1. Pengertian Piutang Piutang merupakan klaim (hak untuk mendapatkan) uang dari entitas lain. Piutang juga disebut tagihan atau receivable. Penyelesaian piutang diharapkan dalam bentuk Kas selama kegiatan normal perusahaan. Klaim timbul karena berbagai se

Piutang Dalam Akuntansi

  1. Pengertian Piutang Piutang merupakan klaim (hak untuk mendapatkan) uang dari entitas lain. Piutang juga disebut tagihan atau receivable. Penyelesaian piutang diharapkan dalam bentuk Kas selama kegiatan normal perusahaan. Klaim timbul karena berbagai sebab. misalnya penjualan secara kredit, pemberian pinjaman kepada karyawan, porsekot dalam kontrak pembelian, porsekot kepada karyawan, dll. Tidak semua klaim tersebut di sebut sebagai piutang. » Menurut Rusdi Akbar (2004:199) menyatakan bahwa pengertian piutang meliputi semua hak atau klaim perusahaan pada organisasi lain untuk menerima sejumlah kas, barang, atau jasa di masa yang akan datang sebagai akibat kejadian pada masa yang lalu. » Menurut Warren Reeve dan Fess (2005:404) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan piutang adalah sebagai berikut : ”Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya”. » Menurut Mohammad Muslich (2003:109) mengemukakan yang dimaksud dengan piutang adalah sebagai berikut : ”Piutang terjadi karena penjualan barang dan jasa tersebut dilakukan secara kredit yang umumnya dilakukan untuk memperbesar penjualan”. » Menurut M. Munandar (2006:77) yang dimaksud dengan piutang adalah sebagai berikut : ”Piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak ain yang nantinya akan dimintakan pembayarannya bilamana telah sampai jatuh tempo”.

  Dari beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan piutang adalah semua tuntutan atau tagihan kepada pihak lain dalam bentuk uang atau barang yang timbul dari adanya penjualan secara kredit.

  2. Jenis-Jenis Piutang

  a. Piutang Dagang / Usaha (Account Receivables) yaitu piutang yang timbul dari penjualan kredit barang atau Jasa yang merupakan usaha pokok perusahaan. Bila piutang timbul dari penjualan asset perusahaan, pemberian pinjaman kepada pihak tertentu maka piutang tersebut tidak termasuk golongan piutang dagang. Transaksi paling umum yang menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan jasa secara kredit. Piutang tersebut dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relative pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan di neraca sebagai aktiva lancar.

  b. Wesel Tagih yaitu Piutang yang secara formil didukung oleh penjanjian untuk membayar secara tertulis (Notes Payable). Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari 60 hari. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi penjualan maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade receivable).

  c. Piutang non dagang / Piutang Lain-lain yaitu piutang yang timbul akibat penjualan asset, pemberian pinjaman kepada pihak-pihak tertentu. Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan akantertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain (other receivable) meliputi piutang bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan.

  3. Penyajian Piutang dalam Neraca yang tak dapat direalisasikan hanya berdasarkan taksiran. (Prinsip Akuntansi Indonesia 3.1 Pasal 9). Harus dipisahkan secara jelas antara piutang dagang, piutang karyawan dan piutang lainya. Apabila suatu perusahaan mempunyai hubungan jual beli dengan suatu pihak, sehingga terdapat piutang dagang dan juga utang dagang atau utang lainnya, penyajian dalam neraca tidak boleh dokompensasi akan tetapi harus dinyatakan secara terpisah.

  4. Mencatat Piutang Dalam sistim akuntansi manual, piutang dicatat oleh bagian khusus yang menangani piutang. Pada sistim akuntansi komputer umumnya pengembang menyerahkan tugas tersebut kepada komputer sehingga bagian piutang cukup melakukan verifikasi untuk menjamin validasi catatan yang dilakukan komputer.

  5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang Piutang merupakan aktiva yang penting dalam perusahaan dan dapat menjadi bagian yang besar dari likuiditas perusahaan. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto (2001:85- 87) sebagai berikut :

  a. Volume Penjualan Kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang berarti makin besarnya resiko, tetapi bersamaan dengan iu juga memperbesar profitability.

  b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitas . Syarat yang ketat misalnmya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat.

  c. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafond bagi kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin tinggi plafond yang ditetapkan bagi masing- masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Sebaliknya, jika batas maksimal plafond lebih rendah, maka jumlah piutang pun akan lebih kecil.

  d. Kebijaksanaan Dalam Mengumpulkan Piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka piutang yang ada akan lebih cepat tertagih, sehingga akan lebih memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar.

  e. Kebiasaan Membayar Dari Para Langganan Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam periode cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih kecil, sedangkan langganan membayar periode setelah cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih besar karena jumlah dana yang tertanam dalam piutang lebih lama untuk menjadi kas.

