6 TINJAUAN PUSTAKA Gandum (Triticum spp.) Deskripsi tanaman gandum

  

TINJAUAN PUSTAKA

Gandum (Triticum spp.) Deskripsi tanaman gandum

  Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) sebetulnya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi bersuhu sejuk.Pada zaman Belanda gandum ditanam di beberapa daerah dingin di Jabar, Jateng, Jatim, dan Sumut.Setelah merdeka, litbang gandum mulai dilakukan pada tahun 1969 dan penanamannya terbatas hanya pada daerah dataran tinggi. Sejak itu, diperkenalkan plasma nutfah gandum dari luar negeri di antaranya dari CIMMYT, India, Thailand dan China (Jusuf,2002).

  Beberapa varietas gandum yang sudah dihasilkan dan dilepas adalah Dewata, Selayar dan Nias. Namun produksinya saat ini masih belum dapat mencukupi kebutuhan nasional, sehingga sampai saat ini pemerintah masih harus mengimpor gandum dari negara lain untuk menutupi kekurangan tersebut.

  a. Varietas Dewata Berdasarkan hasil keputusan dari menteri pertanian nomor

  174/Kpts/LB.240/3/2004 gandum varietas dewata adalah varietas unggul. Dewata merupakan varietas gandum yang diintroduksi dari India. Pada dataran tinggi (>1000 meter diatas permukaan laut) gandum varietas ini berbunga pada umur 82 hari setelah tanam. Biji gandum varietas dewata berwarna kuning kecoklatan, kandungan protein yang terdapat pada biji gandum dewata 13,94%, maltosa 3,19%, dan gluten 12,9%. b. Varietas Selayar Gandum varietas selayar berasal dari galur HHAHN/2*WEAVER introduksi dari CIMMYT (Dahlan, 2010). Selayar merupakan jenis gandum yang tumbuh baik pada dataran tinggi diatas 1000 meter diatas permukaan laut. Biji varietas selayar berwarna kuning kecoklatan. Kandungan yang terdapat pada biji selayar yaitu sekitar 11,7%, maltosa 1,9%, dan gluten 9,3% (Syuryawati, et al., 2007).

  c. Varietas Nias Varietas gandum nias merupakan salah satu varietas paling unggul yang pertama kali dilepas sebagai varietas gandum nasional. Varietas nias dapat tumbuh baik pada dataran tinggi diatas 1000 meter diatas permukaan lautsama seperti varietas selayar dan dewata.

  Suatu varietas gandum dapat dikatakan unggul apabila memiliki karakter

yang baik. Varietas gandum nias merupakan salah satu varietas paling unggul

  yang pertama kali dilepas sebagai varietas gandum nasional. Karakteristik fisik beberapa biji gandum disajikan pada Tabel 1 berikut.

  Tabel 1. Karakteristik fisik bahan baku (biji gandum) Varietas gandum

  Komponen Nias ASW Selayar Dewata AH

  Berat 100 biji (gram) 38,17 39,5 46,76 45,69 38,76 Dimensi biji

  0,31 0,31 0,33 0,36 0,32 Diameter(cm)

  0,590,62 0,64 0,70 0,67 Panjang (cm)

  Sumber :Murtini, et al., 2005

  Agroklimat Tanaman Gandum Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti,

gandum bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai

peluang untuk pengembangannya (Budiarti, 2005).

  Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut

sampai 3000 meter diatas permukaan laut di daerah temperet (Dahlan, 2010).

  

Gandum termasuk kedalam famili Gramineae, genus Triticum dan spesies

Triticum aestivum L . Gandum di Indonesia telah ditanam di beberapa provinsi

antara lain Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat

(Dahlan, 2010).

  Gandum sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting, gandum

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti

padi. Gandum dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat

tumbuh di berbagai daerah seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil

panen yang bagus walaupun dibawah kondisi tanpa pemupukan(Ahmad, et al.,

2009).

  Pertumbuhan gandum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

keasaman (pH) tanah, kelembaban, curah hujan, intensitas cahaya dan lainnya.

