LAPORAN PENDAHULUAN HEMORARGI POST PARTU
LAPORAN PENDAHULUAN HEMORARGI POST PARTUM
A. DEFINISI • Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau
lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009: 128) • HPP adalah
hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai. (F. Gary
Cunningham, 2006: 704) • HPP adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III
seleszai (setelah plasenta lahir) (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) • HPP adalah
perdarahan pervagina lebih dari 500 ml setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) • HPP
adalah perdarahan yang melebihi 500 ml (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B.
KLASIFIKASI Peredarahan post partum dibagi dalam: 1. Hemorargi Post Partum Primer
Adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran (Suherni,
2009: 128) Perdarahan Post Partum Dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama
(Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam
pertama persalinan (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) Peningkatan perdarahan per
vagina dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) 2. Hemorargi Post
Partum Sekunder Adalah mencakup semua kejadian PPH yang terjadi antara 24 jam
setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum (Suherni, 2009: 128) Peningkatan
perdarahan per vagina setelah 24 jam pertama melahirkan (hemorargi pasca partum
lambat) (EGC, 2006: 107) Perdarahan post partum lambat bila perdarahan terjadi setelah
24 jam pertama (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah 24 jam pertama
(F. Gary Cunningham, 2006: 704) C. FAKTOR PREDISPOSISI a. Miometrium
hipotonus-antonia uteri - Beberapa anestetik umum-hidrokarbon berhalogen - Gangguan
perfusi miometrium-hipotensi • Perdarahan • Anestesia Regional - Overdistensi uterusjanin besar, kembar, hidroamnion - Setelah persalinan lama - Setelah partus persipitatus Setelah induksi oksitosin atau augmentasi persalinan - Paritas tinggi - Atonia uteri pada
kehamilan sebelumnya - Korioamnionitis b. Retensi jaringan plasenta - Avulsi kotilidon,
lobus suksenturiatus - Perlekatan abnormal-akreta, inkreta, perkreta c. Trauma Saluran
Genetalia - Episiotomi lebar, termasuk perluasan - Laserasi perinium, vagina, atau servix
- Ruptura uteri d. Gangguan koagulasi - Memperparah semua yang di atas (F. Gary
Cunningham, 2006: 704) Predisposisi atonia uteri : • Grandemultipara • Uterus yang
terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) • Kelainan uterus
(uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) • Plasenta previa dan solutio plasenta
(perdarahan anteparturn) • Partus lama (exhausted mother) • Partus precipitatus •
Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) • Infeksi uterus • Anemi berat • Penggunaan
oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) • Riwayat perdarahan
pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual • Pimpinan kala III yang salah,
dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas • IUFD
yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) • Tindakan operatif
dengan anestesi umum yang terlalu dalam. Copyright © 2005 Nucleus Communications,
Inc. All rights reserved D. ETIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Penyebab
Hemorargi Post Partum Primer a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau
selaput ketuban tertahan) b. Trauma genital(meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan
termasuk sectio caesaria, episiotomi). c. Koagulasi Intravascular Diseminata. d. Inversi
Uterus. 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Penyebab Hemorargi Post Partum Sekunder
a. Fragmen Plasenta atau selaput ketuban tertahan b. Pelepasan jaringan mati setelah
persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rectum) c. Terbukanya
luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur uterus). (Suherni, 2009: 128-129) E.
PATOFISIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Dengan terlepasnya plasenta, arteriarteri dan vena-vena uterina yang mengangkut dari dan ke plasenta terputus secara tibatiba. Di bagian tubuh lain, hemostasis tanpa ligasi bedah bergantung pada vasospasme
intrinsik dan pembentukan bekuan darah lokal. Di tempat implantasi plasenta, yang
paling penting untuk hemostasis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk
menekan pembuluh dan menutup lumennya. Potongan plasenta atau bekuan darah besar
yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif sehingga
hemostasis di tempat implantasi terganggu. Perdarahan post partum yang fatal dapat
terjadi akibat uterus hipotonik walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal.
Sebaliknya, apabila miometrium di tempat implantasi atau di dekatnya berkontraksi dan
beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat implantasi
plasenta walaupun mekanisme pembentukan darah sangat terganggu. (F. Gary
Cunningham, 2006: 704-705) 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Uterus yang tidak
dapat berkontraksi dan tidak mengalami retraksi yang sempurna menyebabkan trombus
yang menutupi perlukaan lepas dan mencair kembali. Terutama bila bekuan darah itu
besar dan mengeras oleh terbentuknya serabut fibrosa. Semua itu membentuk benda
asing, dimana uterus terangsang untuk berkontraksi guna mengeluarkannya sehingga
terjadi perdarahan. Demikian pula jika ada lesi lain atau trauma yang mengganggu
penyembuhan pada perlukaan. http://tikiv.blogspot.com/2008_11_01_archive. F.
TANDA DAN GEJALA 1. Hemorargi Post Partum Primer a. Atonia Uterus - Uterus
tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Prawirohardjo,
Sarwono, 2007:175) b. Robekan jalan lahir - Darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir - Uterus berkontraksi dan keras - Plasenta lengkap c. Retensio Plasenta Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera - Uterus berkontraksi dan keras
d. Retensi Bagian Plasenta - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap. - Perdarahan segera. e. Inversio Uteri - Uterus tidak teraba - Lumen
vagina terisi massa - Tampak tali pusat ( bila plasenta belum lahir) (Prawirohardjo,
Sarwono, 2007:175) a. AtoniaUteri: Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi
dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) b. Robekanjalan lahir Gejala yang
selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi
uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. c.
Retensioplasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera,kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan d.
Tertinggalnyaplasenta(sisaplasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian
selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera Gejala yang
kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. e.