  Setiap usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akan mengandung resiko yang tidak wajar. Resiko yang timbul karena transaksi penjualan secara kredit disebut resiko kerugian piutang. Menurut S.Munawir berpendapat bahwa : Semakin besar day’s receivable suatu perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan terhadap kemungkinan kerugia yang timbul karena tidak tertagihnya piutang (allowance for bad debt) berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu bear (overstated ) Resiko kerugian piutang terdiri dari beberapa macam yaitu :

  a. Resiko tidak dibayarnya seluruh tagihan (Piutang) Resiko ini terjadi jika jumlah piutang tidak dapat direalisasikan sama sekali. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya karena seleksi yang kurang baik dalam memilih langganan sehingga perusahaan memberikan kredit kepada langganan yang tidak potensial dalam membayar tagihan, juga dapat terjadi adanya stabilitas ekonomi dan kondisi negara yang tidak menentu sehingga piutang tidak dapat dikembalikan.

  b. Resiko tidak dibayarnya sebagian piutang Hal ini akan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan bisa menimbulkan kerugian bila jumlah piutang yang diterima kurang dari harga pokok barang yang dijual secara kredit.

  c. Resiko keterlambatan pelunasan piutang Hal ini akan menimbulkan adanya tambahan dana atau untuk biaya penagihan. Tambahan dana ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila harus dibelanjai oleh pinjaman.

  d. Resiko tidak tertanamnya modal dalam piutang Resiko ini terjadi karena adanya tingkat perputaran piutang yang rendah sehingga akan mengakibatkan jumlah modal kerja yang tertanam dalam piutang semakin besar dan hal ini bisa mengakibatkan adanya modal kerja yang tidak produktif.

  Di dunia perdagangan khususnya (bisnis secara luas) yang begitu competitive dewasa ini, rasanya penjualan dengan credit sudah menjadi keharusan. Jika tidak, mungkin pelanggan (terlebih-lebih) calon pelanggan akan memilih membeli dari competitor (pesaing) kita. Menyediakan fasilitas credit kepada customer sudah merupakan keharusan. Trend penjualan dengan cara credit (pembayaran di masa yang akan datang) menimbulkan beberapa issue (masalah) baik dalam operasional maupun administrative-nya (pencatatan).

  Yang menjadi concern kita di accounting tentu sisi adminstratif-nya (perlakuannya). Mulai dari cara menentukan besarnya piutang (measuring), pengakuan (recognizing), pengelompokan (classifying) dan pelporannya (reporting/disclosure). Sedangkan bagi mereka yang berada di bagian keuangan (financial) atau yang mengendalikan kedua-duanya, maka penentuan a syncronized credit policy with sales force, sekaligus meminimalisasi piutang tak tertagih (bad debt) adalah tugas utama yang hanya akan terlaksana dengan baik jika didukung oleh administrasi yang akurat dan tepat waktu.

  Kita akan mulai bahas topic ini satu persatu…..mudah-mudahan saya berkesempatan (bisa atur schedule) agar bisa mempostingnya secara lengkap mulai dari administrative-nya (accounting

  

treatment), credit policy, account receivable control (pengendalian piutang), hingga how to deal

with bad debitor, bagaimana menghadapi penghutang yang susah ditagih, dengan

mengedepankan professionalisme yang akan tetap menjaga citra perusahaan di waktu yang

sama.

  Saya akan mulai dengan “how to classify receivables” bagaimana mengklasifikasikan piutang (yang pada prakteknya menurut saya masih rada simpang siur).

  Receivable Classification (Pengelompokan Piutang)

  Sering kita mengalami keraguan dalam mengelompokkan piutang. Banyak istilah yang terkadang tumpang tindih dan cenderung tidak beraturan, terutama di perusahaan-perusahaan baru yang system-nya belum tersusun dengan baik. Bisa dimengerti, karena usaha kecil (terlebih-lebih yang baru merintis) sudah pasti mengarahkan semua focus dan sumberdayanya untuk business development, sedangkan sisi administrative masih di perioritas setelahnya, karena keterbatasan sumberdaya manusianya (sebagai konsekwensi dari capital yang kecil juga tentunya).

  Sering kita melihat neraca yang mengandung dua jenis piutang: Piutang Dagang dan Piutang Usaha. Apa beda antara kedua jenis piutang ini? Apakah pengelompokan ini sudah baik? Kadang ada juga yang melaporkan adanya unsur Piutang Wesel (Notes Receivable) di Neraca.

