BAB 2 LANDASAN TEORI - Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Jaringan Syaraf Biologi

  Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan pada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain. Diperkirakan manusia memiliki

  12

  18

  10 neuron dan 6x10 sinapsis. Dengan jumlah yang begitubanyak, otak mampu mengenali pola, melakukan perhitungan, dan mengontrol organ-organ tubuh dengan kecepatan yanglebih tinggi dibandingkan komputer digital (Puspitaningrum, 2006). Sebagai perbandingan, pengenalan wajahseseorang yang sedikit berubah misal memakai topi, memiliki jenggot tambahan dan lainnya akan lebih cepat dilakukan manusia dibandingkan komputer. Pada waktu lahir, otak mempunyai struktur yang menakjubkan karena kemampuannya membentuk sendiri aturan-aturan/pola berdasarkan pengalamanyang diterima. Jumlah dan kemampuan neuron berkembang seiring dengan pertumbuhan fisik manusia, terutama padaumur 0-2 tahun. Pada 2 tahun pertama umur manusia, terbentuk 1 juta sinapsis per detiknya.

Gambar 2.1 Susunan Neuron Biologis (Puspitaningrum, 2006) Perbedaan terminologis antara jaringan syaraf biologis dan tiruan disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Jaringan Syaraf Biologis dengan JST(Puspitaningrum, 2006).

  Neuron memiliki 3 komponen penting yaitu dendrit, soma dan axon. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal/tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut dimodifikasi(diperkuat/diperlemah) di celah sinaptik dan selanjutnya soma menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Kalau jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batasambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon. Frekuensi penerusan sinyal berbeda-bedaantara satu sel dengan yang lain. Neuron biologi merupakan sistem yang "fault tolerant" dalam 2 hal. Pertama, manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang pernah kita terimasebelumnya. Sebagai contoh, manusia sering dapat mengenali seseorang yang wajahnyapernah dilihat dari foto, atau dapat mengenali seseorang yang wajahnya agak berbedakarena sudah lama tidak dijumpainya. Kedua, otak manusia tetap mampu bekerja meskipun beberapa neuronnya tidakmampu bekerja dengan baik. Jika sebuah neuron rusak, neuron lain kadang-kadang dapat dilatih untuk menggantikan fungsi sel yang rusak tersebut.

2.2 Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network (NN))

  Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah suatu metode pembelajaran yang diinspirasi dari jaringan sistem pembelajaran biologis yang terjadi dari jaringan selsyaraf (neuron) yang terhubung satu dengan yang lainnya (Silvia, 2007).

  Berikut adalah beberapa definisi JST : a. JST adalah suatu teknik pemrosesan informasi berbasis komputer yang mensimulasikan dan memodelkan sistem syaraf biologis.

  b.

  Suatu model matematik yang mengandung sejumlah besar elemen pemroses yang diorganisasikan dalam lapisan-lapisan.

  c.

  Suatu sistem komputasi yang dibuat dari sejumlah elemen pemroses yang sederhana dan saling diinterkoneksikan untuk memproses informasi melalui masukan dari luar dan mampu inresponsi keadaan yang dinamis.

  d.

  JST adalah suatu teknologi komputasi yang berbasis hanya pada model syaraf biologis dan mencoba mensimulasikan tingkah laku dan kerja model syaraf.

  e.

  JST adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi. JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa: 1.

  Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).

  2. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung- penghubung.

  3. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

  4. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanyabukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

2.3 Arsitektur Jaringan Syaraf

  Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan antara lain (Siang, 2005): a.

  Jaringan Layar Tunggal (single layer network) JST dengan layar tunggal pertamakali dirancang oleh Widrow dan Hoff pada tahun 1960. Walaupun JST layar tunggal ini sangat terbatas penggunaannya, namun konsep dan gagasannya banyak dipakai oleh beberapa pakar untuk membuat model JST layar jamak.Dalam jaringan ini, sekumpulan inputneuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan output. Dalam beberapa model (misal perceptron), hanya ada sebuah unit neuronoutput.

Gambar 2.2 Jaringan Layar Tunggal (Siang, 2005)Gambar 2.2. menunjukkan arsitektur jaringan dengan n unit input (x ,x ,

  1

  2

  ... , x n ) dan m buah unit output (Y

  1 , Y 2 , ... , Y m ) dimana dalam jaringan ini semua

  unit input dihubungkan dengan semua unit output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada unit input yang dihubungkan dengan unit input lainnya. Demikian pula dengan unit output.

