BUKU PANDUAN P P A
DAFTAR ISI PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi
1 Program Pendidikan Profesi Akuntansi
7 Tata Cara Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi
12 Kurikulum Pendidikan Profesi Akuntansi
13 Silabus Mata Ajar Pendidikan Profesi Akuntansi: Etika Bisnis & Profesi
15 Perpajakan 19 Praktik Audit
27 Lingkungan Bisnis & Hukum Komersial
35 Pasar Modal & Manajemen Keuangan
40 Pelaporan & Akuntansi Keuangan
46 Akuntansi Manajemen & Biaya
53 Persyaratan Peserta Pendidikan Profesi Akuntansi
57 Persyaratan Pengajuan Rekomendasi Penyelenggaraan Pendidikan
Profesi Akuntansi
57 Ujian Akhir dan Sertifikat
PANDUAN PERPANJANGAN IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Standar Penilaian Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi
62 Parameter Skor Penilaian Perpanjangan Izin Penyelenggaraan
Pendidikan Profesi Akuntansi
PANDUAN PENYUSUNAN BORANG PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Penyusunan Borang Pengajuan Rekomendasi dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi
71 Penyusunan Borang Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan
Profesi Akuntansi
72 Borang Aplikasi Pendidikan Profesi Akuntansi
74 Borang Perpanjangan Pendidikan Profesi Akuntansi
LANDASAN HUKUM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
1. UU Nomor 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan. Pasal 1 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan gaji resmi
mengenai berbagai jabatan pada Jawatan Akuntan Negeri dan Jawatan Akuntan Pajak, hak memakai gelar “Akuntan” (“accountant”) dengan penjelasan atau tambahan maupun tidak, hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai ijazah akuntan sesuai dengan ketentuan dan berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 2 Dengan ijazah tersebut dalam pasal 1 dimaksud:
a. ijazah yang diberikan oleh sesuatu universitas negeri atau badan perguruan tinggi lain yang dibentuk menurut undang-undang atau diakui pemerintah, sebagai tanda bahwa pendidikan untuk akuntan pada badan perguruan tinggi tersebut telah selesai dengan hasil baik;
b. ijazah yang diterima sesudah lulus dalam sesuatu ujian lain yang menurut pendapat Panitia Ahli termaksud dalam pasal 3 guna menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada huruf a pasal ini.
Pasal 3 (1) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan mengangkat
Panitia Ahli yang bertugas mempertimbangkan apakah sesuatu ijazah bagi menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada pasal 2 huruf a.
(2) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama Menteri Keuangan mengatur susunan dan cara kerja panitia itu.
(3) Menteri Keuangan berhak memberi tugas lain kepada panitia tersebut dalam ayat 1 untuk menjamin kesempurnaan urusan akuntansi c.q. untuk mengatur lebih lanjut urusan akuntansi.
(4) Tiap-tiap akuntan berijazah mendaftarkan nama untuk dimuat dalam suatu register negara yang diadakan oleh Kementerian Keuangan.
2. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 179/U/2001 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi.
Pasal 1 Pendidikan profesi akuntansi adalah pendidikan tambahan pada
pendidikan tinggi setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi.
Pasal 2 (1) Pendidikan profesi akuntansi diselenggarakan di perguruan tinggi
sesuai dengan persyaratan, tata cara dan kurikulum yang diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
(2) Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi di perguruan tinggi dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Perguruan Tinggi.
(3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas dasar rekomendasi dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan.
3. Perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia Nomor 565/D/T2002 dan 2460/MOU/III/02 tentang pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
Pasal 1
1. Maksud perjanjian kerja sama ini adalah untuk menjabarkan pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
2. Tujuan perjanjian kerja sama ini adalah untuk mengatur wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan profesi akuntansi.
Pasal 2 Lingkup perjanjian kerja sama meliputi:
1. Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
2. Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi.
3. Penetapan kurikulum pendidikan profesi akuntansi.
4. Evaluasi dan ujian.
5. Sertifikasi. Pasal 3 Departemen Pendidikan Nasional mempunyai wewenang dan
tanggung jawab atas:
1. Pembinaan akademik penyelenggaraan pendidikan profesi.
2. Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi atas rekomendasi Panitia Ahli Pertimbangan Ijazah Akuntan atas usul Ikatan Akuntan Indonesia.
3. Penyusunan dan penetapan serta pemutakhiran secara periodik
kurikulum pendidikan profesi akuntansi bersama-sama Ikatan Akuntan Indonesia.
Pasal 4 Ikatan Akuntan Indonesia mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atas:
1. Pengajuan usul pembukaan dan penutupan pendidikan profesi
akuntansi.