  

Kondisi lingkungan yang sesuai akan merangsang tanaman untuk berbunga dan

menghasilkan benih (Amilla, 2009). Ketinggian tempat (ketinggian dari

permukaan air laut) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman gandum.

Semakin tinggi suatu tempat misalnya pegunungan semakin rendah suhu

udaranya, dan semakin rendah daerahnya maka semakin tinggi suhu udaranya

(Amilla, 2009).

  Menurut Schlehuber dan Tucker (1967), kebutuhan air tanaman gandum selama musim tanaman adalah 330-392 mm. Sedangkan menurut Hanson, et al., (1982) untuk satu kali musim tanaman gandum dibutuhkan sebanyak 300-400 mm air.Saunders (1987) menyatakan hasil biji gandum yang memuaskan dicapai jika air yang tersimpan dalam tanah mencapai 200-300 mm per profil tanah.

  Pertanaman dan penelitian gandum di Indonesia telah dilakukan pada tahun 1790 di Jakarta dan Cirebon dengan menggunakan benih asal Jepang, Iran dan Cina, tanaman ini berhasil tumbuh dengan baik. Gandum di semarang, dikenal dengan Semarang bread, dihasilkan dari pertanaman 9genotip. Tahun 1828 di Surakarta telah diproduksi gandum 70 t/tahun, dan berpotensi untuk ditingkatkan menjadi lima kali lipat, ukuran biji tidak berubah setelah ditanam 30 tahun (Danakusuma 1985: Koswara, et al., 2003).

  Penelitian mengenai evaluasi mutu fisik dan kimiawi biji beberapa galur/varietas gandum telah dilakukan dibalai penelitian tanaman pangan pada musim hujan pada tahun 1994/1995,ada sebanyak 20 varietas/galur terigu yang digunakan dalam penelitian itu. Gandum ditanam di dua lokasi yang mempunyai kondisi agroklimat berbeda, yaitu kuningan (545 meter diatas permukaan laut) dan Pacet-Bandung (1200 meter diatas permukaan laut). Analisis yang dilakukan terhadap biji gandum yang dihasilkan yaitu mencakup analisis sifat fisik yaitu panjang, lebar, dan tebal biji, rasio panjang dan lebar biji (P/L rasio), kekerasan („hardness‟) biji, serta bobot 1000 butir. Sedangkan analisis kimiawi mencakup analisis kadar air, protein dan gluten.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gandum yang ditanam di daerah Pacet mempunyai pertumbuhan yang genotip lebih baik, sehingga menghasilkan biji bermutu baik dan kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan gandum yang ditanam di Kuningan. Kondisi geografis tempat tumbuh tersebut berpengaruh terhadap panjang biji, lebar biji dan kadar protein tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tebal biji P/L rasio dan kadar gluten (Koswara, et

  al. ,2003).

  Kendala Tanaman Gandum

  Salah satu kendala utama pengembangan gandum didaerah genotip adalah curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi. Tanaman gandum adalah tanaman yang memiliki kebutuhan air relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan air tanaman pangan. Daerah genotip basah seperti Indonesia, curah hujan biasanya melebihi 1500 mm/tahun dengan distribusi curah hujan bulanan yang sangat bervariasi dan tidak menentu, sehingga penanaman gandum pada daerah dan musim tanaman yang tidak cocok akan dapat menggagalkan panen (Meihara dan Munandar, 2003).

  Tanaman gandum berasal dari daerah subtropis, sehingga di Indonesia

penanaman gandum lebih baik di daerah-daerah yang iklimnya mendekati kondisi

daerah asal. Kendala yang sering dialami tanaman gandum di daerah tropis adalah

temperatur udara, temperatur tanah dan kelembaban udara.