Inversiouterus Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau
berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-per.... 2. Hemorargi Post
Partum Sekunder - Perdarahan terjadi lebih dari 24 jam setelah pelahiran - Uterus lebih
lunak dan lebih besar dari yang diperkirakan setelah pelahiran (EGC, 2006: 109) G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah
lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL
berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk - Pemeriksaan golongan darah dan tes
antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor
koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan b. Pemeriksaan radiologi Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan
yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat
dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. - USG pada periode antenatal dapat
dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor
predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG
dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan
variannya. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com H. PENATALAKSANAAN Hemorargi Post Partum Atonik
1. Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah 2. Kaji kondisi pasien
(denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan
banyaknya darah yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas
dalam kondisi terbuka, palingkan wajah hilang. 3. Berikan oksitosik (oksitosin 10 iu IV
dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melaqlui IV) 4. Siapkan
donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan Na Cl 11/15 menit apabila
pasien mengalami syok yang parah gunakan plasma ekspander. 5. Kandung kemih selalu
dlam kondisi kosong 6. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40
iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit. Usahakan tetap
menyusui bayinya. 7. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi
bimanual. 8. Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka
lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan lacerasi yang
menyebabkan perdarahan tersebut 9. Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi
yang diikuti dengan demam, menggigil, lokhea berbau busuk, segera berikan antibiotik
berspektrum luas. 10. Lakukan pencatatan yang akurat (Suherni dkk, 2009: 129-130) I.
KOMPLIKASI 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan
sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut
pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2.
Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes
inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172-173) J. DIAGNOSIS Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul
perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka
waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak
pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang
wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%.
Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan
pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara
rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi
perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan
plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat
atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena
perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi
dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan
jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.
Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah
sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di
Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan
sebab utama kematian dalam persalinan. http://www.emedicine.com K. PROGNOSA
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal akibat
perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi. (Prof.
Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172) Hampir separuh wanita yang melahirkan pervaginam
mengeluarkan darah dalam jumlah tersebut atau lebih, apabila diukur secara kuantitatif.
Hal ini setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesaria 1400 ml pada
histerektomi sesaria darurat. Wanita yang secara normal mengalami hipervolemia selama
hamil biasanya akan mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 sampai 60 persen,
yang untuk wanita berukuran tubuh rata-rata setara dengan 1 sampai 2 liter. Karenanya,
ia dapat mentoleransi tanpa mengalami penurunan bermakna hematokrit post partum
perdarahan saat pelahiran yang volumenya mendekati jumlah pertambahan darah selama
hamil. Pada satu penelitian, rerata hematokrit post partum menurun sebesar 2,6 sampai
4,3 persen volume; sepertiga wanita tidak memperlihatkan penurunan atau malah
mengalami peningkatan. (F. Gary Cunningham, 2006: 704) ASUHAN KEBIDANAN
HEMORARGI POST PARTUM I. PENGKAJIAN A. Data Subjektif Atonia uterus
dialami dan sekurang-kurangnya 5% wanita melahirkan, khususnya wanita
grandemultipara. (Bobak dkk, 2005: 664-665) Gejala-gejala: - Perdarahan pervaginam Konsistensi rahim lunak - Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh
bekuan darah atau selaput janin) - Tanda-tanda syok (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172) Tentang jumlah pendarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari
normal dimana telah menyebabkan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik ,90 mmHg, nadi>100x/menit, kadar
Hb,8 g%) (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B. Data Objektif a. Pemeriksaan tandatanda vital 1). Suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 38ْC dianggap normal.
Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360ْC – 37ْC), terjadi penurunan akibat
hipovolemia 2). Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat. 3). Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil,
memperingan hipovolemia 4) Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan
juga menjadi tidak normal. b. Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk
mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh.
Pengkajian ini meliputi : 1. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen
plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma) 2. Sistem
vaskuler Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya Tensi diawasi tiap 8 jam Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit,
bengkak dan merah Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem Reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30
menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi
fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama
3 hari terhadap warna, banyak dan bau c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat
tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas d. Vulva dilihat
apakah ada edema atau tidak e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan
kolostrum f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi) 4. Traktus urinarius Diobservasi tiap 2 jam selama 2
hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain 5. Traktur gastro
intestinal Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi 6. Integritas Ego : Mungkin
cemas, ketakutan dan khawatir C. Inspeksi Dengan pemeriksaan dalam dilakukan
eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan
adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. D. Palpasi
- Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. - Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga
pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi
jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,
hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. E. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan
laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan. b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat
cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum
pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa
plasenta. - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitasdan spesifisitas
dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../
askep-atonia-uteri II. MENIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH A.
Diagnosa : Atonia Uteri (EGC, 2006: 109) B. Masalah : darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, muaL, Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok,
tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah
keluar melalui vagina terus meneru afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../askepatonia-uteri III. MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
DIAGNOSA POTENSIAL 1 Sindrom Sheehan 2. Diabetes inspidus DIAGNOSA
POTENSIAL 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan
sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut
pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2.
Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes
inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172-173) IV. INTERVENSI V. RASIONAL 1. Dipasang slang intravena selama
persalinan dan diambil contoh darah 2. Mengkaji tinggi fundus 3. Memasase uterus 4.
Diberikan oksitosin atau metilergonovin secra profilaksis 5. Dilakukan pemeriksaan in
spekulo dan eksplorasi kavum uteri 6. Melakukan kompresi bimanual 7. Dilakukan
histerektomi 8. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit 1. Mengetahui golongan sebagai
persiapan jika membutuhkan tranfusi 2. menentukan apakah batasnya tegas atau
meragukan 3. Membantu menimbulkan kontraksi uterus (Walsh, Linda V, 2008:499) 4.
Menigkatkan kontraksi uterus (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 190) 5. Mendeteksi
perdarahan lanjut 6. kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. http://puskesmaspalaran.wordpress.com 7. Tindakan yang
sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. http://puskesmaspalaran.wordpress 8. Memperkirakan kehilangan jumlah darah
total dan mengevaluasi hemodinamik pascapartum. (F. Gary Cunningham, dkk. 2006:
706) VI. IMPLEMENTASI Dilakukan pemasangan tampon uterus atau laparatomi untuk
melakukan ligasi arteria hipogastrika ataupun histerektomi (Prawirohardjo, Sarwono,
2005: 191) VII. EVALUASI - Dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap
pelahiran - Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks dan keseluruhan vagina harus
dilakukan setelah ekstraksi bokong (F. Gary Cunningham, 2006: 706)
B. HEMORARGIA POST PARTUM
1. DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi
kehilangan darah yang sangat banyak
2. PENYEBAB HPP
a. Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
- Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
- Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
- Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
c.
