Gambar 2 Evolusi sinyal fotoakustik EFEK FOTOAKUSTIK

  

PROSES AKUSTIK DAN TERMAL DALAM SEL SAMPEL

PADA SPEKTROSKOPI FOTOAKUSTIK

Oleh:

  

Andhy Setiawan, Asep Sutiadi, Parlindungan Sinaga

Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA

Universitas Pendidikan Indonesia

  

ABSTRAK

Sinyal fotoakustik (FA) yang dibangkitkan pada sel sampel dalam suatu sistem

spektroskopi fotoakustik dapat diprediksi melalui persamaan-persamaan yang

menggambarkan tekanan dan temperatur pada sel. Persamaan-persamaan yang

berkaitan dengan proses akustik dan termal dalam sel FA telah diturunkan dari

persamaan linear tergandeng untuk tekanan dan temperatur yang bergantung waktu

dalam suatu fluida yang viskositasnya diabaikan. Dengan memasukkan syarat batas

diperoleh 10 persamaan yang melibatkan ukuran sampel dan ukuran lain yang

berkaiatan dengan posis sampel dalam sel, serta konstanta-konstanta yang berkaitan

dengan persamaan akustik dan temperatur. Hasil yang diperoleh ini merupakan titik

awal untuk analisis lebih lanjut mengenai sinyal FA.

  Kata kunci: akustik, termal, fotoakustik.

  PENDAHULUAN

  Tujuan utama pengembangan model teoretis dari efek fotoakustik ialah agar dapat menginterpretasikan sinyal pada sistem spektroskopi fotoakustik (SFA) yang merupakan penyerapan optik oleh sampel. Sinyal akustik dalam suatu sel fotoakustik (FA) merupakan pemanasan periodik gas dalam ruang tertutup sebagai hasil penyerapan cahaya termodulasi oleh sampel. Variasi temperatur dalam lapisan tipis gas pada perbatasan sampel dengan gas mempengaruhi variasi tekanan (akustik). Oleh karena itu diperlukan telaah mengenai proses akustik dan termal dalam sel FA.

  Analisis mengenai sinyal FA yang lebih terperinci memerlukan persamaan distribusi tekanan dan temperatur. Persamaan umum untuk distribusi tersebut dapat diperoleh jika persamaan-persamaan yang melibatkan tekanan dan temperatur diturunkan dengan memasukkan syarat batas. Pada tulisan ini dijabarkan penurunan solusi harmonik untuk tekanan dan gas dengan memasukkan syarat batas yang diperoleh dari sel FA. Persamaan yang diturunkan ini diharapkan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut mengenai sinyal FA pada suatu sistem SFA.

EFEK FOTOAKUSTIK

  Efek fotoakustik (FA) dilandasi oleh adanya konversi radiasi elektromagnet (foton) menjadi gelombang bunyi (acoustic). Apabila radiasi yang dapat ditala pada frekuensi v dikenakan pada suatu sampel, maka sebagian molekul yang menghuni aras dasar akan tereksitasi. Molekul yang menyerap foton akan berubah dari keadaan dasar dengan energi

   E

  E ke keadaan tereksitasi dengan energi E 1 , dengan perbedaan energi sebesar E 1 = hv

  dinyatakan dalam frekuensi foton v yang diserap. Molekul tersebut secara cepat atau lambat akan melepaskan energi dan kembali pada keadaan dasar dengan melalui cara seperti ditunjukkan oleh Gb. 1b (Rosencwaig, 1980; International School of Photonics, 2004).

