BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Nelayan - Fenomena Anak Putus Sekolah Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pasar II Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Masyarakat Nelayan

  Masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, yang kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat.

  Menurut Abdul Syani (2007:30) bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupan.Supaya dapat menjelaskan pengertian masyarakat secara umum, maka perlu ditelaah tentang ciri-ciri dari masyarakat itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto dalam Syani (2007:30), menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok yaitu:

  1) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.

  Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama. 2)

  Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginan- keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

  3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. 4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Nelayan di dalam Ensiklopedia Indonesia digolongkan sebagai pekerja, yaitu orang-orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai mata pencahariannya. Dalam kamus besar Indonesia pengertian nelayan adalah orang yang mata pencaharian utama dan usaha menangkap ikan di laut.

  Nelayan dikenal sebagai masyarakat yang lekat dengan kemiskinan. Kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan pun terkadang sulit untuk dipenuhi secara sehat apalagi sempurna. Apalagi tentang pendidikan dan kesehatan, mungkin sangat jauh dari sempurna (Kalyanamitra, 2005). Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan nelayan serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (biasanya nelayan). Persoalan pendidikan ini tidak terlepas dari kemiskinan yang melingkupi masyarakat nelayan (Sulistyowati, 2003).

  Pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah pekerjaan yang sangat berat. Mereka yang menjadi nelayan tidak dapat membayangkan pekerjaan lain yang lebih mudah, sesuai kemampuan yang mereka miliki. Keterampilan sebagai nelayan amat sederhana dan hampir sepenuhnya dapat dipelajari dari orang tua mereka sejak mereka masih anak-anak.

  Apabila orang tua mereka mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu membebaskan diri dari profesi nelayan. Turun-temurun adalah nelayan (Mubyarto, 1989). Hampir setiap tahun jumlah anak-anak nelayan di seluruh wilayah Indonesia yang putus sekolah mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah anak nelayan putus sekolah tersebut dipicu oleh terus memburuknya kemiskinan keluarga mereka. Memburuknya kemiskinan nelayan tersebut terjadi seiring dengan terus menurunnya pendapatan melaut mereka (Suhana, 2006).

  Masyarakat nelayan sendiri secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang dikawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009:27). Sedangkan menurut M. Khalil Mansyur mengatakan bahwa masyarakat nelayan dalam hal ini bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan itu. Masyarakat nelayan dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal menetap didaerah pinggir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan yakni dengan menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring, pancing,dll.

  Dari beberapa definisi masyarakat nelayan dan definisi nelayan yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa: 1)

  Masyarakat nelayan adalah kelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian menangkap ikan laut.

  2) Masyarakat nelayan bukan hanya mereka yang mengatur kehidupannya hanya bekerja dan mencari ikan di laut, melainkan mereka yang juga tinggal disekitar pantai walaupun mata pencaharian mereka adalah bercocok tanam dan berdagang.

  Jadi pengertian nelayan secara luas adalah sekelompok manusia yang mempunyai mata pencaharian pokok mencari ikan di laut dan hidup di daerah pantai, bukan mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mencari ikan di laut karena mereka bukan termasuk komunitas orang yang memiliki ikatan budaya masyarakat pantai.

2.2 Pengertian Pendidikan

  Secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa Yunani, paedagogiek yang artinya ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak (Ekosusilo, 1993:12).

  Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan potensi-potensi pembawaan baik itu berupa jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan budaya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan beberapa pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan.

  Menurut H. M. Arifin (1996:11) : “Pendidikan adalah usaha melestarikan, mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus”.

  Zuhairini juga mengkatatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa ketingkat kedewasaan, dalam arti sadar dan mampu memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berdiri diatas kaki sendiri”.

  Dari beberapa pengertian pendidikan diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai aktivitas dan usaha manusia yang sadar, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada generasi penerus (si terdidik) terhadap perkembangan pribadinya baik jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat kedewasaan berfikir dan bertindak.

  Pengertian pendidikan menurut jenisnya adalah sebagai berikut: 1)

  Pendidikan formal: kegiatan pendidikan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dan berjenjang , dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya termasuk kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi dan latihan professional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

  2) Pendidikan informal: proses yang berlangsung sepanjang usia, sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari (keluarga, tetangga,lingkungan pergaulan, dsb).

