BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Strategi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) Kabupaten Toba Samosir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui Penerimaan Pajak Hotel

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia mengakui adanya asas desentralisasi. Desentralisasi berarti

  bahwa terdapat dua pembagian penyelenggaraan pemerintah, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, semakin memberikan perubahan yang signifikan bagi daerah- daerah di Indonesia. Dalam undang-undang tersebut dipaparkan bahwa pemerintah pusat memberikan kewenangan bagian setiap daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahannya sendiri sebagai tonggak dari adanya otonomi daerah di Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah diharuskan untuk dapat hidup secara mandiri dan dapat mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri menurut asas-asas otonomi, yang semua kewenangannya telah diserahkan oleh pemerintah pusat. Dengan penyerahan itu, harapannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat daerah. Sehingga, pelaksanaan otonomi daerah dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti apa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah juga turut menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Daerah diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan daerahnya sendiri dalam rangka memberikan pelayanan dan pemberdayaan bagi masyarakat. Menurut Nasution (2009: 13), dalam hal efisiensi pelaksanaan pemerintahan termasuk didalamnya mengenai penerimaan dan pengeluaran sumber-sumber pembiayaan daerah, pemerintah daerah secara optimal dimaksudkan agar dapat menggali segala potensi sumber-sumber pembiayaan keuangan daerah sebagai faktor yang amat penting yang dapat mempengaruhi pelaksanaan otonomi itu sendiri, hal ini disebabkan oleh tidak adanya kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan dana atau anggaran, maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah anggaran yang tersedia maka akan semakin besar pula kemungkinan kegiatan pemerintahan daerah dapat melayani kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, demikian pula sebaliknya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan berjalan dengan optimal apabila didukung dengan adanya sumber-sumber penerimaan yang memadai bagi daerah. Dalam menggali sumber-sumber keuangan, pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang berbagai jenis pajak daerah dan retribusi daerah dalam upaya untuk memenuhi Pendapatan Asli Daerah. Melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 ditetapkan tentang pembagian keuangan yang proporsional, transparan, dan sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah. Agar mampu bertahan hidup, pemerintah daerah harus dapat memenuhi kebutuhannya dengan menghimpun berbagai sumber penerimaan pendapatan.

  Dalam

  Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah dijelaskan bahwa sumber penerimaan daerah berasal dari:

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

  a. Pajak daerah

  b. Hasil retribusi daerah

  c. Laba perusahaan daerah

  d. Lain-lain penerimaan asli daerah yang sah a. Dana bagi hasil

  b. Dana alokasi umum

  c. Dana alokasi khusus

  3. Lain-lain pendapatan yang sah, yang terdiri dari:

  a. Bantuan dana kontijensi/penyeimbangan dari pemerintah

  b. Iuran jasa air Diantara beberapa sumber pendapatan daerah di atas, sektor PAD memiliki peranan yang cukup signifikan dalam mengukur tingkat kemandirian daerah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunannya. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Indikator keberhasilan suatu daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri terletak pada kemampuan dalam bidang keuangan. Kemandirian keuangan menjadi tolak ukur kemampuan pelaksanaan otonomi daerah, terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat serta percepatan dan peningkatan pembangunan dalam berbagai bidang. Pendapatan asli daerah dapat dijadikan sebagai hal yang membuktikan tingkat kemandirian suatu daerah. PAD menjadi sumber penerimaan utama yang memiliki kedudukan yang dominan. Besarnya peranan PAD dalam suatu daerah mengartikan bahwa semakin sedikit ketergantungan daerah kepada pusat, atau daerah dapat dikatakan sebagai daerah yang mandiri.

  Pemerintah daerah memiliki sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Salah satu pendapatan yang bersumber dari daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah hasil pajak daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa pengertian pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemungutan pajak daerah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Di dalam peraturan tersebut diatur mengenai spesifikasi pajak daerah dan besarnya jumlah pajak.