  Sel Fotoakustik Berkas Laser

  Gelombang Termodulasi

  Tekanan Gas Kontak

  Aras Eksitasi

  E 1

  (Udara)

  Transisi Transisi

  Absorbsi

  Mikrofon

  Radiatif Non Radiatif

  Cahaya

  (4x6x2mm)

  E Aras Dasar

  Sampel (b)

  (a)

  Gambar 1 Efek fotoakustik pada sampel

  Transisi nonradiatif dapat menyebabkan terjadinya gelombang bunyi yang dapat dideteksi dengan mikrofon. Bertambahnya energi termal disebabkan molekul mengalami kenaikan energi kinetik rata-rata diikuti kenaikan suhunya. Bila intensitas radiasi foton yang datang dimodulasi dengan frekuensi tertentu maka akan menyebabkan suhu sampel termodulasi secara sepadan. Modulasi suhu sampel ini, dalam ruang tertutup berbentuk sel fotoakustik Gb. 1a (International School of Photonics, 2004), menghasilkan fluktuasi tekanan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi modulasi intensitas. Dalam eksperimen modulasi intensitas dilakukan secara mekanik (menggunakan chopper cahaya) dengan frekuensi chopping yang dapat diatur. Fluktuasi tekanan yang dihasilkan muncul sebagai gelombang bunyi yang dapat dideteksi dengan menggunakan sensor elektronik berupa mikrofon (Svanberg, 1990, h. 252). Proses yang dijelaskan di atas secara bagan ditunjukkan oleh Gb.2 (International School of Photonics, 2004)

  Pemanasan Absorbsi Ekspansi Gelombang Deteksi

  Volume Optik Termal Tekanan Akustik

  Teriluminasi

  

Gambar 2 Evolusi sinyal fotoakustik

GELOMBANG AKUSTIK DAN TERMAL

  Setiap cahaya yang diserap oleh zat padat sebagian atau seluruhnya akan diubah menjadi panas melalui proses deeksitasi nonradiatif dalam zat padat. Sel pada Gb.3 (Rosencwaig dan Gersho, 1976) berbentuk silinder dengan diameter D dan panjang L. Diasumsikan bahwa panjang L lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal akustik dan mikrofon akan mendeteksi tekanan rata-rata yang dihasilkan oleh sel. Selain itu, diasumsikan pula bahwa gas dan bahan backing tidak menyerap cahaya.

  Beberapa parameter yang terkait dengan persamaan aliran panas yaitu: k merupakan

  i

  • 1 -1 ° -1 -3

  konduktivitas termal bahan i (cal cm sec C );  adalah kerapatan bahan i (g cm ); C

  i i

  • -1 ° -1

  merupakan kapasitas panas bahan (cal g C ),   kC adalah difusivitas termal

  i i i i

  1

  2

  • 2 -1
  • 1

  bahan i (cm sec ); a  2 adalah koefisien difusi termal bahan i (cm );

      i i

   1   adalah panjang difusi termal bahan i (cm); i = s, g dan b untuk zat padat, gas dan

  i i

  • 1 bahan backing; merupakan frekuensi modulasi berkas cahaya datang (rad sec ).

  ω

  Sampel

  Backing Gas

  Window Cahaya datang

  x

  • (l +l ) - l l l + l

  s b s g g w

Gambar 3 Skema sel fotoakustik beserta koordinat yang digunakan

  Ditinjau proses akustik dan termal satu dimensi dalam sel fotoakustik seperti yang ditunjukkan pada Gb.3. Penyerapan berkas cahaya termodulasi dianggap memberikan suatu sumber energi termal sesaat. Hal ini mensyaratkan penggunaan persamaan tergandeng untuk gerak gelombang akustik dan difusi termal dalam sampel dan gas, dengan sejumlah syarat batas yang benar. Difusi termal ditinjau pada jendela dan backing.

  Persamaan linear tergandeng untuk tekanan dan temperatur yang bergantung waktu dalam suatu fluida yang viskositasnya diabaikan ditulis sebagai

  2

  2

    p  

  2

   p    ,  

  (1)

  

  2

2 B

   tt

      p

  2

       H x , t   T  , (2)

    

    tt dengan  dan T adalah kerapatan dan temperatur ambien, B adalah modulus bulk isotermal,

   adalah koefisien ekspansi termal,  adalah konduktivitas termal,  adalah

  

  difusivitas termal (=   C , dengan C kapasitas panas pada tekanan tetap), dan H(x,t)

  p p

  (hanya ada pada sampel) mewakili sumber energi termal yang dihasilkan dari absorbsi optik.

