BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kemiskinan - Analisis Peran UMKM dalam Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kemiskinan

  Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004).

  Hak-hak dasar antara lain : a. Terpenuhinya kebutuhan pangan.

  b. Kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam dan lingkungan hidup.

  c. Rasa aman dari perilaku atau ancaman tindak kekerasan.

  d. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

  Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh suatu negara, terutama di negara berkembang. Masalah kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, baik dilihat dari penyebabnya maupun dari ukurannya. Hal ini disebabkan kemiskinan bersifat multidimensional, artinya kemiskinan menyangkut seluruh dimensi kebutuhan manusia yang sifatnya beragam. Selain itu, dimensi kebutuhan manusia yang beranekaragam itu pun saling terkait satu dengan lainnya.

  Berkaitan dengan konsep kemiskinan maka tidak lepas dari konsep kesenjangan ekonomi dan juga pertumbuhan ekonomi. Pendapat yang berkaitan dengan hal ini dikemukakan oleh Kuznet, hipotesis Kuznet menyatakan bahwa negatif, sebaliknya hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi adalah positif.

2.2 Penyebab Kemiskinan

  Jika dilihat dari penyebabnya, kemiskinan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

  2.2.1 Kemiskinan Kultural

  Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur, budaya atau adat istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang merasa cepat puas dengan apa yang telah di milikinya sifat bermalas-malasan dan cara berpikir masyarakat yang kurang rasional dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan pada masyarakat kelompok ini. Kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan.

  2.2.2 Kemiskinan Struktural

  Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam yang kurang menguntungkan sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan. Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah tandus, letak daerah yang terpencil, tidak adanya sumber daya mineral dan nonmineral, serta miskinnya fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan.

  Ada 6 faktor penyebab terjadinya kemiskinan di semua negara terutama negara sedang berkembang dimana masing-masing faktornya saling berkaitan dan berbentuk lingkaran yang tidak berujung pangkal atau sering disebut lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) dan digambarkan sebagai berikut:

  kualitas SDM rendah kualitas investasi rendah kehidupan rendah produktivitas tabungan rendah rendah

pendapatan

rendah

Gambar 2.1 Lingkaran Penyebab Kemiskinan

2.3 Ukuran Kemiskinan

  Ukuran kemiskinan secara umum dibedakan menjadi 2, yaitu:

2.3.1 Kemiskinan Absolute

  Kemiskinan secara absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk dapat bertahan hidup dan bisa bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan/pengeluaran per kapita setiap bulannya dibawah garis kemiskina maka digolongkan sebagai penduduk miskin.

2.3.2 Kemiskinan Relatif

  Sangat berbeda dengan kemiskinan Absolute, kemiskinan relatif walaupun seseorang sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya tetapi masih belum bisa di katakan tidak miskin. Menurut Miller (1977), mengatakan meskipun seseorang sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, akan tetapi pendapatannya tersebut masih jauh dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih digolongkan sebagai masyarakat miskin. Maka semakin besar kesenjangan pendapatan maka semakin banyak masyarakat yang digolongkan sebagai masyarakat miskin.

  Kemiskinan relatif merupakan kondisi karena pengaruh dari pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

  Kategori kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik, ada 3 kategori penduduk miskin menurut pengeluaran konsumsinya, yaitu: a.

  Penduduk sangat miskin Penduduk sangat miskin adalah penduduk yang konsumsinya kurang dari 1.900 kalori per orang per hari ditambah dengan Pengeluaran Non Pangan (PNM) atau senilai Rp.120.000 per orang perbulan atau rumah tangga yang pendapatannya kurang dari Rp.480.000 perbulan. b.

  Penduduk Miskin Penduduk miskin adalah penduduk yang kemampuan pemenuhan kebutuhan konsumsinya antara 1.900 kalori- 2.100 kalori per orang per hari di tambah PNM setara dengan Rp150.000 per orang per bulan.

  Menurut Amarta Sen (Peraih Nobel Ekonomi Sejahtera, 1998), seseorang disebut miskin karena tak punya akses untuk memenuhi kebutuhannya. Akses yang menjadi hak setiap orang ditentukan oleh “nilai diri”. Bagi sebagian orang, nilai diri yang dimiliki sebatas tenaga kerja. Oleh karena itu, kemiskinan dan kelaparan tidak dapat diatasi dengan hanya sekedar memperbesar produksi (laju pertumbuhan ekonomi) saja. Dengan demikian, jika pemberantasan kemiskinan adalah motif utama setiap kebijakan pembangunan, maka upaya penyedia lapangan pekerjaan serta peningkatan penghasilan orang miskin adalah tujuan terpenting semua kegiatan, dan peran usaha kecil termasuk industri kecil kerajinan (UMKM) dapat diyakini sebagai pendukung utama perekonomian rakyat dalam motif ini.