  Kabupaten Toba Samosir merupakan daerah otonom di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai suatu daerah otonom, Kabupaten Toba Samosir diharapkan mampu menyelenggarakan pemerintahannya sendiri secara mandiri. Salah satu sumber penerimaan daerah di Kabupaten Toba Samosir adalah melalui pajak daerah. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir Nomor 1 Tahun 2012 tentang pajak daerah, salah satu sumber penerimaan pajak daerah yang terdapat di Kabupaten Toba Samosir adalah berupa pajak hotel. Diketahui bahwa jumlah hotel yang terdapat di Kabupaten Toba Samosir ada sebanyak 11 hotel. Pajak hotel memiliki kontribusi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.

  Kabupaten Toba Samosir memiliki potensi wisata, oleh sebab itu hotel merupakan salah satu sarana dalam mendukung daerah ini sebagai daerah wisata, sehingga penerimaan pendapatan melalui pemungutan pajak hotel dapat memberikan sumbangsih bagi keuangan Kabupaten Toba Samosir guna memenuhi kebutuhan daerahnya. Pada tabel berikut ini dipaparkan mengenai realisasi penerimaan terhadap pajak daerah dan pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir:

  

TABEL I.1

TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

T.A. 2014 PER 30 NOVEMBER 2014

TARGET P- R E A L I S A S I URAIAN APBD 2014 s.d bulan lalu (Rp) Bulan ini (Rp) s.d bulan ini (Rp) % (Rp)

  Pajak daerah 6,225,682,813.00 3,713,734,974.22 1,234,445,981.16 4,948,180,955.38 79.48

  

Pajak hotel 500,000,000.00 222,999,980.00 69,735,619.00 292,735,599.00 58.55

  Pajak restoran 750,000,000 305,299,975 46,541,675 351,841,650 46.91 Pajak reklame 450,000,000 340,142,337 31,441,200 371,583,537 82.57 Pajak penerangan 2,771,744,813 2,502,004,657 255,741,254 2,757,745,911 99.49 jalan

  Sumber: DPPKKD Toba Samosir (2014)

  Data pada tabel diatas menunjukkan realisasi dari rencana strategis Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2014 belum mencapai target yang ditentukan, hal ini terlihat bahwa realisasi penerimaan terhadap pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir hingga akhir 2014 mencapai 58.55%, angka pencapaian ini masih tergolong belum maksimal.

  Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Toba Samosir (DPPKKD) bertanggung jawab dalam mengkoordinir dan mengembangkan potensi pendapatan daerah supaya dapat meningkatkan penerimaan pajak di daerah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan lebih meningkatkan kinerja dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) serta mendistribusikan strategi pemerintah dan memaksimalkan dalam hal penerimaan pendapatan daerah khususnya melalui penerimaan pajak hotel.

  Berdasarkan kepada uraian yang telah dikemukakan di atas dan menyadari pentingnya penerimaan pajak dari sektor perhotelan tersebut dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Toba Samosir, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul, “Strategi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah

  

(DPPKKD) Kabupaten Toba Samosir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) melalui Penerimaan Pajak Hotel”

  I.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Strategi Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan

  

dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) Kabupaten Toba Samosir dalam Meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Penerimaan Pajak Hotel?”

  I.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah :

  1. Untuk menggambarkan bagaimana strategi DPPKKD dalam meningkatkan PAD melalui penerimaan pajak hotel.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak hotel di Kabupaten Toba Samosir.

  I.4 Manfaat Penelitian

  Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini dilakukan adalah :

  1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dalam menganalisis kinerja pemerintah daerah dengan menerapkan teori-teori yang diperoleh semasa kuliah.

  2. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPPKKD) Kabupaten Toba Samosir.

  3. Bagi pembaca, diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan khususnya mengenai pajak daerah.

I.5 Kerangka Teori

  Teori merupakan serangkaian konsep dan defenisi yang saling berkaitan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena, dimana gambaran yang sistematis dijabarkan dengan menghubungkan antara variabel yang satu dengan lainnya yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut (Singarimbun, 1989: 48).

  Arikunto (2002: 92) mengatakan bahwa kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian.

  Berdasarkan rumusan diatas maka dalam bab ini penulis akan mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini.

I.5.1 Strategi Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan.

