidak menemukan kenyamanan karena terganggu dan terancam dengan kehadiran Lanun (bajak laut atau perompak). Akhirnya Patih Saboit dan Patih Buang pindah lagi ke Bukit Dehiang yaitu daerah antara Kampung Mahawa dan Batu Tajam. Patih Saboi menjadi Demong di Mahawa sedangkan Patih Buang tetap tinggal di Bukit Dehiang. Lambat laun kedua saudara ini terlibat pertengkaran masalah wilayah adat ketemenggungan. Untuk menyelesaikan pertengkaran itu maka dilakukanlah upacara adat dengan hasil pembagian wilayah. Patih Saboi mendapatkan wilayah Mahawa. Patih Buang mendapatkan bagian Bukit Dehiang. Patih Buang mendirikan sebuah kampung di Bukit Dehiang itu yang diberi nama Kampung Kebongan Gontal. Namun saat itu Kampung Kebongan Gontal 1 termasuk dalam wilayah adat Demong Jelayan, maka masyarakat yang tinggal di Kampung Gontal diminta untuk mendirikan kampung sendiri. Dan akhirnya terjadilah apa yang sekarang disebut sebagai Batu Tajam.
3.2.1. Letak Geografis
Dusun Pengancing merupakan wilayah administratif dari Desa Segar Wangi yang juga termasuk dalam wilayah Adminstratif Kecamatan Tumbang Titi. Dusun Pengancing terletak di wilayah pinggiran aliran sungai Pesaguan. Dusun Pengancing diapit oleh dua dusun yaitu Dusun Kembahang dan Dusun Mambuk. Jarak tempuh dari Kecamatan Tumbang Titi sekitar 30-40 menit dengan jarak + 10 Km. Dusun Pengancing terbagi menjadi 4 wilayah Rukun Tetangga (RT). Pemimpin administratif
2 tertinggi adalah Kepala Dusun.
3.2.2. Mata Pencaharian, Pendidikan dan Agama
Data Kependudukan tahun 2009 menyatakan bahwa Dusun Pengancing dihuni oleh 130 KK. Penghuni Dusun Pengancing didominasi oleh suku Dayak Pesaguan.
Pendidikan orang Dayak Pesaguan di Pengancing beragam mulai dari SD, SMP dan SMA. Jika dilihat rata-ratanya, maka pendidikan orang Dayak Pesaguan di Pengancing paling banyak adalah SD dan setelahnya adalah SMP. Mata pencaharian orang Dayak Pesaguan di Pengancing pada awalnya adalah berladang dan petani karet. Namun seiring masuknya perusahaan kelapa sawit di sekitar wilayah Dusun Pengancing, maka sekarang mata pencaharian yang dominan adalah buruh harian di perusahaan kelapa sawit. Petani karet masih ditekuni sebagai mata pencaharian, namun tidak semuanya karena pengaruh cuaca dan beberapa lahan karet juga telah dijual kepada perusahaan kelapa sawit. 2
Agama Kristen Protestan dan Katolik menjadi agama yang paling banyak dipeluk oleh orang Dayak Pesaguan. Jumlah pemeluk agama Kristen Prostestan lebih banyak dibandingkan Katolik. Pemeluk agama lainnya adalah agama Islam yang tidak
3 lebih dari 10 jiwa.
3.3. Suruhan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing
Suruhan dalam perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing adalah
utusan, pembawa pesan, dan penengah. Sebagai seorang utusan itu Suruhan bertugas menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak lain. Suruhan itu selalu berkaitan
4
dengan pernikahan dan hukum adat. Dalam hal pernikahan, Suruhan menjadi orang
5 yang membawa pesan dari pihak perempuan kepada Demong Adat (Petinggi Adat).
Suruhan akan menyampaikan maksud pernikahan kepada Demong Adat serta
menyatakan kesanggupan pihak perempuan (dan pihak laki-laki) dalam memenuhi
6
kesanggupan pembayaran adat . Suruhan juga menjadi pengantara antara pihak perempuan dan pihak laki-laki. Suruhan menjadi pembawa pesan bagi kedua belah pihak agar perkawinan dapat dijalankan dan pembayaran adat bisa dibayarkan
7 bersama.
3 diakses pada tanggal 06 Desember 2017. 4 5 Wawancara dengan Bapak Martinus. Usia 49 tahun, pendidikan SD, 10 November 2017. 6 Wawancara dengan Ibu Rosalia. Usia 55 tahun, pendidikan SD, 08 November 2017.
