BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Malaria - Kondisi Fisik Rumah Dan Lingkungan Sekitar Penderita Malaria di Desa Bagan Dalam Kecamatan Tanjung Tiran Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Malaria

  Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (DepkesRI, 2008)

  Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus

  Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) serangga nyamuk Anopheles spp(Achmadi, 2008).

  Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk Anopheles betina. Dan sebenarnya di dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles, dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis

  

Anophele s, dan 24 spesies diantaranya telah terbukti sebagai penular malaria

  (Anies, 2006) Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut( Harijanto, 2000).

  Dalam epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu diperhatikan dan diselidiki hubungannya yaitu: Host (manusia), Agent (penyebab penyakit), dan (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana siklus aseksual

  environment

  parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host definitif, dimana siklus seksual parasit malaria berlangsung.

2.1.2. Etiologi

  Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

  

Plasmodium yang merupakan protozoa obligat intraseluler. Ada empat spesies pada

  manusia adalah Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale, serta Plasmodium malariae. Pada manusia malaria dapat ditularkan oleh nyamuk

  Anopheles

  betina, melalui transpusi darah, jarum suntik yang tercemar dan dari ibu hamil kepada janinnya (Harijanto, 2000) Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi, 2008):

  1. Plasmodium vivax,memiliki distribusi geografis terluas termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivax antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

  2. Plasmodium falcifarum,Plamodium ini merupakan penyebab malaria tropika, dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

  3. Plasmodium ovale . Masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale adalah 12 hingga 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

  4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung dataran rendah pada daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium

  Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus aseksual dalam manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk.

  1 . Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia Awal siklus ini ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang ada pada air liurnya ke dalam aliran darah manusia.

  Dan dalam waktu 30 – 60 menit memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Parasit belum masuk ke sel-sel darah merah. Setelah akhir fase, skizon hati pecah , merozoit keluar, kemudian masuk ke aliran darah, yang dikenal sporulasi. Pada Plasmodium

  

vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit “tidur” untuk jangka waktu

  kembali, setelah tampak mereda beberapa lama. Pada penderita yang mengandung hipnozoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun, misalnya akibat terlalu lelah, sibuk stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Kemudian eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumya pernah menderita P. vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudian mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali walaupun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk Anophesles. Fase eritrosit dimulai pada saat merozoit dalam darah menyerang sel-sel darah merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut manjadi

  

trofozoit merozoit . Setelah 2 – 3 generasi, merozoit terbentuk , kemudian sebagian

merozoit berubah menjadi bentuk seksual.

2. Siklus Seksual Dalam Tubuh Nyamuk

  Nyamuk Anopheles betina mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit serta makrogametosit, dan terjadilah zigot(ookinet). Dan ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista. Dan apabila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk. Saat ini telah siap ditularkan jika nyamuk menggigit tubuh manusia (Prabowo, 2004). Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervarisi tergantung sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikrokopis (Depkes RI, 2008).

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria Plasmodium Masa Inkubasi (hari)

  Plasmodium falcifarum 9 - 14 (12) Plasmodium vivax 12 – 17 (15) Plasmodium ovale 16 – 18 (17) Plasmodium malariae 18 – 40 (28)

  Sumber : DepkesRI, 2008

2.1.4. Patogenesis

  Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, atau limfosit yang mengeluarkan berbagi macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizon pada empat plasmodium memerlukan waktu 30 – 48 jam. Plasmodium vivax/Plasmodium

  

ovale 48 jam, dan Plasmodium malariae 72 jam. Demam Plasmodium falcifarum

  dapat terjadi setiap hari, Plasmodium vivax/malariae selang waktu satu hari, dan Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari (Depkes RI, 2008).

  Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falcifarum menginfeksi semua sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivaxdan hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2

  Plasmodium ovale

  % dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium menginfeksi sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium

  

ovale, Plasmodium malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis (Depkes RI ,

2008).

  Splemomegali, limpa merupakan organ retikuloendothetial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar. Malaria berat akibat plasmodium

  

falcifarum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi

Plasmodium falcifarum akan mengalami proses skustrai yaitu tersebarnya eritrosit

  tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falcifarum. Pada saat terjadi proses siadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler, akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh darah kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbat ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berpusat

  Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imonologik yaitu terbentuknya mediator mediator antara lain sitokin (TNF,Interkulin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu (DepkesRI, 2008).

