Pengaruh gas karbondioksida (CO2) terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2.

(1)

INTISARI

PENGARUH GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) TERHADAP AMPLITUDO DAN FASE SINYAL FOTOAKUSTIK PADA DETEKTOR

FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO2

Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 merupakan alat ukur konsentrasi

gas. Pengukuran konsentrasi gas menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 terkait dengan sinyal fotoakustik, daya laser, dan koefisien serapan gas.

Keberadaan gas karbondioksida dalam sampel gas yang mengandung gas etilen mempengaruhi amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Hal tersebut disebabkan oleh kinetic cooling.

Penyelidikan pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2 telah dilakukan

dalam penelitian ini. Penelitian tersebut dilakukan pada nilai konsentrasi etilen dan konsentrasi uap air yang tetap. Hasil pengukuran menunjukkan peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida menyebabkan peningkatan nilai amplitudo tiap satuan daya dan nilai fase sinyal fotoakustik.


(2)

ABSTRACT

INFLUENCE OF CARBON DIOXIDE GAS (CO2) ON THE AMPLITUDE AND PHASE OF PHOTOACOUSTIC SIGNAL IN CO2-LASER-BASED

PHOTOACOUSTIC DETECTOR

The CO2-laser-based photoacoustic detector is an instrument for

measuring gas concentration. The measurement of gas concentration using CO2

-laser-based photoacoustic detector is related to photoacoustic signal, laser power, and gas absorption coefficient. The presence of carbon dioxide gas in a sample gas that contains ethylene gas influences the amplitude and phase of photoacoustic signal. It is caused by kinetic cooling.

In this research, the influence of carbon dioxide gas on the amplitude and phase of photoacoustic signal in CO2-laser-based photoacoustic detector has been

performed. The research has been performed with constant ethylene concentration and constant water vapor concentration. The result of measurements indicates that the increase of carbon dioxide concentration causes the increase of amplitude per unit of power and phase of photoacoustic signal.


(3)

PENGARUH GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) TERHADAP AMPLITUDO DAN FASE SINYAL FOTOAKUSTIK PADA DETEKTOR

FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO2 Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Jurusan Fisika

Oleh :

Elisabeth Jeanny Oetama NIM : 073214003

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2011


(4)

INFLUENCE OF CARBON DIOXIDE GAS (CO2) ON THE AMPLITUDE AND PHASE OF PHOTOACOUSTIC SIGNAL IN CO2-LASER-BASED

PHOTOACOUSTIC DETECTOR

Skripsi

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain The Sarjana Sains Degree

in Physics Department

By :

Elisabeth Jeanny Oetama NIM : 073214003

PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2011


(5)

(6)

(7)

“Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat”.

(Amsal 10 : 17)

“Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapum juga yang ada

padanya akan diambil dari padanya”. (Matius 25 : 29)

“Ikhlas menerima kekurangan adalah awal dari kelebihan”. (Mario Teguh)

“Saya tidak patah semangat, karena setiap usaha yang salah adalah satu langkah maju”.

(Thomas Alva Edison)

“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika

kesempatan bertemu dengan kesiapan”. (Thomas Alfa Edison)

“Ujian bukanlah untuk mengukur kepandaian, tapi untuk mengenali kepatuhan kita kepada proses belajar. Karena, kecepatan untuk belajar adalah kemampuan

yang lebih penting daripada keahlian apa pun”. (Mario Teguh)

Intan tidak akan memiliki kilauan yang indah jika dia tidak

memberikan diri untuk diasah dengan sudut yang terbaik

”.


(8)

Kupersembahkan Karya ini kepada :

Tuhan Yesus Kristus,

Bunda Maria,

Ayah Harrys,

Ibu Maria Magdalena Aguswati,

Saudara dan Kerabat,

Semua Pihak yang Telah Memberikan Bantuan,

Universitas Sanata Dharma Almamaterku.


(9)

(10)

(11)

INTISARI

PENGARUH GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) TERHADAP AMPLITUDO DAN FASE SINYAL FOTOAKUSTIK PADA DETEKTOR

FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO2

Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 merupakan alat ukur konsentrasi

gas. Pengukuran konsentrasi gas menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 terkait dengan sinyal fotoakustik, daya laser, dan koefisien serapan gas.

Keberadaan gas karbondioksida dalam sampel gas yang mengandung gas etilen mempengaruhi amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Hal tersebut disebabkan oleh kinetic cooling.

Penyelidikan pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2 telah dilakukan

dalam penelitian ini. Penelitian tersebut dilakukan pada nilai konsentrasi etilen dan konsentrasi uap air yang tetap. Hasil pengukuran menunjukkan peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida menyebabkan peningkatan nilai amplitudo tiap satuan daya dan nilai fase sinyal fotoakustik.


(12)

ABSTRACT

INFLUENCE OF CARBON DIOXIDE GAS (CO2) ON THE AMPLITUDE AND PHASE OF PHOTOACOUSTIC SIGNAL IN CO2-LASER-BASED

PHOTOACOUSTIC DETECTOR

The CO2-laser-based photoacoustic detector is an instrument for

measuring gas concentration. The measurement of gas concentration using CO2

-laser-based photoacoustic detector is related to photoacoustic signal, laser power, and gas absorption coefficient. The presence of carbon dioxide gas in a sample gas that contains ethylene gas influences the amplitude and phase of photoacoustic signal. It is caused by kinetic cooling.

In this research, the influence of carbon dioxide gas on the amplitude and phase of photoacoustic signal in CO2-laser-based photoacoustic detector has been

performed. The research has been performed with constant ethylene concentration and constant water vapor concentration. The result of measurements indicates that the increase of carbon dioxide concentration causes the increase of amplitude per unit of power and phase of photoacoustic signal.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya dalam penyusunan skripsi berjudul “PENGARUH GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) TERHADAP AMPLITUDO DAN FASE SINYAL

FOTOAKUSTIK PADA DETEKTOR FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO2”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini merupakan salah satu wujud harapan dan cita-cita penulis untuk belajar tanpa batas.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta khususnya Program Studi Fisika yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu dan memberikan beasiswa kepada penulis. Tanpa semuanya itu, skripsi ini tidak dapat terwujud.

2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr.Ign.Edi Santosa, M.S., selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan selaku Kepala Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat Universitas Sanata Dharma. Beliau dengan penuh kesabaran telah membimbing, membantu, menyemangati dan meluangkan waktu selama proses perkuliahan,


(14)

untuk melakukan penelitian di Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak Dr. Drs. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si., selaku Dosen pembimbing akademik.

6. Bapak A. Prasetyadi, M.Si., Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si., dan segenap Dosen di Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik, membimbing selama masa studi, dan membagikan ilmunya.

7. Mas A. Bima Windura, Mas Ngadiono, dan Bapak Sugito selaku laboran yang telah banyak membantu penulis selama masa studi dan selama masa penelitian.

8. Segenap karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama masa studi.

9. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan semua yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara-saudara dan kerabat saya yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Julianto, S.T. yang telah memberi dukungan dan memberikan saran selama pengerjaan skripsi ini.

12. Rekan penelitian Fotoakustik : Bernadet Yati S. yang telah bekerjasama dan membantu selama proses penelitian dan pengambilan data, serta memberikan motivasi dan saran kepada penulis.


(15)

13. Niken Sawitri, Maria Fransiska Putriyani W., L. Jerniat Telaumbanua, dan Bernadet Yati S. yang senantiasa mewarnai angkatan 2007, memberikan motivasi dan saran kepada penulis.

14. Teman-teman mahasiswa angkatan 2002, 2004, 2005, dan 2008 Jurusan Fisika Universitas Sanata Dharma yang senantiasa membantu serta menguatkan penulis terutama dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman kos yang selama ini telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis terutama dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu selama menyelesaikan skripsi dan selama masa studi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca dan memberikan sedikit sumbangan untuk Ilmu Pengetahuan.