  Menurut Jatmiko (2003: 4) strategi dideskripsikan sebagai suatu cara dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal organisasi. Terdapat tiga faktor yang mempunyai pengaruh penting pada strategi, yaitu :

  1. Lingkungan eksternal

  2. Sumber daya

  3. Kemampuan internal serta tujuan yang akan dicapai Hamel dan Prahalad (1995) mengangkat kompetensi inti sebagai suatu hal yang penting.

  Kedua ahli ini mengemukakan bahwa strategi adalah:

  

Tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-

menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi

hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari

apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan

perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies).

Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

  Berdasarkan pengertian ahli di atas dapat diartikan bahwa strategi merupakan suatu rencana yang disusun secara matang dan memiliki keunggulan serta senantiasa mengalami inovasi guna mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan lingkungan internal dan eksternal organisasi.

I.5.1.1 Kriteria Analisis Strategi

  Strategi harus dirumuskan melalui dua arah atau lebih untuk menggambarkan dan menanggapi suatu perubahan serta pergeseran dari suatu strategi ke strategi lain. Untuk menyesuaikan strategi, maka analisis bermanfaat dengan menggunakan alat analisis yang telah dikembangkan untuk melakukan analisis alternatif dan pemilihan strategi. Dengan demikian Jatmiko (2003) mengemukakan kriteria analisis strategi, antara lain :

  a. Kesesuaian dengan lingkungan eksternal b. Strategi harus konsisten dengan semua unsur-unsur penting lingkungan eksternal.

  c. Kesesuaian dengan lingkungan internal Satu hal penting yang perlu diketahui adalah apakah strategi konsisten dengan budaya organisasi, kapabilitas, dan sumber daya organisasi. d. Dapat diukur Sedapat mungkin, hasil dari suatu strategi harus dapat diukur keberhasilan atau kegagalannya. Namun, untuk strategi-strategi tertentu kadang-kadang sulit untuk dilakukan pengukuran tentang keberhasilan atau kegagalannya.

  e. Konsistensi dengan misi organisasi Salah satu analisis fundamental setiap strategi adalah konsistensinya dengan nilai- nilai, keyakinan-keyakinan dasar, serta tujuan-tujuan utana organisasi.

  f. Cukup tersedia sumber daya Sumber daya sebaiknya dipertimbangkan baik sumber daya uang, sumber daya fisik, serta manusia yang terampil. Biasanya uang merupakan sumber daya yang sangat terbatas. Namun semua itu dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk berhasil mengimplementasikan strateginya.

  g. Fleksibilitas Lingkungan (eksternal dan internal) dimana organisasi beroperasi selalu mengalami perubahan, bahkan kadang sangat bergejolak. Kemampuan organisasi untuk menanggulangi perubahan lingkungan dengan strategi yang tepat menjadi sangat penting. Strategi harus mampu dimodifikasi sesuai dengan perubahan lingkungan.

  h. Motivasi Apakah strategi akan menghasilkan usaha organisasional pada tingkat yang tinggi? Karyawan atau pegawai jarang dirangsang oleh strategi-strategi konservatif, dan jarang dipersiapkan untuk strategi-strategi mereka yang mereka yakini sebagai sesuatu yang membosankan. i. Kejelasan Semua strategi harus tertulis secara eksplisit dan dikomunikasikan ke seluruh bagian dan tingkatan di dalam organisasi. Pendekatan ini akan membantu meningkatkan cara pandang pegawai terhadap keberadaan organisasi dalam tahap implementasi strategi. j. Resiko

  Organisasi mempunyai cukup alasan untuk mengetahui profil resiko dalam struktur manajemennya. Para manajer cenderung merasakan ketidaknyamanan dengan strategi atau proyek-proyek yang tingkat resikonya tinggi, atau tidak termotivasi apabila tingkat resikonya rendah.

I.5.1.2 Ciri dan Manfaat Strategi

  Hasil akhir dari strategi adalah sebuah rencana yang diberlakukan oleh pimpinan sebuah organisasi yang mengacu kepada arah perjalanan sebuah organisasi dimasa yang akan datang.