  Jika intensitas cahaya monokromatik (dengan panjang gelombang ) yang datang I

  2

  (dalam W/cm ) dimodulasi oleh chopper secara sinusoidal dengan frekuensi sudut , maka intensitas termodulasi dapat dinyatakan sebagai

  1 I

  I 1 cos  t .

     

  2 Rapat panas pada suatu titik x dalam sampel sebagai hasil penyerapan pada titik tersebut

  diberikan oleh

   x H x , tI e ,

    

  sehingga diperoleh

  x 1 

   

  H x , tI e

  1 cos  t ,

     

  2 1

  dengan  adalah koefisien serapan optik dari sampel (dalam cm ) pada panjang gelombang . Berdasarkan Gb.3 dapat diketahui bahwa x bernilai negatif karena berada pada rentang x = 0 sampai x = -l dengan cahaya datang pada x = 0. Pada Gb. 3 tampak pula bahwa kolom

  s udara menempati x = 0 sampai x = l dan backing berada pada x = -l sampai x = -(l + l ). g s s b jt

  Untuk p dan  yang memiliki kebergantungan waktu berbentuk e (variabel fisis diwakili oleh bagian real), maka pers. (1) dan (2) menjadi

  2

  2  p  

  2  p      , (3)

  

2 B

   x

  2

     T  

   x jt

      

  jAe

  1 e j p , (4)

   

  2

     x

   dengan A

  I

  2  . Gelombang bidang yang merupakan solusi persamaan tergandeng yang sesuai (untuk temperatur dan perpindahan) dengan zat padat isotropik memiliki bentuk yang sama dengan gelombang bidang solusi pers. (3) dan (4). Hal ini merupakan dasar pendekatan untuk penerapan pada sampel zat cair dan zat padat isotropik.

  Solusi pers. (3) dan (4) untuk sampel, dengan mengabaikan kebergantungan terhadap waktu, memiliki bentuk

  jkxx p P e Pe , (5)

   

  A A

  jkxx

  A A

  (6)   T eTe .

  Substitusi bentuk ini pada pers. (3) dan (4) menghasilkan empat persamaan faktor amplitudo, yaitu:

  2

     

  2

  

2

     kP     T

  AA

   

  B

    (7)

  j T

   j      

  2 

   kT    P   

  A A

     

   

  2

     

  2

  

2

     

    P     T

  AA

   

  B

    (8)

  j T

   j      

  2 

      T    P   A

   

  A A

     

   

  2 Kombinasi pers. (7) menghasilkan persamaan kuadratik dalam k yang memiliki

  penyelesaian

  1

  2 2 

  2

  2

  

2

        1 j   1 j   T

  1

  2    3  

              

  k j   (9)

         

  2

  4  BBB

         

  Nilai khas konstanta untuk gelombang akustik tak tergandeng dalam sampel adalah

  2

  2 kk s 

  2

  (10)  

  

  B

  sedangkan untuk “gelombang” termal

  2

  2

   k  

   s

  (11)

  j

   

   (gelombang termal ini melemah dengan cepat). Pada frekuensi yang biasa digunakan dalam SFA (10-1000 Hz), koreksi untuk ungkapan pendekatan ini diabaikan. Rasio amplitudo

  2

  2

  2

  ( P T ) memiliki nilai yang nyata untuk setiap solusi k . Untuk mode akustik, kk

  A A s 

  pada pers. (10) disubstitusikan pada pers. (7) menghasilkan d  P T

  as  A A  a

  (12) 

   ,   T

   dan untuk mode termal

  2 s

  .