Pembayaran adat biasanya berupa Tajau (guci yang terbuat dari keramik), kain batik,
mangkok, piring, parang, perhiasan (anting, gelang, kalung). Pembayaran adat tergantung dari dua
belah pihak yang menikah dan ditentukan oleh Demong Adat. Jika dua belah pihak yang menikah
masuk dalam kategori sumbang (pernikahan masih berkaitan keluarga; misalnya keponakan menikah
dengan paman atau bibiknya) maka pembayaran adatnya berbeda dengan pernikahan yang tidak sumbang (tidak berkaitan keluarga). Dalam hal hukum adat, Suruhan menjadi orang yang ditugaskan dalam
8
menelusuri kebenaran. Suruhan akan menyampaikan kesalahan pada orang yang dianggap bersalah. Kalau orang tersebut tidak merasa bersalah, maka pembelaannya juga disampaikan lewat Suruhan. Suruhan menjadi utusan kedua belah pihak yang
9
berkonflik guna menghindari kontak fisik. Namun, Suruhan sekarang tidak lagi dibutuhkan karena bisa langsung berkomunikasi lewat telepon genggam. Suruhan tidak lagi dibutuhkan bagi orang Dayak Pesaguan yang tidak terlalu kuat berpegang pada Adat, dan tetap dibutuhkan bagi yang masih berpegang pada Adat.
Dalam menjalankan tugasnya orang Dayak Pesaguan mengatakan Suruhan menggunakan kekerasan. Kekerasan yang dimaksud di sini adalah kekerasan dalam hal sikap. Suruhan akan berkeras menyampaikan pesan dari kedua belah pihak. Salah satu contonya adalah ketika Suruhan menyampaikan pesan dari Demong Adat mengenai pembayaran Adat dan prosesi Adat, maka Suruhan akan berkeras agar pembayaran Adat dan prosesi Adat harus terbayar dan berjalan dengan semestinya.
Tidak semua orang bisa menjadi Suruhan. Seseorang yang bisa menjadi
Suruhan adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang peribahasa daerah dan soal
adat istiadat. Suruhan tidak bisa anak-anak karena belum memiliki pengetahuan
10
tentang adat istiadat. Ketua RT bisa menjadi kandidat kuat untuk menjadi Suruhan karena posisi Ketua RT yang dipandang tinggi dalam masyarakat. Bahkan Suruhan juga bisa berasal dari tua-tua adat karena dianggap telah memahami soal adat istiadat.
8 9 Wawancara dengan Bapak Ajun. Usia 25 tahun, pendidikan SMP, 10 November 2017. 10 Wawancara dengan Bapak J. Komender. Usia 74 tahun, pendidikan SD, 11 November 2017.
11 Suruhan dalam hal konflik, dipilih dari pihak netral. Kehadiran Suruhan tidak harus
selalu ada dalam kegiatan / gawai. Ketidak-harusan kehadiran Suruhan dalam setiap kegiatan karena Suruhan selalu identik dengan pernikahan dan hukum adat (konflik).
Suruhan diperlukan kehadirannya karena Suruhan selalu menyampaikan pesan dan
kegiatan yang berjalan itu selalu berkaitan dengan dua belah pihak. Suruhan dinilai baik karena ia dipandang bisa menjadi penengah, bisa menyelesaikan masalah, berperan penting dalam kesuksesan acara dan memiliki sikap penolong. Keberagaman nilai baik dalam Suruhan ini terjadi atas pengamatan dan pengalaman masing-masing orang Dayak Pesaguan di Pengancing dalam melihat Suruhan.
Suruhan berdasarkan orang Dayak Pesaguan di Pengancing adalah perkawilan
antara dua belah pihak. Suruhan menjadi utusan yang menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain. Suruhan tidak melakukan kekerasan secara fisik namun lebih kepada sikap demi terlaksananya Adat. Seseorang yang dapat diminta atau ditunjuk menjadi Suruhan ketika ia memiliki pengetahuan tentang adat, mampu menyampaikan pesan dengan baik dan bersikap adil. Kehadiran Suruhan diperlukan ketika ada dua belah pihak yang terlibat dalam sebuah kegiatan / gawai. Dan Suruhan dipandang baik karena ia selalu berusaha untuk mendamaikan dua belah pihak dan menjadi penolong dalam suatu acara.