  Sebuah strategi yang telah dirumuskan akan mengalami perubahan ketika sebuah organisasi akan mengalami perubahan lingkungan yang ada. Ciri-ciri strategi menurut Pardede (2011: 57-58) adalah sebagai berikut : a. Mempengaruhi setiap tingkat manajemen.

  Keputusan dari rangkaian kegiatan strategi akan mempengaruhi setiap tingkat manajemen strategi mulai dari manajemen tertinggi hingga manajemen terendah dari organisasi. Namun pemberlakuan dari strategi tersebut menjadi tanggungjawab seorang manajemen strategi tertinggi.

  b. Menimbulkan pengaruh dalam jangka panjang.

  Pembuatan putusan-putusan strategi dapat dibuat dalam waktu yang lebih singkat, namun keputusan yang dibuat dalam waktu singkat tersebut akan berpengaruh terhadap jangka panjang dari aktivitas sebuah organisasi.

  c. Berwawasan masa depan.

  Putusan strategi dimaksudkan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan dimasa yang akan datang oleh karenanya putusan strategi didasari oleh sebuah analisis yang menyangkut masa yang akan datang seperti peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dari organisasi.

  d. Mempengaruhi seluruh bagian dari organisasi.

  Bagian dari organisasi merupakan sebuah sistem yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, maka ketika putusan-putusan strategi mempengaruhi satu bidang maka secara otomatis akan mempengaruhi bidang lainnya. Tentu besar kecilnya berpengaruh tergantung kepada seberapa besar tingkat keterikatan atau ketergantungan satu bidang dengan bidang lainnya.

  e. Berwawasan terbuka.

  Setiap kegiatan yang terjadi dalam sebuah organisasi tentu saja selalu dipengaruhi oleh berbagai hal yang terdapat diluar organisasi. Oleh karenanya keputusan strategi itu harus berwawasan terbuka karena dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan luar organisasi.

  f. Memberikan kerangka pengambilan putusan pada manajemen tingkat yang lebih rendah. Manajer tertinggi merupakan orang yang paling bertanggungjawab dalam berjalannya sebuah organisasi. Oleh sebab itu, putusan strategi menjadi sebuah landasan kerangka berpikir dari manajer tingkat yang lebih rendah untuk mengambil sebuah keputusan sehingga tidak bertentangan dengan manajer tertinggi dan arah tujuan organisasi. g. Membutuhkan sumber daya.

  Sebuah keputusan strategi akan memerlukan penambahan sumber daya yang relevan untuk mendukung dan menjalankan strategi tersebut.

  Manfaat Strategi dalam organisasi menyangkut tentang perkembangan organisasi. Diharapkan dapat menunjukkan pertumbuhan ke arah yang positif, sehingga mampu bertahan dan menjadi organisasi yang unggul. Dirgantoro (2001: 9) menyatakan beberapa manfaat dari strategi, yakni:

  1. Sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tujuan organisasi dan menentukan jalan yang mana yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan.

  2. Untuk meningkatkan keuntungan organisasi walaupun kenaikan keuntungan organisasi bukan secara otomatis dengan menerapkan strategi.

  3. Membantu mengidentifikasi, memprioritaskan dan mengeksploitasi peluang.

  4. Menyiapkan pandangan terhadap manajemen masalah.

  5. Menggambarkan kerangka kerja untuk meningkatkan koordinasi dan kontrol terhadap aktivitas.

  6. Meminimumkan pengaruh dan perubahan.

  7. Memungkinkan keputusan utama untuk mendukung tujuan yang ditetapkan.

  8. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang efektif.

  9. Membantu perilaku yang lebih terintegrasi.

I.5.2 Manajemen Strategi

  Manajemen strategi memiliki defenisi yang bermacam-macam yang dibuat oleh banyak ahli. Diantaranya menurut Dirgantoro (2001: 9) manajemen strategi adalah suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat sesuai dengan terhadap perubahan-perubahan di dalam lingkungannya baik yang bersifat internal maupun eksternal.