  Besarnya w menyatakan bobot hubungan antara unit ke-i dalam input

  ji

  dengan unit ke-j dalam output. Bobot-bobot ini saling independen. Selama proses pelatihan, bobot-bobot tersebut akan dimodifikasi untuk meningkatkan keakuratan hasil.

  b.

  Jaringan Layar Jamak (multi layer network) Jaringan layar jamak merupakan perluasan dari layar tunggal. Dalam jaringan ini, selain unit input dan output, ada unit-unit lain (sering disebut layar tersembunyi). Dimungkinkan pula ada beberapa layar tersembunyi. Sama seperti pada unit input dan output, unit-unit dalam satu layar tidak saling berhubungan.

Gambar 2.3 Jaringan Layar JamakGambar 2.3. adalah jaringan dengan n buah unit input (x , x , ... , x ),

  1 2 n

  sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p buah unit (z

  1 , ... , z p ) dan m buah unit output (Y , Y , ... , Y ). Jaringan layar jamak dapat menyelesaikan masalah yang

  1 2 m

  lebih kompleks dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama.

  c.

  Model JST dua lapisan dengan umpan balik Tokoh yang pertamakali mencetuskan ide tentang model jaringan syaraf tiruan dengan umpan balik adalah John Hopfield dari California Institute of

  Technology pada tahun 1982. Hopfield berpendapat bahwa kumpulan neuron tiruan dalam jumlah yang sangat besar dapat melakukan tugas-tugas tertentu.

  Hopfield juga membandingkan antara jumlah neuron pada binatang dengan jumlah neuron diperkirakan sekitar 1000 buah dan bila dibandingkan dengan manusia, jumlah neuron-nya mencapai 100 trilyun buah. Sungguh jumlah yang sangat fantastis.Dengan jumlah neuron yang sangat besar, JST memiliki sifat yaitu

  fault tolerance . Sifat ini mengandung maksud kerusakan sedikit atau sebagian

  pada sel-sel dalam jaringan tidak akan mempengaruhi output yang akan dikeluarkan.Model JST dua lapisan ini mempunyai sifat umpan balik, sehingga

  output yang dihasilkan akan mempengaruhi input yang akan masuk lagi ke dalam jaringan syaraf tersebut.

Gambar 2.4 Model JST Dua Lapisan Dengan Umpan Balik d.

  Model JST lapisan kompetitif Bentuk dari lapisan kompetitif merupakan bagian dari jumlah yang besar pada jaringan syaraf. Pada dasarnya, hubungan antara neuron satu dengan neuron yang lain pada lapisan kompetitif tidak ditunjukkan secara arsitektur pada beberapa jaringan syaraf. Contoh dari model atau arsitektur lapisan kompetitif dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana koneksi dari lapisan tersebut memiliki bobot – ε.

Gambar 2.5 Model JST Lapisan Kompetitif

  2.4 Fungsi Aktivasi Jaringan syaraf merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.

  Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut.

  Neuron

  • neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain. Pada jaringan syaraf, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Gambar 2.6 menunjukkan struktur neuron pada jaringan syaraf.

Gambar 2.6 Struktur Neuron Jaringan Syaraf Jika dilihat, neuron buatan ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis.

  

Neuron -neuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuron-

neuron biologis. Informasi (disebut dengan : input) akan dikirim ke neuron dengan

  bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot yang datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron. Apabila input tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, tapi kalau tidak, maka neuron tersebut tidak akan diaktifkan. Apabila neuron tersebut diaktifkan, maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot output nya ke semua neuron yang berhubungan dengannya dan demikianlah seterusnya.

  Pada jaringan syaraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layers). Biasanya neuron-neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Informasi yang diberikan pada jaringan syaraf akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai ke lapisan

  

output melalui lapisan yang lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan

  tersembunyi (hidden layer). Tergantung pada algoritma pembelajarannya, bisa jadi informasi tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan. Gambar 2.7 menunjukkan jaringan syaraf sederhana dengan fungsi aktivasi F.

Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Pada Jaringan Syaraf Sederhana(Puspitaningrum,

  2006) Pada Gambar 2.7 tersebut sebuah neuron akan mengolah N input (x

  1 , x 2 , ... , x N )

  yang masing-masing memiliki bobot w , w , ... , w dan bobot bias b, dengan rumus :

  l

  2 N

  N

  • a = b x w i i

  ∑ i = 1 kemudian fungsi aktivasi F akan mengaktivasi a menjadi output jaringan y.

  Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan. Fungsi Aktivasi yang digunakan pada Backpropagation antara lain : a.

