LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN HALAL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MAKANAN HALAL
“Analisa Bilangan Peroksida Minyak Goreng”

Disusun oleh:
Kelompok 2


Sry Wardiyah

1111102000058



Brasti Eka Pratiwi



Rianisa Karunia

1111102000064




Erlin Febriyanti

1111102000069



Fio Noviany

1111102000074



Athirotin Halawiyah

1111102000075




Sutar

1111102000077



Rizza Permana Suci

1111102000082

1111102000061

Farmasi 6 - C
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Tujuan Praktikum
Mengetahui kerusakan minyak berdasarkan bilangan peroksidanya.

1.2.

Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari penggunaan minyak, terutama

pada bahan pangan. Minyak merupakan senyawa organik tidak larut air yang larut dalam eter,
kloroform, dan benzena. Dalam penggunaan minyak, terkadang pemakai kurang
memperhatikan mutu minyak yang baik. Sebagai contoh, sering ditemukan makananmakanan yang dijual di pinggir jalan yang digoreng menggunakan minyak yang sudah hitam
dan tidak layak pakai lagi.
Mutu suatu minyak dapat diketahui dari warna, aroma dan rasanya. Minyak yang
jernih dan tidak tengik merupakan minyak yang baik untuk digunakan. Sebaliknya, minyak
yang sudah berubah warna menjadi lebih gelap dan berbau tengik, tidak baik bagi kesehatan.
Selain berdasarkan organoleptis, kita juga dapat mengetahui mutu minyak berdasarkan

bilangan peroksidanya. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang
telah mengalami oksidasi. Asam lemak tidak jenuh akan sangat mudah teroksidasi dan
membentuk senyawa peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksidanya maka semakin tinggi
pula ketengikan minyak tersebut, dan semakin tidak baik untuk digunakan karena dapat
mengganggu kesehatan.
Pada praktikum ini dilakukan penentuan bilangan peroksida dengan cara iodometri,
yaitu berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan oksigen
pada peroksida, iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi menggunakan natrium
tiosulfat (Na2S2O3).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Lipida
Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang
menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa
organik kedua yang menjadi sumber makanan, merupakan kira-kira 40% dari
makanan yang dimakan setiap hari. Lipida mempunyai sifat umum sebagai berikut :


Tidak larut dalam air




Larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida



Mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadang-kadang
juga mengandung nitrogen dan fosfor



Bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak



Berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan.

Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak

mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil
hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan
sterol.
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil
komponen selain trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida
lainnya, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan
asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan
hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk.
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-

buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayur-sayuran. Dalam
jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat
dalam jaringan adipose dan sumsum tulang.

2. Komposisi lemak dan Minyak
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan
asam lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai
hasil kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak,

sehingga senyawa ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam
lemak penyusun lemak itu sama disebut trigliserida paling sederhana. Tetapi jika
ketiga asam lemak tersebut tidak sama disebut dengan trigliserida campuran. Pada
umumnya trigliserida alam mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida
jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1
molekul gliserol. Reaksi hidrolisis trigliserida dapat digambarkan sebagai berikut :

4. Minyak Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang
berfungsi sebagai media pengolahan bahan pangan. Minyak goreng sering dipakai
untuk menggoreng secara berulang-ulang, bahkan sampai warnanya coklat tua atau
hitam dan kemudian dibuang. Penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang ini
akan menebabkan oksidasi asam lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus
peroksida dan monomer siklik (Birowo, 2000).
Minyak goreng dapat digunakan 3-4 kali penggorengan . jika digunakan
berulang kali, minyak akan berubah warna. Zat warna dalam minyak terdiri dari 2
golongan, yaitu warna alamiah dan warna hasil degradasi zat alamiah. Zat warna
tersebut terdiri dari α dan β karotein, xanthofil, klorofil dan anthosyanin. Zat warna ini

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan dan kemerah-merahan

(Ketaren, 1986).
Minyak yang baik adalah minyak yang mengandunng asam lemak tak
jenuhnya lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.
Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandng dalam minyak akan
semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau
disebut minyak jelantah. Minyak nabati lama-lama akan meningkat kadar asam
lemak jenuh dalam minyak. Minyak nabati dengan kadar asam lemak jenuhh yang
tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi
kesehatan, seperti deposit lemak yang tidak normal, kanker, kontrol tidak sempurna
pada SSP (Ketaren, 1986).
Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami peubahan kimia akibat
oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak oreng
tersebut. Melalui poses tersebut beberapa trigliserida akan terurai menjadi senyawasenyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas
(Ketaren,1986).
Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam
lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan bnyaknya kandungan peroksida di dalam
minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan
sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak terutama karena
peristiwa oksidasi dan hidrolisis.
Penetapan bilangan peroksida dapat dilakukan dengan titrasi iodimetri. Prinsip

tirasi yaity kalium iodida yang ditambahkan berlebih ke dalam contoh akan bereaksi
dengan peroksida yang ada pada lemak atau minyak. Banyak iod yang dibebaskan
dititrasi dengan larutan standar tiosulfat menggunakan indikator kanji (Badan
Standarisasi Nasional, 2013).