  Jatmiko (2003: 4) mengartikan manajemen strategi sebagai suatu proses dimana manajemen puncak (top management) menentukan arah jangka panjang dan kinerja atau prestasi organisasi melalui formulasi yang cermat, implementasi yang tepat, dan evaluasi yang terus-menerus atas strategi yang telah ditetapkan. Inti dari manajemen strategi adalah membicarakan dan membahas arah masa kini dan masa depan suatu organisasi. Manajemen strategi mencakup aspek-aspek :

  Analisis kompetensi dan kapabilitas internal organisasi

  1) 2) Analisis peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan

  Penetapan ruang lingkup aktivitas-aktivitas organisasi

  3) 4) Perumusan dan mengkomunikasikan visi dan misi strategi organisasi

5) Pengelolaan proses perubahan dalam suatu organisasi

  Dapat disimpulkan bahwa manajemen strategi merupakan suatu cara untuk mengembangkan organisasi secara berkelanjutan dengan memanfaatkan peluang yang ada sesuai dengan misi yang telah ditetapkan bersama.

I.5.2.1 Rencana Strategik

  Perencanaan strategik (strategic planning) pada dasarnya merupakan perumusan putusan-putusan strategik. Putusan-putusan strategik (strategic decision) adalah putusan- putusan yang mempunyai pengaruh atau akibat jangka panjang atas misi, falsafah, kebijakan, sasaran, termasuk cara-cara pencapaian sasaran organisasi. Putusan-putusan strategik dirumuskan sebagai persiapan untuk menyongsong peluang-peluang dan ancaman-ancaman yang diramalkan akan terwujud di masa yang akan datang.

  Menurut Pardede (2011: 52-57) kegiatan perencanaan strategik merupakan serangkaian pembuatan putusan yang terdiri dari:

  1. Perumusan tujuan, misi, dan visi organisasi

  2. Perumusan nilai, keyakinan, falsafah, dan kebijakan organisasi

  3. Penaksiran atau pengukuran kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

  4. Perumusan sasaran-sasaran strategik organisasi

  5. Perumusan siasat organisasi Rencana strategik (renstra) menunjukkan arah perjalanan suatu organisasi dan dibuat untuk digunakan sebagai pedoman bagi pemimpin dalam mengelola organisasi tersebut.

  Renstra ini adalah salah satu bagian utama dari manajemen strategik dimana bagian utama lainnya adalah pemberlakuan dan pengendalian siasat. Tujuan pembuatan renstra adalah karena para pemimpin organisasi membutuhkan pedoman dalam pelaksanaan seluruh kegiatan. Renstra haruslah menjadi dasar dalam pengambilan setiap keputusan. Hal ini berarti bahwa organisasi harus menentukan sendiri apa yang akan dicapainya dimasa yang akan datang. Agar setiap bagian dan setiap orang yang ada dalam organisasi tersebut bekerja berdasarkan pedoman yang sama maka apa yang harus dilakukan dan dicapai dinyatakan dalam suatu rumusan rencana yang disebut rencana strategik (renstra). Hal ini berarti bahwa peran utama renstra bukanlah mengatur perjalanan organisasi melainkan mengingatkan setiap orang tentang apa yang harus mereka lakukan dan mereka capai. Dalam hal ini baik tidaknya sebuah renstra dapat diukur hanya apabila sudah digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan putusan-putusan.

I.5.3 Analisis SWOT

  Analisis SWOT mulai dikenal pada tahun 1960-1970 oleh Albert Humprey. Analisis masalah, yang berdasarkan pada faktor internal (dalam) yaitu Strengths, Weakness dan faktor eksternal (luar) yaitu, Opportunity dan Threats. Analisis SWOT terdiri dari 4 faktor (Sudarmo, 2008: 115):

  1. Strengths (kekuatan) merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi itu sendiri.

  2. Weakness (kelemahan) merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi.

  3. Opportunity (peluang) merupakan kondisi peluang berkembang di masa mendatang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi itu sendiri.

  Misalnya kebijakan pemerintah dan kondisi lingkungan sekitar.