3.4. Mesias dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing
Orang Dayak Pesaguan di Pengancing memahami Mesias adalah seseorang yang diurapi, Mesias itu adalah Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat, Allah ,Gembala.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu Mesias. Mereka mengatakan bahwa Mesias tidak menggunakan kekerasan dalam pelayanannya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Mesias menggunakan kekerasan. Mesias menggunakan kekerasan ketika mengusir para pedagang di Bait
12 Allah. Mesias juga menggunakan kekerasan dalam artian sikap keras untuk tetap
13
percaya kepada Allah. Tidak semua orang bisa menjadi Mesias. Mesias tetap adalah Allah dan Yesus Kristus dan tidak bisa tergantikan. Tidak semua orang bisa
14
digelari Mesias, namun semua orang bisa meneladani sikap Mesias. Mesias itu baik karena ia adalah penuh kasih. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan kedua dalam bagian Mesias. Kebaikan Mesias juga dilihat dari pelayanannya yang menyelamatkan dan kesetiaan dalam pelayanan. Mesias menjadi sesuatu yang baik karena pengajarannya yang berisi kebaikan dan kebenaran.
Jadi menurut bagi orang Dayak Pesaguan Mesias itu adalah Allah yang menjelma dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Mesias menjadi Juruselamat dengan menolong umat manusia. Mesias juga menjadi Gembala yang mengajarkan kebenaran. Mesias itu juga berarti seseorang yang diurapi. Ketika memahami pelayanan Mesias, Mesias tidak menggunakan kekerasan secara fisik tapi mengajak umat untuk bersikap keras dalam mengimani Allah. Bagi orang Dayak Pesaguan di Pengancing, Mesias hanya bisa terjadi pada semua orang sejauh sikapnya bukan sebagai sebutan. Tidak semua orang bisa disebut sebagai Mesias, tapi semua orang bisa mencontoh sikap baik dari Mesias. Mesias itu menjadi sesuatu yang baik karena memiliki kemampuan dalam menyelamatkan, mengajarkan kebaikan serta kebenaran, penuh kasih dan kesetiaan dalam pelayanan. 12 Wawancara dengan Ibu Yohana Wita. Umur 46 tahun, pendidikan SMA, 09 November 2017. 13 Wawancara dengan Ibu Lusiana Ema. Umur 40 tahun, pendidikan SMP, 09 November 2017.
Orang Dayak Pesaguan di Pengancing hanyalah mengenal Mesias berdasarkan pemahaman pandangan Kristen di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Mereka belum mengenal konsep Mesias nirkekerasan. Orang Dayak Pesaguan di Pengancing mungkin tidak mengenal jika dilihat dari katanya, tapi mereka telah menunjukkan bahwa setidaknya mereka punya pemahaman awal tentang Mesias nirkekerasan. Mereka telah mengerti bahwa Mesias tidaklah membawa pesan kekerasan namun lebih kepada pesan perdamaian dan pemeliharaan keutuhan hubungan antar personal. Hal itu terlihat dari jawaban mereka yang menggunakan istilah pembawa damai seperti Juruselamat dan Gembala.
3.5. Suruhan dan Mesias dalam Perpektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing
Mesias tidak bisa disetarakan dengan Suruhan. Ketidaksetaraan itu dikarenakan Mesias adalah Allah dan Suruhan adalah manusia. Allah tidak bisa disamakan dengan manusia. Mesias dan Suruhan sangat berbeda karena Suruhan
15
mengurusi Adat dan Mesias mengurusi hal religius. Namun Mesias bisa menjadi setara dengan Suruhan karena sama-sama wakil dalam dunia ini yang menjadi
16 17 pengabdi masyarakat dengan mengajarkan kebaikan dan menciptakan kedamaian.
Mesias dan Suruhan berusaha untuk mendamaikan agar tidak ada perselisihan. Mesias dan Suruhan juga bisa menjadi setara karena hukum adat juga sama seperti hukum
18
agama. Jadi menurut hasil wawancara ini, Mesias dan Suruhan bisa disetarakan dalam rangka fungsi pendamaian dan keberadaan diri mereka sebagai wakil salah satu pihak. 15 Wawancara dengan Bapak Erwanto Katam. Umur 39 tahun, pendidikan SMA, 09 November 2017. 16 17 Wawancara dengan Bapak Natalius. Umur 37 tahun, pendidikan SMP, 08 November 2017.
Wawancara dengan Bapak Stepanus. Umur 42 tahun, pendidikan SMA, 11 November 2017. Bagaimana orang Dayak dapat memisahkan tentang hal yang berhubungan dengan dunia dan ilahi? Orang Dayak dikenal tidak terlalu mementingkan masalah ketuhanan. Artinya adalah konsep ilahi tidaklah dipandang hanya sebagai satu sosok ilahi saja. Namun konsep ilahi dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Berbagai kejadian di sekitar mereka dianggap sebagai cara sang ilahi berkomunikasi
19
dengan mereka. Kehidupan rohani mereka tidaklah menjadi kaku karena seluruh kehidupan mereka adalah kehidupan yang saling berkaitan. Orang Dayak mampu mengkomunikasikan antara dunia ilahi dengan dunia sekarang, keduanya memang berbeda namun tidak terpisah.