Yogyakarta, 30 Mei 2011 Penulis


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 4


(17)

2.1. Metode Spektroskopi Laser ... 6

2.2. Detektor Fotoakustik ... 7

2.3. Amplitudo dan Fase Sinyal Fotoakustik ... 10

BAB III. METODE PENELITIAN ... 17

3.1. Tempat Penelitian ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.2.1. Alat-Alat ... 17

3.2.2. Bagian-Bagian Penting pada Penelitian ... 18

3.2.3. Bahan ... 19

3.3. Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1. Penentuan Garis Laser ... 20

3.3.2. Penyelidikan Pengaruh Gas Karbondioksida ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil ... 24

4.1.1. Penentuan Garis Laser ... 24

4.1.2. Penyelidikan Pengaruh Gas Karbondioksida ... 26

4.2. Pembahasan ... 30

BAB V. PENUTUP ... 36

5.1. Kesimpulan ... 36

5.2. Saran ... 36


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Proses yang terjadi pada molekul yang

terkena radiasi laser ... 7

Gambar 2.2. Bagan proses pengukuran konsentrasi gas pada detektor fotoakustik ... 10

Gambar 2.3. Sinyal fotoakustik dan Gelombang Laser ... 15

Gambar 2.4. Resultan amplitudo dan fasenya akibat serapan terhadap daya laser oleh dua molekul gas pada sel fotoakustik ... 16

Gambar 3.1. Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian ... 17

Gambar 3.2. Rangkaian alat untuk scanning gas nitrogen ... 20

Gambar 3.3. Rangkaian alat untuk scanning gas etilen ... 21

Gambar 3.4. Rangkaian alat untuk pengisian cuvet dengan karbondioksida ... 22

Gambar 4.1. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari gas nitrogen ... 25

Gambar 4.2. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari campuran gas etilen dengan gas nitrogen ... 26

Gambar 4.3. Grafik hubungan amplitudo tiap satuan daya (R/P) terhadap konsentrasi karbondioksida untuk nilai konsentrasi etilen 0,99 ppm ... 28


(19)

Gambar 4.4. Grafik hubungan fase sinyal fotoakustik (θ) terhadap konsentrasi karbondioksida

untuk nilai konsentrasi etilen 0,99 ppm ... 29


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kendaraan bermotor telah menjadi alat transportasi yang penting bagi masyarakat di Indonesia. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang paling banyak digunakan terutama di kota besar. Data dari Badan Pusat Statistik [Badan

Pusat Statistik Republik Indonesia, 2009], menunjukkan jumlah kendaraan

bermotor dari tahun 1987 sampai tahun 2008 cenderung terus meningkat. Kendaraan bermotor merupakan sumber polutan terbesar [Juliantara, 2010]. Asap hasil pembakaran bahan bakar dari kendaraan bermotor mengandung polutan (zat pencemar). Hal tersebut merupakan salah satu penyebab semakin buruknya kualitas udara terutama di kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Semarang.

Gas buang kendaraan bermotor mengandung beberapa jenis polutan, seperti CH4, SO2, NO2, C2H4, CO, dan CO2. Gas-gas tersebut mendapat perhatian

yang cukup besar karena efek serius yang ditimbulkannya pada kesehatan manusia, pertumbuhan tanaman, dan iklim seperti hujan asam, pemanasan global, pembentukan lubang pada lapisan ozon, dan membangkitkan kabut fotokimia [Gondal, 1997]. Pengetahuan tentang jumlah gas-gas tersebut di udara akan membantu upaya penanggulangannya. Salah satu diantara gas-gas tersebut adalah gas etilen (C2H4).


(21)

Konsentrasi etilen dari suatu sampel gas dapat diukur menggunakan alat pendeteksi gas. Keberadaan gas etilen dalam suatu sampel gas dapat disertai dengan keberadaan gas-gas yang lain. Gas buang kendaraan bermotor merupakan salah satu contoh sampel gas yang mengandung beberapa jenis gas. Jumlah gas etilen yang terdapat dalam suatu sampel gas dapat berubah-rubah setiap saat. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui konsentrasi etilen diperlukan suatu alat yang mampu mengukur lebih dari satu macam gas secara serempak, memiliki selektivitas tinggi, sensitif, dan waktu tanggap yang cepat sehingga dapat dilakukan pengukuran secara online.

Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 merupakan alat ukur konsentrasi

gas yang berdasarkan prinsip dasar serapan cahaya. Pada detektor ini terjadi konversi berkas cahaya laser menjadi sinyal fotoakustik. Alat ini mampu mengukur lebih dari satu macam gas secara serempak. Detektor ini menjadi alat ukur konsentrasi yang sangat sensitif dan waktu tanggapnya relatif cepat sehingga dapat digunakan secara online [Santosa, 2008].

Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 sangat peka untuk mengukur

konsentrasi etilen dengan batas deteksi pada orde ppt (part per trillion, 1:1012), karena etilen mempunyai koefisien serapan yang sangat tinggi di daerah operasi laser CO2 [Santosa, 2008]. Oleh karena itu, detektor tersebut digunakan untuk

mengukur konsentrasi etilen dari suatu sampel gas. Suatu sampel gas dapat mengandung gas etilen dan gas karbondioksida (CO2). Keberadaan gas


(22)

konsentrasi etilen. Selain gas etilen, gas karbondioksida (CO2) juga menyerap

radiasi laser CO2 dan menghasilkan sinyal fotoakustik.

Pengaruh gas karbondioksida (CO2) terhadap hasil ukur konsentrasi etilen

disebabkan oleh kinetic cooling. Kinetic Cooling disebabkan oleh kopling dari tingkat energi tereksitasi molekul CO2 dan N2 [Rooth et al., 1990]. Kinetic cooling

menyebabkan proses pemanasan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi perubahan pada amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Perubahan pada amplitudo dan fase sinyal fotoakustik menyebabkan ketidakakuratan hasil ukur konsentrasi etilen dari suatu sampel gas. Dengan mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh gas karbondioksida (CO2) terhadap amplitudo dan fase sinyal

fotoakustik, maka dapat diperoleh hasil ukur konsentrasi etilen yang optimal. 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan dalam latar belakang, dapat dirumuskan pokok permasalahan. Pokok permasalahan tersebut yaitu bagaimana pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2.

1.3. Batasan Masalah

Pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik dari sampel gas menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Sampel gas yang

digunakan dalam penelitian ini mengandung gas etilen dan gas karbondioksida.


(23)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh gas karbondioksida terhadap hasil ukur amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Menambah kepustakaan tentang detektor fotoakustik.

2. Dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan detektor fotoakustik berbasis laser CO2

untuk pengukuran gas etilen dari sampel gas yang mengandung gas etilen dan gas karbondioksida.

3. Memberikan informasi tentang pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2.

1.6. Sistematika Penulisan

Sebuah karya tulis memiliki sistematika penulisan. Karya ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut :


(24)

BAB I PENDAHULUAN

Bab 1 berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II DASAR TEORI

Bab 2 berisi dasar-dasar teori yang mendukung penelitian pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Dasar-dasar teori

tersebut adalah metode spektroskopi laser, detektor fotoakustik, dan amplitudo dan fase sinyal fotoakustik.

BAB III METODE EKSPERIMEN

Bab 3 berisi tempat pelaksanaan, alat dan bahan yang digunakan saat penelitian, dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab 4 berisi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V PENUTUP


(25)

BAB II DASAR TEORI

2.1. Metode Spektroskopi Laser

Sejak ditemukannya laser, terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang spektroskopi. Penggunaan laser sebagai sumber cahaya ini memunculkan teknik-teknik baru dalam bidang spektroskopi. Pengembangan teknik-teknik-teknik-teknik baru tersebut memanfaatkan kelebihan laser. Keunggulan laser itu diantaranya berdaya tinggi, monokromatik, dan frekuensi yang dapat ditala. Dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki laser, permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh spektroskopi klasik mampu diselesaikan oleh spektroskopi laser.

Perkembangan bidang spektroskopi laser erat kaitannya dengan kemajuan bidang spektroskopi molekuler. Salah satu bidang aplikasi dalam spektroskopi molekuler adalah pengamatan polusi udara [Wang dan Xia, 1991]. Hal ini memungkinkan untuk memperoleh informasi komposisi molekul dan atom yang terkandung dalam atmosfer. Selain itu, dengan menggunakan sumber radiasi laser, dapat dipelajari eksitasi dan relaksasi dari atom dan molekul.