  4. Threats (ancaman) merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi.

  Dalam analisis SWOT terdapat alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis suatu organisasi, yang disebut dengan matrik SWOT. Matrik SWOT adalah suatu alat yang penting yang dapat membantu para pimpinan mengembangkan tipe strateginya (Jatmiko, 2003: 179). Matrik SWOT dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:

  

Tabel I.2

Matrik SWOT

Strength (S) Weakness (W) Opportunity (O) Strategi (SO)

  Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

  Strategi (WO) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

  Threats (T) Strategi (ST)

  Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

  Strategi (WT) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

  Sumber: Freddy Rangkuti, 2001: 30

  Dari matriks SWOT diatas, terdapat 4 strategi, yaitu:

  1. Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran organisasi, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

  Strategi SO menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal.

  2. Strategi ST Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman. Strategi ST menggunakan kekuatan internal organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

  3. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.

  4. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan untuk mengurangi kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal.

I.5.4 Sumber Pendapatan Daerah Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan.

  Pemerintah di daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan faktor sumber daya yang mampu menggerakkan roda pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat, kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah (Munir, et al., 2004: 96). Kebijakan keuangan daerah diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan daerah, baik dari segi ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber-sumber keuangan yang digali daerah semakin penting peranannya, selain untuk menutupi keterbatasan dana yang diterima dari pemerintah pusat, diperlukan pula upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah daerah untuk dapat secara maksimal menggali setiap potensi yang ada di daerah sehingga dapat menghasilkan pemasukan terhadap sumber-sumber pembiayaan daerah.

  Koswara (dalam Munir, et al., 2004: 97) menegaskan bahwa ciri utama yang menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Hal ini berarti bahwa daerah otonom harus memiliki kemampuan dalam menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, termasuk didalamnya kemampuan untuk mengelola keuangan secara efisien guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah merupakan dasar hukum bagi pengelolaan keuangan daerah.

  Menurut Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004, sumber-sumber pendapatan daerah berasal dari :

  a. Pendapatan asli daerah, yang terdiri dari :

  1. Hasil pajak daerah

  2. Hasil retribusi daerah

  3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

  4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

  b. Dana perimbangan, dan

  c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

I.5.5 Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Mardiasmo, 2002: 132). Pendapatan asli daerah sebagai salah satu sumber keuangan daerah, pada hakekatnya menempati posisi yang paling strategis bila dibandingkan dengan sumber keuangan daerah lainnya. Dikatakan menempati posisi strategis, karena dari sumber keuangan daerah yang ada, pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan yang dikembangkan dari potensi- potensi yang ada di daerah, yang dikelola berdasarkan kreativitas daerah.

  Nasution (2009: 123-124) menegaskan bahwa pendapatan asli daerah merupakan sumber pendapatan yang menjadi tulang punggung otonomi daerah, bahkan dapat dikatakan bahwa sektor pendapatan asli daerah inilah yang menjadi salah satu ukuran penting untuk menilai kemandirian suatu daerah. Keberadaan pendapatan asli daerah dapat mencegah ketergantungan daerah terhadap pusat. Maka tampak bahwa faktor keuangan khususnya pendapatan asli daerah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan proses pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

  Menurut Mahaditya (Skripsi, 2008: 7-8) terdapat beberapa langkah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:

  1. Intensifikasi melalui upaya:

  a. Pendataan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah

  b. Mengintensifikasi penerimaan yang ada c. Memperbaiki sarana dan prasarana pungutan yang belum memadai.

  2. Penggalian sumber-sumber penerimaan yang baru (ekstensifikasi). Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar tidak menimbulkan ekonomi biaya yang tinggi. Sebab, pada dasarnya tujuan meningkatkan pendapatan daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, upaya ekstensifikasi lebih diarahkan pada upaya untuk mempertahankan potensi daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

  3. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur penting mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang dapat memberikan kepuasan dalam masyarakat.

I.5.5.1 Jenis-Jenis Pendapatan Asli Daerah

  Menurut Halim (2001: 67), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan menjadi empat pendapatan, pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah. Klasifikasi PAD yang dinyatakan oleh Halim sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

  Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan pula bahwa pemerintah daerah berhak terhadap sumber-sumber pendapatan asli daerah yang terdiri dari:

  1. Hasil pajak daerah

  2. Hasil retribusi daerah

  3. Hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan,

  4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

I.5.6 Pajak

  Pajak merupakan salah satu sumber keuangan daerah yang tergolong pada pendapatan asli daerah. Secara umum, pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan diatur dalam undang-undang. Pajak diartikan sebagai pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 2000: 94).

  Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara baik untuk pembiayaan pembangunan maupun untuk pembiayaan anggaran rutin.

  Soemitro (dalam Nasution, 2009: 126) secara terperinci mengartikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang secara paksa dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan.

  Pengertian pajak selanjutnya dikemukakan oleh B. Usman dan K. Subroto (dalam Nasution, 2009: 125), pajak diartikan sebagai pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah, yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan kepada pembayarnya, sedangkan pelaksanaannya dimana perlu dapat dipaksakan.

  Dari beberapa defenisi mengenai pajak diatas, dapat ditarik beberapa unsur yang melekat pada pajak, sebagai berikut: a. Pajak merupakan iuran wajib rakyat yang dipungut oleh pemerintah, yang apabila diabaikan maka akan dikenakan sanksi b. Pajak memiliki dasar hukum yang diatur dalam undang-undang

  c. Pemungutan pajak dapat dilakukan secara paksa

  d. Hasil pemungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah e. Pemerintah tidak secara langsung memberikan balas jasa kepada pembayar pajak.

  I.5.6.1 Fungsi Pajak Secara umum fungsi dapat diartikan sebagai manfaat atau kegunaan suatu hal. Maka fungsi pajak merupakan kegunaan pokok atau manfaat pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, pajak memiliki kegunaan dan manfaat pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum, suatu negara tidak akan mungkin menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakatnya (Lumbanraja, Tesis, 2010: 10-11). Terdapat 2 fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006: 10), sebagai berikut:

  1. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya. Dalam fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan. Upaya pemerintah untuk mengoptimalkan pemasukan dana ke kas negara melalui cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak dengan penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

  2. Fungsi Regulerend Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pajak mempunyai fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat yang digunakan pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi maupun tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, serta dapat mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah.

  Dengan adanya pajak diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Pemerintah harus dapat secara bijak dan efisien mengelola pajak sehingga manfaat dari adanya pajak dapat dirasakan dan dapat meringankan beban pemerintah. Pengelolaan pajak yang baik akan membantu berjalannya penyelenggaraan kehidupan bernegara, baik dalam bentuk pelaksanaan administrasi pemerintahan maupun pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

  I.5.6.2 Jenis-jenis Pajak Menurut Wirawan. B. Ilyas (2007: 19) jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

  1. Menurut sifatnya

  a) Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

  b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu saja.

  2. Menurut sasarannya

  a) Pajak subjektif, adalah pajak yang dikenakan dengan memperhatikan kondisi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai daya pikul.

  b) Pajak objektif, adalah pajak yang dikenakan dengan melihat objeknya berupa keadaan yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya barulah diperhatikan subjeknya.

  3. Menurut lembaga pemungutnya

  a) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan.

  Pajak pusat dipungut oleh departemen keuangan khususnya dirjen pajak. Pajak pusat terdiri dari :

  1. Pajak Penghasilan (PPh),

  2. Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN),

  3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),

  5. Bea Materai,

  6. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),

  7. Bea Masuk,

  8. Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan cukai (yang dikelola oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai Departemen Keuangan)

  b) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).

  Hasilnya menjadi bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

I.5.7 Pajak Daerah

  Pajak daerah secara umum merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan pajak daerah sangat penting bagi setiap daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, meskipun objek yang dikenakan terbatas. Hal ini dikarenakan objek pajak yang telah menjadi sumber pendapatan bagi pungutan pajak pusat tidak boleh lagi menjadi objek pungutan pajak daerah (Nasution, 2009: 128-129).

  Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa pengertian pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Davey (1988: 39) menguraikan tentang kriteria pajak daerah yang terdiri dari 4 hal yaitu:

  1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari daerah sendiri

  2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

  3. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah

  4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan pada pemerintah daerah

  I.5.7.1 Jenis-jenis Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah dapat diklasifikasikan menurut wilayah kekuasaan pihak pemungutnya. Menurut wilayah pemungutannya pajak daerah dibagi menjadi :

  a. Pajak provinsi, adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi, terdiri dari:

  1. Pajak Kendaraan Bermotor,

  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,

  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,

  4. Pajak Air Permukaan, dan 5. Pajak Rokok.

  b. Pajak kabupaten/kota, adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota, terdiri dari:

  1. Pajak Hotel,

  2. Pajak Restoran,

  3. Pajak Hiburan,

  4. Pajak Reklame,

  5. Pajak Penerangan Jalan,

  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,

  7. Pajak Parkir,

  8. Pajak Air Tanah,

  9. Pajak Sarang Burung Walet,

  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

I.5.8 Pajak Hotel

  Pajak hotel merupakan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Menurut Prakosa (2003: 116) pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.

  Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/beristirahat, memperoleh pelayanan serta fasilitas lainnya, dengan dipungut bayaran.

  Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah, pajak hotel merupakan pemungutan pajak atas setiap pelayanan yang disediakan hotel. Terdapat beberapa terminologi dalam pemungutan pajak hotel (Siahaan, 2005: 246), yaitu:

  a. Hotel adalah bangunan atau kamar yang khusus disediakan bagi orang untuk menginap/istirahat, memperoleh pelayanan atau fasilitas lainnya yang terdapat di hotel tersebut yang dikenakan bayaran yang dikelola atau dimiliki oleh pihak yang sama. b. Rumah penginapan adalah bangunan yang memiliki fasilitas untuk menginap dalam bentuk dan klasifikasi apapun beserta fasilitas lainnya yang digunakan dan disewakan untuk umum.

  c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengelola atau memiliki suatu usaha dalam bidang jasa penginapan.

  d. Pembayaran adalah jumlah yang akan diterima atau seharusnya diterima atas barang atau jasa pelayanan yang diberikan sebagai bayaran kepada pemilik hotel atau penginapan.

  e. Bon Penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas lainnya yang disediakan oleh hotel/rumah penginapan.

  Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran. Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu yang menjadi wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan. Tarif pajak totel paling tinggi 10%. Daerah dapat menetapkan sendiri tarif pajak hotel sesuai dengan kebijakan daerah sepanjang tidak melebihi 10% dan ditetapkan dalam peraturan daerah. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dasar pengenaan pajak hotel.

  I.6 Defenisi Konsep

  Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini didefenisikan sebagai berikut:

  a. Strategi Strategi adalah suatu rencana yang disusun secara matang dan memiliki keunggulan serta senantiasa mengalami inovasi guna mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan lingkungan internal dan eksternal organisasi.

  b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sumber penerimaan yang diterima daerah dan dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (perda) sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

  c. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pemungutan pajak atas pelayanan yang disediakan hotel.

  I.7 Sistematika Penulisan

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brand) 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) - Pengaruh Brand Association Terhdap Customer Responses pada Produk Pond’S di Carrefour Citra Garden Medan

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Brand Association Terhdap Customer Responses pada Produk Pond’S di Carrefour Citra Garden Medan

0 1 11

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

1 1 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Gambaran Kemiskinan Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabhicara Pendekatan Sosiosastra

0 3 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Saraf - Gambaran Rentang Gerak Sendi pada Ekstremitas Bawah Pasien Immobilisasi yang Mengalami Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 25

Lampiran 1 : Istilah budaya dan teknik penerjemahan yang ditemukan dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris The land of Five

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2. 1. 1 Penelitian yang Relevan - Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Terjemahan Istilah Budaya Dalam Novel Negeri 5 Menara Ke Dalam Bahasa Inggris The Land Of Five Towers

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Aluminium Didalam Air Minum yang Diproduksi Oleh PDAM Tirtanadi Pada Unit Cabang Produksi Cabang Sei Agul, Medan Labuhan dan Sunggal Medan

0 0 20

Studi Perbandingan Kandungan Besi (Fe) dan Aluminium Didalam Air Minum yang Diproduksi Oleh PDAM Tirtanadi Pada Unit Cabang Produksi Cabang Sei Agul, Medan Labuhan dan Sunggal Medan

0 0 13