5. Virgin Coconut Oil
Minyak Kelapa murni ( VCO ) Selama sekitar 3960 tahun yang lalu, dari 4000
tahun sejak adanya catatan sejarah, telah diketahui penggunaan buah kelapa sebagai
bahan makanan dan kesehatan. Selama itu, dicatat bahwa buah kelapa memang sangat
bermanfaat, tanpa efek samping. Pohon kelapa dipandang sebagai sumber daya
berkelanjutan yang memberikan hasil panen yang berpengaruh terhadap segala aspek
kehidupan masyarakat di daerah tropis. Dan yang penting adalah buahnya, daging
kelapa, air kelapa, santan, dan minyaknya ( Darmoyuwono, 2006 ). Belakangan ini,
pemanfaatan daging buah kelapa menjadi lebih variatif. Virgin coconut oil (VCO)
merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru ini banyak diproduksi orang.
Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal dengan nama minyak perawan, minyak sara,
atau minyak kelapa murni ( Setiaji dan Prayugo, 2006 ).
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional
dihasilkan minyak kelapa bermutu kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya
kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa. Bahkan

warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi tengik. Daya simpannya pun
tidak lama, hanya sekitar dua bulan saja. Oleh karena itu, dilakukan serangkaian
pengujian untuk memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa tersebut sehingga
diperoleh minyak kelapa dengan mutu yang lebih baik dari cara sebelumnya. Minyak
kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah,
berwarna bening, serta berbau harum. Daya simpannya pun menjadi lebih lama, bisa
lebih dari 12 bulan ( Rindengan dan Novarianto, 2004 ). Minyak kelapa murni
merupakan hasil olahan kelapa yang bebas dari trans-fatty acid (TFA) atau asam
lemak-trans. Asam lemak trans ini dapat terjadi akibat proses hidrogenasi. Agar tidak
mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi minyak kelapa ini dilakukan dengan
proses dingin. Misalnya, secara fermentasi, pancingan, sentrifugasi, pemanasan
terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan lain-lain ( Darmoyuwono,
2006 ). Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain :
1. penampakan : tidak berwarna, Kristal seperti jarum
2. aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau caramel
3. kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1)

4. berat jenis : 0,883 pada suhu 20⁰C
5. pH : tidak terukur, karena tidak larut dalamair. Namun karena termasuk dalam
senyawa asam maka dipastikan memiliki pH di bawah 7

6. persentase penguapan : tidak menguap pada suhu 21⁰C (0%)
7. titik cair : 20-25⁰C
8. titik didih : 225⁰C
9. kerapatan udara (Udara = 1) : 6,91
10. tekanan uap (mmHg) : 1 pada suhu 121⁰C
11. kecepatan penguapan (Asam Butirat = 1) : tidak diketahui
Kandungan Minyak Kelapa Murni (VCO) Virgin Coconut Oil atau minyak
kelapa murni mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan
dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu
ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi seperti tokoferol dan
betakaroten. Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga
vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006). Komponen utama VCO adalah asam
lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh
VCO didominasi oleh asam laurat . VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar
7% asam kaprilat. Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut
Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Sedangkan menurut Price (2004) VCO
mengandung 92% lemak jenuh, 6% lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak
jenuh

BAB III
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat
Bahan :
- Lemak padat atau minyak
- Larutan : - asam asetat glacial 20%
- Alkohol 25%
- Kloroform 55%
- Kalium iodida jenuh
- Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
- Aquadest
Alat :
- Timbangan analitik
- Pipet volumetrik
- Labu Erlenmeyer
- Pemanas
- Buret
- Pipet tetes
- Labu ukur
B. Cara Kerja
1. Penyiapan larutan titran : dimasukkan 25 ml Na2S2O3 dan 25 ml aquadest ke dalam
buret
2. Penyiapan larutan sampel
- Minyak goreng ditimbang sebanyak 2,5 gram
- Minyak goreng yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer lalu
ditambahkan larutan (asam asetat glacial, kloroform dan alkohol) sebanyak 25 ml
- Ditambahkan KI 10 tetes, lalu dipanaskan selama 1 menit (terhitung setelah muncul
gelembung yang mendidih)
- Ditambahkan 30 ml aquadest ke dalam gelas erlenmeyer kemudian tambahkan
amilum sampai terbentuk warna kebiruan.
- Larutan dalam erlenmeyer kemudian di titrasi menggunakan Na2S2O3 sampai warna
biru hilang.
3. Perlakuan tersebut, dilakukan pada aquadest yang diambil sebanyak 5 ml sebagai
blanko dan minyak VCO yang diambil sebanyak 2,5 gram.