      

  

   

   

    

  2 p T j j x

  2

  g g

  p B x p

  1 T

  

    

  

       

  2

  2

  2 g 2 g

  ,

  Gas dianggap mematuhi hukum gas ideal sehingga P B   dan ,

  

    .

  p B x p

   

      

   

   

  2 p j j x

  2

  g g

  (19) .

  

   dengan

    

  

       

  2

  2

  2 g 2 g

  ,

  v p C C   , maka persamaan di atas menjadi

  Karena pada gas tidak ada sumber maka pers. (3) dan (4) untuk gas dapat diungkapkan sebagai berikut.

   T

  2

  2 s

   

  T d P  

  , A A

  (14)

  A T A

  

      

  2

  ,

  2

  (13) Pers. (8) memiliki penyelesain

  A A   

   j T P d

    

    . t ts

  menghasilkan

  k pada pers. (11) disubstitusikan pada pers. (7)

    

  (15) dengan .

  2

  1 

   

   

   (tekanan ambien), dan

  (18) Solusi pers. (3) dan (4) untuk gas (dengan mengabaikan bentuk S) diperoleh dengan cara yang sama. Gas dianggap mematuhi hukum gas ideal, sehingga P B

   

         

  T e d e D e C d e B e A d p  

      . s s s s s s ts s s as s x A x x x jk x jk

  (17)

      

  2

   

  T e e D e C e B e A   

  s s s s s x

A

x x x jk x jk

  , s s s s

  (16) Selanjutnya, solusi harmonik dalam sampel adalah

  B B d

   

   

       

  (20) Penyelesaian untuk pers. (19) dan (20) berbentuk

  jkx P e p

      

    

       

  T p T p j p j p j k

    

     

       

     

      

          

   

  1   

  2

  1

  4

  2

  2 g 2 g

  

2

  3

    

    

  2

  

   

   

  g g tg T j d

   d , (28)

   

  g g sg

  (27) Rasio antara tekanan dan temperatur untuk masing-masing mode diperoleh dengan substitusi pers. (26) dan (27) pada pers. (23) menghasilkan

  j

   

   . (25)

  2 g

  g

   (26)

    

  2 g P k

  2

  2 k untuk mode akustik dan mode termal adalah g

  Dengan demikian solusi

  1 g g g g

  (24) Solusi persamaan di atas berbentuk

  A

  2

     

     

     

      

     

      

  2

  2 g 2 g

  g g

   

  ;

  .

  (22) Substitusi pers. (21) dan (22) ke dalam pers. (19) dan (20) menghasilkan dua persamaan untuk faktor amplitudo

   

  A

  jkx T e

  (21)

   ,

     

  A A A A P j T j k

  p j k p j k

  2 g

   j

    

    

    

     

     

        

  4

  2

  T T P p k

  3

  3 g

  g

  Kedua persamaan tersebut digabungkan sehingga diperoleh persamaan dalam variabel k berikut:

    (23)

    

   

   

  (29) Solusi harmonik untuk gas ialah

  • –(32) dapat ditentukan dengan menerapkan delapan syarat batas kontinuitas temperatur dan fluks panas, tiga syarat batas kecepatan, dan syarat batas kontinuitas tekanan. Syarat batas kontinuitas temperatur dan fluks panas meliputi

  T D C B A D C B A

  g g g g w w pada l x x x

     

   

   

   

   , maka

    . g g g g g g g g g w g w g g g g g g g g w w w w w w l l l jk l jk l l

  D e e C e B jk e A jk D e k e k C

 

 

     

           

  (35) pada

  s g

   

   x  , maka A s s s s g g g g

          (36)

    

      

    

  D e e C e T e D e C e B e A         

  A b b s s s s l l l l l l jk l jk

   pada l x     , maka s b s b s s s s s s s s s

  s b s

  (37)

            

  pada s s g g

  A s s s s s s s s s g g g g g g g g g T D C B jk A jk k D C B jk A jk k

      .