2.1.5. Cara Penularan Penyakit Malaria

  Penularan penyakit malaria dapat terjadi secara alamiah dan tidak alamiah Parasit sporozoa plasmodium yang menyebabkan malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. Nyamuk Anopheles sebagian besar menggigit waktu malam hari atau senja, dan ada beberapa nyamuk yang menggigit pada tengah malam sampai fajar.

  Penularan penyakit malaria (Iskandar, 1985)

  1. Penularan secara alamiah Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif.

  2. Penularan yang tidak alamiah .

  a. Malaria bawaan (congenital) Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, karena ibunya menderita malaria dan penularan ini terjadi melalui tali pusat atau plasenta.

  b. Secara mekanik Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.

  c. Secara oral (melalui mulut) burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).

  Sumber infeksi penyakit malaria pada manusia pada umumnya adalah manusia yag sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.

2.2. Hubungan Host, Lingkungan, dan Agent

2.2.1 Host

  1. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitif) Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina, dan di Indonesia terdapat 80 spesies dan 24 spesies dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi vektor penular penyakit malaria (Anis, 2006). Nyamuk Anophelesterutama hidup didaerah tropik dan subtropik, namun juga bisa hidup didaerah yang beriklim sedang dan bahkan didaerah Afrika. Anopheles jarang ditemukan didaratan lebih dari 2000- 2500 meter, sebagian besar nyamuk Anopheles ditemukan didaratan rendah.

  Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria sangat penting, bionomik adalah nyamuk dengan lingkungannya termasuk di dalamnya bagaimana berhubungan dengan manusia (sebagai lingkungan nyamuk). Bionomik nyamuk meliputi perilaku bertelur, larva, pupa, dan dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan kapan bertelur, serta perilaku perkawinan (Achmadi, 2008) Peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung kepada beberapa faktor antara lain (Achmadi, 2008) : a.

  Umur nyamuk Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk untuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 sampai 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.

  b.

  Peluang kontak dengan manusia Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak dengan manusia, apalagi nyamuk hutan. Namun harus diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak dijumpai ternak juga menggigit manusia. c.

  Frekuensi menggigit nyamuk Semakin sering nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin besar kemungkinan berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.

  d.

  Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri yang menyebabkan nyamuk menjadi mati.

  e.

  Ketersediaan manusia di sekitar nyamuk Nyamuk yang memiliki bionomik atau kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari, maka akan mencoba mencari manusia dan masuk ke dalam rumah dan setelah menggigit beristirahat di dalam rumah maupun di luar rumah.

  f.

  Kepadatan nyamuk Kalau populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan nyamuk akan merugikan kepadatan nyamuk itu sendiri, sebaliknya bila satu wilayah cukup padat, maka akan meningkatkan kapasitas vektor yakni kemungkinan tertular akan lebih besar. Nyamuk Anopheles menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.

  Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat dikelompokkan sebagai berikut (Iskandar, 1985) : a. Tempat hinggap atau istirahat

  1) Eksofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah. 2) Endofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

  b. Tempat menggigit 1) Eksofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di luar rumah.

  2) Endofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah.

  c. Obyek yang digigit 1) Antrofofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit manusia.

  2) Zoofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit hewan. 3) Indiscriminate biters/indiscriminate feeders, yaitu nyamuk tanpakesukaan tertentu terhadap hospes; d.Frekuensi menggigit manusia

  Frekuensi membutuhkan darah tergantung spesiesnya dandipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, yang disebut siklusgonotrofik. Untuk iklim tropis biasanya siklus ini berlangsung sekitar48-96 jam. dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km, nyamuk Anopheles bisa terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria kedaerah yang non-Endemik .

  2. Manusia Faktor yang berpengaruh pada manusia adalah (Iskandar,1985) : a.

  Polvalensi dari haemoglobin S (HbS) cukup tinggi penduduknya ternyata lebih tahan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum. HbS terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/heredeter. b.

