LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN P (3)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE DENGAN
GAGAL NAFAS DI RUANG ICU RSUD TUGUREJO SEMARANG
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Kritis
Prodi DIII Keperawatan Semarang
NAMA
:ITA FITRIANA
NIM
:P1337420114062
KELAS
:3A2
SEMESTER :VI
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE DENGAN
GAGAL NAFAS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
A. KONSEP DASAR STROKE
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2005). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Brunner & Suddarth, 2005).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya
secara mendadak.
2. Klasifikasi
a. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri
kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).
b. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
3. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
4. Faktor resiko terjadinya stroke
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalurjalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah
dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
(Brunner & Suddarth, 2005).
6. Tanda dan Gejala
Menurut Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa
yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata
yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis pada stroke menurut
Brunner dan Suddarth (2005)
meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Brunner dan
Suddarth (2005) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus
lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke menurut
Brunner dan Suddarth (2005) adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
B. KONSEP DASAR GAGAL NAFAS
1. Pengertian
Gagal
nafas
adalah
ketidakmampuan
sistem
pernafasan
untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia (Brunner & Sudarth,
2005).
2. Jenis
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema.
3. Etiologi
a. Depresi sistem saraf pusat: mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah
batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer: akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls
yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan
atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi.
4. Patofisiologi
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Kapasitas vital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan stroke, mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
5. Tanda dan Gejala
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
3) Adanya kesulitasn inflasi paru.
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan seperti snoring dan whizing.
2) Ada retraksi dada
c. Hiperkapni atau hipoksemia
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri: Hipoksemia (Ringan : PaO2 < 80 mmHg,
Sedang : PaO2 < 60 mmHg, Berat : PaO2 < 40 mmHg).
b. Pemeriksaan rontgen dada: melihat keadaan patologik dan atau kemajuan
proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
d. EKG: mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
C. FOKUS ASSESMENT (PATHWAY)
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke dengan gagal nafasa adalah
adalah:
1. Airway
Peningkatan sekresi pernapasan, bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
Pengkajian Pola:
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala
:merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,
susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda
:gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala
:adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda
:hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3. Integritas Ego
Gejala
:perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda
:emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala
:perubahan pola berkemih
Tanda
:distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
5. Makanan/ Cairan
Gejala
:nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda
:kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Gejala
:sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda
:status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
7. Kenyamanan / Nyeri
Gejala
:sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda
:tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernapasan
Tanda
:ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
9. Keamanan
Tanda
:masalah dengan penglihatan, perubahan
sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan
berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
gangguan dalam memutuskan.
10. Interaksi Sosial
Tanda
:masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala
:adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
oral, kecanduan alkohol.
D. MASALAH/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Nanda, 2015) meliputi :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
a. Interupsi aliran darah
b. Gangguan oklusif, hemoragi
c. Vasospasme serebral
d. Edema serebral
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan:
a. adanya depresan pusat pernapasan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler
b. Kelemahan, parestesia
c. Paralisis spastis
d. Kerusakan perseptual/ kognitif
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
a. Kerusakan sirkulasi serebral
b. Kerusakan neuromuskuler
c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
d. Kelemahan/ kelelahan
5. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
b. Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Nyeri/ ketidaknyamanan
d. Depresi
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
a. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
8. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
a. Kurang pemajanan
b. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
c. Tidak mengenal sumber-sumber informasi
E. INTERVENSI DAN RASIONALISASI
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke
berdasarkan NIC (2013) dan NOC (2013) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Intervensi:
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Intra Kranial (TIK).
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan
a. Tujuan : Pola nafas efektif
b. Kriteria hasil:
1) RR 18-20 x permenit
2) Ekspansi dada normal
c. Intervensi :
1) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
2) Auskultasi bunyi nafas.
3) Pantau penurunan bunyi nafas.
4) Pastikan kepatenan O2 binasal
5) Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
6) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
7) Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktivitas.
c. Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan
yang
berarti/
menjaga
kekurangan
tersebut
dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
4. Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler.
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga\
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan
yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
5. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
c. Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul,
rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional:membantu
melatih
kembali
jaras
sensorik
untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot.
a. Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b. Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
c. Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
2) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien
3) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap
hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi.
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.
a. Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
b. Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam
situasi.
c. Intervensi;
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
2) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.
3) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
4) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional:
membangun
kembali
rasa kemandirian
dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
5) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
8. Resiko
tinggi
kerusakan
menelan
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler/ perseptual.
a. Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
b. Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
c. Intervensi;
1) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktorfaktor ini.
2) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
4) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:
meningkatkan
pelepasan
endorphin
dalam
otak
yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
5) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
a. Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
b. Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
3) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal
yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
4) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau klien.
Rasional:
mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau
keluarga
5) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir
Rasional:
berfikir.
stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
F. BUKU SUMBER
Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : EGC
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). USA: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maridean, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). USA: Elsevier.
Nanda Internasional. (2015). Diagnosis keperawatan 2015-2017. EGC : Jakarta.
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC.
Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke (http://askepsolok.blogspot.com/
2008/08/stroke.html).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE DENGAN
GAGAL NAFAS DI RUANG ICU RSUD TUGUREJO SEMARANG
Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Kritis
Prodi DIII Keperawatan Semarang
NAMA
:ITA FITRIANA
NIM
:P1337420114062
KELAS
:3A2
SEMESTER :VI
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE DENGAN
GAGAL NAFAS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
A. KONSEP DASAR STROKE
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2005). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Brunner & Suddarth, 2005).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh
sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau
perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya
secara mendadak.