2. Pelaksanaan evaluasi dan usul penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
3. Penyusunan dan usul penetapan kurikulum pendidikan profesi akuntansi.
4. Pemutakhiran kurikulum program pendidikan profesi akuntansi secara periodik selambat-lambatnya 5 tahun dengan memperhatikan masukan dari pihak yang berkepentingan.
5. Pelaksanaan evaluasi kelayakan administratif dan akademik penyelenggara pendidikan profesi akuntansi secara periodik selambat-lambatnya 5 tahun dengan memperhatikan masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
6. Penetapan format sertifikat.
7. Penyusunan petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi yang meliputi persyaratan, tata cara dan kurikulum pendidikan profesi akuntansi.
Pasal 5 Kewenangan dan tanggung jawab Ikatan Akuntan Indonesia
dilaksanakan Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia yang dijalankan oleh Komite Evaluasi dan Rekomendasi Pendidikan Profesi Akuntansi.
4. International Education Standards yang ditetapkan oleh International Federation of Accountants (IFAC).
Statement Membership Obligation 2 mengatur tentang kewajiban anggota IFAC terkait dengan Standar Pendidikan Internasional bagi profesi akuntan. Dalam hal tanggung jawab pengembangan pendidikan dan pelatihan berada pada pihak ketiga, anggota IFAC berkewajiban mendorong pihak tersebut untuk memasukkan/menyelaraskannya dengan elemen yang tercantum dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh IFAC.
Pernyataan dan standar pendidikan internasional yang dikeluarkan IFAC diterbitkan untuk membangun benchmark global pendidikan dan pengembangan akuntan profesional. Standar ini didesain untuk menjadi Pernyataan dan standar pendidikan internasional yang dikeluarkan IFAC diterbitkan untuk membangun benchmark global pendidikan dan pengembangan akuntan profesional. Standar ini didesain untuk menjadi
Kompetensi dan integritas, merupakan dua komponen utama bagi profesi akuntan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesionalnya. Pendidikan akuntansi memberikan pondasi bagi seorang akuntan profesional untuk mengembangkan kompetensi dan memperkuat integritasnya.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh komite pendidikan IFAC meliputi: International Education Standards (IESs); Discussion Papers and Studies; International Education Guidelines (IEGs); dan International Education Papers (IEPs).
IESs ditujukan untuk memajukan profesi akuntansi dengan menetapkan tolok ukur (benchmark) sebagai persyaratan minimal untuk memperoleh kualifikasi sebagai akuntan profesional yang mencakup pendidikan, pengalaman praktik dan pengembangan profesional secara berkelanjutan.
Perlu dipahami bahwa IESs membangun elemen utama (misalnya materi, metode dan teknik) dimana program pendidikan dan pengembangan diharapkan memiliki potensi untuk diakui, diterima dan diaplikasikan secara internasional. IEGs mengintepretasikan, mengilustrasikan dan memperluas materi yang terkait dengan IESs dan memberi masukan dan panduan bagaimana mencapai persyaratan yang diatur dalam IESs. IEPs mengembangkan diskusi atau debat mengenai isu-isu, temuan-temuan terkini, atau menjelaskan situasi yang berhubungan dengan isu pendidikan dan pengembangan yang mempengaruhi profesi akuntansi.
Tujuh IESs yang dikeluarkan oleh IFAC adalah: IES 1, Entry Requirement to a Program of Professional Accounting
Education, menguraikan persyaratan untuk masuk pendidikan profesional akuntansi dan pengalaman praktik.
IES 2, Content of Professional Accounting Education Programs, merumuskan materi pengetahuan dalam program pendidikan profesional akuntansi yang dibutuhkan oleh para kandidat supaya mempunyai kualifikasi sebagai akuntan profesional. Standar ini merumuskan pengetahuan yang dibutuhkan ke dalam 3 area utama, yaitu: akuntansi, keuangan dan pengetahuan terkait; pengetahuan bisnis dan organisasional, serta pengetahuan teknologi informasi.
IES 3, Professional Skills Contents, merumuskan gabungan keahlian yang diperlukan oleh setiap kandidat untuk memenuhi kualifikasi sebagai akuntan profesional. Keahlian tersebut meliputi: intelektual, teknis dan fungsional, personal, interpersonal dan komunikasi, serta organisasional dan manajemen bisnis.
IES 4, Professional Values, Ethics and Attitudes, merumuskan nilai profesional, etika dan sikap akuntan profesional yang seharusnya diperoleh selama program pendidikan supaya memenuhi kualifikasi sebagai akuntan profesional.
IES 5, Practical Experience Requirements, merumuskan pengalaman praktik yang dimintakan oleh organisasi profesi anggota IFAC kepada anggotanya supaya memperoleh kualifikasi sebagai akuntan profesional.
IES 6, Assessment of Professional Capabilities and Competence, merumuskan persyaratan sebagai penilaian akhir atas kapabilitas dan kompentensi profesional para kandidat sebelum dinyatakan sesuai dengan kualifikasi sebagai akuntan profesional.