  Kurangnya enzim tertentu, yaitu enzim glukosa 6 fosfat dehidrogemase (G6PD) ternyata memberi perlindungan terhadap infeksi Plasmodium falcifarum yang berat.

  c.

  Kekebalan/imunitas Kekebalan bersifat humoral dengan seluruh kekebalan humoral disebabkan oleh adanya antibody yang timbul dalam darah yang terdiri dari operonim presipitin dan aglutinin, sedangkan kekebalan ditimbulkan oleh makrofag dan sel-sel yang dihasilkan oleh sistem retikulo-endotrelial dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Sifat-sifat dari kekebalan malaria adalah (Iskandar, 1985):

  1) Darah yang mengandung parasit malaria. 2) Hanya aktif terhadap bentuk ekso eritrocositer dari parasit. 3) Spesifik terhadap spesies tertentu tidak ada cross community. 4) Segera menurun/hilang setelah adanya infeksi berulang-ulang.

   Umumnya lebih efektif, lebih cepat, bertahan lebih lama pada dapat Plasmodium falcifarum.

  Plasmodium vivax d.

  Umur dan jenis kelamin Ini sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, pendidikan, perumahan, imigrasi dan lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada umumnya setiap orang bisa terkena malaria. Perbedaan prevelensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kebutuhan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa malaria pada ibu hamil akan menambah risiko kondisi imun yang lemah, berat badan lahir yang rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Depkes RI, 1983).

  Faktor-faktor genetik pada manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit kedalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.

2.2.2. Lingkungan

  1. Lingkungan Fisik Faktor geografi dan meterorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia : a. Pengaruh suhu

  Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species nyamuk tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Depkes RI, 2007). Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu. Suhu juga mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30º C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

  Pengaruh suhu berbeda dari setiap spesies pada suhu 26,7°C masa inkubasi

  ekstrinsik

  untuk setiap spesies sebagai berikut (Iskandar,1985) : 1) Plasmodiun falcifarum : 10 – 12 hari 2) Plasmodium vivax : 8 – 11 hari 3) Plasmodium malariae : 14 hari 4) Plasmodium ovale : 15 hari

  Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) (DepkesRI, 2007). Rendahnya kelembaban akan memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak berpengaruh pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk (DepkesRI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang b.Pengaruh kelembaban nisbi udara mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

  c. Pengaruh hujan Hujan mempengaruhi naiknya kelembaban nisbi udara dan meningkatkan jumlah tempat perkembangbiakan ( breeding places ) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Curah hujan yang cukup dengan jangka waktu lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal (DepkesRI, 2007).

  d. Pengaruh ketinggian Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula 0,5 ºC. Apabila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara penyebaran nyamuk , siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim penularan (DepkesRI, 2007). Malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggiandi atas 2000 meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan global dan pengaruh El-Nino.

  e. Pengaruh angin Kecepatan angin mempengaruhi pada penerbangan nyamuk (flight range) dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin

  11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Depkes RI. 2007).

  Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

  Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles

  f. Pengaruh sinar matahari

   hyrcanus dan Anophelespunctulatus

  lebihmenyukai tempat yang terbuka. Anopheles

  barbirostris g.

  dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang. Pengaruh arus air

  Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir

  lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan

  Anopheles letifer

  menyukai air tergenang, arus air mempengaruhi kerusakan tempat peridukan (Iskandar,1985).

  Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya.

  Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah , gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi kehidupan larva. Tempat- tempatyang banyak ditemukan binatang air sebagai predator maka kepadatan jentik nyamuk tidak tinggi (Depkes RI, 2007). Adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah dan bila tidak ada ternak atau

  2. Lingkungan Biologik hewan lain yang disenangi, maka meskipun nyamuk itu zoofilik terpaksa menggigit manusia (Depkes RI, 2007).

  3. Lingkungan Sosial Budaya Kejadian malaria dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial budaya seperti: kebiasaan keluar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun nyamuk.

  Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (Harijanto, 2000). Konflik antar penduduk yang menimbulkan peperangan dan perpindahan penduduk, serta peningkatan pariwisata dan perjalanan dari daerah

  4. Lingkungan kimia

  a. Kadar garam Nyamuk ada yang suka berkembang biak di air tawar seperti nyamuk

  An.aconitus, An. balabacensis, An. maculatus dan ada juga yang suka

  berkembang biak di air payau seperti An. sundaicus dan An. subpictus. Kadar garam yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan jentik mati.