HASIL
No

Contoh

Berat

.

Contoh

1.

(gram)
2.5

Minyak

Titran Tio Sulfat

I : 10.6 mL

Bilangan Peroksida

Jelantah
2.

II : 1.2 mL

VCO

73.6 mg/100gr

Rata-rata : 5.9 mL
2.1 mL

5

(Control
Negativ
3.

kelas C)
Aquades

4

(blanko)
Minyak

6.4 mg/100gr
2.5

1.3 mL
19.2 mg/100gr

2,5

0,5 mL

Murni

Dengan Normalitas

(Kontro

Larutan Thio 0,1 N

-25,6 mg/100gr

Negative
kelas A)
Bilangan peroksida

( a−b ) x N x 8 x 100 mg
(
)
berat contoh
100 gr
Keterangan : dinyatakan sebagai mg O2 per 100 gram
a = jumlah ml larutan thio untuk titrasi contoh
b = jumlah mL larutan thio untuk titrasi blangko
N = Normalitas larutan thio (0.05 N) untuk Kelas C (kelas kami)
8 = ½ dari bobot atom oksigen
Perhitungan
Sampel minyak jelantah =
Kontrol Negatif VCO =

(5.9 mL−1.3 mL ) x 0.05 N x 8 x 100 mg
(
) = 73.6 mg/100gr
2.5 gram
100 gr
(2.1 mL−1.3 mL ) x 0.05 N x 8 x 100 mg
(
) = 6.4 mg/100gr
5 gram
100 gr

Kontrol Negatif Minyak Murni =

( 0,5 mL−1,3 mL ) x 0.1 N x 8 x 100 mg
(
)
2,5 gram
100 gr

= -25,6

mg/100gr
Blangko (aquades) =

PEMBAHASAN

(2.5 mL−1.3 mL ) x 0.05 N x 8 x 100 mg
(
) = 19.2 mg/100gr
2,5 gram
100 gr

Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan minyak berdasarkan
bilangan peroksidanya. Bilangan peroksida adalah bilangan terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan pada minyak dan lemak. Asam lemak tidak jenuh akan sangat mudah
teroksidasi dan membentuk senyawa peroksida. Jumlah senyawa peroksida dapat ditentukan
dengan cara iodometri, yaitu senyawa dalam lemak (minyak) akan dioksidasi oleh Kalium
iodide (KI) dan Iod yang dilepaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na 2S2O3). Angka
peroksida merupakan banyaknya miligram ekivalen peroksida yang terbentuk setiap 100 gr
minyak atau lemak. Peroksida adalah salah satu hasil oksidasi lemak, karena minyak atau
lemak sangat mudah teroksidasi (terutama autooksidasi). Sehingga angka peroksida dapat
digunakan untuk menentukan kualitas (ketengikan) dari minyak goreng. Peroksida terbentuk
karena asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk
peroksida dan akhirnya membentuk aldehid yang akan menyebabkan bau tengik pada
minyak. Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil
dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan
dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak
jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru ( deMan, 1999; Ericson,
2002). Uji ini untuk menentukan derajat ketidak jenuhan asam lemak. Dengan prinsip Iodium
dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak. Tiap molekul iodium mengadakan
reaksi adisi pada suatu ikatan rangkap. Oleh karenanya makin banyak ikatan rangkap, makin
banyak pula iodium yang dapat bereaksi. Suatu minyak dikatakan mengandung peroksida
ditunjukkan dengan pembebasan iodin. Uji positif ini dapat dilakukan dengan menggunakan
indikator amilum. Jika iodin benar-benar ada, maka setelah ditambah indikator amilum akan
berubah menjadi biru hingga hitam. Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Reaksi oksidasi lemak akan berlangsung dalam
tiga tahap. Pada tahap permulaan terjadi reaksi pembentukan radikal lemak bebas dan
pemisahan

hidrogen

dari

lemak

yang

tidak

jenuh. Tahap kedua adalah tahap

perkembangan, di mana berlangsung reaksi antara radikal bebas yang terbentuk

pada

langkah permulaan dengan oksigen dan senyawa organik. Tahap terakhir merupakan tahap
penghentian, di mana terjadi pembentukan senyawa yang tidak lagi merupakan radikal bebas.
Tahap permulaan