IES 7, Continuing Professional Development, merumuskan materi pengetahuan dan berbagai program pendidikan profesional yang IES 7, Continuing Professional Development, merumuskan materi pengetahuan dan berbagai program pendidikan profesional yang
Implementasi IES 1 diwujudkan dengan diharuskannya seseorang untuk menempuh pendidikan profesional akuntansi (PPA) di perguruan tinggi yang direkomendasikan oleh IAI untuk menyelenggarakan PPA. Pemberian rekomendasi kepada perguruan tinggi ini pun harus melalui proses tertentu sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) tidak terlepas dari adanya ketentuan mengenai penggunaan gelar akuntan sebagaimana diatur pada UU No. 34 Tahun 1954 sebagai landasan hukumnya. Menurut ketentuan tersebut gelar akuntan dapat diperoleh seseorang yang:
1. Memiliki ijazah dari Universitas Negeri atau Badan Perguruan Tinggi Lain yang dibentuk menurut Undang-undang atau diakui pemerintah; atau
2. Lulus dalam suatu ujian yang ijazahnya dapat disamakan dengan ijazah butir 1 di atas.
Sebelum berlakunya PPA, gelar akuntan secara langsung hanya diberikan kepada lulusan perguruan tinggi negeri tertentu atau melalui jalur Ujian Nasional Akuntansi (UNA) Dasar dan Profesi untuk perguruan tinggi swasta. Sedangkan lulusan perguruan tinggi negeri yang tidak secara otomatis dapat memberikan gelar akuntan, diharuskan untuk mengikuti UNA Profesi. Artinya, saat itu ada 3 (tiga) model untuk menghasilkan akuntan yaitu:
No. Keterangan Gelar Akuntan
1. Perguruan tinggi negeri tertentu Otomatis langsung memperoleh
gelar akuntan
2. Perguruan tinggi swasta Mengikuti UNA Dasar dan Profesi
3. Perguruan tinggi negeri baru Mengikuti UNA Profesi
Pelaksanaan ketentuan tersebut ternyata menimbulkan diskriminasi antara perguruan tinggi yang ijazahnya memenuhi butir 1 dan perguruan tinggi yang ijazahnya dianggap belum memenuhi. Pada kenyataannya banyak perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana akuntansi yang kualitas keilmuannya sangat baik, tetapi tidak dapat langsung mendapat gelar akuntan. Perkembangan selanjutnya, lahir UU No.: 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini kemudian dirinci dalam PP No.: 30/1990 mengenai Pendidikan Tinggi dan Kepmendikbud No.: 36/U/1993 tentang Gelar Akademik dan Sebutan Profesi. Dengan adanya peraturan-peraturan ini pendidikan akuntansi berubah secara mendasar. Pertama, UU No.2/1989 mengelompokkan pendidikan akuntan dalam kelompok pendidikan profesi dan memperoleh “sebutan” di belakang nama lulusannya. Sedangkan UU No.34/1954 memberikan “gelar” akuntan. Kedua, untuk dapat mengikuti pendidikan profesi yang baru, calon peserta didik harus lulus terlebih dahulu dari pendidikan akademik dengan gelar “Sarjana Ekonomi”. Hal ini serupa dengan pendidikan profesi untuk dokter, dokter gigi, dokter hewan, psikolog, apoteker, notaris, pengacara, dan arsitek.
DIKTI dan IAI selanjutnya mulai merumuskan format pendidikan profesi akuntansi. DIKTI menyerahkan kewenangan kepada profesi untuk melaksanakan pendidikan profesi. Untuk itu, perlu dibuat sebuah standar yang sama bagi seluruh perguruan tinggi dalam menghasilkan akuntan yang berkualitas. Dengan adanya standar tersebut maka diharapkan akuntan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa akuntan.
Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi bukanlah merupakan substitusi Program Studi Jurusan Akuntansi. Keduanya merupakan komplementer, saling melengkapi satu dengan yang lain.
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) merupakan pendidikan tambahan pada jalur pendidikan sekolah setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi. Pembukaan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) ini dilakukan setelah mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) merupakan pendidikan tambahan pada jalur pendidikan sekolah setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi. Pembukaan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) ini dilakukan setelah mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,
Tujuan PPA dinyatakan dalam SK tersebut untuk menghasilkan lulusan yang menguasai keahlian bidang profesi akuntansi dan memberikan kompensasi keprofesian akuntansi. Lulusan PPA berhak menyandang sebutan profesi “Akuntan”. Selain itu, ia juga akan berhak untuk mendapatkan nomor register akuntan dari Departemen Keuangan.