    , maka

   

    x x x

     

  (34)

      

  , g g g g

   

  g g g g g x x x jk x jk

  D e e C e B e A  

      

   

  (30)

     

  . g g g g

  g g tg g g ag g x x x jk x jk

  D e e C d e B e A d p

 

     

   

  (31) Distribusi tempereatur pada jendela dan backing dinyatakan dalam bentuk

  ,

  x x D e Ce

    

  D e e C e B e A e D e C    

      g w w g w w w w l l l l

  g g g g w w

l l l jk l jk

l l

   pada l x    , maka g g g g g g g g g w g w

  g g w

  (33)

     

  D e e C   

   pada l l x    , maka

  

  g w w

  s s B A dalam pers. (24), (25) dan (30)

   , ,

   

  Keduabelas koefisien

  (32) yang berlaku baik untuk jendela maupun untuk backing, dengan menggunakan subskrip w dan b masing-masing untuk D C dan , ,   .

      (38)

     

  s b

     pada x   l , maka

  s b s

   xx

  jk l jk llll s s s s s s s s s

  

        

  k jk A e jk B eC eD eT e s  s s s s s s s s A 

  (39)

   l   l b s b s k   C e   D e . b  b b b b 

    pada x   ll , maka

  b s b  ll   ll b s b b s b     C eD e  .

  (40)

  b b

  Syarat batas untuk kecepatan dengan vj   d p d x ,

  

     

v  pada xl , maka g g

   

  jj k l j k l   ll g g g g g g g g djk A ejk B ed   C e   D e  . (41) ag g g g g tg g g g g

       

    

   

  v v pada x , maka

   

  g s djk Ajk Bd   C   D  ag  g g g g  tg  g g g g 

  (42)  djk Ajk Bd   C   D   d T .

  as  s s s s  ts  s s s s  A  v  pada x   l , maka s s

    

j k l j k llll

s s s s s s s s s

  

djk A ejk B ed   C e   D e   d T e  . (43)

a s  s s s s   ts s s s s   A

  Syarat batas kontinuitas tekanan

  pp pada x  , maka g s   d        .

d A B C D d A B d C D d T (44)

ag  g g  tg  g g  as  s s  ts  s s   A

  Pers. (33) dan (40) membolehkan eliminasi dua koefisien D w dan C b . Substitusi D w dari pers. (33) ke pers. (34) dan (35) menghasilkan

   l jk l jk lllw g  g g g g g g g g 2  l   w w

  1     

  

C e e A e B e C e D e (45)

w   g g g g  l jk l jk lll

    l   w g  g g g g g g g g w w

          C k e 1 e jk A e jk B eC eD e

  w w w   g g g g g g g g

  (46) Selanjutnya substitusi C dari pers. (40) ke pers. (38) dan (39) menghasilkan

  b jk l jk lllll 2  l s s s s s s s s s b s b b    

        

  A e B e C e D e T e D e

  1 e (47)

  s s s s A b  

  jk ljk ll   l   l s s s s s s s s s kjk A ejk B eC eD eTe

    

  s  s s s s s s s s A 

  (48)

  l

2 l

   b s b b k   D e

  1  e

  b  b b   

  sehingga pada akhirnya diperoleh sepuluh persamaan linear tak homogen dengan sepuluh koefisien, yaitu pers. (45), (46), (36), (37), (47), (48) (41), (42), (43), dan (44). Hal ini menunjukkan bahwa pers. (24) dan (25) akan memberikan elemen-elemen tak homogen dari seperangkat persamaan-persamaan tersebut. Persamaan-persamaan itu dapat diselesaikan secara aljabar (diperkirakan hasilnya berbelit-belit) maupun secara numerik.