  Jenis piutang apa itu? Apa bedanya dengan jenis piutang yang lainnya? Tidak jarang juga kita menemukan laporan keuangan (dalam hal ini Neraca/balance sheet) yang tidak membedakan jenis-jenis piutang ini secara terpisah, melainkan disebutkan menjadi satu saja yaitu: Account Receivable (AR) atau Piutang saja. Mengapa? Read on, for the details…..

  Rekening piutang (receivable) berasal dari hasil operasional normal dari suatu business. So, dilihat dari jenis transaksi yang membentuk rekening piutang, secara garis besar receivable (piutang) bisa dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:

  [1]. Trade Receivable (Piutang Dagang)

  Piutang dagang (trade receivable) adalah claim atau tagihan atas penyerahan barang/jasa kepada pihak lain. Jurnalnya:

  • Untuk penyerahan barang: [Debit]. Trade Receivable (pendapatan)

    Logically, piutang jenis ini termasuk paling current/liquid (lancar) diantara jenis piutang yang lainnya.

    Biasanya dapat ditagih paling lama 90 hari. Biasanya tanpa bunga. Jikapun akhirnya dikenakan

  bunga karena pembayaran yang lewat dari jatuh tempo, akan tetapi normatifnya, jenis piutang ini tanpa bunga. Tetapi pada kenyataanya, tidak demikian. Tidak sedikit piutang dagang menjadi jenis tertagih samasekali. Hmmm…, So apakah kita masih bisa berpegang bahwa piutang dagang pasti current? Lets read on…..

  [2]. Non-trade Receivable (Piutang Non-Dagang)

  Piutang non-dagang (non-trade receivable) adalah piutang yang berasal dari aktifitas perusahaan yang “bukan berupa penyerahan barang/jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan”. Ada berbagai kemungkinan transaksi yang menimbulkan non-trade receivable:

  1. Penjualan efek (property) selain persediaan yang pembayaranya belum diterima (e.g.: penjualan mesin yang telah tidak terpakai lagi secara kredit).

  2. Deposit yang dikeluarkan atas suatu kontrak (e.g.: atas kontrak kerja kepada sub-contractor yang baru akan dimulai, perusahaan mengeluarkan panjer sebagai jaminan).

  3. Klaim atas kerugian atau kerusakan yang belum diterima (e.g.: atas pembelian raw material yang cacat tetapi belum mendapat reimbursement).

  4. Discount claim atas pembelian tertentu yang belum diterima (e.g.: discount atas pembelian peralatan, yang belum dipotong).

  Current & Non Current Receivable (Piutang Lancar dan Tak Lancar)

  Lancar atau tidaknya suatu jenis piutang, tergantung lamanya tenggang waktu antara penyerahan (title) barang/jasa dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Batasan antara piutang lancar dan tidak lancar sedikit agak simpang siur, salah satu accounting writer sangat terkenal dari Indonesia (saya tidak sebutkan nama dan bukunya) mengatakan bahwa “Suatu piutang dikatakan lancar apabila piutang tersebut bisa ditagih paling lama 60 hari, jika lebih maka digolongkan sebagai piutang tak lancar. Sementara penulis lain, seorang guru besar accounting dari universitas kenamaan di USA (di buku lain, yang tidak saya sebutkan juga namanya) mengatakan batas lancar atau tak lancar adalah 90 hari.

  Pendapat saya pribadi? Saya tidak terlalu terpengaruh oleh pembatasan yang simpang siur

  semacam itu. Pemabatasan current atau non-current adalah untuk kepentingan analysis semata- mata, suatu analysis yang diambil dari Balance Sheet, yaitu Liquidity Ratio (solvabilitas, rentabilitas): membandingkan antara current asset dengan current liabilities, dengan fixed asset, dan lain-lain, yang pada dasarnya adalah untuk mengetahui apakah perusahaan sanggup mendanai (to fund) dirinya sendiri untuk satu siklus produksi (which is yes, most industries take 90 days for production

  lead time) dan memenuhi commitmentnya kepada pihak lain (membayar hutang-hutangnya). So what is the point of 60 days or 90 days? I’d rather take a year book period as a cut-off.

  Daripada bingung 60 atau 90 hari, lebih baik ambil satu tahun buku sekalian. Melihat batasan current atau tidak current, “piutang dagang” bisa jadi piutang lancar bisa jadi

  tidak lancar(tergantung berapa lama tenggang waktu creditnya/pelunasannya, ideally memang

  antara 7 hari hingga 90 hari). Dan piutang non-dagang (non-current receivable) pun demikian, bisa tergolong piutang lancar atau tidak lancar. So sesungguhnya lancar atau tidaknya suatu receivable tergantung dari lamanya waktu pelunasan (bukan dari transaksi apa piutang tersebut berasal).