  Namun ada penelitian menyatakan dalam kondisi tertentu dapat hidup di air tawar. Kadar garam yang kondusif bagi perkembangbiakan nyamuk An.

  sundaicus adalah antara 12-18‰ (Achmadi, 2008).

  b.

  Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH cendrung menurun, hal ini diduga berhubungan dengan kandungan CO .

  2 Klasifikasi pH air yaitu; pH 6,5-9 tingkat yang dibutuhkan oleh hewan air

  untuk bereproduksi, pH 4-6,5 perkembangan hewan air lambat, pH 4-5 hewan air tidak bereproduksi, pH 4 merupakan titik kematian asam dan pH 11 merupakan titik kematian basa. Larva Anopheles memiliki toleransi terhadap pH antara 7,91-8,09, namun pada musim kemarau berkisar antara 6,8 -8,6 sehingga pH merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran populasi jentik nyamuk. Aspek kimia yang mempengaruhi larva nyamuk adalah derajat keasaman (pH) (DepkesRI, 2007). faktor essensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa

  Agent

  benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, yang dalam jumlah yag berlebih atau kurang merupakan sebab utama/essensial dalam terjadinya penyakit (Soemirat, 1999).Agent penyebab penyakit malaria adalah protozoa, yaitu

  

Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax ,dan Plasmodium ovale, serta

dan merupakan agent hidup. Plasmodium malariae

  Karakteristik agent hidup antara lain (Soemirat, 1999) : 1.

  Infektifitas Kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang biak di dalamnya.

  2. Patogenesis Daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.

  3. Virulensi Keganasan suatu mikroba bagi host. Mikroba apabila berada di dalam lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya, maka kuaitasnya berubah dan seiring dengan itu, virulensinya berkurang.

  4. Reservoir

  Agent dapat terus berada di dalam lingkungan Karena ada reservoinya. Reservoir

  agent hidup merupakan suatu mekanisme yang komplek dalam mempertahankan spesiesnya dan membantu bertahan di dalam lingkungan.

  Setiap agent hanya dapat menyebabkan satu jenis penyakit.

2.3. Gejala Malaria

  Secara umum seorang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan gejala penyakit seperti demam pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri otot,

  

chest pain , menggigil, suhu bias mencapai 40 °C terutama pada infeksi Plasmodium

falcifarum

  . Pada infeksi Plasmodium falcifarum bahkan sering mengalami koma, mual, muntah. Komplikasi yang sering kali timbul adalah ‘splenomegali” pembesaran limpa, hipoglikemia, serta kegagalan ginjal (Achmadi,2008). Gejala klasik malaria ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis atau yang belum mempunyai kekebalan (imunitas). Penderita demikian baru pertama kali menderita malaria, terdiri atas tiga stadium yang berurutan yaitu : 1.

  Menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya skizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik, demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita menggigil.

  2. Demam dengan suhu badan sekitar 37,5 – 40°C, sedangkan pada penderita hiperparasitemia (lebih dari 5%) suhu meningkat sampai lebh dari 40°C.

  3. Berkeringat (selama 2 – 4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita sehat kembali (Anies, 2006).

  Sedangkan di daerah endemis malaria, dalam hal ini penderita telah mempunyai imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas timbul tidak berurutan, bahkan bias Malaria yang disertai komplikasi, gejalanya seperti gejala malaria ringan tersebut, disertai dengan salah satu gejala di bawah ini( Anies, 2006):

  1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit) 2.

  Kejang 3. Panas tinggi diikuti gangguan kesehatan 4. Mata kuning dan tubuh kuning 5. Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan 6. Jumlah kencing kurang (oliguri)

7. Warna air kencing seperti the 8.

  Kelemahan umum 9. Napas sesak

2.4.Indikator Pengukuran Malaria dan Stratifikasi Daerah Malaria

2.4.1. Indikator Pengukuran Malaria

  Penyakit malaria di masyarakat terkenal denga berbagai indikator, yang menunjukkan besaran permasalahan atau potensi penyebaran malaria (Achmadi, 2008) :

  1. MOMI (monthly Malaria Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan hanya berdasar gejala klinis dalam waktu satu bulan saja. Apabila dalam satu wilayah tidak memiliki kemampuan untuk memeriksa parasit, yang disebabkan karena belum ada tenaga terlatih, dan atau tidak ada mikroskop untuk memeriksanya.