  3) Pendidikan non formal: setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis. Diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas (kursus) untuk tujuan belajar tertentu.

  Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang kedua setelah lembaga pendidikan informal (keluarga). Tugas dan tanggung jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah masing-masing.

  Tujuan dari pendidikan formal mencakup tiga aspek yaitu: 1)

  Aspek kognitif meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah dengan menggunakan akal keterampilan mental.

  2) Aspek afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi terhadap nilai-nilai kebudayaan.

  3) Aspek psikomotor meliputi tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual dan motorik.

  Tugas sekolah tidak hanya membuat manusia yang mempunyai akal dan pikiran yeng tinggi dengan memberikan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan juga bertugas mempengaruhi anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, berkepribadian yang utuh dan bertanggung jawab dan trampil dalam berbuat(Ekosusilo, 1993:74).

  Dalam bab II pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepeda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Tujuan pendidikan yang telah dirumuskan berdasarkan landasan pancasila dan UUD 1945 pada dasarnya adalah manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya yang dimaksudkan disini adalah pertama, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, berbudi pekerti luhur. Ketiga, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Keempat, sehat jasmani dan rohani. Kelima, kepribadian mantab dan mandiri. Dan keenam, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan(Latif, 2009:12-13).

  2.3 Lingkungan Sosial, Budaya, dan Pendidikan Anak

  Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Disitulah anak itu memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman diluar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan itu. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan.

  Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak diluar keluarga. Disini ia mendapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenalnya di rumah. Kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya.

  Di lingkungan ini ia berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola kelakuan yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang dapat digunakan dalam lingkungan ini, dan ada yang perlu mengalami perubahan dan penyesuaian. Dengan mengalami konflik disana-sini anak itu lambat laun mengenal kode kelakuan lingkungan itu dan turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan demikian sosialisasi anak senantiasa diperluas.Dalam lingkungan itu ia dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi ia dapat juga mempelajari kelakuan yang buruk, bergantung pada sifat kelompoknya(Nasution, 2010:154-155)

  2.4 Teori Pilihan Rasional

  Menurut Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor. Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (atau nilai, keperluan). Teori pilihan rasional tak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor.

  Meski teori pilihan rasional berawal dari tujuan atau maksud aktor, namun teori ini memperhatikan sekurang-kurangnya dua pemaksa utama tindakan. Pertama adalah keterbatasan sumber. Aktor mempunyai sumber yang berbeda maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya yang lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar, pencapaian tujuan mungkin relatif mudah. Tetapi, bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang sedikit, pencapaian tujuan mungkin sukar atau mustahil sama sekali.

  Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya kesempatan (opportunity cost) atau “biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan berikutnya yang sangat menarik namun tak jadi dilakukan”. Dalam mengejar tujuan tertentu, aktor tentu memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi dilakukan itu.

  Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumber dayanya tak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang berupaya mencapai keuntungan maksimal, dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan kedua yang paling bernilai.

  Sumber pemaksa kedua atas tindakan aktor individual adalah lembaga sosial. Seperti dinyatakan Friedman dan Hechter dalam Ritzer dan Goodman (2004:357-358) aktor individual biasanya akan :

  Merasakan tindakannya diawasi sejak lahirnya hingga mati oleh aturan keluarga dan sekolah; hukum dan peraturan; kebijakan tegas; gereja; sinagoge dan mesjid; rumah sakit dan pekuburan.

  Dengan membatasi rentetan tindakan yang boleh dilakukan individu, dengan dilaksanakannya aturan permainan meliputi norma, hukum, agenda, dan aturan pemungutan suara secara sistematis mempengaruhi akibat sosial (Friedman dan Hechter, 1988:202).

  Hambatan kelembagaan ini menyediakan baik sanksi positif maupun sanksi negatif yang membantu mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertentu dan menghindarkan tindakan yang lain(Ritzer dan Goodman, 2004:357-358).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

0 0 12

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

0 3 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lembaga Zakat 2.1.1 Pengertian Lembaga Zakat - Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 4 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 0 8

Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 8

Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lingkungan dan Pencemaran - Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

0 0 15