Salah satu spektroskopi laser adalah spektroskopi fotoakustik. Spektroskopi ini sensitif dalam mendeteksi gas. Spektroskopi fotoakustik merupakan spektroskopi yang menggunakan metode kalorimetrik. Pada spektroskopi fotoakustik, radiasi laser yang diserap sampel dideteksi langsung dari pemanasan yang terjadi pada sampel. Pemanasan tersebut memunculkan gelombang akustik yang kemudian dideteksi oleh sensor [Zharov dan Letokhov, 1986].


(26)

2.2. Detektor Fotoakustik

Spektroskopi fotoakustik merupakan salah satu bidang spektroskopi yang memanfaatkan kelebihan laser. Radiasi laser yang mengenai medium akan menyebabkan molekul-molekul dalam medium yang terkena radiasi tersebut mengalami eksitasi dari tingkat energi dasar (E1) ke tingkat energi tereksitasi (E2).

Eksitasi pada molekul tersebut akibat penyerapan foton dengan energi yang dinyatakan oleh persamaan (2.1).

h ν = E2 – E1 (2.1)

dengan h adalah tetapan planck (6,63 x 10-34 J.s) dan ν adalah frekuensi radiasi laser yang diserap molekul. Molekul dalam keadaan tereksitasi akan mengalami proses relaksasi. Relaksasi tersebut dapat terjadi secara radiasi dan secara non-radiasi. Proses tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses yang terjadi pada molekul yang terkena radiasi laser

Relaksasi secara radiasi Tingkat energi tereksitasi (E2)

Tingkat energi dasar (E1) Radiasi laser

()

Relaksasi secara non-radiasi

Pemanasan medium


(27)

Detektor fotoakustik merupakan alat ukur konsentrasi gas yang menggunakan prinsip dasar serapan cahaya. Serapan terhadap daya laser dideteksi secara langsung menggunakan metode kalorimetrik. Hal penting dalam metode kalorimetrik terkait dengan waktu relaksasi. Relaksasi merupakan peristiwa pelepasan energi suatu molekul dari tingkat energi tereksitasi ke tingkat energi dasar. Peristiwa tersebut mengikuti proses interaksi laser dengan medium tertentu. Waktu relaksasi meliputi waktu relaksasi secara radiasi dan waktu relaksasi secara non-radiasi. Relaksasi secara non-radiasi terdiri dari relaksasi homogen dan relaksasi heterogen. Relaksasi secara non-radiasi yang terjadi lewat tumbukan dengan molekul lain dalam suatu volume tertentu merupakan relaksasi homogen. Sedangkan, relaksasi secara non-radiasi yang terjadi lewat tumbukan dengan dinding sel tempat molekul tersebut berada merupakan relaksasi heterogen. Waktu relaksasi molekul dinyatakan oleh persamaan (2.2) [Zharov dan Letokhov, 1986].

τ = {(τr -1) + (τhom -1) + (τhet -1)}-1 (2.2)

dengan τ adalah waktu relaksasi molekul, τr adalah waktu relaksasi secara radiasi,

τhom adalah waktu relaksasi homogen, dan τhet adalah waktu relaksasi heterogen.

Laser merupakan sumber cahaya yang digunakan pada sistem fotoakustik. Jenis laser yang digunakan akan menentukan wilayah kerja sistem fotoakustik. Salah satu contoh laser yang digunakan pada sistem fotoakustik adalah laser CO2 yang bekerja di daerah panjang gelombang 9 - 11 μm [Santosa, 2008]. Detektor fotoakustik berbasis laser CO bekerja pada wilayah panjang gelombang


(28)

inframerah. Pada daerah panjang gelombang tersebut, relaksasi homogen merupakan relaksasi yang dominan dari keseluruhan proses relaksasi yang terjadi pada molekul-molekul dalam medium. Hal tersebut mengakibatkan kenaikan energi kinetik pada medium. Kenaikan energi kinetik menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan. Jika intensitas radiasi laser CO2 yang datang menuju medium dimodulasi secara periodik, maka tekanan tersebut akan berubah secara periodik. Hal ini menyebabkan munculnya bunyi. Pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2, proses pembangkitan bunyi tersebut terjadi di dalam sel fotoakustik.

Sel fotoakustik merupakan salah satu komponen penting pada detektor fotoakustik. Bagian utama dari sel fotoakustik adalah resonator akustik dan mikropon. Resonator akustik merupakan tempat terjadinya resonansi bunyi. Bunyi yang berasal dari medium dalam resonator akustik akan dideteksi oleh mikropon. Keluaran dari mikropon tersebut akan diperkuat oleh lock-in amplifier. Keluaran dari mikropon merupakan sinyal fotoakustik yang kemudian diolah komputer bersama dengan daya laser yang terukur oleh powermeter. Dari data tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi gas penyerapnya [Santosa, 2008]. Secara sederhana, proses yang terjadi pada detektor fotoakustik dapat dijelaskan dengan bagan pada Gambar 2.2.


(29)

Gambar 2.2. Bagan proses pengukuran konsentrasi gas pada detektor fotoakustik

2.3. Amplitudo dan Fase Sinyal Fotoakustik

Tiap gas yang terkandung dalam suatu sampel gas akan memberikan sumbangan terhadap sinyal fotoakustik jika gas tersebut menyerap radiasi laser CO2 pada detektor fotoakustik. Suatu sampel gas yang mengandung gas etilen (C2H4) , uap air (H2O), dan karbondioksida (CO2) mengalir menuju detektor

Laser (sumber cahaya)

Penyerapan energi oleh molekul gas pada sel fotoakustik

Kenaikan energi kinetik

Kenaikan suhu dan tekanan pada sel fotoakustik

Laser dimodulasi

Tekanan berubah secara periodik

Sinyal fotoakustik (bunyi) dideteksi mikropon dan daya

diukur powermeter

Pengukuran konsentrasi molekul gas penyerap


(30)

fotoakustik. Pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2, radiasi laser dengan panjang gelombang tertentu diarahkan ke sel fotoakustik yang berisi sampel gas. Molekul-molekul gas H2O, C2H4, dan CO2 yang terdapat pada sampel gas akan dieksitasi secara simultan seperti dinyatakan oleh persamaan di bawah ini.

C2H4 + hνx C2H4* (2.3)

H2O + hνx H2O* (2.4)

CO2+ hνx CO2* (2.5)

Persamaan (2.3), persamaan (2.4), dan persamaan (2.5) menunjukkan molekul gas C2H4, molekul gas H2O, dan molekul gas CO2 menyerap energi sebesar hνx

sehingga molekul-molekul gas tersebut berpindah dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi ( C2H4*, H2O*, CO2* ). Suatu molekul yang tereksitasi akan mengalami

relaksasi. Dalam proses relaksasi, energi foton yang diserap oleh molekul tersebut akan dilepaskan. Relaksasi vibrasi suatu molekul secara non-radiasi mengakibatkan kenaikan suhu.

Molekul gas H2O dan C2H4 yang tereksitasi ( H2O* dan C2H4* ) akan

mengalami relaksasi vibrasi dengan menyerahkan energinya saat menumbuk molekul gas N2 dan O2 yang terkandung dalam sampel gas. Proses tersebut terjadi dalam waktu yang singkat (seketika) pada kondisi atmosfer. Molekul gas CO2


(31)

yang tereksitasi oleh radiasi laser CO2 akan mengalami relaksasi vibrasi yang dinyatakan oleh persamaan di bawah ini.

CO2* + N2 CO2 + N2* (2.6)

Pada proses relaksasi yang ditunjukkan oleh persamaan (2.6), molekul gas CO2 tereksitasi ( CO2* ) menyerahkan energinya ke molekul gas N2 yang memiliki tingkat energi vibrasi resonan. Sehingga, molekul gas N2 berada dalam keadaan terkesitasi ( N2* ). Molekul gas N2 tereksitasi ( N2* ) berelaksasi dengan

menyerahkan energinya saat menumbuk molekul gas N2 dan O2 yang terkandung dalam sampel gas. Proses ini terjadi dalam waktu yang relatif lama. Hal tersebut menyebabkan proses pemanasan berlangsung dalam waktu yang lama. Proses inilah yang disebut kinetic cooling [Rooth et al., 1990].