  2. MOPI (Monthly Malaria Parasite Incidence) yaitu penderita baru yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan sediaan darah yang menunjukkan adanya plasmodium menunjukan fluktuasi kasus, untuk menunjukkan bulan-bulan aktif penularan, serta memprediksi adanya kejadian luar biasa ( bila angka dua kali dari angka pola maksimum).

  3. Proporsi Plasmodium falciparum, untuk mengetahui dan mengamati adanya dominasi Plasmodiumfalcifarum yang berbahya.

  4. Parasite rate (PR), diperoleh dari Malariometrik Survei Evaluasi, yaitu memeriksa sediaan darah (SD) anak umur 0-9 tahun, dan dihitung sebagai berikut jumlah sediaan darah yang menunjukkan positif parasit dibanding jumlah SD yang dikumpulkan x 100%.

  5. API (Annual Parasit Incidence) adalah jumlah penderita positif plasmodium selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.

  6. AMI (Annual Malaria Incidence) adalah jumlah penderita malaria klinis selama satu tahun dibanding atau dibagi jumlah penduduk x 100%.

2.4.2. Stratifikasi Daerah Malaria

  Stratifikasi daerah malaria dalam kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa

  • – Bali maka dapat dibuat sebagai berikut : 1.

  Daerah Bebas Adalah desa yang terletak di wilayah Dati II tidak reseptif, tidak ada penularan selama 3 tahun terakhir (tidak ada potensial penularan).

  2. Derah Malaria Adalah desa reseptif sehingga masih terjadi penularan atau kondisi lingkungan

  Stratifikasi endemisitas malaria, didasarkan pada Annual Parasite Incidence (API). Berdasarkan API, suatu daerah diklasifikasikan menjadi 3 tingkat endemisitas, yaitu (KemenkesRI, 2010) :

  1. High Case Incidence (HCI), kalau API > 5 per 1.000 penduduk.

  2. Moderate Case Incidence (MCI), kalau API antara 1-5 1.000 penduduk.

  3. Low Case Incidence (LCI), kalau API < 1 per 1.000 penduduk.

2.5. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria

2.5.1. Pengendalian Penyakit Malaria

  Kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit malaria adalah sebagai berikut:

1. Penemuan Kasus

  Menurut Achmadi (2008) penemuan penderita malaria dapat dilakukan dengan cara : a. Aktif atau lazim dikenal dengan istilah Pencarian Kasus Secara Aktif (PKSA) atau Active Case Detection (ACD) , yaitu upaya rutin untuk mencari penderita dengan riwayat demam, baik penduduk setempat maupun yang baru kembali dari perjalanan dari daerah endemik malaria. Dan kunjungan ini dilakukan dari rumah ke rumah oleh Juru Malaria Desa.

  b. Pasif atau Pencarian Kasus Secara Pasif (PKSP) atau Pasif Case Detction (PCD), yaitu kassu diperoleh dari penderita yang datang ketempat-tempat Pelayanan Kesehatan Swasta yang mempunyai sarana pemeriksaan sediaan darah malaria diharuskan mengambil sediaan darah dari setiap penderita malaria klinis.

  c. Survei demam secara massal atau Mass Fever Survey (MFS). Selama ada KLB, diperlukan ACD dengan mencari semua penderita denga riwayat demam, serta mengambil sediaan darah untuk dilakukan pemeriksaan parasitologis, serta pengobatan sampai sembuh, sedangkan MFS memiliki filosofi mengobati yang sakit melindungi yang sehat (Achmadi, 2008).

  2. Pengendalian Vektor Pelaksanaan pengendalian vektor malaria didasarkan pertimbangan : Rational,

  

Effective, Sustainable , dan Acceptable yang biasa disingkat dengan RESSA yaitu :

  a. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vector yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi keriteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan Parasite rate > 3% b. Effective : Dipilih salah satu metode/jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan laporan masyarakat.

  c. Sustainable: Kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang

  d. Accepteble: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat (Depkes,2005).