Sebelum tahun 2002, kurikulum pendidikan strata satu akuntansi minimal terdiri atas 160 sks. Dengan munculnya Keputusan Mendiknas No. 56 tahun 2000 tentang jumlah sks di strata satu minimum 144 sks, maka selisih sks tersebut disepakati oleh para pakar akuntansi di Indonesia untuk diselenggarakan oleh profesi akuntansi, dalam hal ini adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
IAI sebagai organisasi profesi akuntan di Indonesia menindaklanjuti inisiatif pemerintah yang menyerahkan pengaturan pendidikan profesi kepada organisasi profesi. Sejak tahun 2002, IAI telah membentuk Tim Evaluasi dan Rekomendasi yang bertugas menyusun rancangan Pendidikan Profesi Akuntansi.
Namun IAI bukan merupakan lembaga yang menjalankan pendidikan, sehingga IAI menitipkan pendidikan profesi kepada perguruan tinggi yang dipandang kapabel untuk menjalankan tugas tersebut. IAI melalui KERPPA menyeleksi perguruan tinggi yang berminat untuk menyelenggarakan PPA dengan menetapkan kriteria bagi calon penyelenggara.
KERPPA yang merupakan komite yang dibentuk oleh IAI berfungsi untuk memberi evaluasi dan rekomendasi tentang penyelenggaraan PPA kepada Panitia Ahli Persamaan Ijasah Akuntan (PAPIA). Atas dasar dari rekomendasi KERPPA, maka PAPIA meminta DIKTI untuk memberi izin penyelenggaraan PPA sesuai dengan kondisi perguruan tinggi pada saat divisitasi oleh KERPPA.
Perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan PPA harus mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Untuk itu perguruan tinggi harus mengajukan usulan penyelenggaraan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan usulan tersebut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan meminta rekomendasi IAI mengenai kelayakan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan PPA. Selanjutnya IAI akan melaksanakan proses evaluasi berdasarkan kriteria tertentu secara transparan.
Dengan demikian, PPA sebenarnya bukan merupakan tambahan yang diciptakan untuk mempersulit seseorang untuk menjadi akuntan. Justru, PPA diarahkan agar calon akuntan yang sebelumnya hanya menerima pendidikan formal strata satu lebih dihadapkan pada dunia profesi/praktik. Diharapkan akuntan lulusan dari PPA akan mempunyai konsep yang kuat dari pendidikan strata satu dan mempunyai keterampilan profesional yang memadai dari PPA.
Metode dan proses PPA dirancang untuk mengembangkan kemampuan agar dapat belajar secara berkelanjutan. Pada PPA penekanan diberikan pada aplikasi atas konsep teori yang diperoleh pada jenjang strata satu.
Pendidikan ini dapat diselenggarakan di universitas, institut, dan sekolah tinggi setelah mendapat rekomendasi dari KERPPA IAI. Pembukaan Pendidikan Profesi Akuntansi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
Kualifikasi untuk menjadi Akuntan dapat digambarkan pada gambar berikut:
Indonesian Accountancy Qualifications
Organizations
Process and Requirements
Qualifications and Rights
University Degree Degree with Accounting Major
Universities
Professional Education Program
Ministry of
Comprises 21-40 units delivered by
Education IAI
accredited colleges
Eligible for MOF Registration
Ministry of “Accountant Title” (may be called MOF Registration
Finance an Accountant) Register on State Register of Accountants (Register Negara)
IAI PA Certificate (CPA)
• Be eligible for MOF registration IAI CPA Holder (no rights) • Be IAI Member • Pass USAP Exam
MOF PA Certificate
• Be registered with MOF • Be IAI Member • Indonesian domiciled
PA Certificate Holder
• Hold IAI BAP
(may work as a PA)
• Have relevant practical
Ministry of
experience
Finance
MOF PA Practice License
• Hold MOF PA Practice
PA License Holder
• Employ at least three auditors
(may offer PA services)
TATA CARA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) harus memenuhi tata cara yang meliputi:
(1) Pengajuan usulan penyelenggaraan (2) Pemberian rekomendasi dari IAI (3) Pemberian izin penyelenggaraan
Perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan PPA harus mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Untuk itu perguruan tinggi harus mengajukan usulan penyelenggaraan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan usulan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan meminta rekomendasi IAI mengenai kelayakan perguran tinggi untuk menyelenggarakan PPA. Untuk kebutuhan evaluasi, IAI meminta perguruan tinggi melengkapi Borang Aplikasi dan kelengkapannya. IAI akan menerjunkan tim ke lapangan untuk menguji data yang disampaikan di dalam Borang Aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi atas Borang Aplikasi dan data di lapangan, IAI akan memberikan atau tidak memberikan rekomendasi dan menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak saat permintaan rekomendasi diterima IAI.