  Daerah-daerah dengan lingkungan yang memenuhi syarat tumbuh gandum

terkonsentrasi pada dataran tinggi yang lebih didominasi oleh tanaman

hortikultura dan ini akan menimbulkan kompetisi yang tinggi, apalagi petani

relatif belum mengenal tanaman gandum (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

  Peluang Penanaman Gandum Konsumsi pangan berbasis tepung terigu semakin berkembang, seperti mie,

roti, kue dan lain sebagainya. Dampak dari perubahan pola konsumsi dari

masyarakat antara lain adalah meningkatnya permintaan terhadap produk olahan

gandum. Gandum dapat juga digunakan sebagai bahan baku obat-obatan,

kosmetik, sedangkan jerami gandum untuk pakan dan media tumbuh jamur.

  Upaya peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui beberapa

penelitian. Tanaman gandum di dataran tinggi (>800 meter diatas permukaan laut)

diusahakan pada akhir musim hujan. Gandum yang ditanam pada akhir musim

hujan dimungkinkan untuk di panen pada musim kemarau, sehingga indeks panen

dapat ditingkatkan tanpa menggeser kedudukan tanaman sayuran. Di dataran

rendah, gandum dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi iklim mikro

yang sesuai untuk pertumbuhan (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

  Program pemuliaan gandum di Indonesia diarahkan pada perakitan varietas

unggul tropis yang mampu beradaptasi di dataran rendah. Seleksi galur dan

evaluasi keragaman genetik memberi peluang bagi perbaikan karakter dan

pemilihan genotip unggul. Peningkatan produktivitas gandum diperlukan

varietas/galur yang secara genetik berdaya hasil tinggi yang didukung antara lain

oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu kriteria keberhasilan program

pemuliaan gandum di Indonesia adalah kemampuan untuk merakit varietas unggul

yang adaptif pada lokasi dengan ketinggian kurang dari 400 meter diatas

permukaan laut (Pabendon, et al., 2009).

  Potensi Gandum Gandum merupakan tanaman serealia yang relatif toleran terhadap

kekeringan. Pada fase pertumbuhan vegetatif sampai fase primordia (± 60 HST)

tanaman gandum memerlukan cukup air. Pada fase pertumbuhan selanjutnya,

kelembaban yang tinggi tanpa suplai air masih memungkin bagi tanaman gandum

untuk tumbuh optimal dengan bantuan bulu-bulu malai yang mampu

mengabsorpsi uap air di udara. Kebutuhan air untuk pertumbuhan gandum relatif

lebih rendah dibanding tanaman serealia lainnya, berkisar 330 – 392 mm.

P otensi hasil gandum di daerah dataran tinggi (≥ 1000 meter diatas

  

permukaan laut) di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan negara Asia lainnya.

Hasil gandum di dataran tinggi Indonesia dapat mencapai 5,4 t/ha.

  Penggunaan input pada budidaya gandum relatif rendah dan tanaman ini

rensponsif terhadap pemupukan, terutama nitrogen. Jenis organisme pengganggu

tanaman gandum di Indonesia masih sedikit, sehingga aplikasi pestisida dapat

ditekan atau bahkan ditiadakan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh

allelopathy pada sistem perakaran gandum yang bermanfaat untuk pengendalian

nematoda pada tanaman kentang, sehingga rotasi tanaman gandum dengan

kentang berpeluang meningkatkan kualitas hasil kentang. Hal ini mengindikasikan

bahwa tanaman gandum mampu berintegrasi dengan tanaman lain secara baik.

  Badan litbang pertanian telah menghasilkan teknologi produksi dan

pascapanen gandum. Ketersediaan teknologi pangan berbasis tepung

memungkinkan bagi penanganan hasil gandum dengan baik (Puslitbang Tanaman

Pangan, 2008).

  Indonesia mempunyai potensi lahan untuk mengembangkan gandum seluas

73.455 hektar yang tersebar di 15 provinsi, yang terluas di Provinsi Bengkulu

seluas 30.800 hektar dan terkecil di Sumatera Barat seluas 125 hektar. Sehingga

peluang mengembangkan gandum cukup terbuka (Dirjen Tanaman Pangan, 2010).

  Upaya mengembangkan tanaman gandum di Indonesia telah dilakukan

Badan Litbang Pertanian dengan mengintroduksikan galur atau varietas gandum

dari negara lain. Pengembangan gandum subtropis di Indonesia terkonsentrasi di

dataran tinggi yang luasnya juga terbatas. Oleh karena itu, program pemuliaan

gandum di Indonesia diarahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu

beradaptasi di beberapa ketinggian tempat (Aqil, et al., 2011).