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
- Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
- Hematoma vulva
- Robekan dinding vagina
- Robekan serviks
- Gangguan pembekuan darah
- Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3. KLASIFIKASI HPP
a. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta
dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam pertama
4. DIAGNOSA HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan
postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang
deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan
yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung
dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
5. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II
dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara
IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi
- Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a. Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
c.
a.
b.
c.
d.
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
Memberikan derivat prostaglandin
Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
Kompresi aorta abdominalis
Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem
terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup
tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Penanganan hematoma :
a. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang
kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b. Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan
pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut.
Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar
Penanganan robekan dinding vagina :
a. Robekan dinding vagian harus dijahit
b. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks
ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
a.
b.
c.
d.
Penanganan retensio plasenta :
Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan,
maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual plasenta
Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap,
tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan
dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapatdapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal
Mengenal faktor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil
kembar hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sbelumnya dan
kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pecegahan partus lama
Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
Kehamilan resiko rendah agar emlahirkan di tenga kesehatan yang terlatih dan menghindari
persalinan dukun
Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama mengahdapi perdarahan pasca persalinan dan
mengadakan rujukan sebagaiman mestinya
Penanganan sisa plasenta
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakuakn dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu
apabila
memungkinkan,
sisa
plasenta
dapat
dikeluarkan
secara
manual
Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis
dibandingkan
dengan
kuretase
pada
abortus
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan pemberian obat uterotonika
melalui suntikan atau peroral
b. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian
besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
c. Lakukan ekplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila
servik hanya dapat dilalui oleh isntrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau
dilatasi atau kuretase
d. Bila kadar Hb 8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10 hari.
a.
POHON MASALAH
HHP Sekunder
Perdarahan setelah 24 jam post partum
Terlepasnya sebagian plasenta/retenso plasenta/inversio uteri
Atonia uteri
Gangguan pembekuan darah
Laserasi jalan lahir/ruptur uteri/trauma persalinan
Perawatan
Fluxus banyak
perawatan atonia uteri
Curet
berikan ergomitrin
fluxus
Bila tidak ada hipertensi
curet
Uterus vaginal tampon
24 jam (kalau perlu)
infus RL dan Oksitosin
Tempon dilepas di kamar oprasi
Bila suhu tinggi beri pamol
fluxus sedikit
febris
konserfatif AB
Suportive
curet
Penanganan:
a. Penanganan umum
Memasang infus
Transfusi darah
Pemberian antibiotik
Pemberian uterotonik
b. Mencari sebabnya bila tidak ada inversio/myoma maka dapat curet
c. Pada robekan serviks, vagina dan perineum, perdarahan diatasi dengan menjahit kembali
INTERVENSI
Dx
: Ny............ P................. masa nifas.....jam/hari ke.............
Tujuan : ibu bisa menjalani masa nifas tanpa komplikasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV : TD : 100/70 – 120/80 mmHg
S : 36,5- 37,5 x/menit
N : 80-100 x/menit
RR : 16-24 x/menit
TFU : sesuai dengan lama nifas
Lochea : sesuai dengan lama nifas
UC baik
Perdarahan berkurang
Intervensi
1. Lakukan pendekatan terapeutik pada klien dan keluarga
R: dengan pendekatan terapeutik akan tercipta hubungan saling percaya dan terjalin kerjasama
yang baik antara tenaga kesehatan dan klien
2. Lakukan Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
R : mencegah infeksi silang antara pasien dan petugas kesehatan
3. Lakukan pemeriksaan pada ibu (TTV, konjungtiva, TFU, mamae, lochea, dan perineum)
R : dengan melakukan pemeriksaan dapat mengetahui kondisi klien pasca partum dan
mendeteksi adanya kelainan yang menyertai masa nifas, serta dengan memberitahu hasil
pemeriksaan
4. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
R : dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
5. Pastikan bahwa kandung kemih kososng. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan katerisasi
menggunakan teknik aseptik
R : meberikan tekanan secar langsung pada pembuluh terbuka didinding dalam uterus dan
merangsang kandung kemih untuk berkontraksi
6. Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika dan drip oksitosin, memberikan 0,2
mg IM (jangan diberikan jikahipertensi
R : ergometrin akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
7. Pasang infus RL +oksitosin menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml + 20
unit. Habiskan 500 ml pertama secara cepat
R : dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan oksitosin IV
akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus
8. Lalukan masase pada uterus searah jarum jam
R : memperkuat kontraksi uterus
9. Observasi jumlah pendarahan
R : deteksi dini adanya kehilangan cairan
10. Berikan informasi tentang perubahan-perubahan yang dialami selama masa nifas
R : perubahan yang akan dialaminya sehingga ibu dapat beradaptasi
11. Motivasi untuk mobilisasi dini
R : dengan melakukan mobilitas dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat
12. Pantau intake dan output
R : dengan melakukan pemantauan intake dan output dapat mendeteksi secara dini bila terjadi
dehidrasi sehingga dapat segera dilayani
Masalah
A. Anemia
Tujuan : Anemia dapat teratasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
Suhu 36,5 – 37,5 C
TD 110/70 – 120/20 mmHg
UC baik
Perdarahan kurang dari 500 cc
TFU sesuai masa nifas
Intervensi
1. Observasi TTV dan perhatikan keluhan pasien
R : dapat segera mendeteksi keadaan abnormal
2. Observasi TFU, kontraksi uterus dan perdarahan
R : Memastikan kontraksi uterus baik, menilai perdarahan dan memastikan involusi uterus sesuai