Pada detektor fotoakustik, pemanasan sampel gas yang mengandung gas etilen, uap air, dan gas karbondioksida akibat serapan radiasi laser akan membangkitkan sinyal fotoakustik. Sinyal fotoakustik tersebut dinyatakan oleh persamaan (2.7) [Rooth et al., 1990].

( )

( )

i t

i i x x x i AI t p ω ωτ ωτ β α α α

ω 1 1 4 exp

4 3 3 2 2 1 1 0             + − + +

= (2.7)

dengan α1 adalah koefisien serapan molekul gas H2O, x1 adalah konsentrasi uap

air (H2O), α2 adalah koefisien serapan molekul gas etilen (C2H4), x2 adalah


(32)

CO2, x3 adalah konsentrasi molekul gas CO2, ω adalah frekuensi modulasi,

I0 adalah intensitas radiasi laser, τ4 adalah waktu relaksasi vibrasional efektif dari

tingkat energi tereksitasi molekul gas nitrogen, β adalah koefisien, dan A adalah konstanta sel fotoakustik.

Pada persamaan (2.7) terlihat sinyal fotoakustik terkait dengan koefisien serapan dan konsentrasi gas. Sinyal fotoakustik tersebut sebanding dengan penjumlahan linear dari hasil kali koefisien serapan dengan konsentrasi gas, tetapi

untuk molekul gas CO2 terdapat faktor 

     + − 4 4 1 1 ωτ ωτ β i i

. Faktor 

     + − 4 4 1 1 ωτ ωτ β i i

menunjukkan adanya pengaruh kinetic cooling akibat relaksasi yang lama dari molekul gas CO2. Hal tersebut ditunjukkan dengan faktor τ4 yang merupakan waktu relaksasi dari molekul gas nitrogen tereksitasi. Energi eksitasi pada molekul gas nitrogen tersebut akibat tumbukan dari molekul gas karbondioksida tereksitasi yang memiliki tingkat energi vibrasi resonan dengan molekul gas nitrogen.

Sinyal fotoakustik memiliki amplitudo (R) dan fase (θ). Persamaan amplitudo (R) dan fase (θ) diperoleh dari persamaan (2.7). Amplitudo (R) sinyal fotoakustik dinyatakan oleh persamaan (2.8) dan fase (θ) sinyal fotoakustik dinyatakan oleh persamaan (2.9) [Rooth et al., 1990].

(

(

)

) (

) (

)

(

)

[

]

(

)

2 / 1 2 4 2 4 2 4 2 3 3 2 2 1 1 2 3 3 2 2 1 1 0 1 1         + + + + − + + = − ωτ ωτ ωτ α α α α β α α ω x x x x x x AI


(33)

(

)

(

) (

[

)

]

(

)

3 3

2 4 2 4 3 3 2 2 1 1 1 4 3 3 1 arctan x x x x x βα ωτ ωτ α α α ωτ βα θ − + + + − = − (2.9)

Peristiwa kinetic cooling mempengaruhi amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Hal tersebut ditunjukkan oleh faktor τ4 pada persamaan (2.8) dan (2.9).

Jika pada sel fotoakustik terdapat sampel yang mengandung dua molekul gas, maka sinyal fotoakustik yang dihasilkan merupakan perpaduan masing-masing sinyal fotoakustik yang berasal dari masing-masing-masing-masing molekul gas tersebut. Relaksasi molekul pertama terjadi dalam waktu yang singkat. Waktu relaksasi yang singkat menunjukkan waktu datang sinyal fotoakustik seketika setelah dikenai radiasi laser. Relaksasi molekul gas kedua terjadi dalam waktu yang lama. Hal tersebut menunjukkan waktu datang sinyal fotoakustik lebih lambat daripada saat dikenai radiasi laser. Waktu datang sinyal fotoakustik yang lebih lambat daripada saat dikenai radiasi laser menyebabkan pergeseran fase sinyal fotoakustik. Gambar 2.3 menunjukkan waktu munculnya kedua sinyal fotoakustik tersebut.


(34)

Δt

Gambar 2.3. Sinyal fotoakustik dan gelombang laser

Gambar 2.3 menampilkan tiga buah gelombang yaitu dua sinyal fotoakustik dan satu gelombang laser. Sinyal fotoakustik pertama muncul seketika setelah dikenai radiasi laser. Sinyal fotoakustik kedua muncul setelah selang beberapa waktu dari saat dikenai radiasi laser. Hal ini menyebabkan pergeseran fase terhadap saat dikenai radiasi laser.

Masing-masing sinyal fotoakustik memiliki amplitudo dan fase. Molekul gas pertama menghasilkan sinyal fotoakustik dengan amplitudo R1 dan fase bernilai nol. Molekul gas kedua menghasilkan sinyal fotoakustik dengan amplitudo R2 dan fase sebesar θ2. Perpaduan dua sinyal fotoakustik dari dua jenis molekul gas tersebut akan menghasilkan resultan amplitudo (R) dan fasenya (θ).

t

Keterangan :

Gelombang laser

Sinyal fotoakustik yang muncul seketika setelah dikenai radiasi laser

t

t

Sinyal fotoakustik yang memiliki pergeseran fase terhadap saat dikenai radiasi laser


(35)

Perpaduan tersebut dapat digambarkan dengan diagram fasor seperti pada Gambar 2.4 [Sutrisno, 1982].

Gambar 2.4. Resultan amplitudo dan fasenya akibat serapan terhadap daya laser oleh dua molekul gas pada sel fotoakustik

Jika kedua molekul gas memiliki waktu relaksasi yang singkat, maka resultan amplitudo dari kedua sinyal fotoakustik yang berinterferensi merupakan penjumlahan dari amplitudo masing-masing sinyal fotoakustik tersebut. Jika salah satu molekul gas memiliki waktu relaksasi yang lama maka muncul beda fase yang disebabkan oleh molekul tersebut. Hal tersebut menyebabkan resultan amplitudo dari kedua sinyal fotoakustik lebih kecil dari penjumlahan amplitudo masing-masing sinyal fotoakustik.

R θ R1

θ2


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat – Alat

Penelitian ini dilakukan menggunakan instrumen Detektor

Fotoakustik dengan sumber cahaya Laser CO2. Rangkaian alat yang

digunakan diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian

Komputer 2 Komputer 1

Cuvet

flowcontroller

flowcontroller

flow- controller

flowmeter

Cuvet dan Sensor H2O

Cuvet dan Sensor CO2

etilen

Detektor fotoakustik


(37)

Gambar 3.1. menunjukkan rangkaian alat yang digunakan untuk meneliti pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Pada penelitian ini, digunakan gas-gas yang berasal dari tabung gas. Berikut adalah bagian-bagian penting pada penelitian.

3.2.2. Bagian-Bagian Penting pada Penelitian

Bagian-bagian penting dari alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah :

Flowcontroller

Flowcontroller digunakan sebagai pengatur kecepatan aliran gas pada sistem fotoakustik. Rangkaian alat pada Gambar 3.1 menggunakan tiga

flowcontroller.

 Cuvet

Cuvet merupakan tempat menampung gas karbondioksida.

 Detektor Fotoakustik

Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 digunakan untuk mengukur amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Laser CO2 yang digunakan sebagai sumber cahaya terdiri dari medium aktif, resonator optis, dan power supply. Pada sel fotoakustik terjadi konversi berkas cahaya laser menjadi sinyal fotoakustik yang akan ditangkap oleh mikropon. Sinyal

yang ditangkap mikropon akan diperkuat menggunakan lock-in


(38)

 Komputer

Komputer digunakan sebagai pencatat data, penampil data, dan pengolah data serta pengendali proses pengukuran.

 Sensor CO2 dan Sensor H2O

Sensor CO2 digunakan untuk mengetahui konsentrasi karbondioksida saat dilakukan pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik

menggunakan detektor fotoakustik. Sensor H2O digunakan untuk

mengetahui konsentrasi uap air. Data dari kedua sensor ini akan diolah menggunakan komputer.

Flowmeter

Flowmeter digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran gas pada

sistem fotoakustik. Besar kecepatan aliran gas ini ditunjukkan oleh

flowmeter dalam satuan ml/menit.