  Proses Pembuatan Tepung Proses pengolahan gandum menjadi tepung terigu dibagi dalam 2 proses,

yakni proses pembersihan (cleaning) dan penggilingan (milling). Pada

proses cleaning, gandum dibersihkan dari impuritis seperti debu, biji-biji lain

selain gandum (seperti biji jagung, kedelai), kulit gandum, batang gandum, batu-

batuan, kerikil, dan lain-lain. Setelah gandum dibersihkan dari impuritis,

dilakukan proses penambahan air (dampening) agar gandum memiliki kadar air

yang diinginkan. Proses dampening tergantung pada beberapa factor, antara lain

kandungan air di awal biji gandum, jenis gandum, dan jenis serta mutu tepung

yang diharapkan. Gandum yang telah diberi air didiamkan selama waktu tertentu

agar air meresap ke dalam biji gandum. Tahap ini bertujuan untuk membuat kulit

gandum menjadi liat sehingga tidak mudah hancur saat digiling dan memudahkan

endosperma terpisah dari kulit serta melunakkan endosperm yang mengandung

tepung.Proses kedua adalah penggilingan (milling) yang terdiri dariproses yaitu

  

breaking , reduction, sizing, dantailing. Prinsip proses penggilingan adalah

memisahkan endosperm dari lapisan kulit. Proses breaking yaitu pemisahan biji

gandum untuk memisahkan kulit gandum dengan endosperm. Tahap berikutnya

adalah reduction, yaitu endosperma yang sudah dipisahkan diperkecil lagi

menjadi tepung terigu. Kulit gandum yang terpisah diproses kembali

menjadi brandan pollard.

  Selama proses penggilingan dihasilkan produk-produk samping

seperti pollard, bran, dan tepung industri. Tujuan dari tahap penggilingan ini

untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan kualitas tepung yang baik.

  Tepung Gandum (Tepung Terigu)

  Bahan dasar pembuatan tepung terigu adalah gandum. Ciri khas tepung terigu adalah mengandung gluten, yaitu protein yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis seperti karet. Tepung terigu mempunyai peranan penting dalam pembentukan struktur, sebagai sumber protein dan sumber karbohidrat.

  Kandungan protein tepung terigu yang berperan adalah gluten. Gluten dibentuk dari gliadin dan glutenin. Protein tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie dan roti harus dalam jumlah yang cukup tinggi agar mie yang dihasilkan elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Astawan, 2004; Rustandi, 2011).

  Di pasaran terdapat tiga jenis tepung terigu yaitu kunci biru, segitiga biru dan cakra kembar. Ketiga jenis tepung terigu ini memiliki kandungan protein yang berbeda-beda (Koswara, 2006).Tanaman gandum jarang ditemukan di Indonesia karena kondisi lingkungan fisik di Indonesia tidak cocok untuk tanaman gandum yang merupakan tanaman subtropis, sehingga setiap tahun jumlah impor gandum meningkat sedangkan konsumsi akan kebutuhan gandum meningkat sehingga menjadikan nilai impor yang terus meningkat.

  Gandum memiliki kandungan mineral berupa fosfor (2370 ± 333 mg/kg); natrium (102 ± 52 mg/kg); kalium (4363 ± 386mg/kg); kalsium (351 ±62 mg/kg); magnesium (1163 ±155 mg/kg); besi (40,0 ±5,5 mg/kg); tembaga (2,68 ± 0,93 mg/kg); seng (32,1 2,9 mg/kg); mangan (22,1 ±3,5 mg/kg), dan selenium (67,7 ± 40,4 µg/kg) (Rodriguez, et al., 2011).