Surat rekomendasi dari IAI ditujukan kepada Panitia Ahli Pertimbangan Ijazah Akuntan (PAPIA) untuk selanjutnya diproses oleh PAPIA kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan rekomendasi ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dapat memberikan izin penyelenggaraan PPA.
IAI melakukan evaluasi secara periodik atas perguruan tinggi yang meneyelenggarakan PPA agar terdapat perbaikan yang berkesinambungan. Bentuk evaluasi periodik yang dilakukan IAI adalah:
(1) Kunjungan mendadak atas proses penyelenggaraan PPA; (2) Rekomendasi harus diperbaharui secara berkala; dan (3) Kriteria penilaian akan selalu disesuaikan dengan perubahan
lingkungan.
IAI merasa perlu mengadakan evaluasi periodik dengan maksud agar terdapat perbaikan penyelenggaraan PPA yang berkesinambungan. Selain itu, kriteria penilaian yang menjadi tolok ukur juga senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan lingkungan. Dari adanya kunjungan mendadak atas proses, penyelenggara PPA diharapkan senantiasa menjaga standar kualitas penyelenggaraan yang memenuhi kriteria penilaian. Pembaharuan rekomendasi diharapkan akan menghasilkan peningkatan kualitas penyelenggaraan PPA.
KURIKULUM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
Kurikulum dan silabus PPA sebagian besar berisikan materi yang tidak atau belum diberikan pada jenjang strata satu atau berupa aplikasi suatu konsep atau teori. Penyusunan kurikulum dan silabus PPA juga memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pengguna jasa akuntan. Kurikulum dan silabus PPA diharapkan tidak statis, namun dapat terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.
Penyelenggaraan PPA meliputi paling sedikit 21 sks dan paling banyak 40 sks yang ditempuh selama 2 sampai dengan 6 semester. Penyelenggara PPA dapat menambah mata kuliah di luar kurikulum inti PPA sehingga mencapai paling banyak 40 sks. Penambahan tersebut dapat dilakukan selama tidak melampaui batas waktu penyelenggaraan PPA, yaitu paling lama 6 (enam) semester. Kurikulum PPA paling sedikit terdiri dari:
Tabel 1. Kurikulum PPA
No. Mata Kuliah SKS
1 Etika Bisnis dan Profesi
2 Perpajakan
3 Praktik Audit
4 Lingkungan Bisnis dan Hukum Komersial
5 Pasar Modal dan Manajemen Keuangan
6 Pelaporan dan Akuntansi Keuangan
3 Jumlah
7 Akuntansi Manajemen dan Biaya
SILABUS MATA AJAR
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
SILABUS MATA AJAR ETIKA BISNIS dan PROFESI
3 SKS
Deskripsi dan Tujuan
Keberadaan mata ajar ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan etika, kesadaran etis dan perilaku etis akuntan. Peningkatan ini diharapkan akan berimplikasi pada meningkatnya kemampuan akuntan dalam pengambilan keputusan etis. Suatu pengambilan keputusan etis tidak hanya melibatkan rasionalitas saja, tetapi juga emosi dan intuisi. Untuk meningkatkan pengetahuan etika, materi meliputi berbagai spektrum pemikiran dalam etika, deskripsi etika bisnis dan profesi, isu-isu etis dalam profesi, serta implementasi dan perkembangannya dalam realitas praktik profesi akuntansi dan bisnis. Sementara untuk meningkatkan kesadaran dan perilaku etis, dianjurkan materi diperkaya dengan mendeskripsikan secara refleksif yaitu sebagai pengungkapan suatu fenomena kehidupan yang melibatkan nilai-nilai diri, pengalaman hidup dan norma suatu fenomena kehidupan di alam semesta. Dengan ini diharapkan peserta didik menemukan hikmah suatu proses kehidupan yang berlangsung dalam suatu sistem yang luas sehingga berkembang suatu pribadi yang toleran, bertenggang rasa, mencintai sesamanya, pribadi yang tawadhu’, hatinya tercerahkan, tidak gampang tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang, berintuisi kuat dan terdorong untuk melakukan tindakan yang bermakna. Dengan demikian maka secara spesifik, setelah mengikuti mata ajar ini diharapkan peserta didik dapat: (1) memiliki pengetahuan yang memadai tentang etika bisnis dan profesi, (2) memiliki kesadaran etis dalam suatu pengambilan keputusan ekonomi, (3) melakukan tindakan yang bermakna dan inspiratif bagi perkembangan profesi dan masyarakat.