Pemahaman keberagamaan orang Dayak ini ketika dihubungkan dalam pemahaman Suruhan dan Mesias nirkekerasan menjadi janggal. Pemahaman keberagamaan itu berarti orang Dayak tidak membedakan antara dunia ilahi dan dunia manusia. Namun beberapa jawaban responden dalam topik yang dibahas ini adalah adanya pembedaan. Pembedaan ini tentunya tidak datang dari pemahaman orang Dayak itu sendiri. Pembedaan antara dunia ilahi dan dunia manusia datang dari pemahaman kekristenan yang menenekankan kemenangan Kristus atas budaya. Jika hal ini berasal dari pemahaman kekeristenan atas budaya, maka menjadi sangat wajar karena saat itu penginjil pertama di Pengancing adalah penginjil yang beraliran injili.
Pembedaan antara budaya dan agama menjadi hal yang terbawa dan akhirnya mendarah daging di benak orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Jadi ketika dihadapkan pada konsep Mesias (agama) dan Suruhan (budaya) keduanya tidak dapat disepadanankan. Kalaupun orang Dayak Pesaguan di Pengancing bisa menganggap 19
Mesias nirkekerasan dan Suruhan sepadan, setidaknya itu datang dari sisi lain yaitu fungsi tugas bukan hakikatnya.
3.6. Analisa Data
Dari hasil wawancara terlihat bahwa orang Dayak Pesaguan di Pengancing lebih fasih dalam menjelaskan konsep Suruhan yang adalah konsep budaya dibandingkan dengan konsep Mesias yang adalah konsep religius. Kefasihan mereka dalam menjelaskan konsep Suruhan dalam budaya karena Suruhan adalah hal yang sering mereka lihat dan alami kejadiannya. Suruhan menjadi sebuah konsep yang akrab dengan kehidupan orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Kefasihan dalam menerangkan konsep Suruhan juga ditopang dalam semangat kecintaan terhadap adat. Peribahasa daerah mengatakan hidup dikandung adat mati dikandung tanah. Peribahasa itu berarti bahwa setiap orang Dayak Pesaguan di Pengancing perlu mengetahui tentang adat istiadat yang berlaku di daerah mereka. Dan orang Dayak Pesaguan di Pengancing dipanggil untuk patuh dan melakukan adat istiadat yang ada.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa Suruhan memiliki peranan penting dalam hal perkawinan dan hukum adat. Suruhan memposisikan dirinya di tengah dua belah pihak yang memiliki kepentingan. Keberadaan Suruhan yang netral dan selalu dibutuhkan menandakan bahwa orang Dayak Pesaguan di Pengancing menghindari kontak langsung. Oleh karenanya kehadiran Suruhan menjadi sangat penting untuk menghindari suatu perselisihan yang bisa berujung pada perkelahian. Jika dilihat dari sejarah terbentuknya kampung Batu Tajam dan Mahawa, juga terlihat bahwa sebisa mungkin orang Dayak Pesaguan menghindari yang namanya perselihan antara dua belah pihak.
Jika dilihat dari sudut Mesias nirkekerasan, Suruhan juga melakukan hal yang sama yaitu mendamaikan antara dua belah pihak. Suruhan memang bukan hanya sekedar pesan saja, tapi ia juga bisa menjadi penasihat yang baik bagi kedua belah pihak. Suruhan dapat memberikan masukan atau pertimbangan yang dapat dipakai oleh kedua belah pihak. Mesias nirkekerasan memang tidak memberikan masukan kepada dua belah pihak Yahudi yang berbeda pandangan. Mesias nirkekerasan menjadi pengambil keputusan yang terbaik untuk kedua belah pihak, sehingga akhirnya nirkekerasan yang ditempuhnya. Suruhan menjadi mediator agar hubungan antar individu tetap terjaga.
Suruhan dalam setiap akhir tugasnya selalu diberikan barang sebagai bentuk
ucapan terima kasih dari kedua belah pihak yang menggunakannya. Namun Suruhan juga tidak bisa menganggap tugasnya sebagai pembawa pesan atau penengah adalah pekerjaan yang mudah dan berorientasi pada ‘imbalan’. Suruhan harus memahami bahwa tugasnya adalah menjadi penengah agar kemauan dari dua belah pihak terpenuhi sehingga acara perkawinan dapat berjalan dengan baik ataupun konflik dapat didamaikan agar hubungan kembali harmonis.