  Berdasarkan sifat kelarutannya, protein pada tepung terigu dibedakan atas 4 macam yaitu albumin, gliadin, globulin, dan glutein. Gliadin dan glutein dengan air akan membentuk substansi gluten (Indiyah, 1992). Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada tepung terigu, yang menentukan kualitas pembuatan suatu makanan, sangat tergantung dari jenis gandumnya.Dalam pembuatan makanan, hal yang harus diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu.Tepung terigu berprotein 12 %- 14% ideal untuk pembuatan roti dan mie, 10.5%-11.5% untuk pastry/pie dan donat.Sedangkan untuk gorengan, cake dan wafergunakan yang berprotein 8%- 9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan (Winarno, dkk, 2000).

  Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), kadar lemak dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absorption,

  

development time, stability , dan lain-lain. Penelitian telah dilakukan di

  Departemen Teknologi Pangan, PMAs Arid Pertanian Universitas, Rawalpindi, Pakistan selama tahun 2010 untuk memilih berbagai gandum yang cocok untuk baking pizza. Tujuan dari penelitian ini menggunakan delapan varietas gandum yaitu (AS-2000, Auqab-2000, Bhakkar-2002, Fareed-2006, GA-2002, Inqilab-91, Seher-2006 dan Shafaq-2006) evaluasinya yaitu sifat fisiko-kimia, reologi dan sifat kue. Sifat fisik dan kimia tepung terigu tergantung dari kandungan gluten.

  Sifat fisik adonan dievaluasi melalui Farinogram juga dipengaruhi secara signifikan di antara kultivar gandum yang dipilih. Penggunaan empat kultivar Brasil: BRS Louro, BRS Timbaúva,BRS Guamirim dan Pardela BRS. BRS Pardela memiliki karakteristik yang lebih tepat untuk tepung roti. BRS Louro dapat menghasilkan butir semi-softdengan kadar protein rendah, gluten rendah akan mengakibatkan kualitas kue menurun, tetapi cocok untuk produk yang mengandung gula seperticookies, kue dan juga pai (Scheuer, et al., 2011)

  Kadar lemak tepung gandum berkisar antara 0,92 % sampai dengan 1,49 %. Menurut Castello, et al, (1998), Lemak merupakan komponen minor pada tepung gandum tetapi berperan penting dalam pembuatan roti. Setelah ekstraksi danpemurnian jumlahnya hanya 2-2,8% dari bahan kering dan diperkirakan separuhnya adalah lemak polar. Lemak polar berpengaruh terhadap kebutuhan pencampuran dan potensi pengembangan volume roti.

  Kadar air pada tepung terigu sangat mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan tepung terigu karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek. McWilliams (2001), tepung gandum dariberbagai varietas biji umumnya mempunyai kadar air yang sama dari 16 genotipgandum, sekitar 12% dan maksimum 14%.

  Varietas, lokasi tumbuh,dankondisi lingkungan yang berbedaakan menghasilkan sifat dan kandungan tepung gandum yang berbeda. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya.Variasi kadar air terutama disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim berlangsung selama panen dan penyimpanan gandum. Kandungan protein bervariasi disebabkan varietas gandum yang berbeda terutama pada varietas dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan.Kondisi lingkungan selama penanaman gandum mempengaruhi akumulasi protein dalam mengembangkan kernel gandum. Kadar protein dan kuantitas protein tergantung pada kondisi tanah dan iklim yang sesuai pada tahap-tahap pertumbuhan yang berbeda (Mueen, ud-Din, et al., 2007).

  Komposisi Tepung Terigu

  Tepung terigu adalah suatu jenis tepung yang terbuat dari jenis biji-bijian yaitu gandum dimana biji-bijian tersebut sampai saat ini masih diimpor dari beberapa negara seperti Australia, Canada, Amerika. Jenis gandum yang diimpor ada dua macam, yaitu jenis Soft dan jenis Hard. Dari kedua jenis biji-bijian tersebut diproses sedemikian rupa pada penggilingan, sehingga didapatkan tepung terigu yang secara umum dapat dibagi 3 yaitu :

   Tepung berprotein tinggi (bread flour). Tepung terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11-13% dan digunakan sebagai bahan pembuat roti, mie, pasta dan donat.

   Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour). Tepung terigu yang mengandung kadar protein sedang sekitar 8-10% dan digunakan sebagai bahan pembuat kue cake.

   Tepung berprotein rendah (pastry flour). Tepung terigumengandung protein sekitar 6-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit gorengan (Salim, 2011). Ketiga jenis tepung yang ada dibedakan atas kandungan protein yang dimiliki oleh tepung terigu, dimana protein disini juga menentukan kandungan gluten yang ada pada tepung terigu, dan hanya tepung terigu yang memiliki gluten. Kualitas protein serta gluten ditentukan oleh kualitas jenis gandum yang diimpor serta varietasnya, akan sangat mempengaruhi kualitas tepung terigu.

  Gluten adalah suatu zat yang ada pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, semakin tinggi kualitas proteinnya maka semakin bagus kualitas glutennya, semakin rendah proteinnya maka semakin sedikit glutennya.

  Komposisi tepung terigu per 100 bahan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Komposisi tepung terigu per 100 g bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 365,00 Protein (g) 8,90 Lemak (g) 1,30 Karbohidrat (g) 77,30 Kalsium (mg) 16,00 Fosfor ( mg) 106,00 Besi (mg) 1,20 Vitamin A (S.I) 0,00 Vitamin B

  1 (mg) 0,12

  Vitamin C (mg) 0,00 Air (g) 12,00 BDD (%) 100,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R. I., (1996).

  Tepung terigu relatif lebih mudah terdispersi dan tidak mempunyai daya serap yang terlalu tinggi. Tepung terigu merupakan komponen paling banyak dalam pembuatan makanan. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk pembentukan adonan pada makanan karena mempunyai sifat fisikokimia yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku pembuatan roti,kue/cake. Sifat fisikokimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel3 berikut.

  Tabel 3. Sifat fisikokimiawi tepung terigu Komponen (%)

  Terigu Rendemen

  20 Derajat putih 86,5

  Daya serap air 65,8

  Kadar air 13,2

  Kadar abu 0,4

  Serat kasar 1,9

  Kadar lemak 2,3

  Kadar protein 14,9

  Karbohidrat 69,3

  Pati 33,0

  Gula 0,3

  • Tannin Sumber :Widaningrum, et al, 2005.

  Tepung terigu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie, dan roti adalah tepung terigu yang harus memenuhi standar. Pada tepung terigu, kadar air yang dimiliki sekitar 11-14%, serealia dalam keadaan cukup masak dan kering. Lebih tinggi dari itu akan mudah ditumbuhi cendawan dan cepat rusak (Wikipedia, 2009). Berikut ini adalah data syarat dan mutu tepung terigu yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

  Komponen terbesar tepung terigu adalah pati. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Tabel 4. Syarat dan mutu tepung terigu

  

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Keadaan Serbuk - - Bentuk

  • Bau - Normal - - Warna

  putih, khas terigu

  • tidak ada Benda-benda asing Kadar air % (b/b) maksimal 14,5 Kadar abu % (b/b) maksimal0,70 Kadar protein % (b/b) minimal 7,0 Derajat asam ml. KOH/100 g maksimal50 Asam sianida mg/kg maksimal 40

  Kehalusan % (lolos ayakan 70 mesh) minimal 95 Falling number (atas dasar Detik minimal300 kadar air 14%) Besi (Fe) mg/kg minimal 50 Seng (Zn) mg/kg minimal 30 Vitamin B1 (tiamin) mg/kg minimal 2,5 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg minimal 4 Asam folat mg/kg minimal 2 Cemaran logam :

  • - Timbal (Pb) mg/kg maksimal 1,00

  • - Kadmium (Cd) mg/kg maksimal 0,1

  • Raksa (Hg) mg/kg

  maksimal 0,05

  • Arsen mg/kg

  maksimal 0,50

  Cemaran mikroba

  6

  • Angka lempeng total Koloni/g

  maksimal 1 x 10

  • E. Coli APM/g

  maksimal 10

  4

  • Kapang Koloni/g

  maksimal 1 x 10

  4

  • Bacillus cereus Koloni/g

  maksimal 1 x 10

  Sumber :Dewan Standarisasi Nasional (1992) Pati

  Pati tersusun oleh berbagai macam komponen dan 3 komponen utamanya yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak. Pati mengandung amilosa sebanyak 15-30%, amilopektin 70-85% dan material antara 5-10%. Struktur dan jenis material antara tergantung pada sumber pati tersebut.