  Fungsi sigmoid biner b.

  Fungsi sigmoid bipolar c. Fungsi linear a.

  Fungsi sigmoid biner Dalam Backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1).

  Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode Backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai output nya 0 atau 1 (Gambar 2.8).

  Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai :

  1

  y = f x = ( )

  σ − x

  • 1 e

  f x = f xf x

  ' ( ) σ ( ) ( 1 ( ) ) dengan :

Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner(Puspitaningrum, 2006) b.

  Fungsi sigmoid bipolar Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1 (Gambar 2.9).Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai: x

  −

  1 − e

  y = f ( ) x = − x

  • 1 e dengan:

  σ

  • 2

  f ' ( ) x = 1 f ( ) x 1 − f ( ) x [ ] [ ]

Gambar 2.9 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar(Puspitaningrum, 2006) c.

  Fungsi linear (identitas) Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai input (Gambar

  2.10).Fungsi linear dirumuskan sebagai : y = x

Gambar 2.10 Fungsi Aktivasi Linear (Puspitaningrum, 2006)

  2.5 Jaringan Syaraf Learning Vector Quantization (LVQ)

  Learning Vector Quantization

  (LVQ) adalah suatu metode untuk melakukanpembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. LVQ merupakan single-layer netpada lapisan masukan yang terkoneksi secaralangsung dengan setiap neuron pada lapisan keluaran. Koneksi antar neuron tersebutdihubungkan dengan bobot / weight. Neuron-neuron keluaran pada LVQ menyatakan suatukelas atau kategori tertentu (Kusumadewi, 2004).

  Proses pembelajaran pada LVQ dilakukan melalui beberapa epoh (jangkauan waktu) sampai batas epoh maksimal terlewati.LVQ melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisankompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input.Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya tergantung padajarak antara vektor- vektor input. Jika 2 vektor input mendekati sama, maka lapisankompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas yang sama.

  Menurut Pujara (2013), LVQ merupakan metode klasifikasi data adaptif berdasarkan pada data pelatihan dengan informasi kelas yang diinginkan. Walaupun merupakan suatu metoda pelatihan supervisedtetapi LVQ menggunakan teknik data clustering unsupervised untuk pra proses set data dan penentuan clustercenter-nya. Arsitektur jaringan LVQ hampir menyerupai suatu jaringan pelatihan kompetitif kecuali pada masing-masing unit output-nya yang dihubungkan dengan suatu kelas tertentu. Kusumadewi, S.& Hartati, S. 2004menyatakan LVQ merupakan metoda untuk melakukan pelatihan terhadap lapisan-lapisan kompetitif supervised. Lapisan kompetitif akan belajar secara otomatis untuk melakukan klasifikasi terhadap vektor inputyang diberikan. Apabila beberapa vektor inputmemiliki jarak yang sangat berdekatan, maka vektor-vektor inputtersebut akan dikelompokkan dalam kelas yang sama. Pemrosesan yang terjadi pada setiap neuron adalah mencari jarak antarasuatu

  vektor input ke bobot yang bersangkutan (w1 dan w2). Dimana w1 adalah vektor bobot yangmenghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron pertama pada lapisan output,sedangkan w2 adalah vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input keneuron yang kedua pada lapisan output. Fungsi aktivasi F1 akan memetakan y_in1 ke y1 = 1 apabila: |X – w1| < |X – w2|, dan y1 = 0 jika sebaliknya.

  Demikian pula dengan yang terjadi pada fungsi aktivasiF2, akan memetakan y_in1 ke y1 = 1 apabila |X – w2| < |X – w1|, dan y1 = 0 jika sebaliknya.

Gambar 2.11 menunjukan jaringan LVQ dengan unit pada lapisan input, dan 2 unit (neuron)pada lapisan output.Gambar 2.11 Arsitektur Jaringan Learning Vector Quantization

  (Kusumadewi,2004)

  Algoritma untuk LVQ adalah sebagai berikut: Notasi x : training vector (X1, X2, ..., Xn) T : kategori dari training vector yang benar Wj : Vektor bobot untuk kategori j Cj : Kategori j (hasil training) ||X – Wj|| : jarak Euclidian. Step 0 Inisialisasi Step 1 Jika kondisi stop salah, lakukan step 2 s.d. step 6 Step 2 Untuk setiap vector training, lakukan step 3 s.d. step 4 Step 3 dapatkan j sehingga ||X – Wj|| minimum

  Step 4 Update Wj Wj(baru) = Wj(lama) + α (X – Wj(lama)) ; Jika T = Ci Wj(baru) = Wj(lama) – α (X – Wj(lama)) ; Jika T ≠ Ci

  Step 5 Update Learning rate Step 6 Uji kondisi stop

  

Setelah dilakukan pelatihan, akan diperoleh bobot akhir (W). Bobot-bobot ini

nantinyaakan digunakan untuk melakukan simulasi atau pengujian data yang lain.