  Masyarakat miskin di definisikan sebagai mereka petani, nelayan kecil (PNK) dan penduduk pedesaan lainnya yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan kriteria maksimum pendapatnnya setara dengan 320kg beras perkapita pertahun. Menurut Marguiret Robinson (2000), pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak program, termasuk didalamnya program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.

  Pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan cara yang cukup ampuh untuk menangani kemiskinan. Namun demikian, kemungkinan besar perlu di perhatikan bahwa, ketika pinjaman diberikan kepada orang miskin maka kemungkinan besar pinjaman tersebut tidak akan pernah kembali. Kebanyakan orang miskin tidak mengerti bagaimana mengendalikan uang pinjaman tersebut, kebanyakan kemiskinan juga terjadi dikarenakan pendidikan mereka yang rendah, apabila uang pinjaman tersebut diberikan kepada orang yang tidak berpendidikan maka uang dari hasil pinjaman tersebut tidak akan dikelola dengan baik, dengan kata lain mereka yang diberikan pinjaman tidak akan bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Maka, micro credit tidak dapat mengatasi kemiskinan.

  Beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai konsep kebutuhan dasar ini termasuk dalam alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar dan karakteristik kebutuhan dasar serta hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen kebutuhan dasar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut; 1.

  Menurut United Nations (1961), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara (1986:289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan manusia.

2. Menurut UNSRID (1966), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara (1986:

  , komponen kebutuhan dasar terdiri atas:

  289) a.

  Kebutuhan fisik primer yang mencakup kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan.

  b.

  Kebutuhan kultural yang mencakup pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup.

  c.

  Kebutuhan atas kelebihan pendapatan.

3. Menurut Ganguli dan Gupta, (1976), sebagaimana dikutip oleh Hendra

  (1986:289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas; gizi, perumahan,

  Esmara pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan dan sandang.

  4. Menurut Green (1978), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1986: 31), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: a.

  Personal Consumtion items yang mencakup pangan, sandang dan pemukiman.

  b.

  Basic Publik Service yang mencakup fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum, pengangkutan dan kebudayaan.

  5. Menurut Hendra Esmara (1986: 320-321), komponen kebutuhan dasar primer untuk bangsa Indonesia mencakup pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

  6. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan pedesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Kebutuhan masing-masing komponen adalah sebagai berikut: a.

  Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein. b.

  Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki dan tutup kepala.

  c.

  Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang dan air.

  d.

  Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluanbiaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis dan buku).

  e.

  Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk penyediaan obat-obatan dirumah, ongkos dokter, perawatan dan termasuk obat-obatan.

2.4 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

  Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang disingkat dengan UMKM merupakan sektor riil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam aktivitas bisnis sehari-hari. UMKM merupakan salah satu ujung tombak yang penting bagi Indonesia untuk dapat menguasai pasar bebas di tahun mendatang.

  UMKM juga telah menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia karena mampu menyerap banyak tenaga kerja yang saat itu pengangguran atau terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain itu, UMKM mampu bertahan di tengah guncangan krisis moneter yang melambungkan harga barang- barang kebutuhan rumah tangga pada masa itu. UMKM jelas memegang peranan vital dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

  Di Indonesia sendiri, definisi dan karakteristik UMKM diatur dalam berbagai perspektif yaitu:

  1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang menyebutkan bahwa : a.

  Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang dan/atau badan usaha perorangan dengan aset s/d Rp 50 Juta dan Omset maksimum 300 juta per tahun.

  b.

  Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar dengan aset > 50 Juta-500 Juta dan omset Rp 300 juta-Rp 2,5 Milyar per tahun.

  c.

  Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan aset > Rp 500 Juta-Rp 10 Milyar dan omset > Rp 2,5 Milyar-Rp 50 Milyar per tahun.

  2. Menurut Badan Pusat Statistik, kriteria usaha adalah: a.

  Usaha Mikro, memiliki 1-4 orang tenaga kerja b.

  Usaha Kecil, memiliki 5-19 orang tenaga kerja c. Usaha Menengah, memiliki 20-99 orang tenaga kerja d. Usaha Besar, memiliki di atas 99 orang tenaga kerja

  3. Menurut Bank Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah adalah perusahaan industri dengan karakteristik sebagai berikut : a.

