LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA Disusun un

LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Pediatrik
di Ruang Anggrek RSUD Ngudi Waluyo Blitar

Oleh :
Dianita Ayu Retnani
105070201131006

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

A. DEFINISI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)

biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI,
2002).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli).
(DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006)..
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
Dapat disimpulkan pneumonia adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat
ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
B. KLASIFIKASI
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer

maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia
dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal
(mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang
mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1.

Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa

demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.

2.

Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia.
Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya
batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen
atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.

3.

Pneumonia

bakterial,

meliputi


pneumokokus,

stafilokokus,

dan

pneumonia

streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba,
biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut ,
demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat
dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
1.

Usia 2 bulan – 5 tahun
a.


Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah.

b.

Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2
bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun
40 x/menit atau lebih.

c.

Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai
dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa
adanya nafas cepat.

2.

Usia 0 – 2 bulan
a.


Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.

b.

Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan
tidak ada nafas cepat.

C. ETIOLOGI
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat,


napas

terengah-engah

dan

denyut

jantungnya

meningkat

cepat

(Misnadiarly, 2008).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun
virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar

pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan
dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada
anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada
yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat

lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
Cara Penularan
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui

udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara
pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting
masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara
yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar,
2002).
Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita
(Depkes, 2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal diantaranya :
1. Status Gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan
meningkatkan


kerentanan

dan beratnya infeksi

suatu penyakit

seperti

pneumonia (Dailure, 2000).
2. Status Imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita
(Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan
dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui
imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit
yang dapapat dicegah dengan imunisasi.


3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena
dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI
yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian
pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
4. Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di
bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit
(Daulaire, 2000).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai
sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman
penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang
kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi
di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat
disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).
D. PATOFISIOLOGI
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit
paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.

4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan
dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute
hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan
edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah
atau pleura visceral
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun
dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis rightto-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja
jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete,
2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.

Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia,

mengacu

pada

respon

peradangan

permulaan

yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan

eksudat

plasma

ke

dalam

ruang

interstisium

sehingga

terjadi

pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.

Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3.

Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.

Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly,
2008).
Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3.

Suara napas lemah

4. Penggunaan otot bantu napas
5. Demam
6. Cyanosis (kebiru-biruan)
7. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8. Sakit kepala
9. Kekakuan dan nyeri otot
10. Sesak napas
11. Menggigil
12. Berkeringat
13. Lelah
14. Terkadang kulit menjadi lembab

15. Mual dan muntah
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit
meningkat, tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and
Prober,

2007).

Pada

pneumonia

bakteri

didapatkan

leukositosis

antara

15.000-40.000/mm3 dengan predominan sel polimorfonuklear khususnya granulosit.
Leukositosis hebat (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan pneumonia bakteri.
Adanya leukopenia (