  2.5.2. Pencegahan Penyakit Malaria Pencegahan terhadap malaria lebih utama daripada mengobati, upaya pencegahan dilakukan dengan cara (Anies, 2006) :

  1. Mengurangi pembawa gametosit Dengan pengobatan yang efektif diharapkan gametosit tidak sempat terbentuk di dalam darah penderita sehingga tidak menjadi sumber infeksi dan jika gametosit telah terbentuk dapat dipakai jenis obat yang secara spesifik dapat membunuh gametosit.

  2. Menghindari gigitan nyamuk Upaya untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting bagi daerah yang penderitanya banyak, khususnya di pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, tambak ikan maupun rawa, sangat dianjurkan untuk memakai baju lengan panjang. Celana panjang saat keluar rumah, terutama malam hari. Menggunakan kelambu saat tidur, memasang kawat kassa di jendela dan ventilasi rumah serta pengunaan minyak anti nyamuk merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk.

  3. Membunuh jentik dan nyamuk dewasa Beberapa langkah untuk membunuh jentik dan nyamuk yang dapat dilakukan dewasa yaitu : a. Penyemprotan rumah menggunakan insektisida yang sesuai, dua kali setahun, dengan interval enam bulan.

  b. Larvaciding

  Larvciding adalah kegiatan penyemprotan rawa-rawa, yang potensial sebagai tempat peridukan nyamuk malaria.

  c. Biologi control.

  Kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-panchax) dan ikan wader cetul (Lebistus reticulates) pada genangan-genangan air yang mengalir maupun persawahan, sehingga jentik-jentik nyamuk Anopheles dapat dimangsa oleh ikan-ikan tersebut.

  4. Mengurangi tempat peridukan nyamuk malaria Tempat peridukan nyamuk bermacam-macam, tergantung dari jenis nyamuknya.

  Ada yang hidup di pantai, persawahan, empang, rawa-rawa maupun tambak ikan yaitu dengan cara : a. Tambak ikan yang kurang terpelihara , harus dibersihkan. Parit-parit dipantai yang berisi air payau, harus ditutup. Sawah dengan sistem irigasi , harus dipastikan bahwa airnya mengalir dengan lancar.

  b. Pengeringan secara berkala dari sawah-sawah berteras diharapkan waktu kesempatan untuk bertelurnya nyamuk menjadi berkurang.

  c. Menganjurkan disektor pertanian agar mengusahakan melakukan panen padi secara serempak. Dengan panen berangsur angsur dapat melanggengkan keberadaan nyamuk karena habitatnya selalu ada.

  Kegiatan ini dapat dilakukan pada orang-orang yang melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria yang bertujuan agar tidak terjadi infeksi, serta timbul gejala-gejala malaria. Dengan cara meminum obat anti malaria sekurang- kurangnya seminggu sebelum berangkat, sampai setelah orang yang bersangkutan meninggalkan daerah endemis malaria.

2.6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan malaria

  Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain:

2.6.1. FaktorKondisi fisik rumah

  Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No 1 Tahun 2011).. Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : a. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perludiperhatikan di sini ialah :

  1) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakanatas cahaya matahari dan lampu. udara segar dapat terpelihara. 3) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan.

  b. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama.

  2) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

  c. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup.

  2) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik. 3) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan. 4) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

  d. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Rumah yang kokoh.

  3) Alat-alat listrik yang terlindungi. 4) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996). Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria : a.

  Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah.Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa rumah yang dindingnya tidak rapat mempunyai hubungan yang bermakna dengan angka kejadian malaria. b.

  Kawat kasa pada ventilasi, karena ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa kawat kasa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria.

  c.

  Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Hasil penelitian Thaharuddin (2004) menyebutkan bahwa langit-langit mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria.

  d.

  Pengaruh suhu, nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25 – 27 °C (DepkesRI, 2007).

  Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 °C atau lebih dari 40 °C (DepkesRI, 2007). Dan suhu juga berpengaruh pada siklus sporogenik di dalam tubuh nyamuk adalah 16 °C untuk Plasmodium

  

vivax dan Plasmodium malariae sedangkan Plasmodium falcifarum adalah 19

  °C dan pada suhu terendah dari 16 °C bila ada sporozoit di dalam tubuh nyamuk mengalami degenerasi (Depkes RI, 2007).

  e.

  Pengaruh kelembaban yaitu pada kelembapan kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk (Depkes RI, 2007). Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka, dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Kebutuhan kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembab basah di luar rumah sebagai tempat hinggap istirahat pada siang hari oleh karena kelembabam yang tinggi tidak terdapat di dalam rumah kecuali di daerah daerah tertentu (DepkesRI, 2007).

2.6.2. Faktor Lingkungan Sekitar

  rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk

  Anopheles seperti : a.

  Adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamukanopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).Hasil penelitian Thaharudin (2004) bahwa semak-semak mempunyai hubungan yang sangat bermakna dengan angka kejadian malaria.

  b.

  Adanya tambak udang dan ikan merupakan jenis habitat dari larva nyamuk

  Anopheles spp , petani dalam mengelola tambak udang dan ikan tidak terlepas

  adanya lahan yang terbengkalai maupun dikelola akan mengundang nyamuk, untuk berkembangbiak. Karena tambak dengan rumput dan lumut sebagai habitat Anopheles subpictus (Munif, 2010).

  c.

  Adanya rawa-rawa dengan rumput-rumputan tinggi merupakan habitat Anopheles hyrcanus (Munif, 2010).

  d.

  Genangan air pada parit akan menentukan jenis-jenis jentik dan jumlah jentik yang ditemukan dan jentik nyamuk Anopheles lebih menyenangi genangan yang baru (Depkes RI, 2007). Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria

  Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan lembab, juga terdapat diantara semak belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah (Iskandar , 1985).

  b) Anopheles balabacensis

  Anopheles balabacensis merupakan spesies yang antropofilik, lebih menyukai

  darah manusia ketimbang darah binatang. Nyamuk ini juga memiliki kebiasaan menggigit pada tengah malam hingga menjelang fajar sekitar jam empat pagi.

  Pada siang hari sulit menjumpai nyamuk ini di dalam rumah Spesies ini lebih menyukai hutan-hutan atau semak di sekitar pekarangan rumah(Achmadi, 2008).

  c) Anopheles maculatus Spesies nyamuk ini lebih menyukai darah binatang ternak, memiliki kebiasaan menggigit antara pukul 23:00 hingga 03:00 pagi. Spesies ini menyukai darah manusia yang berada di luar rumah serta istirahat di luar rumah, atau kebun mata air yang lansung kena sinar matahari. Pada musim kemarau biasanya kepadatan tinggi, namun pada musim hujan menurun karena tempat berkembangbiakan terkena aliran sungai deras akibat hujan (Achmadi, 2008)..

  Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia (Iskandar , 1985).

  d) Anopheles sundaicus

  Nyamuk ini merupakan salah satu spesies utama dalam penularan malaria di Pulau Jawa. Nyamuk ini bersifat antropofilik, memilih tempat istirahat di gantungan baju, di rumah-rumah, meski kadang-kadang dijumpai pula di luar rumah. Spesies ini termasuk memiliki daya jelajah terbang cukup jauh, yakni 3 km. Nyanuk ini memiliki habitat air payau, jentik yang berkumpul ditempat yang tertutup oleh tanaman, dan pada lumut yang mendapat sinar matahari langsung. Bekas galian pasir, muara sungai kecil yang tertutup pasir, tambak yang tidak dikelola, atau ditinggalkan pemiliknya merupakan tempat yang sangat ideal untuk perkembangbiakan Anopheles sundaicus (Achmadi, 2008).

2.7.Kerangka Konsep Kondisi Fisik Rumah 1.

  Kerapatan Dinding 2. Langit-langit 3. Kawat Kasa Pada Ventilasi 4. Suhu 5. Kelembaban

   Lingkungan Sekitar 1.

  Semak-semak

  Penderita Malaria 2.

  Tambak 3. Rawa-rawa 4. Parit

  Lingkungan Kimia 1.

  pH Tambak 2. pH Rawa-Rawa 3. pH Parit