  Penyelesaian persamaan-persamaan di atas diharapkan dapat menunjukkan ketergantungan terhadap ruang (spasial) yang akan memperkenalkan beberapa parameter panjang yang bermanfaat untuk analisis lebih lanjut. Panjang difusi termal  merupakan

  l i

  

   jarak tempuh gelombang termal yang teredam dengan faktor e . Jika a Re  , maka

  i   i

  • i i

  2

      2   dengan indeks i menunjukkan gas, sampel, dan lain-lain. Panjang

  l l  ii

  

  serapan optis adalah jarak tempuh intensitas cahaya yang berkurang dengan faktor e dan

  i  berlaku kaitan    (Sutiadi dkk, 2004).

  

  Seluruh perangkat persamaan tergandeng yang diperikan oleh pers. (24), (25) dan (30)- (32) dapat digunakan untuk memprediksikan mengenai sinyal fotoakustik. Gambaran yang jelas mengenai sinyal FA dapat diperoleh jika persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan memanfaatkan syarat batas yang diperikan oleh pers. (33)-(43).

  Serapan cahaya yang termodulasi menyebabkan pemanasan secara periodik dalam sampel yang menghasilkan perambatan variasi tekanan yang disebut dengan gelombang akustik. Superposisi gelombang-gelombang tersebut pada permukaan sampel membangkitkan gerak permukaan yang kemudian dipergunakan sebagai syarat batas untuk gelombang akustik dalam gas. Aliran panas secara periodik pada gas secara bersamaan menyebabkan ekspansi dan kontraksi dalam lapisan batas yang tipis pada sampel, yang oleh Rosencwaig dan Gersho (RG) telah dikarakterisasi sebagai piston bergetar. Jika piston termal ini dilapiskan ke atas permukaan mesin yang bergerak, maka piston komposit yang terbentuk akan menghasilkan sinyal yang terdeteksi dalam gas.

  KESIMPULAN

  Distribusi temperatur dalam sistem sangat dipengaruhi oleh suku yang tergandeng pada tekanan yang ditunjukkan pada ruas kanan persamaan linear tergandeng untuk tekanan dan temperatur yang bergantung waktu dengan viskositas yang diabaikan. Persamaan- persamaan umum berkaitan dengan akustik dan temperatur dapat diperoleh dari persamaan tergandeng.Dengan memasukkan syarat batas diperoleh persamaan-persamaan yang melibatkan ukuran sampel dan ukuran lain yang berkaiatan dengan posis sampel dalam sel, serta konstanta-konstanta yang berkaitan dengan persamaan akustik dan temperatur. Gambaran yang jelas mengenai sinyal FA dapat diperoleh jika konstanta-konstanta yang terlibat pada persamaan-persamaan umum tersebut terlebih dahulu ditentukan, misalnya dengan cara numerik. Dengan kata lain persamaan-persamaan yang diperoleh berkaitan dengan proses akustik dan termal ini diperlukan untuk analisis lebih lanjut mengenai sinyal fotoakustik

DAFTAR PUSTAKA

  International School of Photonics, 2004. Photoacoustics Effect [Online]. Tersedia:

   [24 September 2004].

  Rosencwaig, A. dan Gersho, A., 1976. Theory of Photoacoustic Effect with Solid, J. Appl.

  Physics , Vol. 47, No. 1, 64 – 69.

  Rosencwaig, A., 1980. Photoacoustic and Photoacoustic Spectroscopy, John Wiley and Sons, New York. Sutiadi, A. Sinaga, P., dan Setiawan, A., 2004. Kontribusi Efek Vibrasi Mekanik pada

  Bentuk Formulasi Efek Fotoakustik untuk Menentukan Pengaruh Parameter Sel Fooakustik terhadap Sinyal Fotoakustik, Laporan Hibah Penelitian Program SP-4

  UPI

  , Program Studi Fisika FPMIPA UPI, Bandung Svanberg, S., 1991. Atomic and Molecular Spectroscopy, Springer-Verlag, Berlin,

  Germany