  Secara umum, pati biji-bijian mengandung material antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood dan Munro, 1979).

  Pati ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan untuk memberikan karakteristik produk pangan misalnya sebagai pengental (thickening

  

agent ), penstabil (stabilizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan

pembentuk film (film forming).

  Struktur rantai linier dari molekul amilosa dan struktur molekul amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. C H O H C H O H C H O H 2 2 2 O

  O H O H H H H O H O H

H O H O H

H H H H H O H H O H H O H H O H O O H n

  Gambar 1. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar, 2010)

  C H 2 O H C H O H 2 O O H H H H H H O H O H O H H O O I k a t a n α - 1 , 6

  O H H H C H 2 C H 2 O H C H O H 2 O O O H H H H H H H H H O H O H O H O H O H H O O H O H H O H H O H

  • 1 , 4 I k a t a n α

  Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2010) Setiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai C-nya, bentuk rantai molekulnya apakah lurus atau bercabang. Pati termasuk homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati mempunyai dua fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin memiliki struktur percabangan dengan 2 jenis ikatan glikosidik yaitu ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan α-(1,6)-D-glukosa.

  Struktur amilosa yang linier lebih mudah berikatan dengan sesama amilosa melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrogen yang dibentuk lebih kuat dibandingkan amilopektin (Kusnandar, 2010). Semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dari pati akan meningkatkan retrogradasi. Ikatan amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, dan amilosa-lemak akan menyatu kembali bila pasta didinginkan (Winarno, 2008). Pati memiliki daya ikat terhadap air yang tinggi.

  Pembentukan kompleks amilosa-lemak sebagai pati restrukturisasi dapat menyebabkan nilai viskositas puncak yang rendah. Amilosa akan membentuk ikatan kompleks dengan lemak sehingga pembengkakan granula pati terhambat (Kigozi, et al., 2013).

  Ikatan kompleks amilosa-lemak, kandungan amilosa, tingkat interaksi antara rantai pati dalam domain amorf dan kristal granula, dan struktur amilopektin merupakan faktor yang mempengaruhi swelling power. Swelling

  

power merupakan proses pembengkakan yang terjadi ketika tepung atau pati

  dipanaskan dalam air sehingga terjadi pelemahan granula pati yang menyebabkan penyerapan air, pembengkakan granula pati dan peningkatan volume (Zhou, et al., 2004). Ukuran granula memberikan pengaruh pada bentuk, kekerasan, interaksi dan volume yang dihasilkan hal ini dikarenakan adanya amilosa dan amilopektin yang menyusun granula (Mandala dan Bayas, 2004).

  Kandungan pati dalam tepung cukup penting, sehingga semakin tinggi kandungan pati semakin dikehendaki konsumen (Antarlina dan Utomo, 1999).

  Sifat swelling power bergantung pada rasio amilosa amilopektin yang dimiliki bahan. Tingkat kelarutan air dengan pati berbeda-beda, baik dimodifikasi atau telah berubah sifat fisiknya seperti bentuk granulapati (Cozzolino et al.,2013). Perbedaan karakteristik dapat dikaitkan dengan perbedaan jumlah amilosa- amilopektin (Perez, et al., 2002). Semakin banyak komponen-komponen non pati maka waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu gelatinisasi semakin lama. Kandungan lemak dan protein dapat membentuk lapisan pada permukaan granula pati sehingga menghambat adsorpsi air oleh granula pati. Kandungan protein suatu bahan pangan mempengaruhi daya penyerapan air oleh bahan karena protein memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan bermuatan sehingga dapat mengikat air. Lemak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa non lipid lain sehingga dapat mempengaruhi sifat fungsionalnya dalam produk pangan (Kusnandar, 2010). Semakin tinggi kadar lemak akan menurunkan viskositas pasta dikarenakan terjadinya pembentukan amilosa dengan lemak (Dautan et al., 2007).