3.2.3. Bahan

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gas etilen, gas karbondioksida, dan gas nitrogen. Penelitian ini menggunakan gas-gas yang berasal dari tabung gas dimana campuran gas-gas tersebut diatur komposisinya. Penggunaan gas-gas yang berasal dari tabung bertujuan menjamin hasil ukur yang baik karena konsentrasi gas yang berada di dalam tabung telah diketahui dengan pasti. Penelitian ini menggunakan gas nitrogen sebagai gas pembawa dalam sistem fotoakustik.


(39)

3.3. Prosedur Penelitian

Tahap-tahap pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.3.1. Penentuan Garis Laser

Penentuan garis laser yang mempunyai serapan etilen dilakukan dengan scanning terhadap gas nitrogen dan scanning terhadap gas etilen.

Scanning terhadap gas nitrogen dilakukan menggunakan rangkaian pada Gambar 3.2. Pada Gambar 3.2 terlihat gas nitrogen dialirkan ke

flowcontroller untuk diatur kecepatan alirannya, kemudian menuju

detektor fotoakustik untuk scanning. Besar kecepatan aliran gas nitrogen diukur menggunakan flowmeter. Scanning dilakukan pada nilai frekuensi resonansi 1741 Hz.

Gambar 3.2. Rangkaian alat untuk scanning gas nitrogen

Setelah dilakukan scanning terhadap gas nitrogen, akan dilakukan

scanning terhadap gas etilen. Rangkaian alat yang digunakan yaitu

rangkaian pada Gambar 3.3. Konsentrasi etilen yang digunakan harus kecil agar daya laser tidak habis diserap gas etilen. Konsentrasi etilen yang kecil

flowcontroller

Detektor fotoakustik

nitrogen


(40)

diperoleh melalui pengenceran. Pengenceran tersebut dilakukan dengan cara mencampur gas etilen dengan gas nitrogen. Pencampuran tersebut dilakukan dengan mengatur kecepatan aliran kedua gas dari masing-masing tabung gas menggunakan flowcontroller.

Pada Gambar 3.3 terlihat gas nitrogen dialirkan ke flowcontroller. Gas etilen juga dialirkan ke flowcontroller. Setelah mengalir melewati

flowcontroller, kedua gas dengan kecepatan aliran tertentu bercampur dan menuju detektor fotoakustik untuk scanning. Selanjutnya, aliran campuran

gas ini akan diukur besar alirannya menggunakan flowmeter. Scanning

dilakukan pada nilai frekuensi resonansi 1741 Hz.

Gambar 3.3. Rangkaian alat untuk scanning gas etilen

3.3.2. Penyelidikan Pengaruh Gas Karbondioksida

Penyelidikan pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik dilakukan dengan cara memberikan variasi nilai konsentrasi karbondioksida. Hal pertama yang dilakukan dalam penyelidikan ini adalah mengisi cuvet dengan gas karbondioksida yang

etilen

flowcontroller

Detektor fotoakustik

nitrogen

flowmeter flowcontroller


(41)

nitrogen karbondioksida

Flow- controller

Cuvet dan Sensor CO2

Cuvet flowmeter

flowcontroller

memiliki konsentrasi 5000 ppm. Pengisian ini dilakukan menggunakan rangkaian pada Gambar 3.4.

Sebelum mengisi cuvet dengan gas karbondioksida, gas karbondioksida dari tabung gas diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran ini dilakukan karena konsentrasi karbondioksida pada tabung gas terlalu besar. Gas karbondioksida yang telah diencerkan tersebut dialirkan ke dalam cuvet. Selanjutnya, gas ini akan mengalir ke cuvet yang berisi sensor CO2 untuk diukur nilai konsentrasinya kemudian mengalir menuju ke flowmeter untuk diukur kecepatan alirannya. Saat nilai konsentrasi karbondioksida yang terukur oleh sensor mencapai 5000 ppm, maka aliran campuran gas dihentikan. Cuvet yang berisi gas karbondioksida dengan konsentrasi 5000 ppm tersebut digunakan untuk menyelidiki pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik.


(42)

Penyelidikan pengaruh gas karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik menggunakan rangkaian pada Gambar 3.1. Penyelidikan tersebut dilakukan pada garis laser yang memiliki serapan etilen. Posisi garis laser yang memiliki serapan etilen diketahui dari hasil yang diperoleh pada tahap pertama penelitian yaitu penentuan garis laser.

Pada percobaan ini, konsentrasi karbondioksida divariasi. Selanjutnya, dilakukan pengukuran nilai amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Nilai amplitudo dan fase sinyal fotoakustik yang terukur ditampilkan oleh lock-in amplifier. Nilai konsentrasi etilen dan nilai konsentrasi uap air dibuat tetap selama pengukuran dan nilainya dibuat kecil. Selama percobaan tersebut berlangsung, dilakukan pencatatan nilai konsentrasi karbondioksida, pencatatan nilai konsentrasi uap air, dan pencatatan nilai daya laser.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Penelitian dilakukan mengikuti prosedur penelitian yaitu penentuan garis laser dan penyelidikan pengaruh gas karbondioksida. Hasil penelitian tersebut adalah :

4.1.1. Penentuan Garis Laser

Penentuan garis laser dilakukan dengan cara scanning terhadap gas nitrogen dan scanning terhadap campuran gas etilen dengan gas nitrogen.

Scanning terhadap gas nitrogen dilakukan untuk posisi steppermotor 6200 sampai 7000. Pada scanning tersebut, gas nitrogen dari tabung gas

dialirkan menuju detektor fotoakustik dengan kecepatan aliran 30,1 ml/menit. Rangkaian alat yang digunakan untuk scanning gas

nitrogen tersebut adalah rangkaian pada Gambar 3.2.

Scanning terhadap campuran gas etilen dengan gas nitrogen

menggunakan rangkaian alat pada Gambar 3.3. Gas etilen dicampur dengan gas nitrogen karena konsentrasi gas etilen pada tabung gas terlalu

besar yaitu 10 ppm. Gas etilen 10 ppm dengan kecepatan aliran 3,1 ml/menit dicampur dengan gas nitrogen yang memiliki kecepatan

aliran 27,2 ml/menit. Campuran tersebut menghasilkan gas etilen dengan konsentrasi 0,99 ppm yang mengalir dengan kecepatan 30,3 ml/menit. Gas etilen hasil pencampuran inilah yang mengalir ke detektor fotoakustik untuk scanning dari posisi steppermotor 6200 sampai 7000.


(44)

Scanning menghasilkan data daya dan sinyal fotoakustik untuk setiap posisi steppermotor. Nilai sinyal ternormalisir untuk tiap posisi steppermotor dapat diperoleh dari data daya dan sinyal tersebut. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari gas nitrogen ditunjukkan oleh Gambar 4.1. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari campuran gas etilen dengan gas nitrogen ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

6200 6300 6400 6500 6600 6700 6800 6900 7000

Sin

ya

l T

e

rn

or

m

al

isir

(

au)

Posisi Steppermotor

Gambar 4.1. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari gas nitrogen


(45)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

6200 6300 6400 6500 6600 6700 6800 6900 7000

Sin y al T e rn o rm al isir ( au) Posisi Steppermotor

Gambar 4.2. Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari campuran gas etilen dengan gas nitrogen

Pertambahan sinyal ternormalisir diketahui dengan cara membandingkan Gambar 4.1 dengan Gambar 4.2. Pertambahan sinyal ternormalisir yang terbesar terjadi pada posisi steppermotor 6542. Gambar 4.1 menunjukkan pada posisi tersebut dihasilkan nilai sinyal ternormalisir yang sangat kecil. Gambar 4.2 menunjukkan terjadinya pertambahan sinyal ternormalisir yang terbesar pada posisi tersebut. Posisi tersebut merupakan posisi garis laser untuk etilen yaitu pada posisi steppermotor 6542.