  Dengan demikian, piutang atas penjualan suatu aktiva tidak seharusnya langsung

  

berarti piutang dagang automatis tergolong piutang lancar. Musti dilihat dahulu, jangka waktu

creditnya.

  Di Indonesia, piutang dagang yang tidak lancar ini lah yang kemudian disebut sebagai “Piutang

  Usaha“. Itulah sebabnya mengapa kita sering melihat di neraca-neraca kita, adanya dua jenis

  piutang yaitu: “piutang dagang” dan “piutang usaha” (which is actually membingungkan). Padahal sesungguhnya semua piutang yang terkait dengan aktifitas usaha (yang berpengaruh terhadap earning perusahaan) adalah piutang usaha.

  Notes receivable (piutang wesel) How about ”notes receivable”? Bagaimana dengan piutang wesel? Apa itu piutang wesel?

  Okay, “Piutang Wesel (Notes Receivable)” adalah ”pernyataan tertulis”, sekali lagi, pernyataan tertulis dari penghutang (dalam kasus penjualan adalah buyer) mengenai kesanggupannya membayar dengan cash atau barang atau bentuk lain di masa yang akan datang. Atau dengan kalimat sederhana ”piutang wesel (notes receivable)” adalah piutang yang disertai oleh perjanjian tertulis. Apakah piutang dagang bisa jadi piutang wesel? Iya, jika atas piutang tersebut disertai oleh janji tertulis. Apakah piutang non-dagang piutang wesel? Sama, bisa iya bisa tidak. Patokannya adalah ”disertai perpanjian tertulis atau tidak”.

  Next question is…… (mungkin anda ingin menanyakannya).

  

Apakah notes receivable (piutang wesel) tergolong lancar?, sekali lagi, bisa jadi lancar bisa jadi

tidak, tergantung apakah tanggal jatuh tempo-nya lewat dari satu tahun buku atau tidak.

  Karena kesimpang-siuran pengertian ini lah, tidak sedikit perusahaan yang bingung mengelompokkan jenis piutangnya, sehingga mencatat piutangnya ke dalam satu rekening saja yaitu ”Piutang” atau ”Account Receivable” saja.

  Apakah itu benar? Boleh?

  Jika stakeholder adalah penting bagi perusahaan, jika analysis dianggap penting di dalam pengelolaan suatu business, sudah seharusnya piutang dikelompokkan dengan baik, dengan

  catatan: tanpa menimbulkan salah persepi, karena pengelompokkan yang tidak jelas. Jika tidak,

  don’t be bothered, don’t waste your time, go and make good profit in your own way!

  How to classify receivable in proper way?

Bagaimana pengelompokkan piutang yang baik? Karena pengelompokkan piutang dimaksudkan

  untuk keperluan menilai kesehatan suatu usaha (analysis), simple-nya (supaya tidak bingung)

  piutang dikelompokkan menjadi dua macam saja, yaitu:

  1. Piutang lancar (Current Receivable), cukup disebut ”Piutang Usaha” atau ”Account Receivable” saja.

  2. Piutang tak lancar (Non-current Receivable), cukup disebut “Piutang Tak Lancar” atau “Non-Current Receivable” saja.

  Catatan (penting!): Piutang Lancar (yang mungkin anda sebut sebagai “Piutang Usaha” atau “Account Receivable”)

  dijadikan satu group dengan “Activa Lancar (Current” lainnya (cash, inventory). Sedangkan Piutang Tak-lancar dijadikan satu group dengan “investment account” lainnya (fixed asset, intangible asset).

  

Jika mau lebih detail lagi, kedua kelompok besar di atas boleh breakdown lagi (misalnya: dibagi

  bagi lagi menjadi piutang dagang, piutang bukan dagang, piutang wesel, piutang non-wesel). It’s a meter of how you’re confident with the way you break them down.

  

Berapa besarnya piutang yang dilaporkan?, bagaimana jika piutang sulit ditagih atau bahkan

gagal ditagih? Kapan suatu piutang dinyatakan sebagai piutang tak tertagih (bad debt)? Apa

antisipasinya? Apa itu cadangan kerugian piutang (doubtful receivable allowance) dan bagaimana menentukan besarnya? Bagaimana membersihkannya? Bagaimana prosedur

penghapusan piutang (writte-off)?, kapan suatu account receivable boleh di writte-off? How

to control (melakukan pengendalian) receivable? Find them out on my next post :