: RH + O2 -+ R' + 'OOH

Tahap perkembangan

: R' + O2 + ROO’

ROO' + RH +ROOH + R'
Tahap penghentian

: ROO' + ROO' -+ ROOR + O2
ROO' + R' +ROO
R R '+R 'RR

Pada persamaan di atas RH dapat berupa senyawa organik, antara lainseperti asam
lemak tidak jenuh. H bersifat labil karena terletak pada atom karbonyang berdekatan dengan
ikatan rangkap. Hasil lain dari oksidasi lemak ini adalah pembentukan aldehid, keton,
alkohol, dan ester yang akan memberikan rasa dan bau yang tidak enak atau tengik.
Disiapkan tiga buah Erlenmeyer yang masing-masing berisi VCO sebagai control
negative, sampel minyak jelantah, dan aquades sebagai blanko. Pada sampel sebanyak 2.5
gram, di larutkan dengan campuran pelarut kloroform, asam asetat glasial dan alcohol.
Tujuan Reagen-reagen itu untuk mengoksidasi minyak yang tergolong ke dalam asam
lemak tidak jenuh yang cenderung dapat teroksidasi dan dapat mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga akan membentuk senyawa peroksida. Setelah minyak melarut, lalu
ditambahkan KI jenuh 0.5 ml (10 tetes) dan didihkan di atas hotplate selama 1 menit atau
hingga ada buih mendidih, dilakukan pada tempat gelap. Pendidihan dilakukan untuk
mendekomposisi senyawa lemak, sehingga jika minyak jelantah mengandung peroksida akan
terdeteksi oleh indicator amilum dimana bereaksi dengan kalium iodide dan menghasilkan
iodium yang mengakibatkan perubahan warna menjadi biru, sedangkan dipanaskan dalam
tempat gelap bertujuan untuk menghindari terjadinya proses oksidasi lebih lanjut karena
dengan terjadinya oksidasi oleh cahaya mengakibatkan makin tengiknya bahan sehingga
terjadi perubahan bilangan peroksida. Hal ini sesuai dengan Herschdoerfoer (1986), bahwa
perlakuan penting dalam pengukuran peroksida adalah menjaga sampel lemak jauh dari
cahaya, dalam keadaan dingin dan berada diisi dalam tempat yang sepenuhnya dari gelas dan
diberi penutup yang kedap udara.
2KI + CH3(CH2)14COOH + H2O → CH3(CH2)14COH + 2KOH + I2
Peroksida merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik
berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk
mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan
miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida

yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak
(Fennema, 1985).
Setelah mendidih, pada Erlenmeyer ditambahkan aquades 30 ml dan beberapa tetes
indicator larutan amilum hingga muncul warna biru/keunguan. Setelah muncul warna ungu,
segera di titrasi dengan natrium tiosulfat 0,05 N hingga warna berubah dan catat titer yang
digunakan. Hal yang sama dilakukan pada VCO dan akuades, dan catat titer yang digunakan.
Perubahan warna yang terjadi saat titrasi menunjukan banyaknya iodin yang ada dalam
minyak tersebut. Jadi I2 yang terbentuk dengan penambahan KI sebelumnya akan bereaksi
dengan Na2S2O3.
2e + I2 → 2IS2O32- → S4O62- + 2e
I2 + 2S2O32- → 2I- + S4O62Sehingga warna biru yang muncul karena ikatan larutan pati dengan iodin akan menghilang,
disebabkan iodin yang bereaksi dengan natrium tiosulfat. Pada beberapa kelompok, sampel
minyak yang digunakan tidak menunjukan warna ungu pada saat penetesan indicator amilum,
hal ini bisa disebabkan karena minyak jelantah yang digunakan masih bagus sehingga belum
terbentuk peroksida atau terjadi kesalahan pada langkah kerja sehingga peroksida tidak
terdeteksi seperti reagen yang kadaluarsa atau konsentrasi amilum yang kurang tepat.
Nilai peroksida dari sampel minyak jelantah adalah 73.6 mg/100gr, dimana batas
maksimal kandungan peroksida lemak adalah 1 mg O 2/100 gr minyak (Standar Industri
Indonesia, 1992). Hal ini menunjukan bahwa minyak jelantah yang digunakan pada
praktikum tidak boleh digunakan lagi atau dikonsumsi karena bilangan peroksidanya yang
tinggi. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu
minyak serta tidak layak untuk dikonsumsi karena tidak melebihi persyaratan.
Sebagai kontrol negative, kelompok kami menggunakan VCO sebagai minyak murni
= lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari
lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut
dalam lemak. Tapi berdasarkan teori VCO murni dan minyak murni atau belum dipakai itu
tidak memiliki bilangan peroksida karena tidak memiliki ikatan rangkap yang mengikat
oksigen sehingga tidak terbentuk peroksida. Namun dalam praktikum ini kami mendapatkan
bilangan peroksida 6.4 mg/100gr. Tentu saja, bilangan peroksida ini tidak memenuhi
persyaratan SNI kemungkinan besar hal ini diakibatkan karena kondisi VCO yang sudah
lama atau sudah tidak murni lagi dan juga bisa diakibatkan oleh reagen yang digunakan yang
sudah kadaluarsa atau konsentrasi indikator amilum yang kurang tepat. Kami juga