4.1.2. Penyelidikan Pengaruh Gas Karbondioksida

Hal pertama yang dilakukan dalam penyelidikan ini adalah pengisian cuvet dengan gas karbondioksida yang memiliki konsentrasi 5000 ppm. Pengisian cuvet tersebut menggunakan rangkaian alat pada


(46)

Gambar 3.4. Setelah itu, dilakukan penyelidikan pengaruh perubahan konsentrasi karbondioksida terhadap amplitudo dan fase sinyal fotoakustik menggunakan rangkaian alat pada Gambar 3.1. Penyelidikan ini menggunakan cuvet yang telah berisi gas karbondioksida dengan konsentrasi 5000 ppm. Penyelidikan tersebut dilakukan pada garis laser yang memiliki serapan terhadap etilen. Posisi garis laser tersebut dapat diketahui dari hasil penentuan garis laser.

Aliran gas-gas yang digunakan pada penyelidikan ini dibuat tetap selama pengukuran. Gas nitrogen dialirkan menuju cuvet yang berisi gas karbondioksida dengan kecepatan aliran 19,9 ml/menit. Kemudian, gas tersebut bercampur dengan campuran gas etilen 10 ppm yang memiliki kecepatan aliran 3,0 ml/menit dan gas nitrogen yang memiliki kecepatan aliran 7,3 ml/menit. Sehingga, diperoleh nilai konsentrasi etilen 0,99 ppm dengan kecepatan aliran 30,2 ml/menit serta nilai konsentrasi karbondioksida yang berubah-ubah seiring bertambahnya waktu. Sementara itu, tidak ada tambahan aliran dari uap air maka konsentrasi uap air pada penyelidikan ini memiliki nilai yang tetap yaitu 53,07 %.

Selanjutnya, dilakukan pengukuran nilai amplitudo dan fase sinyal fotoakustik. Saat pengukuran nilai amplitudo dan fase sinyal fotoakustik tersebut dilakukan pencatatan nilai daya laser. Pengukuran tersebut dilakukan pada nilai frekuensi resonansi 1741 Hz. Sehingga, diperoleh data pada Tabel 4.1. Grafik amplitudo tiap satuan daya (R/P) ditunjukkan Gambar 4.3. Grafik fase sinyal fotoakustik ditunjukkan Gambar 4.4.


(47)

Tabel 4.1. Amplitudo tiap satuan daya (R/P) dan fase (θ) sinyal fotoakustik

Posisi Steppermotor : 6542 Konsentrasi Uap Air : 53,07 % Frekuensi Resonansi : 1741 Hz Konsentrasi Etilen : 0,99 ppm

Konsentrasi CO2 (ppm)

Fase/θ

(0)

R/P (au)

0 14,85 89,7

237,86 15,02 90,2

335,73 15,04 91,3

584,89 15,11 94,67

2466,28 58,22 136,25

2927,45 58,64 151,25

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

A m pl it udo T ia p S a tua n D a y a (a u )

Konsentrasi Karbondioksida (ppm)

Gambar 4.3. Grafik hubungan amplitudo tiap satuan daya (R/P) terhadap konsentrasi karbondioksida untuk nilai konsentrasi etilen 0,99 ppm


(48)

0 10 20 30 40 50 60 70

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

F

ase /

θ

(

0)

Konsentrasi Karbondioksida (ppm)

Gambar 4.4. Grafik hubungan fase sinyal fotoakustik (θ) terhadap konsentrasi karbondioksida untuk nilai konsentrasi etilen 0,99 ppm

Data pada Tabel 4.1 menunjukkan nilai amplitudo tiap satuan daya berbeda saat nilai konsentrasi karbondioksida berbeda walaupun nilai konsentrasi etilen tetap yaitu 0,99 ppm dan nilai konsentrasi uap air tetap yaitu 53,07 %. Gambar 4.3 menunjukkan grafik hubungan amplitudo tiap satuan daya (R/P) terhadap konsentrasi karbondioksida. Grafik tersebut menunjukkan peningkatan nilai R/P saat terjadi peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida. Gambar 4.4 menunjukkan adanya nilai fase sinyal fotoakustik berbeda saat nilai konsentrasi karbondioksida berbeda walaupun nilai konsentrasi etilen tetap yaitu 0,99 ppm dan nilai konsentrasi uap air tetap yaitu 53,07 %. Pada grafik tersebut, fase sinyal fotoakustik meningkat seiring meningkatnya konsentrasi karbondioksida.


(49)

4.2. Pembahasan

Pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik untuk nilai konsentrasi karbondioksida yang berbeda-beda telah dilakukan dalam penelitian ini. Pengukuran tersebut dilakukan pada nilai konsentrasi etilen yang tetap dan nilai konsentrasi uap air yang tetap. Pengukuran dilakukan menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Penelitian ini dilakukan pada garis laser yang memiliki serapan terhadap etilen. Oleh karena itu, sebelum pengukuran dilaksanakan perlu dilakukan penentuan garis laser.

Penentuan garis laser dilakukan dengan cara scanning. Scanning

dilakukan untuk gas nitrogen dan untuk campuran gas etilen dengan gas nitrogen. Pencampuran gas etilen dengan gas nitrogen bertujuan menghindari habisnya daya laser terserap oleh molekul gas etilen. Dalam hal ini, konsentrasi etilen mempengaruhi serapan terhadap daya laser. Saat proses eksitasi, molekul gas yang terdapat di dalam sel fotoakustik menyerap daya laser untuk berpindah dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Jika konsentrasi etilen terlalu besar maka serapannya terhadap daya laser juga besar. Hal tersebut memungkinkan daya laser habis terserap oleh molekul gas tersebut. Oleh karena itu, konsentrasi gas etilen yang digunakan harus kecil dan perlu dilakukan pengenceran.

Posisi garis laser yang memiliki serapan terbesar ditunjukkan oleh posisi steppermotor yang memiliki pertambahan sinyal ternormalisir terbesar. Pertambahan sinyal ternormalisir disebabkan adanya serapan etilen terhadap daya laser pada posisi tersebut. Dari hasil perbandingan kedua grafik sinyal ternormalisir, diperoleh posisi garis laser yang memiliki serapan etilen terbesar


(50)

yaitu 6542. Posisi garis laser tersebut merupakan posisi garis laser yang sensitif untuk mengukur gas etilen. Pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik dilakukan pada posisi tersebut.

Pada penelitian ini, amplitudo tiap satuan daya (R/P) dan fase (θ) sinyal fotoakustik beda untuk nilai konsentrasi karbondioksida yang berbeda-beda walaupun nilai konsentrasi etilen tetap dan nilai konsentrasi uap air tetap. Grafik hubungan amplitudo tiap satuan daya (R/P) terhadap konsentrasi karbondioksida ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Pada grafik tersebut, saat nilai konsentrasi karbondioksida meningkat terjadi peningkatan nilai amplitudo tiap satuan daya. Gambar 4.4 menunjukkan peningkatan nilai fase sinyal fotoakustik saat terjadi peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida.

Hasil pengukuran yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan terbentuknya resultan amplitudo dan fasenya yang berasal dari molekul gas C2H4 (etilen), molekul gas H2O (uap air), dan molekul gas CO2 (karbondioksida). Peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida saat konsentrasi etilen dan konsentrasi uap air bernilai tetap menyebabkan peningkatan nilai amplitudo sinyal fotoakustik tiap satuan daya. Hal ini memenuhi persamaan (2.8). Di samping itu, peningkatan konsentrasi karbondioksida saat konsentrasi etilen dan konsentrasi uap air bernilai tetap menyebabkan peningkatan fase sinyal fotoakustik. Hal ini memenuhi persamaan (2.9).

Persamaan (2.8) dan (2.9) menunjukkan keterkaitan amplitudo dan fase sinyal fotoakustik terhadap konsentrasi gas. Persamaan (2.8) menunjukkan jika terjadi peningkatan nilai konsentrasi salah satu gas sementara konsentrasi gas lain


(51)

bernilai tetap maka akan terjadi peningkatan nilai amplitudo sinyal fotoakustik. Persamaan (2.9) menunjukkan nilai fase sinyal fotoakustik akan meningkat bila terjadi peningkatan nilai konsentrasi gas karbondioksida ketika konsentrasi gas lain bernilai tetap. Hasil pengukuran yang diperoleh dalam penelitian ini memenuhi kedua persamaan tersebut.