  Pati Gandum

  Pati gandum adalah zat tepung yang diperoleh dari biji gandum, yang digelatin pada suhu pemanasan yang rendah ketika membentuk pasta masak yang lembut dan bertekstur halus. Pasta akan menghasilkan gel yang lunak, lembut dan berwarna putih susu.

  Adapun sifat fisikimia tepung gandum adalah sebagai berikut :

   Bentuk granula elips

  • -

   Ukuran granula 2-35 µm

  • - Rasio amilosa 25% dan amilopektin 75% - Kristalinitas 36%. -

  o

  • - Granula pati gandum tampak pipih, bulat, dan lonjong, dengan

  C

   Suhu gelatinisasi 53-65

  kecenderungan mengelompok menjadi dua macam ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2

  • – 10 μm, dan yang besar antara 20 – 35 μm (Gambar 3). Ukuran granula patinya berkisar 2-35 mikron dan suhu gelatinisasi nya pada suhu 52-

  64 C. Granula - granula pati gandum yang sudah mengalami gelatinisasi, tampak kempes karena sebagian besar penyusun terutama amilosa telah lepas keluar.

  Bentuk granula pati gandum adalah bulat (lonjong) cenderung berbentuk ellips. Rasio kadar amilosa dan amilopektinnyaadalah 1:3. Dengan kadar amilosa sebesar 25% dan kadar amilopektin sebesar 75%.

  Gambar 3. Granula pati gandum (Badan Penelitian Tanaman Serealia, 2014) Granula pati terigu lebih kompak dengan berbagai variasi ukuran. Bentuk granula terigu berbeda dengan jagung dimana gambar mikroskop polarisasi dengan perbesaran 1000 kali menunjukkan granula pati gandum yang tidak kompak/terpisah-pisah. Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Bentuk granula yang kecil dan kompak memungkinkan terigu untuk tetap elastis saat diolah atau dibentuk menjadi adonan (Badan Penelitian Tanaman Serealia, 2014).

  Studi Pendahuluan Yang Telah Dilaksanakan Penelitian berjudul sifat fisik kimia biji beberapa galur/varietas gandum.

  Gandum ditanam di dua lokasi yang mempunyai kondisi agroklimat berbeda, yaitu Kuningan (545 meter diatas permukaan laut), dan Pacet-Bandung (1200 meter diatas permukaan laut). Analisis dilakukan terhadap biji gandum yang dihasilkan mencakup analisis sifat fisik yaitu panjang, lebar dan tebal biji, rasio panjang dan lebar biji (P/L rasio), kekerasan biji, serta bobot 1000 butir. Sedangkan analissis kimia mencakup analisis kadar air, protein, dan gluten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gandum yang ditanam di daerah Pacet mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik, sehingga menghasilkan biji bermutu baik dan berkadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan gandum yang ditanam di Kuningan (Koswara, dkk.,. 2003).

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara 2.1.1 Deteksi Dini - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra

0 1 34

KAJIAN PUSTAKA DAN TEORI

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tipe Rumah Sakit - Sistem Pendukung Keputusan Dalam Pemilihan Rumah Sakit Berdasarkan Kebutuhan Pasien Menggunakan Metode AHP dan Promethee

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUTAKA 1. Kanker payudara 1.1 Defenisi kanker payudara - Pola Hidup Pasien Kanker Payudara Selama Kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Efikasi diri 1.1 Pengertian efikasi diri - Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Persepsi 1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi dan Kecemasan Mahasiswa dalam Menghadapi Tugas Akhir Skripsi di Fakultas Keperawatan USU Tahun 2015

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Pemasangan Kateter Urine dan Pemasangan Infus di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Sahuddin

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Anggaran - Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Di Tinjowan Kec. Ujung Padang, Kab.Simalu

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI - Analisis Kesalahan Urutan Goresan Penulisan Aksara Mandarin Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

0 1 11