Metode Pembelajaran
Pembelajaran etika harus berlangsung secara integratif dan refleksif. Proses pembelajaran dilakukan baik dalam bentuk transfer pengetahuan maupun pendalaman nilai-nilai, sehingga menambah pengetahuan tentang etika serta memperkuat kecerdasan emosi dan spiritual peserta didik. Dalam praktiknya ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan sangat tergantung kreativitas dosen. Untuk ini maka metode perkuliahannya meliputi:
1. Ceramah: Dosen menyampaikan ide-ide pokok dari suatu topik perkuliahan.
2. Diskusi: Peserta didik bersumberkan literatur yang disiapkan dan atau pengalaman yang didapatkan berdiskusi dengan peer-nya. Proses diskusi diawali atau diakhiri dengan presentasi hasil ringkasan materi dan atau hasil kajian dari kasus empiris dalam praktik akuntansi dan bisnis.
3. Eksplorasi kasus: Peserta didik harus mengekplorasi suatu kasus dalam praktik akuntansi dan bisnis yang menimbulkan dilema etika. Diharapkan eksplorasi dilakukan secara riil di lapangan, yang untuk itu peserta didik harus melakukan diskusi intensif dengan praktisi akuntansi (atau jika mungkin menggali pengalaman sendiri jika sedang atau pernah menjadi praktisi akuntansi dan bisnis).
4. Diskusi kasus yang sintesis-refleksif: Peserta didik mendiskusikan kasus empiris dari suatu kejadian etika yang dieksplorasinya dengan mendasarkan pada rujukan teoritis-konsepsional, kode etik, aturan hukum dan pertimbangan hati nurani serta juga sepenuhnya memperhatikan konteks kejadian tersebut sehingga dapat memberikan solusi yang cerdas dan bermakna.
Referensi Wajib
• Leonard J. Brooks (2004). Business & Professional Ethics for Accountants. South-Western College Publishing. • Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing. • IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia (1998). Prosiding Kongres VIII IAI beserta aturan etika pada masing-masing kompartemen. • IFAC Ethics Committee (2005). IFAC Code of Ethics for Professional Accountants. International Federation of Accountants. • Kode Etik Asosiasi-asosiasi Akuntan (IAPI, IAMI dll.).
Referensi Pendukung
• K. Bertens (2000). Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. • Theodorus M. Tuanakotta (2007). Setengah Abad Profesi Akuntansi.
Penerbit Salemba Empat. • Unti Ludigdo (2007). Paradoks Etika Akuntan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. • Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur profesi akuntansi (mis. PMK
17/2008) dan Peraturan-peraturan Pemerintah lainnya (mis. Bapepam) yang relevan.
• Sarbanes Oxley Act.
Artikel yang dianjurkan (dapat diganti/ditambah dengan yang lebih relevan)
• Goslings, J.H.W. (1997). Ethical Behaviour and Securities Trading. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 3; 65-71. • Jose, A. dan M.S. Thibodeaux (1999). Institutionalization of Ethics: The Perspective of Managers. Journal of Business Ethics 22: 133-143. • Kaptein, M. dan J.V. Dalen (2000). The Empirical Assesment of
Corporate Ethics: A Case Study. Journal of Business Ethics 24: 95-114.
• Poulfet, F. (1997). The Ethics of Tax Planning. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 4; 213-219. • Stainer dkk. (1997). Ethics for Management Consulting. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 2; 65-71. • White, L.P. dan L.W. Lam (2000). A Proposed Infrastructural Model for the Establishment of Organizational Ethical Systems. Journal of Business Ethics 28; 35-42.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Pada dasarnya penilaian dalam suatu perkuliahan tergantung model pembelajaran yang dilakukan oleh masing-masing dosen dan yang sudah disetujui oleh masing-masing penyelenggara program. Komponen penilaian dapat meliputi pemenuhan penugasan rutin, partisipasi dalam diskusi dan ujian (UTS/UAS). Untuk lulus, kehadiran harus > 75 % dari total pertemuan.
Presentasi kasus
Partisipasi dalam diskusi
Penugasan harian
Ujian Tengah Semester
Ujian Akhir Semester
Topik-topik Bahasan
Total pertemuan untuk 1 (satu) semester perkuliahan adalah 16 kali pertemuan (termasuk ujian). Setiap sesi berbobot 3 (tiga) sks dengan lama perkuliahan ± 150 menit.