Sinyal fotoakustik terkait dengan daya laser, koefisien serapan, dan konsentrasi gas. Faktor lain yang terkait dengan sinyal fotoakustik adalah waktu relaksasi molekul. Pada metode spektroskopi laser, salah satu fenomena fisika yang terjadi pada interaksi laser dengan medium tertentu adalah relaksasi dari molekul-molekul yang terdapat dalam medium tersebut [Zharov dan Letokhov, 1986]. Waktu relaksasi mempengaruhi nilai fase sinyal fotoakustik. Jika terdapat lebih dari satu jenis molekul gas pada sel fotoakustik, maka cepat atau lambatnya waktu relaksasi molekul tergantung dari interaksi molekul-molekul gas tersebut.

Interaksi molekul-molekul gas ditentukan dari jenis gas dan sifatnya. Dalam penelitian ini, gas nitrogen digunakan sebagai gas pembawa. Gas pembawa ini tidak menyerap radiasi laser CO2 sehingga keberadaannya tidak mempengaruhi hasil pengukuran. Gas pembawa tersebut akan membawa sampel gas yang mengandung molekul gas C2H4, molekul gas H2O, dan molekul gas CO2 ke sel fotoakustik. Radiasi laser yang mengenai sampel gas pada sel fotoakustik menyebabkan molekul gas C2H4, molekul gas H2O, dan molekul gas CO2 mengalami eksitasi dari keadaan dasar ke keadaaan tereksitasi ( C2H4*, H2O*, dan CO2* ). Molekul-molekul gas tersebut akan mengalami relaksasi. Molekul gas karbondioksida memiliki waktu relaksasi yang lebih lama dibandingkan molekul


(52)

gas C2H4 (etilen) dan molekul gas H2O (uap air). Hal tersebut menyebabkan pergeseran fase sinyal fotoakustik.

Penggabungan sinyal fotoakustik dari molekul gas C2H4, molekul gas H2O, dan molekul gas CO2 menghasilkan resultan amplitudo dan fase dengan nilai tertentu. Saat nilai konsentrasi karbondioksida meningkat, nilai amplitudo tiap satuan daya dan nilai fase sinyal fotoakustik yang diperoleh dalam penelitian ini juga meningkat. Hal tersebut menandakan terjadinya peristiwa kinetic cooling

yang mengakibatkan pemanasan berlangsung dalam waktu yang lama. Kinetic cooling disebabkan waktu relaksasi molekul gas karbondioksida (CO2) yang lebih lama dibandingkan molekul gas etilen (C2H4) dan molekul gas H2O (uap air).

Peristiwa kinetic cooling ditandai dengan adanya faktor τ4 pada persamaan (2.7), persamaan (2.8), dan persamaan (2.9). τ4 merupakan waktu relaksasi vibrasional efektif dari molekul gas nitrogen tereksitasi. Molekul gas nitrogen tersebut mengalami eksitasi karena tumbukan dari molekul gas CO2 tereksitasi yang memiliki tingkat energi vibrasi yang resonan dengan molekul tersebut. Relaksasi vibrasional efektif dari molekul gas nitrogen tereksitasi melibatkan proses transfer energi dari energi eksitasi molekul tersebut ke energi translasi melalui tumbukan dengan molekul gas lain.

Relaksasi dari molekul gas C2H4 dan H2O tereksitasi ( C2H4* dan H2O* ) terjadi dalam waktu yang singkat dan jika tidak terdapat molekul gas karbondioksida maka tidak terjadi kinetic cooling. Jika tidak terjadi kinetic cooling, maka nilai sinyal fotoakustik akan sebanding dengan penjumlahan linear dari hasil kali koefisien serapan dengan konsentrasi masing-masing gas. Namun,


(53)

saat terjadi relaksasi dalam waktu yang lama akibat keberadaan molekul gas karbondioksida, maka terjadilah kinetic cooling. Hal tersebut menyebabkan

munculnya faktor 

     + − 4 4 1 1 ωτ ωτ β i i

pada hasil kali koefisien serapan dan

konsentrasi gas karbondioksida pada persamaan (2.7).

Sinyal fotoakustik yang dihasilkan terkait dengan kosentrasi molekul gas yang berada dalam sel fotoakustik. Sinyal fotoakustik memiliki amplitudo dan fase. Jika relaksasi molekul-molekul gas terjadi dalam waktu yang singkat maka resultan amplitudo sinyal fotoakustik merupakan penjumlahan amplitudo masing-masing sinyal fotoakustik. Sehingga, dapat diperoleh hasil ukur konsentrasi gas yang tepat menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Penggabungan sinyal fotoakustik dari molekul-molekul gas yang memiliki waktu relaksasi berbeda menyebabkan resultan amplitudonya lebih kecil daripada penjumlahan amplitudo sinyal fotoakustik dari masing-masing gas. Perpaduan amplitudo dan fase tersebut dapat digambarkan dengan diagram fasor seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Hal ini menyebabkan ketidakakuratan hasil ukur konsentrasi gas.

Pada penelitian ini, perubahan kosentrasi karbondioksida mengakibatkan perubahan amplitudo tiap satuan daya dan perubahan fase sinyal fotoakustik pada nilai konsentrasi etilen dan nilai konsentrasi uap air yang tetap. Pengukuran konsentrasi etilen menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 erat kaitannya dengan sinyal fotoakustik yang diperoleh dari pengukuran tersebut. Maka, perubahan amplitudo dan fase sinyal fotoakustik akibat keberadaan gas


(54)

karbondioksida tersebut akan menyebabkan hasil ukur konsentrasi etilen menggunakan detektor fotoakustik menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi etilen tanpa memperhitungkan adanya molekul gas karbondioksida dalam sampel gas yang diukur akan menyebabkan kesalahan pada hasil ukur konsentrasi etilen tersebut.

Keberadaan gas karbondioksida dalam suatu sampel gas menyebabkan hasil ukur konsentrasi etilen yang kurang tepat. Contoh sampel gas yang mengandung gas etilen dan gas karbondioksida adalah gas buang kendaraan bermotor. Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel gas tersebut menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 harus memperhatikan keberadaan gas karbondioksida. Gas karbondioksida yang terkandung dalam sampel gas tersebut harus ditapis. Penapisan gas karbondioksida dapat dilakukan menggunakan kalium hidroksida / KOH [Altuazar, 2003].


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik untuk konsentrasi karbondioksida yang berbeda-beda menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Pengukuran ini dilakukan pada nilai konsentrasi etilen dan persentase uap air yang tetap. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa :

1. Peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida menyebabkan peningkatan nilai amplitudo sinyal fotoakustik tiap satuan daya (R/P) dan peningkatan

nilai fase sinyal fotoakustik (θ).

2. Keberadaan gas karbondioksida dalam suatu sampel gas menyebabkan ketidakakuratan hasil ukur konsentrasi etilen dari sampel gas tersebut.

5.2. Saran

Jika dilakukan penelitian pada bidang sejenis dengan penelitian ini atau dilakukan pengembangan dalam penelitian ini maka penulis menyarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut ini :


(56)

1. Pengukuran konsentrasi etilen dari suatu sampel menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 harus memperhatikan keberadaan gas karbondioksida.

2. Pengukuran konsentrasi etilen dari sampel yang mengandung gas karbondioksida pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dilakukan dengan menapis gas karbondioksida menggunakan KOH.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Altuzar, V., Tomás, S. A., Zelaya-Angel, O., Sánchez-Sinencio, F., dan Arriaga, J. L..2003.”Atmospheric Pollution Profile in Mexico City in Two Different Seasons.”Review of Scientific Instruments.74(1) : 500 – 502.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.2009. “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun

Gondal, M. A..1997.”Laser Photoacoustic Spectrometer for Remote Monitoring of Atmospheric Pollutants.”Applied Optics.36(15) : 3195 - 3201.

Juliantara, Ketut. “Polutan Pencemaran Udara (Pb).”

http://kesehatan.kompasiana.com/group/medis/2010/04/11/polutan-pencemaran-udara-pb/.diakses tanggal : 21 Oktober 2010.