membandingkan dengan kelas lain yang menggunakan kontrol negative minyak murni, tapi
menggunakan peroksida blanko kelompok kami dalam perhitungannya. Seharusnya nilai
peroksida blanko dan VCO atau Minyak murni itu nol, tapi karena nilai blanko kami yang
tidak nol kemungkinan dikarenakan dari langkah kerja atau reagen yang digunakan kurang
memenuhi syarat sehingga bilangan peroksida yang kami dapatkan untuk blanko adalah 19.2
mg/100gr. Ini berdampak kepada bilangan peroksida lain, terutama untuk menentukan
bilangan peroksida control negative dari kelas lain yang menghasilkan bilangan peroksidanya
negativ (error).
Tabel Persyaratan Mutu Minyak Goreng

Penyebab ketengikan lemak bisa berasal dari dua proses, yaitu proses hidrolitik dan
oksidatif. Proses hidrolitik biasanya disebabkan karena adanya mikroorganisme yang bekerja
pada lemak/minyak yang menimbulkan hidrolisis sederhana dari lemak menjadi asam lemak
digliserida, monogliserida dan gliserol. Lemak yang mengalami proses ini tidak akan
terganggu nilai gizinya. Sedangkan ketengikan oksidatif adalah karena asam lemak
mengalami pengurangan hydrogen sehingga membentuk radikal bebas.

Dengan adanya oksigen radikal bebas menjadi asam lemak peroksida bebas radikal
dan kemudian menjadi asam lemak hidroperoksida. Bila hidroperoksida dibiarkan terbentuk,
maka zat tersebut akan meneruskan penguraiannya dengan memecah menjadi aldehida dan
keton tak jenuh yang besarnya tergantung jumlah dan posisi dari ikatan rangkap yang telah
mengalami peroksidasi.

KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Sampel yang kami gunakan berupa minyak yang telah dipakai lebih dari satu kali
pemakaian, mempunyai bilangan peroksida 73.6 mg/100gr. Hal ini menunjukan
bahwa minyak atau sampel tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi lagi karena
bilangan peroksida yang tinggi atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dimana menurut SNI bilangan peroksida yang memenuhi syarat adalah 1 mg/100
garam.
2. Bilangan peroksida untuk Blanko (Akuades) dan Kontrol negativ (VCO dan Minyak
murni) didapatkan bilangan peroksida berturut-turut 19.2 mg/100gr, 6.4 mg/100gr dan
-25,6 mg/100gr. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana baik Blanko atau Kontrol
negative baik VCO dan Minyak murni lain harusnya mempunyai bilangan peroksida
nol, kemungkinan disebabkan karena reagen yang digunakan sudah akadaluarsa atau
konsentrasi amilum yang kurang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Standar Nasional Indonesia. Jakarta
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Food 6th ed. Macmillan Publishing Co., Inc.
New York.
Buckle, K. A.; R.A Edwards; G.H Sheet & M. Wootton. (1997). Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.

deMan, M.J, 1999. Principles of Food Chemistry. Third Edition. Aspen Publicher, Inc.
Gaithersburg, Maryland.
Ericson, M.C., 2002 Lipid Oxidation of Muscle Foods dalam Akoh.C.C., and Min.B.D.2002.
Food Lipid: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. 2nd Ed. Marcel Dekker Inc. New YorkBasel.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gunawan, dkk. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas
pada Minyak Kedelai dengan Variasi Menggoreng. UNDIP.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press