SESI TOPIK BAHASAN REFERENSI
1. Pengantar Perkuliahan: Silabus dan Duska & Duska, Ch. 4 • Kontrak Belajar • Akuntansi sebagai Profesi dan
Kebutuhan atas Etika
2. Teori Etika dan Prinsip Etis dalam Duska & Duska, Ch. 2 & 3; Bisnis:
Bertens, Bab 2;
• Pengertian Etika
Ludigdo, Bab 2
• Relativitas Moral • Teori Etika Modern (Kognitivisme) • Teori Etika Relijius
(Nonkognitivisme) • Prinsip-prinsip Etika dalam Bisnis
3. Lingkungan Etika dan Akuntansi:
Brooks, Ch. 1 & 2;
• Ekspektasi masyarakat terhadap Duska & Duska, p. xiii-li.; bisnis dan akuntansi
Tuanakotta pada beberapa bab yang • Belajar dari masa lalu profesi
relevan
akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom
4. Tata Kelola Etis & Akuntabilitas: Brooks, Ch. 3 & 4 dan artikel dari Murphy • Good governance
yang menyertainya
• Pengembangan program etika
5. Pendekatan dalam Pengambilan Brooks, Ch. 5 dan artikel dari Brooks dan Keputusan Etis:
Tucker yang menyertai bab ini. • Analisis biaya-manfaat • Analisis etis untuk pemecahan
masalah
6. Etika Profesi Akuntansi: Berbagai kode etik profesi yang • IFAC Code of Ethics
dikeluarkan oleh asosiasi-asosiasi profesi • Kode Etik IAI
akuntansi
• Kode Etik IAPI • Kode Etik IAMI • Kode Etik IAI KASP • Kode Etik Profesi dalam asosiasi
akuntansi lainnya • Sarbox • PMK No. 17/2008 dan peraturan
pemerintahan Indonesia lainnya yang relevan.
7. Mengelola Resiko Etika dan Brooks, Ch. 6 dan artikel dari Mitroff, et Manajemen Krisis
al. yang menyertai bab ini.
Ujian Tengah Semester
8. Etika dalam Praktik Auditing dan Etika Tugas peserta didik dari hasil studi dalam Praktik Konsultan Manajemen
lapangan atau sumber dokumentasi
9. Etika dalam Praktik Akuntansi
lainnya yang relevan.
Manajemen dan Akuntansi Keuangan
10. Etika dalam Praktik Investasi dan Pasar Modal
11. Etika dalam Praktik Akuntansi Sektor Publik
12. Etika dalam Praktik Perpajakan
13. Etika dalam Praktik Bisnis
14. Materi Lokal Materi dan metode perkuliahan diserahkan kepada masing-masing dosen dan penyelenggara program.
Ujian Akhir Semester
SILABUS MATA AJAR PERPAJAKAN
3 SKS
Deskripsi dan Tujuan
Mata ajar ini bertujuan untuk membahas berbagai peraturan perpajakan yang berlaku serta pengaruhnya bagi perusahaan dan penyajian kewajaran penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Pembahasan tidak hanya menekankan pada penguasaan peraturan perpajakan namun juga menekankan bagaimana aplikasi peraturan tersebut dalam perusahaan. Peserta diharapkan dapat melakukan analisis terhadap transaksi perusahaan yang terkait dengan perpajakan dan menyajikannya dalam laporan keuangan. Peraturan perpajakan secara langsung akan mempengaruhi kondisi perusahaan, sehingga akan mempengaruhi keputusan bisnis yang diambil perusahaan. Pemahaman tersebut dapat membantu dalam melakukan audit atas transaksi dan akun yang terkait dengan perpajakan. Dalam beberapa pertemuan akan dibahas mengenai aspek etika perpajakan. Tujuan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan kognitif adalah agar peserta didik:
1. Memahami aplikasi pajak, baik dari sisi pelaporan pajak dan penyajian pajak dalam laporan keuangan.
2. Memahami pengaruh pajak dalam penyajian laporan keuangan.
3. Memahami dampak peraturan pajak terhadap keputusan bisnis.
4. Memahami pentingnya etika dalam perpajakan.
Metode Pembelajaran
Fokus pengajaran adalah pada kemampuan dan kemauan peserta didik untuk belajar secara mandiri dalam memahami konsep-konsep yang ada dalam silabus dan buku referensi yang diberikan dan pengetahuan lainnya. Pengajaran dilakukan dengan pendekatan cases based learning yaitu dengan menjelaskan konsep melalui kasus. Peserta dimotivasi untuk aktif dalam mencari dan menggali Peraturan Perpajakan yang terkait agar terbiasa dalam mendapatkan sumber hukum yang terbaru dalam menyelesaikan kasus pajak. Pengajaran dimulai dengan penyampaian materi pokok seperti yang tercantum dalam sub pokok bahasan. Waktu yang diperlukan untuk penyampaian materi antara 30 – 60 menit. Sedangkan untuk waktu sisanya digunakan untuk melakukan pembahasan kasus dan kuis. Staf pengajar dapat mencari kasus yang relevan dengan topik yang dibahas. Peserta didik membuat makalah yang berisikan bahasan atas kasus tersebut kemudian mempresentasikan hasil pembahasannya di depan kelas. Kelompok lain harus membahas kasus tersebut dan mengumpulkannya. Dengan demikian seluruh peserta dapat berpartisipasi dalam diskusi.
Agar peserta termotivasi untuk membaca materi yang diberikan di setiap pertemuan, akan diselenggarakan kuis di beberapa pertemuan. Terutama untuk materi yang telah diajarkan di S1. Waktu kuis antara 10 – 15 menit.