Menurut Mesias nirkekerasan bahwa hubungan yang kembali harmonis tanpa adanya konflik atau kekerasan adalah bukti bahwa setiap orang berada dalam kasih Allah. Kasih Allah terwujud dalam keseharian yang diwarnai keselerasan bukan konflik atau kekerasan. Suruhan tetap menjaga agar setiap orang tidak memalingkan dirinya dari kasih Allah. Suruhan tetap menjaga agar kasih Allah itu tetap berada dalam kehidupan keseharian orang Dayak Pesaguan di Pengancing.
Suruhan bukan hanya mengakomodir dua belah pihak yang terlibat, namun ia
Suruhan harus mengetahui tentang adat istiadat Dayak Pesaguan di Pengancing.
Suruhan bukan hanya menjadi penengah tapi ia juga menjadi penasihat dalam hal adat
istiadat. Kehadiran Suruhan menjadi penting bukan hanya karena berkaitan dengan kegiatan dua pihak tapi berkaitan dengan keseluruhan orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Kesuksesan dalam mengatur acara oleh Suruhan akan membawa kepuasan bagi dua belah pihak dan kesukacitaan bagi seluruh orang yang terlibat dalam acara tersebut.
Jika dilihat berdasarkan definisi Mesias, harus diakui Suruhan bukanlah seorang pemimpin. Ia tidak memiliki pengikut. Ia tidak membentuk gerakannya sendiri. Suruhan bertindak berdasarkan ketentuan-ketentuan adat yang ada. Oleh karenanya syarat utama dalam menjadi Suruhan adalah mengetahui tentang adat istiadat. Namun ketika menjalankan tugasnya, Suruhan dianggap sebagai pemimpin dalam artian ia menjadi pihak yang paling dihormati saat itu. Ketika seorang pemimpin yang piawai dalam hal politik, maka Suruhan bisa masuk di dalamnya.
Suruhan bernegosiasi agar tujuan dapat dicapai bersama sesuai dengan kepentingan
masing-masing pihak.Beberapa responden sulit untuk mengartikan konsep Mesias. Karena ketidak- tahuan mereka akan Mesias. Hal itu dikarenakan karena beberapa responden jarang hadir dalam ibadah, sehingga istilah Mesias jarang didengar. Beberapa responden lain dapat mengartikan konsep Mesias karena sering mendengarnya dalam ibadah.
Walaupun ada beberapa responden sering mendengar dalam ibadah, tapi tetap tidak mampu mengartikan konsep Mesias. Hal ini menunjukkan bahwa istilah Mesias adalah istilah yang asing bagi orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Istilah Mesias dapat menjadi titik masuk bagi penjelasan Mesias nirkekerasan untuk dapat dipadanankan dengan Suruhan.
Ketika konsep Suruhan dan Mesias hendak dipadanankan, maka ada beberapa responden yang menolaknya dan beberapa yang menerimanya. Penolakan responden didasari perbedaan ranah penjelasan. Responden menolak karena berpikir bahwa adat dan agama tidak bisa bersatu. Adat dan agama bisa berjalan beriringan namun tidak pernah dapat melebur. Responden yang menerima berpikir bahwa adat dan agama bisa bersatu selama bertujuan untuk kebaikan hidup umat. Jadi adat dan agama mampu melebur menjadi kesatuan hanya dalam tahapan etis bukan dogma. Kesatuan etis hal ini berhubungan dengan Mesias nirkekerasan. Sebagaimana dibahas dalam bab sebelumnya, Mesias nirkekerasan menjadi sebuah tahapan etis bukan dogmatis.
Suruhan hadir untuk bertindak dalam tindakan nyata sebagai bentuk tanggung
jawabnya dalam menjaga keutuhan masyarakat.3.7. Penutup
Suruhan dan Mesias nirkekerasan menjadi dua konsep yang berbeda bagi
orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Suruhan adalah konsep di bidang kebudayaan dan Mesias nirkekerasan adalah konsep di bidang keagamaan. Namun benarkah dua konsep itu tidak dapat dipadanankan? Apakah ia harus menjadi dua konsep yang membawa kebingungan bagi orang Dayak Pesaguan di Pengancing, ketika ia harus berdiri di antara budaya dan agama? Ketika Suruhan dan Mesias nirkekerasan dilihat secara bersamaan ternyata mereka memiliki kesamaan di antaranya berdiri di antara dua belah pihak dan berusaha agar tidak terjadi kekerasan di antara sesama. Hal ini berarti sebenarnya dua konsep ini dapat dipadanankan dalam pikiran orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Perpadanan inilah yang akan dibahas lebih jauh dalam bab selanjutnya.