dengan harinya
3. Pasang infus RL
R : Mencegah terjadinya syok
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi dan masase uterus
R : dengan mobilisasi dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat dan mempercepat
kontraksi uterus
5. Lakukan pemeriksaan Lab Hb
R : dengan pemeriksaan Hb dapat diketahui pasien kurang darah atau tidak
6. Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika
R : oxsitosin IV akan dapat cepat merangsang kontraksi uterus
7. Berikan terapi Fe dan Vit C
R : untuk memperbaiki darah
B. Syok
Tujuan : syok dapat dihindari
KH
: KU ibu baik
TTV dalam batas normal
TFU sesuai dengan masa nifas
Perdarahan kurang dari 500 cc
Intervensi
1. Kaji jumlah darah yang hilang, pantau tanda dan gejala syok
R : perdarahan berlebihan dan tetap dapat mengancam hidup pasien/ mengakibatkan infeksi post
partum, nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi
2. Periksa suhu dan keadaan umum ibu
R : dengan observasi TTV, kita bisa tahu apakah ibu terkena syok atau tidak
3. Baringkan ibu miring ke kiri
R : mencegah kompresi aorta dan vena cafa inverior meningkatkan aliran balik vena
C. Perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH
: KU baik
Kesadaran Compsmentis
TTV dalam batas normal
Pengeluaran pervaginam dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga
berhenti
4. Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
D. Infeksi
Tujuan : infeksi dapat dihindari
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Gunakan alat-alat yang steril dalam melakukan tindakan
R : alat yang steril akan mencegah infeksi
2. Lakukan setiap asuham kebidanan sesuai dengan protap yang telah ditentukan
R: jika dalam melakukan setiap asuhan sesuai dengan protap maka resiko infeksi lebih kecil
Kebutuhan
A. Penaganan perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga
berhenti
4. Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
B. KIE tentang vulva Hygiene
Tujuan : ibu lebih mengerti bagaimana cara menjaga kebersihan alat genetalianya
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan ibu untuk membersihkan alat genetalianya sehabis BAB/BAK
R : dengan menyabun genetalia maka akan meminimalisir kuman dan bakteri untuk masuk
delam vagina
2. Anjurkan pada ibu untuk sesering mungkin ganti pembalut bila diras penuh
R : dengan pembalut yang selalu bersih maka akan mencegah adanya kumaan masuk dalam
vagina
3. Anjurkan ibu untuk memakai celana dalam yang terbuat dari katun
R : celana dalam yang terbuat dari katun akan lebih menyerap keringat sehingga tidak mudah
lembab
C. KIE tentang nutrisi dan cairan
Tujuan : kebutuhan ibu akan nutrisi dan cairan terpenuhi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan ibu untuk tidak tarak
R : jika ibu tidak tarak maka proses penyembuhan luka akan lebih cepat
2. Anjurkan ibu untuk minum air putih yang banyak
R : membantu ibu mengganti cairan yang hilang kaarena persalinan
D. Dukungan mental
Tujuan : ibu merasa lebih tenang
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Beritahukan dukungan dan jelaskan keadaan ibu dan juga bayinya
R : agar ibu merasa lebih tenang
2. Dukungan dari keluarga dan suami
R : dengan dukungan suami dan keluarga, ibu akan merasa lebih tenang
IMPLEMENTASI
Tindakan dari intervensi sesuai kebutuhan klien
EVALUASI
Dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keefektifitasan asuahan kebidanan yang dilakukan
dengan mengacu pada kriteria hasil
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yetti.2010.Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta : Pustaka Rihama
Jannah, N. 2011.Asuhan Ibu nifas.Jakarta:AR-RUZZ MEDIA
Prawirohadjo, Sarwono.2001.Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakrta:YBP-SP
Suherni,dkk.2009.Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta : Fitramaya
Sunarsih, tri dan vivian Nanny Lia D. 2011.Asuhan Kebidanan pada ibu Nifas.Jakarta: Salemba
Medika
B. HEMORARGIA POST PARTUM
1.
DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi
kehilangan darah yang sangat banyak
2. PENYEBAB HPP
a. Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
- Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
- Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
- Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
c.
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
- Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
- Hematoma vulva
- Robekan dinding vagina
- Robekan serviks
- Gangguan pembekuan darah
- Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3. KLASIFIKASI HPP
a. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta
dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam pertama
4. DIAGNOSA HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan
postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang
deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan
yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung
dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
5. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II
dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara
IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi
- Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a. Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
- Memberikan derivat prostaglandin
c.
a.
b.
c.
d.
Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
Kompresi aorta abdominalis
Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem
terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup
tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Penanganan hematoma :
a. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang
kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b. Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan
pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut.
Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar
Penanganan robekan dinding vagina :
a. Robekan dinding vagian harus dijahit
b. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks
ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Penanganan retensio plasenta :
Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan,
maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual plasenta
Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap,
tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan
dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapatdapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar
Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal
Mengenal faktor predisposisi p
A. DEFINISI • Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau
lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009: 128) • HPP adalah
hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai. (F. Gary
Cunningham, 2006: 704) • HPP adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III
seleszai (setelah plasenta lahir) (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) • HPP adalah
perdarahan pervagina lebih dari 500 ml setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) • HPP
adalah perdarahan yang melebihi 500 ml (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B.