2.6 Jaringan Syaraf Backpropagation

  

Backpropagation adalah metode penurunan gradien untuk meminimalkan

  kuadrat error keluaran. Ada tiga tahap yang harus dilakukan dalam pelatihan jaringan, yaitu tahap perambatan maju (forward propagation), tahap perambatan balik, dan tahap perubahan bobot dan bias. Arsitektur jaringan ini terdiri dari input layer, hidden layer, dan output layer (Andrijasa, 2010).

  Y Y Y 1 k m w w w w w w w w w w w w 01 11 j p jk pk jm pm 1 1 0k 1k 0m 1m

  

1 Z Z Z

1 j p v v v v v v v v v v v v 01 11 i 1 n 1 0j 1j ij nj 0p 1p ip np

1 X

  1 X i n

  X Gambar 2.12 Arsitektur jaringan Backpropagation (Andrijasa, 2010).

  Keterangan : X = Masukan (input) V = Bobot lapisan tersembunyi W = Bobot lapisan keluaran n = Jumlah unit pengolah lapisan tersembunyi

  Z = Lapisan tersembunyi (hidden layer) Y = Keluaran (output)

  Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar

  tersembunyi. Gambar 2.12 adalah arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.

  V ji merupakan bobot garis dari unit masukan X i ke unit layar tersembunyi Z j (V jo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi Z ). W merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Z ke unit keluaran

  j kj j Y k (W k0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran Z k ).

2.6.1 Pelatihan Standar Backpropagation Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju.

  Pola masukkan dihitung maju mulai dari layar masukkan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur dimana selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi.

  Fase I : Propagasi maju Fase II : Propagasi mundur Fase III : Perubahan bobot Ketiga fase tersebut diulang – ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi.

  Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan (Andrijasa, 2010).

  Algoritma pelatihan untuk jaringan backpropagation

  a) Inisialisasi bobot (set bilangan acak kecil)

  b) Step 1

  Selama kondisi salah, lakukan steps 2 – 9

  c) Step 2 Untuk setiap pasangan data training lakukan step 3 – 8

  Fase Feedforward

  c) Step 3

  Setiap neuron input X menerima inputsignal X dan meneruskannya

  i i ke semua neuron hidden pada layer diatasnya.

  d) Step 4

  Setiap neuron hidden Zj menjumlahkan semua signal inputnya. j oj i ij + z _ in = v x v

  ∑

  Menjalankan fungsi aktifasinya untuk menghitung signal output-nya i Z = f(z_in) dan meneruskan signal ini kesemua neuron output pada

  j layer diatasnya.

  e) Step 5 Setiap neuron output Y k menjumlah signal input berbobotnya.

  y _ in = + w z w k ok j jkj

  Menjalankan fungsi aktifasinya untuk menghitung signal output- nya. y k = f(y_in k ).

  Backpropagation dari error

  f) Step 6

  Setiap neuron output Y k menerima pola target yang terkait dengan

  input

  pola training, menghitung komponen error δ = ( ty ) f ' ( y _ in ) k k k k dan menghitung komponen perubahan bobot (untuk mengubah w jk nanti)

  α δ ∆ w = z jk k j

  Menghitung komponen bias (untuk mengubah W nanti)

  ok

  ∆ w = k k α δ Dan mengirim k ke neuron pada layerdi bawahnya

  δ

  g) Step 7

  Setiap neuron hidden Z menjumlahkan inputdelta-nya (dari neuron

  j

  di atasnya) m

  = δ _ in δ w j k jkk = 1 Mengalikan dengan turunan dari fungsi aktifasi untuk menentukan

  komponen koreksi error-nya δ = δ _ in f ' ( z _ in ) j j j

  Menghitung komponen koreksi errornya (untuk mengubah v nanti)

  ij k ok j jk + y _ in = w z wj

  Menghitung komponen koreksi error-nya (untuk mengubah v 0j α δ nanti) ∆ v = j j h) Step 8

  Setiap neuron output Y k mengubah bobot dan biasnya: w (baru) = w (lama) +

  jk jk Δw jk.