  Memiliki modal kurang dari Rp. 20 juta b. Untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp. 5 juta.

  c.

  Suatu perusahaan atau perseorangan yang mempunyai total asset maksimal Rp. 600 juta tidak termasuk rumah dan tanah yang ditempati.

  d.

  Omset tahunan lebih besar dari Rp. 1 milyar.

  4. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp. 70 juta ke bawah dan usahanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia.

5. Menurut Bank Dunia, kriteria usaha mikro kecil dan menengah adalah:

  a. Usaha Mikro, memiliki pekerja < 10 orang, dengan jumlah aset < $100.000 atau omset < $100.000 pertahun.

  b. Usaha Kecil, memiliki pekerja < 50 orang, dengan jumlah aset < $3 juta atau omset < $3 juta pertahun.

  c. Usaha Menengah, memiliki pekerja < 300 orang, dengan jumlah aset < $15 juta atau omset < $15 juta pertahun.

  6. Menurut Staley & Morse (Modern Small Industri), kriteria usaha mikro kecil dan menengah adalah: a. Usaha Mikro, memiliki 1-9 orang pekerja.

  b. Usaha Kecil, memiliki 10-49 orang pekerja.

  7. Menurut Anderson TommyD, kriteria usaha mikro kecil adalah: a. Usaha Mikro, memiliki 1-9 orang pekerja.

  b. Usaha Kecil, memiliki 10-19 orang pekerja.

2.4.1 Faktor-faktor yang menghambat perkembangan UMKM

  Perkembangan UMKM di Indonesia belum maksimal, ada 2 faktor penghambat berkembangnya UMKM di Indonesia yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal.

A. Faktor Internal

  Faktor internal yang menjadi penghambat berkembangnya UMKM meliputi:

  1. Kurangnya Permodalan Faktor permodalan merupakan faktor utama yang sangat diperlukan disuatu UMKM, pada suatu usaha perorangan atau perusahaan yang bersifat tertutup biasanya hanya mengandalkan modal sendiri yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sangat sulit diperoleh dikarenakan persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh suatu bank atau lembaga keuangan lainnya tidak dapat tepenuhi.

  Indonesia sudah memiliki beberapa lembaga keuangan, bank perbankan dan non bank yang dapat membantu permasalahan ini. Untuk skala mikro, dikenal dengan lembaga keuangan mikro dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Untuk lembaga keuangan non perrbankan, terdapat lembaga Koperasi Simpan Pinjam (KSP), untuk tingkat nasional PT. Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaaan terhadap lembaga keuangan mikro.

  Selain itu, terhadap perum pegadaian dengan menawarkan jasa bantuan keuangan untuk pengusaha mikro kecil menengah dengan proses yang relatif sederhana dan cepat. Tetapi tetap saja kemampuan keuangan lembaga-lembaga itu tidak sesuai dengan jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).

  2. Sumber Daya Manusia (SDM) Keterbatasan SDM pada usaha kecil baik dari pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat mempengaruhi manajemen pengelolaan usahanya dan hal ini yang membuat usaha tersebut sangat sulit untuk menghadapi atau mengikuti perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang akan dihasilkan. Marita Hovers dari PUM-sebuah lembaga untuk pendamping Small and Medium Enterprises (SME) atau sama dengan UMKM Belanda pernah mengidentifikasi, UMKM di Sumatera Utara masih belum menerapkan manajemen yang memadai.

  Sebenarnya potensi perkembangannya cukup besar, namun karena tidak adanya manajemen yang baik akhirnya perkembangan usahanya cenderung stagnan. Stagnasi UMKM ini juga dipicu pengolahan yang berorientasi provit, mereka cenderung untuk bertahan dengan kondisi yang sudah ada.

  3. Lemahnya Jaringan Usaha Usaha kecil pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas. Oleh karena itu produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan kualitasnya yang sangat kurang baik. Sangat berbeda dengan usaha besar yang mempunyai jaringan usaha yang relatif besar dan penggunaan teknologi yang baik sehingga menghasilkan kualitas produk yang baik pula. Dan barang hasil produksi besar tersebut bisa di promosikan secara Internasional.

  Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation, banyaknya pungutan liar yang mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar.

  Dibawah ini terdapat tabel yang menganalisis kekuatan dan kelemahan UKM yang ada di Indonesia.