KLASIFIKASI Peredarahan post partum dibagi dalam: 1. Hemorargi Post Partum Primer
Adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran (Suherni,
2009: 128) Perdarahan Post Partum Dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama
(Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam
pertama persalinan (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) Peningkatan perdarahan per
vagina dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (EGC, 2006, 107) 2. Hemorargi Post
Partum Sekunder Adalah mencakup semua kejadian PPH yang terjadi antara 24 jam
setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum (Suherni, 2009: 128) Peningkatan
perdarahan per vagina setelah 24 jam pertama melahirkan (hemorargi pasca partum
lambat) (EGC, 2006: 107) Perdarahan post partum lambat bila perdarahan terjadi setelah
24 jam pertama (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188) Perdarahan setelah 24 jam pertama
(F. Gary Cunningham, 2006: 704) C. FAKTOR PREDISPOSISI a. Miometrium
hipotonus-antonia uteri - Beberapa anestetik umum-hidrokarbon berhalogen - Gangguan
perfusi miometrium-hipotensi • Perdarahan • Anestesia Regional - Overdistensi uterusjanin besar, kembar, hidroamnion - Setelah persalinan lama - Setelah partus persipitatus Setelah induksi oksitosin atau augmentasi persalinan - Paritas tinggi - Atonia uteri pada
kehamilan sebelumnya - Korioamnionitis b. Retensi jaringan plasenta - Avulsi kotilidon,
lobus suksenturiatus - Perlekatan abnormal-akreta, inkreta, perkreta c. Trauma Saluran
Genetalia - Episiotomi lebar, termasuk perluasan - Laserasi perinium, vagina, atau servix
- Ruptura uteri d. Gangguan koagulasi - Memperparah semua yang di atas (F. Gary
Cunningham, 2006: 704) Predisposisi atonia uteri : • Grandemultipara • Uterus yang
terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) • Kelainan uterus
(uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) • Plasenta previa dan solutio plasenta
(perdarahan anteparturn) • Partus lama (exhausted mother) • Partus precipitatus •
Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) • Infeksi uterus • Anemi berat • Penggunaan
oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) • Riwayat perdarahan
pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual • Pimpinan kala III yang salah,
dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas • IUFD
yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) • Tindakan operatif
dengan anestesi umum yang terlalu dalam. Copyright © 2005 Nucleus Communications,
Inc. All rights reserved D. ETIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Penyebab
Hemorargi Post Partum Primer a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: placenta atau
selaput ketuban tertahan) b. Trauma genital(meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan
termasuk sectio caesaria, episiotomi). c. Koagulasi Intravascular Diseminata. d. Inversi
Uterus. 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Penyebab Hemorargi Post Partum Sekunder
a. Fragmen Plasenta atau selaput ketuban tertahan b. Pelepasan jaringan mati setelah
persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina, kandung kemih, rectum) c. Terbukanya
luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur uterus). (Suherni, 2009: 128-129) E.
PATOFISIOLOGI 1. Hemorargi Post Partum Primer Dengan terlepasnya plasenta, arteriarteri dan vena-vena uterina yang mengangkut dari dan ke plasenta terputus secara tibatiba. Di bagian tubuh lain, hemostasis tanpa ligasi bedah bergantung pada vasospasme
intrinsik dan pembentukan bekuan darah lokal. Di tempat implantasi plasenta, yang
paling penting untuk hemostasis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk
menekan pembuluh dan menutup lumennya. Potongan plasenta atau bekuan darah besar
yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif sehingga
hemostasis di tempat implantasi terganggu. Perdarahan post partum yang fatal dapat
terjadi akibat uterus hipotonik walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal.
Sebaliknya, apabila miometrium di tempat implantasi atau di dekatnya berkontraksi dan
beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat implantasi
plasenta walaupun mekanisme pembentukan darah sangat terganggu. (F. Gary
Cunningham, 2006: 704-705) 2. Hemorargi Post Partum Sekunder Uterus yang tidak
dapat berkontraksi dan tidak mengalami retraksi yang sempurna menyebabkan trombus
yang menutupi perlukaan lepas dan mencair kembali. Terutama bila bekuan darah itu
besar dan mengeras oleh terbentuknya serabut fibrosa. Semua itu membentuk benda
asing, dimana uterus terangsang untuk berkontraksi guna mengeluarkannya sehingga
terjadi perdarahan. Demikian pula jika ada lesi lain atau trauma yang mengganggu
penyembuhan pada perlukaan. http://tikiv.blogspot.com/2008_11_01_archive. F.
TANDA DAN GEJALA 1. Hemorargi Post Partum Primer a. Atonia Uterus - Uterus
tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Prawirohardjo,
Sarwono, 2007:175) b. Robekan jalan lahir - Darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir - Uterus berkontraksi dan keras - Plasenta lengkap c. Retensio Plasenta Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera - Uterus berkontraksi dan keras
d. Retensi Bagian Plasenta - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap. - Perdarahan segera. e. Inversio Uteri - Uterus tidak teraba - Lumen
vagina terisi massa - Tampak tali pusat ( bila plasenta belum lahir) (Prawirohardjo,
Sarwono, 2007:175) a. AtoniaUteri: Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi
dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) b. Robekanjalan lahir Gejala yang
selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi
uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. c.
Retensioplasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera,kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat
putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan d.
Tertinggalnyaplasenta(sisaplasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian
selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera Gejala yang
kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. e.
Inversiouterus Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa,
tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau
berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
http://fkunsri.wordpress.com/2007/07/25/pendarahan-pasca-per.... 2. Hemorargi Post
Partum Sekunder - Perdarahan terjadi lebih dari 24 jam setelah pelahiran - Uterus lebih
lunak dan lebih besar dari yang diperkirakan setelah pelahiran (EGC, 2006: 109) G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah
lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL
berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk - Pemeriksaan golongan darah dan tes
antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor
koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan b. Pemeriksaan radiologi Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan
yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat
dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta. - USG pada periode antenatal dapat
dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor
predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG
dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan
variannya. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com H. PENATALAKSANAAN Hemorargi Post Partum Atonik
1. Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah 2. Kaji kondisi pasien
(denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan
banyaknya darah yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas
dalam kondisi terbuka, palingkan wajah hilang. 3. Berikan oksitosik (oksitosin 10 iu IV
dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melaqlui IV) 4. Siapkan
donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan Na Cl 11/15 menit apabila
pasien mengalami syok yang parah gunakan plasma ekspander. 5. Kandung kemih selalu
dlam kondisi kosong 6. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40
iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit. Usahakan tetap
menyusui bayinya. 7. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi
bimanual. 8. Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka
lakukan pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan lacerasi yang
menyebabkan perdarahan tersebut 9. Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi
yang diikuti dengan demam, menggigil, lokhea berbau busuk, segera berikan antibiotik
berspektrum luas. 10. Lakukan pencatatan yang akurat (Suherni dkk, 2009: 129-130) I.
KOMPLIKASI 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan
sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut
pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2.
Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes
inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172-173) J. DIAGNOSIS Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul
perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka
waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak
pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang
wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%.
Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan
pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara
rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi
perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan
plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat
atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi; sedangkan pada perdarahan karena
perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi
dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan
jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.
Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah
sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di
Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan
sebab utama kematian dalam persalinan. http://www.emedicine.com K. PROGNOSA
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal akibat
perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi. (Prof.