  Setiap neuron hidden Z j mengubah bobot dan biasnya: v (baru) = v (lama) +

  jk jk Δv jk

  i) Step 9

  Test stopping condition

  1

  f (y_in k ) dan f’(z_in j ) dapat dinyatakan dalam bentuk y k dan z k tergantung fungsi aktifasi yang digunakan.

2.6.2 Inisialisasi Bobot Awal

  Pemilihan bobot awal sangat mempengaruhi jaringan saraf dalam mencapai minimum global terhadap nilai error, serta cepat tidaknya proses pelatihan menuju kekonvergenan. Apabila nilai bobot awal terlalu besar, maka input ke setiap lapisan sembunyi atau lapisan output akan jatuh pada daerah dimana turunan fungsi sigmoidnya sangat kecil dan apabila nilai bobot awal terlalu kecil maka input ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan output akan sangat kecil yang akan menyebabkan proses pelatihan akan berjalan sangat lambat (Puspitaningrum, 2006).

  Inisialisasi bobot awal terdiri dari 2 yaitu : 1. Inisialisasi Bobot Awal Secara Random

  Inisialisasi bobot awal secara random biasanya bobot awal diinisialisasi secara random dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5 (atau -1 sampai 1, atau interval yang lainnya).

2. Inisialisasi Bobot Awal Dengan Metode Nguyen-Widrow

  Metode Nguyen-Widrow akan menginisalisasi bobot-bobot lapisan dengan nilai antara -0.5 sampai 0.5. Sedangkan bobot-bobot dari lapisan input ke lapisan tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan lapisan tersembunyi dalam melakukan proses pembelajaran.

2.7 Curah Hujan

  Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1

  (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.

  Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.

  Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit. Adapun jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan (BMKG), diantaranya yaitu hujan kecil antara 0 – 21 mm per hari, hujan sedang antara 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat di atas 50 mm per hari.

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan

  Sebagai salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara- Selatan(Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local (BMKG, 2013).

  Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun. Monsundan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan diIndonesia, sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antartahunan di Indonesia(BMKG, 2013).

  Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karenaitu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan Suhu Permukaan Laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujandi Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena coupleantara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu PermukaanLaut (SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika).

  Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagianbarat. Sedangkan di Indonesia mengalamipenurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini dikenal sebagai DM (-). Hasil kajian yang telah dilakukanmenunjukkan adanya hubungan antarafenomena DM dengan curah hujan yang terjadi di atas Sumatera bagian Selatan sebesar -0,81. Selain itu adanya pengaruh DM terhadap curah hujan di Benua Maritim Indonesia (BMI) yang berdampak kepada DM, angin zonal serta curah hujan di Sumatera Barat. Seperti halnya di Sumatera Barat, analisis keterkaitan kejadian DM terhadap perilaku curah hujan yang tersebar di beberapa stasiun penakar curah hujan yang ada di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Dengan menggunakan lebih banyak data stasiun untuk kedua kawasan tersebut, diharapkan dapat dianalisis keadaan curah hujan di kawasan tersebut yang mewakili curah hujan sebenarnya terutama yang terjadi pada saat kejadian DM.

  Untuk memprediksi kecenderungan yang akan terjadi pada periode mendatang adalah melihat tiga kemungkinan kejadian yaitu kondisi normal, ada El Nino ataumuncul La Nina(BMKG, 2013). Ada cara yang dapat dilakukan dengan melihat prediksi anomali suhu muka laut (Sea Surface Temperatur Anomaly (SSTA)).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian - Analisis Hukum tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Konsultansi untuk pekerjaan survey dan penyelidikan tanah SUTET 275 KV Sigli-Lhoksumawe dan SUTT 150 KV Takengon-Blang Kjeren, st

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Konsultansi untuk pekerjaan survey dan penyelidikan tanah SUTET 275 KV Sigli-Lhoksumawe dan SUTT 150 KV Takengon-Blang Kjeren, studi pada PT. Prima Layanan Nasional Enj

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpanan Dana (Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)

0 1 9

Pemeliharaan Kebersihan Diri Ibu Hamil di Kecamatan Medan Belawan

0 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemeliharaan Kebersihan Diri Ibu Hamil di Kecamatan Medan Belawan

0 0 13

Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 29

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gelombang Bunyi - Pengenalan Nada Gitar dengan Menggunakan Metode Fast Fourier Transform (FFT)

0 0 11

Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

1 1 63

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN - Analisis Perbandingan Backpropagation Dengan Learning Vector Quantization (LVQ) Untuk Memprediksi Curah Hujan Di Kota Medan

0 0 46