Tabel 2.1 Analisis Kekuatan dan Kelemahan UKM

  Faktor-faktor Kekuatan kelemahan Manusia

  a. motivasi Mutu SDM, teruama pendidikan formal rendah, termasuk kemampuan melihat peluang bisnis terbatas.

  b. pasokan tenaga kerja

  a. produktivitas etos kerja dan berlimpah dan upah disiplin rendah murah

  b. penggunaan tenaga kerja cenderung eksploitatif dengan tujuan mengejar target

  c. sering menggunakan keluarga sebagai pekerja tidak dibayar. Ekonomi Bisnis

  a. menggunakan sumber-

  a. nilai tambah yang diperoleh sumber keuangan rendah dan akumulasinya sulit informal yang mudah terjadi. diperoleh.

  b. manajemen keuangan buruk.

  b. mengandalkan bahan baku lokal tergantung jenis produk yang di

  c. mutu produk belum memenuhi buat. standar pasar dan pelayanan c. melayani segmen pasar belum menjadi ukuran utama. bawah yang tinggi permintaannya (proporsi dari populasi paling besar.

B. Faktor Eksternal

  Faktor-faktor eksternal yang menjadi penghambat berkembangnya UMKM meliputi:

  1. Iklim Usaha Belum Kondusif Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006).

  2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

  3. Implikasi Otonomi Daerah Ketentuan tentang pengurusan perizinan usaha industri dan perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

  408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat Edaran Sekjen No.

  771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil). Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).

  4. Implikasi perdagangan bebas Tahun 2015 adalah tahun dimana diberlakukannya ASEAN Free Trade

  Area (AFTA). Dengan adanya AFTA seharusnya Indonesia telah mempersiapkan rencana-rencana untuk menghadapi AFTA. Seharusnya AFTA dinilai bukan sebagai ancaman yang menakutkan bagi ekonomi Indonesia tetapi AFTA bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN. Dengan pembentukan AFTA Indonesia bisa mengambil peluang melalui pendayagunaan UMKM. Disinilah kesempatan bagi produk- produk UMKM lokal di Indonesia untuk bisa bersaing dipasar globa.

  Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff

  ). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan

  Barrier for Trade

  agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

  5. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

  Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).

2.5 Penelitian Terdahulu

  Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Supriyanto (2006) yang berjudul

Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Kebijakan Penanggulangan

Kemiskinan Dan Pengangguran. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam

upaya pembangunan ekonomi rakyat, UMKM termasuk koperasi pada saat ini

telah dijadikan sebagai sarana kebijakan pembangunan nasional. Hal ini

dilakukan karena, banyaknya peran penting yang dapat diberikan oleh

keberadaan UMKM di Indonesia khususnya dalam penyediaan lapangan

pekerjaan, mengurangi kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan dan arus

urbanisasi berlebihan.

  Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Erwan Agus Purwanto (2007) yang berjudul Mengkaji Usaha Kecil Dan Menengah Untuk Pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam Usaha kecil dan menengah sangat penting untuk mengatasi pengangguran karena UKM dapat memberikan kesempatan kerja bagi kelompok miskin yang tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi sehingga sulit untuk memperoleh akses pekerjaan di industri besar.

  Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Supriyanto (2006) yang berjudul Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan Kemiskinan hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Penanggulangan kemiskinan dengan cara mengembangkan UMKM memiliki potensi yang cukup baik, karena ternyata sektor UMKM memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu menyerap lebih dari

  99,45 persen tenaga kerja dan sumbangan PDB sekitar 30 persen.

2.6 Kerangka Konseptual

  Menurut Sapto Haryoko dalam Iskandar (2008: 53), kerangka konseptual merupakan model konseptual variabel-variabel penelitian mengenai pertautan teori yang berhubungan dengan model-model yang ingin diteliti, berupa variabel bebas dan variabel terikat. Adapun kerangka konseptual yang akan dihasilkan dari penelitian ini sebagai berikut:

  Jumlah Jumlah Jumlah

  UMKM

  Angkatan Kerja pengangguran Penduduk

  Miskin

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Anggaran - Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Di Tinjowan Kec. Ujung Padang, Kab.Simalu

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Di Tinjowan Kec. Ujung Padang, Kab.Simalungun

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI - Analisis Kesalahan Urutan Goresan Penulisan Aksara Mandarin Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

0 1 11

Analisis Kesalahan Urutan Goresan Penulisan Aksara Mandarin Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

0 2 16

Karakteristik Fiskikimia dan Fungsional TepungGandum yang Ditanam di Sumatera Utara

0 0 6

6 TINJAUAN PUSTAKA Gandum (Triticum spp.) Deskripsi tanaman gandum

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK A. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan 1. Asas Perbankan - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Me

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

0 0 13