Sulaiman Sastrawinata, 2005: 172) Hampir separuh wanita yang melahirkan pervaginam
mengeluarkan darah dalam jumlah tersebut atau lebih, apabila diukur secara kuantitatif.
Hal ini setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesaria 1400 ml pada
histerektomi sesaria darurat. Wanita yang secara normal mengalami hipervolemia selama
hamil biasanya akan mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 sampai 60 persen,
yang untuk wanita berukuran tubuh rata-rata setara dengan 1 sampai 2 liter. Karenanya,
ia dapat mentoleransi tanpa mengalami penurunan bermakna hematokrit post partum
perdarahan saat pelahiran yang volumenya mendekati jumlah pertambahan darah selama
hamil. Pada satu penelitian, rerata hematokrit post partum menurun sebesar 2,6 sampai
4,3 persen volume; sepertiga wanita tidak memperlihatkan penurunan atau malah
mengalami peningkatan. (F. Gary Cunningham, 2006: 704) ASUHAN KEBIDANAN
HEMORARGI POST PARTUM I. PENGKAJIAN A. Data Subjektif Atonia uterus
dialami dan sekurang-kurangnya 5% wanita melahirkan, khususnya wanita
grandemultipara. (Bobak dkk, 2005: 664-665) Gejala-gejala: - Perdarahan pervaginam Konsistensi rahim lunak - Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh
bekuan darah atau selaput janin) - Tanda-tanda syok (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172) Tentang jumlah pendarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari
normal dimana telah menyebabkan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik ,90 mmHg, nadi>100x/menit, kadar
Hb,8 g%) (Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173) B. Data Objektif a. Pemeriksaan tandatanda vital 1). Suhu badan Suhu biasanya meningkat sampai 38ْC dianggap normal.
Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360ْC – 37ْC), terjadi penurunan akibat
hipovolemia 2). Nadi Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat. 3). Tekanan darah Tekanan darah biasanya stabil,
memperingan hipovolemia 4) Pernafasan Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan
juga menjadi tidak normal. b. Pemeriksaan Khusus Observasi setiap 8 jam untuk
mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh.
Pengkajian ini meliputi : 1. Nyeri/ketidaknyamanan Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen
plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma) 2. Sistem
vaskuler Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya Tensi diawasi tiap 8 jam Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit,
bengkak dan merah Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura. 3. Sistem Reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30
menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi
fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama
3 hari terhadap warna, banyak dan bau c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat
tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas d. Vulva dilihat
apakah ada edema atau tidak e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan
kolostrum f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi) 4. Traktus urinarius Diobservasi tiap 2 jam selama 2
hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain 5. Traktur gastro
intestinal Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi 6. Integritas Ego : Mungkin
cemas, ketakutan dan khawatir C. Inspeksi Dengan pemeriksaan dalam dilakukan
eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan
adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. D. Palpasi
- Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. - Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga
pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi
jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan
inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina,
hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. E. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan
laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan. b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat
cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum
pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa
plasenta. - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitasdan spesifisitas
dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya. afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../
askep-atonia-uteri II. MENIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH A.
Diagnosa : Atonia Uteri (EGC, 2006: 109) B. Masalah : darah rendah, denyut nadi cepat
dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, muaL, Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok,
tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah
keluar melalui vagina terus meneru afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/.../askepatonia-uteri III. MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
DIAGNOSA POTENSIAL 1 Sindrom Sheehan 2. Diabetes inspidus DIAGNOSA
POTENSIAL 1. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan
sindrom sheehan, yaitu: kegagalan laktasi, amenorhe, atrofi payudara, rontok rambut
pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroidi, dan insufisiensi korteks adrenal. 2.
Diabetes inspidus Perdarahan banyak pascapersalinan dapat mengakibatkan diabetes
inspidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior. (Prof. Sulaiman Sastrawinata, 2005:
172-173) IV. INTERVENSI V. RASIONAL 1. Dipasang slang intravena selama
persalinan dan diambil contoh darah 2. Mengkaji tinggi fundus 3. Memasase uterus 4.
Diberikan oksitosin atau metilergonovin secra profilaksis 5. Dilakukan pemeriksaan in
spekulo dan eksplorasi kavum uteri 6. Melakukan kompresi bimanual 7. Dilakukan
histerektomi 8. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit 1. Mengetahui golongan sebagai
persiapan jika membutuhkan tranfusi 2. menentukan apakah batasnya tegas atau
meragukan 3. Membantu menimbulkan kontraksi uterus (Walsh, Linda V, 2008:499) 4.
Menigkatkan kontraksi uterus (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 190) 5. Mendeteksi
perdarahan lanjut 6. kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan. http://puskesmaspalaran.wordpress.com 7. Tindakan yang
sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. http://puskesmaspalaran.wordpress 8. Memperkirakan kehilangan jumlah darah
total dan mengevaluasi hemodinamik pascapartum. (F. Gary Cunningham, dkk. 2006:
706) VI. IMPLEMENTASI Dilakukan pemasangan tampon uterus atau laparatomi untuk
melakukan ligasi arteria hipogastrika ataupun histerektomi (Prawirohardjo, Sarwono,
2005: 191) VII. EVALUASI - Dilakukan inspeksi serviks dan vagina setelah setiap
pelahiran - Pemeriksaan terhadap rongga uterus, serviks dan keseluruhan vagina harus
dilakukan setelah ekstraksi bokong (F. Gary Cunningham, 2006: 706)
B. HEMORARGIA POST PARTUM
1. DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi
kehilangan darah yang sangat banyak
2. PENYEBAB HPP
a. Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
- Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
- Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
- Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
c.
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
- Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
- Hematoma vulva
- Robekan dinding vagina
- Robekan serviks
- Gangguan pembekuan darah
- Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3. KLASIFIKASI HPP
a. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta
dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam pertama
4. DIAGNOSA HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan
postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang
deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan
yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung
dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
5. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II
dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara
IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi
- Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a. Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
c.
a.
b.
c.
d.
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
Memberikan derivat prostaglandin
Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
Kompresi aorta abdominalis
Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem
terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup
tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Penanganan hematoma :
a. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang
kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b. Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan
pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut.
Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar
Penanganan robekan dinding vagina :
a. Robekan dinding vagian harus dijahit
b. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks
ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
a.
b.
c.
d.
Penanganan retensio plasenta :
Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan,
maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual plasenta
Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap,
tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan
dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapatdapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal
Mengenal faktor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil
kembar hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sbelumnya dan
kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pecegahan partus lama
Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
Kehamilan resiko rendah agar emlahirkan di tenga kesehatan yang terlatih dan menghindari
persalinan dukun
Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama mengahdapi perdarahan pasca persalinan dan
mengadakan rujukan sebagaiman mestinya
Penanganan sisa plasenta
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakuakn dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu
apabila
memungkinkan,
sisa
plasenta
dapat
dikeluarkan
secara
manual
Kuretase harus dilakukan dirumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim realatif tipis
dibandingkan
dengan
kuretase
pada
abortus
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilajutkan dengan pemberian obat uterotonika
melalui suntikan atau peroral
b. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian
besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
c. Lakukan ekplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila
servik hanya dapat dilalui oleh isntrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau
dilatasi atau kuretase
d. Bila kadar Hb 8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hr selama 10 hari.
a.
POHON MASALAH
HHP Sekunder
Perdarahan setelah 24 jam post partum
Terlepasnya sebagian plasenta/retenso plasenta/inversio uteri
Atonia uteri
Gangguan pembekuan darah
Laserasi jalan lahir/ruptur uteri/trauma persalinan
Perawatan
Fluxus banyak
perawatan atonia uteri
Curet
berikan ergomitrin
fluxus
Bila tidak ada hipertensi
curet
Uterus vaginal tampon
24 jam (kalau perlu)
infus RL dan Oksitosin
Tempon dilepas di kamar oprasi
Bila suhu tinggi beri pamol
fluxus sedikit
febris
konserfatif AB
Suportive
curet
Penanganan:
a. Penanganan umum
Memasang infus
Transfusi darah
Pemberian antibiotik
Pemberian uterotonik
b. Mencari sebabnya bila tidak ada inversio/myoma maka dapat curet
c. Pada robekan serviks, vagina dan perineum, perdarahan diatasi dengan menjahit kembali
INTERVENSI
Dx
: Ny............ P................. masa nifas.....jam/hari ke.............
Tujuan : ibu bisa menjalani masa nifas tanpa komplikasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV : TD : 100/70 – 120/80 mmHg
S : 36,5- 37,5 x/menit
N : 80-100 x/menit
RR : 16-24 x/menit
TFU : sesuai dengan lama nifas
Lochea : sesuai dengan lama nifas
UC baik
Perdarahan berkurang
Intervensi
1. Lakukan pendekatan terapeutik pada klien dan keluarga
R: dengan pendekatan terapeutik akan tercipta hubungan saling percaya dan terjalin kerjasama
yang baik antara tenaga kesehatan dan klien
2. Lakukan Cuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan
R : mencegah infeksi silang antara pasien dan petugas kesehatan
3. Lakukan pemeriksaan pada ibu (TTV, konjungtiva, TFU, mamae, lochea, dan perineum)
R : dengan melakukan pemeriksaan dapat mengetahui kondisi klien pasca partum dan
mendeteksi adanya kelainan yang menyertai masa nifas, serta dengan memberitahu hasil
pemeriksaan
4. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
R : dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik
5. Pastikan bahwa kandung kemih kososng. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan katerisasi
menggunakan teknik aseptik
R : meberikan tekanan secar langsung pada pembuluh terbuka didinding dalam uterus dan
merangsang kandung kemih untuk berkontraksi
6. Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika dan drip oksitosin, memberikan 0,2
mg IM (jangan diberikan jikahipertensi
R : ergometrin akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
7. Pasang infus RL +oksitosin menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml + 20
unit. Habiskan 500 ml pertama secara cepat
R : dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan oksitosin IV
akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus
8. Lalukan masase pada uterus searah jarum jam
R : memperkuat kontraksi uterus
9. Observasi jumlah pendarahan
R : deteksi dini adanya kehilangan cairan
10. Berikan informasi tentang perubahan-perubahan yang dialami selama masa nifas
R : perubahan yang akan dialaminya sehingga ibu dapat beradaptasi
11. Motivasi untuk mobilisasi dini
R : dengan melakukan mobilitas dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat
12. Pantau intake dan output
R : dengan melakukan pemantauan intake dan output dapat mendeteksi secara dini bila terjadi
dehidrasi sehingga dapat segera dilayani
Masalah
A. Anemia
Tujuan : Anemia dapat teratasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
Suhu 36,5 – 37,5 C
TD 110/70 – 120/20 mmHg
UC baik
Perdarahan kurang dari 500 cc
TFU sesuai masa nifas
Intervensi
1. Observasi TTV dan perhatikan keluhan pasien
R : dapat segera mendeteksi keadaan abnormal
2. Observasi TFU, kontraksi uterus dan perdarahan
R : Memastikan kontraksi uterus baik, menilai perdarahan dan memastikan involusi uterus sesuai
dengan harinya
3. Pasang infus RL
R : Mencegah terjadinya syok
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi dan masase uterus
R : dengan mobilisasi dini dapat membantu involusi uterus lebih cepat dan mempercepat
kontraksi uterus
5. Lakukan pemeriksaan Lab Hb
R : dengan pemeriksaan Hb dapat diketahui pasien kurang darah atau tidak
6. Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian uterotonika
R : oxsitosin IV akan dapat cepat merangsang kontraksi uterus
7. Berikan terapi Fe dan Vit C
R : untuk memperbaiki darah
B. Syok
Tujuan : syok dapat dihindari
KH
: KU ibu baik
TTV dalam batas normal
TFU sesuai dengan masa nifas
Perdarahan kurang dari 500 cc
Intervensi
1. Kaji jumlah darah yang hilang, pantau tanda dan gejala syok
R : perdarahan berlebihan dan tetap dapat mengancam hidup pasien/ mengakibatkan infeksi post
partum, nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi
2. Periksa suhu dan keadaan umum ibu
R : dengan observasi TTV, kita bisa tahu apakah ibu terkena syok atau tidak
3. Baringkan ibu miring ke kiri
R : mencegah kompresi aorta dan vena cafa inverior meningkatkan aliran balik vena
C. Perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH
: KU baik
Kesadaran Compsmentis
TTV dalam batas normal
Pengeluaran pervaginam dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga
berhenti
4. Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
D. Infeksi
Tujuan : infeksi dapat dihindari
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Gunakan alat-alat yang steril dalam melakukan tindakan
R : alat yang steril akan mencegah infeksi
2. Lakukan setiap asuham kebidanan sesuai dengan protap yang telah ditentukan
R: jika dalam melakukan setiap asuhan sesuai dengan protap maka resiko infeksi lebih kecil
Kebutuhan
A. Penaganan perdarahan
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Lakukan eksplorasi pada uterus
R : untuk membersihkan selaput ketuban yang masih tertinggal di dalam uterus