Rooth, R. A., Verhage, A. J. L., dan Wouters, L. W..1990.”Photoacoustic Measurement of Ammonia in The Atmosphere : Influence of Water Vapor and Carbon Dioxide.”Applied Optics.29(25) : 3643 – 3653.

Santosa, Ign. Edi. 2008. Spektroskopi Fotoakustik.Yogyakarta : Laboratorium Analisa Kimia dan Fisika Pusat Universitas Sanata Dharma.

Sutrisno. 1982. Fisika Dasar : Gelombang dan Optik. Bandung : ITB.

Wang, Zu-Geng dan Xia, Hui-Rong.1991.Molecular and Laser Spectroscopy. Berlin : Springer-Verlag.

Zharov, V. P. dan Letokhov, V. S..1986.Laser Optoacoustic Spectroscopy. Berlin : Springer-Verlag.


(1)

33

gas C2H4 (etilen) dan molekul gas H2O (uap air). Hal tersebut menyebabkan pergeseran fase sinyal fotoakustik.

Penggabungan sinyal fotoakustik dari molekul gas C2H4, molekul gas H2O, dan molekul gas CO2 menghasilkan resultan amplitudo dan fase dengan nilai tertentu. Saat nilai konsentrasi karbondioksida meningkat, nilai amplitudo tiap satuan daya dan nilai fase sinyal fotoakustik yang diperoleh dalam penelitian ini juga meningkat. Hal tersebut menandakan terjadinya peristiwa kinetic cooling

yang mengakibatkan pemanasan berlangsung dalam waktu yang lama. Kinetic cooling disebabkan waktu relaksasi molekul gas karbondioksida (CO2) yang lebih lama dibandingkan molekul gas etilen (C2H4) dan molekul gas H2O (uap air).

Peristiwa kinetic cooling ditandai dengan adanya faktor τ4 pada persamaan (2.7), persamaan (2.8), dan persamaan (2.9). τ4 merupakan waktu relaksasi vibrasional efektif dari molekul gas nitrogen tereksitasi. Molekul gas nitrogen tersebut mengalami eksitasi karena tumbukan dari molekul gas CO2 tereksitasi yang memiliki tingkat energi vibrasi yang resonan dengan molekul tersebut. Relaksasi vibrasional efektif dari molekul gas nitrogen tereksitasi melibatkan proses transfer energi dari energi eksitasi molekul tersebut ke energi translasi melalui tumbukan dengan molekul gas lain.

Relaksasi dari molekul gas C2H4 dan H2O tereksitasi ( C2H4* dan H2O* ) terjadi dalam waktu yang singkat dan jika tidak terdapat molekul gas karbondioksida maka tidak terjadi kinetic cooling. Jika tidak terjadi kinetic cooling, maka nilai sinyal fotoakustik akan sebanding dengan penjumlahan linear dari hasil kali koefisien serapan dengan konsentrasi masing-masing gas. Namun,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

saat terjadi relaksasi dalam waktu yang lama akibat keberadaan molekul gas karbondioksida, maka terjadilah kinetic cooling. Hal tersebut menyebabkan

munculnya faktor 

     + − 4 4 1 1 ωτ ωτ β i i

pada hasil kali koefisien serapan dan konsentrasi gas karbondioksida pada persamaan (2.7).

Sinyal fotoakustik yang dihasilkan terkait dengan kosentrasi molekul gas yang berada dalam sel fotoakustik. Sinyal fotoakustik memiliki amplitudo dan fase. Jika relaksasi molekul-molekul gas terjadi dalam waktu yang singkat maka resultan amplitudo sinyal fotoakustik merupakan penjumlahan amplitudo masing-masing sinyal fotoakustik. Sehingga, dapat diperoleh hasil ukur konsentrasi gas yang tepat menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Penggabungan sinyal fotoakustik dari molekul-molekul gas yang memiliki waktu relaksasi berbeda menyebabkan resultan amplitudonya lebih kecil daripada penjumlahan amplitudo sinyal fotoakustik dari masing-masing gas. Perpaduan amplitudo dan fase tersebut dapat digambarkan dengan diagram fasor seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Hal ini menyebabkan ketidakakuratan hasil ukur konsentrasi gas.

Pada penelitian ini, perubahan kosentrasi karbondioksida mengakibatkan perubahan amplitudo tiap satuan daya dan perubahan fase sinyal fotoakustik pada nilai konsentrasi etilen dan nilai konsentrasi uap air yang tetap. Pengukuran konsentrasi etilen menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 erat kaitannya dengan sinyal fotoakustik yang diperoleh dari pengukuran tersebut. Maka, perubahan amplitudo dan fase sinyal fotoakustik akibat keberadaan gas


(3)

35

karbondioksida tersebut akan menyebabkan hasil ukur konsentrasi etilen menggunakan detektor fotoakustik menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi etilen tanpa memperhitungkan adanya molekul gas karbondioksida dalam sampel gas yang diukur akan menyebabkan kesalahan pada hasil ukur konsentrasi etilen tersebut.

Keberadaan gas karbondioksida dalam suatu sampel gas menyebabkan hasil ukur konsentrasi etilen yang kurang tepat. Contoh sampel gas yang mengandung gas etilen dan gas karbondioksida adalah gas buang kendaraan bermotor. Oleh karena itu, pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel gas tersebut menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 harus memperhatikan keberadaan gas karbondioksida. Gas karbondioksida yang terkandung dalam sampel gas tersebut harus ditapis. Penapisan gas karbondioksida dapat dilakukan menggunakan kalium hidroksida / KOH [Altuazar, 2003].

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

36 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran amplitudo dan fase sinyal fotoakustik untuk konsentrasi karbondioksida yang berbeda-beda menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Pengukuran ini dilakukan pada nilai konsentrasi etilen dan persentase uap air yang tetap. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa :

1. Peningkatan nilai konsentrasi karbondioksida menyebabkan peningkatan nilai amplitudo sinyal fotoakustik tiap satuan daya (R/P) dan peningkatan nilai fase sinyal fotoakustik (θ).

2. Keberadaan gas karbondioksida dalam suatu sampel gas menyebabkan ketidakakuratan hasil ukur konsentrasi etilen dari sampel gas tersebut.

5.2. Saran

Jika dilakukan penelitian pada bidang sejenis dengan penelitian ini atau dilakukan pengembangan dalam penelitian ini maka penulis menyarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut ini :


(5)

37

1. Pengukuran konsentrasi etilen dari suatu sampel menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 harus memperhatikan keberadaan gas karbondioksida.

2. Pengukuran konsentrasi etilen dari sampel yang mengandung gas karbondioksida pada detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dilakukan dengan menapis gas karbondioksida menggunakan KOH.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

38

DAFTAR PUSTAKA

Altuzar, V., Tomás, S. A., Zelaya-Angel, O., Sánchez-Sinencio, F., dan Arriaga, J. L..2003.”Atmospheric Pollution Profile in Mexico City in Two Different Seasons.”Review of Scientific Instruments.74(1) : 500 – 502.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.2009. “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun

Gondal, M. A..1997.”Laser Photoacoustic Spectrometer for Remote Monitoring of Atmospheric Pollutants.”Applied Optics.36(15) : 3195 - 3201.

Juliantara, Ketut. “Polutan Pencemaran Udara (Pb).”

http://kesehatan.kompasiana.com/group/medis/2010/04/11/polutan-pencemaran-udara-pb/.diakses tanggal : 21 Oktober 2010.

Rooth, R. A., Verhage, A. J. L., dan Wouters, L. W..1990.”Photoacoustic Measurement of Ammonia in The Atmosphere : Influence of Water Vapor and Carbon Dioxide.”Applied Optics.29(25) : 3643 – 3653.

Santosa, Ign. Edi. 2008. Spektroskopi Fotoakustik.Yogyakarta : Laboratorium Analisa Kimia dan Fisika Pusat Universitas Sanata Dharma.

Sutrisno. 1982. Fisika Dasar : Gelombang dan Optik. Bandung : ITB.

Wang, Zu-Geng dan Xia, Hui-Rong.1991.Molecular and Laser Spectroscopy. Berlin : Springer-Verlag.

Zharov, V. P. dan Letokhov, V. S..1986.Laser Optoacoustic Spectroscopy. Berlin : Springer-Verlag.