2. Klasifikasi
a. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri
kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan).
Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).
b. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil
mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
3. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke
otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi.
4. Faktor resiko terjadinya stroke
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total).
Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis
Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis
terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalurjalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi
pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah
dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah
ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri..
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
(Brunner & Suddarth, 2005).
6. Tanda dan Gejala
Menurut Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah
kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa
yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata
yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis pada stroke menurut
Brunner dan Suddarth (2005)
meliputi:
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Brunner dan
Suddarth (2005) adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan
oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus
lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke menurut
Brunner dan Suddarth (2005) adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan
iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
B. KONSEP DASAR GAGAL NAFAS
1. Pengertian
Gagal
nafas
adalah
ketidakmampuan
sistem
pernafasan
untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia (Brunner & Sudarth,
2005).
2. Jenis
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema.
3. Etiologi
a. Depresi sistem saraf pusat: mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah
batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
b. Kelainan neurologis primer: akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls
yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan.
Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan
atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi.
4. Patofisiologi
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Kapasitas vital adalah ukuran
ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien
dengan stroke, mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga
pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
5. Tanda dan Gejala
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
3) Adanya kesulitasn inflasi paru.
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan seperti snoring dan whizing.
2) Ada retraksi dada
c. Hiperkapni atau hipoksemia
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri: Hipoksemia (Ringan : PaO2 < 80 mmHg,
Sedang : PaO2 < 60 mmHg, Berat : PaO2 < 40 mmHg).
b. Pemeriksaan rontgen dada: melihat keadaan patologik dan atau kemajuan
proses penyakit yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
d. EKG: mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
C. FOKUS ASSESMENT (PATHWAY)
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke dengan gagal nafasa adalah
adalah:
1. Airway
Peningkatan sekresi pernapasan, bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
Pengkajian Pola:
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala
:merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,
susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda
:gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan
umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala
:adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda
:hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi
vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
3. Integritas Ego
Gejala
:perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda
:emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala
:perubahan pola berkemih
Tanda
:distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
5. Makanan/ Cairan
Gejala
:nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes,
peningkatan lemak dalam darah.
Tanda
:kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Gejala
:sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda
:status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
7. Kenyamanan / Nyeri
Gejala
:sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda
:tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernapasan
Tanda
:ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
9. Keamanan
Tanda
:masalah dengan penglihatan, perubahan
sensori persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan
berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
gangguan dalam memutuskan.
10. Interaksi Sosial
Tanda
:masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala
:adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi
oral, kecanduan alkohol.
D. MASALAH/ DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Nanda, 2015) meliputi :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
a. Interupsi aliran darah
b. Gangguan oklusif, hemoragi
c. Vasospasme serebral
d. Edema serebral
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan:
a. adanya depresan pusat pernapasan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler
b. Kelemahan, parestesia
c. Paralisis spastis
d. Kerusakan perseptual/ kognitif
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
a. Kerusakan sirkulasi serebral
b. Kerusakan neuromuskuler
c. Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
d. Kelemahan/ kelelahan
5. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
a. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
b. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh
ansietas)
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
b. Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Nyeri/ ketidaknyamanan
d. Depresi
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan:
a. Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
8. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
a. Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
a. Kurang pemajanan
b. Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
c. Tidak mengenal sumber-sumber informasi
E. INTERVENSI DAN RASIONALISASI
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke
berdasarkan NIC (2013) dan NOC (2013) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
a. Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
b. Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
c. Intervensi:
1) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
3) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan
Intra Kranial (TIK).
4) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan
a. Tujuan : Pola nafas efektif
b. Kriteria hasil:
1) RR 18-20 x permenit
2) Ekspansi dada normal
c. Intervensi :
1) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
2) Auskultasi bunyi nafas.
3) Pantau penurunan bunyi nafas.
4) Pastikan kepatenan O2 binasal
5) Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
6) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
7) Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
a. Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
b. Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkan aktivitas.
c. Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan
yang
berarti/
menjaga
kekurangan
tersebut
dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
4. Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler.
a. Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
b. Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi
kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga\
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan
yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
5. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
a. Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b. Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
mengakui perubahan dalam kemampuan.
c. Intervensi;
1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul,
rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain)
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional:membantu
melatih
kembali
jaras
sensorik
untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
4) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot.
a. Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
b. Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
c. Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
2) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien
3) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap
hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi.
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.
a. Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
b. Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam
situasi.
c. Intervensi;
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
2) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.
3) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
4) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional:
membangun
kembali
rasa kemandirian
dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
5) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
8. Resiko
tinggi
kerusakan
menelan
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskuler/ perseptual.
a. Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
b. Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan.
c. Intervensi;
1) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktorfaktor ini.
2) Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
4) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:
meningkatkan
pelepasan
endorphin
dalam
otak
yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
5) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
a. Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
b. Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
c. Intervensi;
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
3) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal
yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
4) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau klien.
Rasional:
mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau
keluarga
5) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berfikir
Rasional:
berfikir.
stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
F. BUKU SUMBER
Brunner & Suddarth. (2005). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : EGC
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). USA: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maridean, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). USA: Elsevier.
Nanda Internasional. (2015). Diagnosis keperawatan 2015-2017. EGC : Jakarta.
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC.
Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke (http://askepsolok.blogspot.com/
2008/08/stroke.html).