2. Pasang infus RL/NS
R : pengganti cairan, memperbaiki hipovolemi
3. Masase uterus
R : untuk memeriksa bahwa uterus sudah berkontraksi dengan baik sehingga perdarahan juga
berhenti
4. Observasi perdarahan
R : untuk mengetahui jika kondisi ibu mengalami perdarahan lagi
B. KIE tentang vulva Hygiene
Tujuan : ibu lebih mengerti bagaimana cara menjaga kebersihan alat genetalianya
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan ibu untuk membersihkan alat genetalianya sehabis BAB/BAK
R : dengan menyabun genetalia maka akan meminimalisir kuman dan bakteri untuk masuk
delam vagina
2. Anjurkan pada ibu untuk sesering mungkin ganti pembalut bila diras penuh
R : dengan pembalut yang selalu bersih maka akan mencegah adanya kumaan masuk dalam
vagina
3. Anjurkan ibu untuk memakai celana dalam yang terbuat dari katun
R : celana dalam yang terbuat dari katun akan lebih menyerap keringat sehingga tidak mudah
lembab
C. KIE tentang nutrisi dan cairan
Tujuan : kebutuhan ibu akan nutrisi dan cairan terpenuhi
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Anjurkan ibu untuk tidak tarak
R : jika ibu tidak tarak maka proses penyembuhan luka akan lebih cepat
2. Anjurkan ibu untuk minum air putih yang banyak
R : membantu ibu mengganti cairan yang hilang kaarena persalinan
D. Dukungan mental
Tujuan : ibu merasa lebih tenang
KH
: KU ibu baik
Kesadaran Composmentis
TTV dalam batas normal
Intervensi
1. Beritahukan dukungan dan jelaskan keadaan ibu dan juga bayinya
R : agar ibu merasa lebih tenang
2. Dukungan dari keluarga dan suami
R : dengan dukungan suami dan keluarga, ibu akan merasa lebih tenang
IMPLEMENTASI
Tindakan dari intervensi sesuai kebutuhan klien
EVALUASI
Dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keefektifitasan asuahan kebidanan yang dilakukan
dengan mengacu pada kriteria hasil
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yetti.2010.Asuhan Kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta : Pustaka Rihama
Jannah, N. 2011.Asuhan Ibu nifas.Jakarta:AR-RUZZ MEDIA
Prawirohadjo, Sarwono.2001.Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakrta:YBP-SP
Suherni,dkk.2009.Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta : Fitramaya
Sunarsih, tri dan vivian Nanny Lia D. 2011.Asuhan Kebidanan pada ibu Nifas.Jakarta: Salemba
Medika
B. HEMORARGIA POST PARTUM
1.
DEFINISI
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi
kehilangan darah yang sangat banyak
2. PENYEBAB HPP
a. Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta
yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus
Patologi – anatomi :
- Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
- Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
- Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
c.
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir
Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
- Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV
- Hematoma vulva
- Robekan dinding vagina
- Robekan serviks
- Gangguan pembekuan darah
- Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta
3. KLASIFIKASI HPP
a. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta
dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
b. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam pertama
4. DIAGNOSA HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan
postpartum selalu ada. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang
deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan
yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak.
Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung
dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di
vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
5. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II
dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara
IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
- Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung)
- Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
- Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan
komplikasi
- Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan
uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
- Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
- Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
- Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
Penanganan antonia uteri :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama
yang harus dilakukan bergantung pada keadaan klinisnya.
a. Sikap tradelenburg, memasang venous ine dan memberika oksigen
b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, / s.c
- Memberikan derivat prostaglandin
c.
a.
b.
c.
d.
Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
Kompresi bimanual eksternal dan atau internal
Kompresi aorta abdominalis
Bila semua tindakan itu gagal , maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
Penanganan episiotomi, robekan perineum dan robekan vulva :
Ketiga jenis perlukaan harus dijahit
Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan
secara jelujur dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight)
Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat 1 atau tingkat II, jika dijumpai
pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kana masing2 djepit dengan klem
terlebih dahulu, kemudian di gunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.
Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catguk kromik, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II
Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup
tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang
kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan dirumah sakit kabupaten/ kota
Penanganan hematoma :
a. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada hematoma yang
kecil, tidak perlu tindakan operatif, sukup dilakukan kompresi
b. Pada hematoma yang besar lebih2 disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan
pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yng paling
terengggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber
perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahti sumber perdarahan tersebut.
Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar
Penanganan robekan dinding vagina :
a. Robekan dinding vagian harus dijahit
b. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk kerumah sakit
Penanganan robekan serviks :
Bibir depan dan bibir elakang serviks dapat dijepit dengan klem fenster. Kemudian serviks
ditarik sedikti untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit
dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk mengehentikan perdarahan
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Penanganan retensio plasenta :
Kalau plasenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan,
maka dilakukan pelepasan maka dilakukan manual plasenta
Tehnik pelepasan plasenta secara manual : alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap,
tangan kana masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan
dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya direnggangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapatdapatnya mencari pnggir yang sudah terlepas
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian
plasena yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar
Pencegahan gangguan pembekuan darah :
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan utnuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kahamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasaca persalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki kaeadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal
Mengenal faktor predisposisi p