Referensi Wajib
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (UU KUP)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan. (UU PPh)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Undang-
Undang RI Nomor 18 tahun 2000. (UU PPN & PPnBM)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak
Bumi dan Bangunan. Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 1985. (UU PBB)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Bea
Materai. Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1985. (UU Bea Materai)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang RI Nomor 20
tahun 2000. (UU BPHTB)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) atas Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa. Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2000. (UU Penagihan dengan Surat Paksa)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 1997.
(UU Sengketa Pajak)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Dokumen
Perusahaan. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1997. (UU Dokumen)
• Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak dan
Retribusi Daerah. (UU Pajak & Retribusi Daerah)
• Buku Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan 26 (Kep. Dir. Jen. Pajak No. KEP-545/PJ/2000, PER-
15/PJ.2006). (Peraturan Pelaksana PPh 21)
• Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia. (SAK) • Peraturan pelaksana perpajakan dalam bentuk Undang-Undang yang terkait,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Edaran DJP, dll.
• CD Tax Guide. • Gunadi, Pajak Internasional. Lembaga Penerbit UI. (G1) • John Hutagaol, Pemahaman Praktis: Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda. (JH)
• Waluyo, Perpajakan Indonesia Buku 1 dan 2, Penerbit Salemba Empat,
2007. (W)
• Zain, Muhammad, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat. (Z)
Referensi Pendukung
• Harnanto, Akuntansi Perpajakan. • John Hutagaol, Darussalam, Danny Septriadi, Kapita Selekta
Perpajakan, Salemba Empat, 2006. (JDD)
• Mardiasmo, Perpajakan. (M) • OECD, Model Tax Convention on Income and on Capital, 2005. (OECD) • Rachmanto Surahmat, Bunga Rampai Perpajakan, Penerbit Salemba
Empat, 2007. • Siti Resmi, Perpajakan buku 1 dan 2, Salemba Empat. (SR) • Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai. • Jurnal Perpajakan Indonesia. • Majalah Berita Pajak.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil pembelajaran lebih menekankan pada aspek proses tidak hanya hasil akhir sehingga proses pemantauan setiap pertemuan, interaksi peserta didik selama di kelas dan pembuatan tugas kelompok merupakan aspek yang penting dalam evaluasi selain penilaian hasil akhir melalui evaluasi. Berikut ini ádalah beberapa alat evaluasi yang dapat digunakan yaitu :
Diskusi dan Partisipasi Kelas
Penyajian dan Penyelesaian Kasus
Ujian Tengah Semester
Ujian Akhir Semester
Topik-topik Bahasan
Materi berikut ini diajarkan dalam 14 kali pertemuan dengan durasi tiap kali
pertemuan selama ± 150 menit. EMUAN TOPIK BAHASABAHAN BACAAN SESI
TOPIK BAHASAN REFERENSI
1. Sistem Perpajakan di Indonesia dan
Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (I)
1. Kebijakan
¾ Definisi Pajak
¾ Fungsi Pajak
¾ Azas perpajakan
2. Administrasi
¾ Stelsel pajak
¾ Sistem pemungutan
¾ Jenis-jenis pajak
3. Hukum formal dan material
4. Teori Pajak
UU KUP
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
1. Sistem Self Assesment: ¾ Pendaftaran ¾ Pelaporan ¾ Pembayaran
2. Pembetulan SPT
3. Pembayaran Pajak
4. Pelaporan
5. Pencatatan dan pembukuan
6. Pembetulan SPT
2. Ketentuan Umum dan Tata Cara
UU KUP
Perpajakan (II)
UU Penagihan dengan Surat
1. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
Paksa
2. Ketetapan Pajak Kasus: Sengketa pajak:
3. Penagihan Pajak dan Penagihan Keberatan dan banding Pajak dengan Surat Pajak
4. Sanksi-sanksi Pajak
Kuis
5. Restitusi
6. Tata Cara Keberatan
7. Tata Cara Banding
8. Pengadilan Pajak
9. Peninjauan Kembali Pajak
3. Pajak Penghasilan
UU Pajak Penghasilan
1. Subyek dan obyek pajak dan Peraturan Pelaksana UU PPh pengecualiannya
Kasus: Identifikasi Obyek dan
2. Bentuk Usaha Tetap Subyek Pajak ¾ Pengertian BUT ¾ Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap ¾ Penghitungan Pajak Terhutang
Kuis
BUT
3. Biaya yang boleh dikurangkan dan pengecualiannya
4. Kompensasi kerugian
5. Penyusutan, amortisasi dan revaluasi aktiva
6. Penentuan harga perolehan
7. Pajak final
8. Norma penghitungan
9. Hubungan istimewa
4. Pajak Penghasilan untuk Transaksi
UU Pajak Penghasilan
Khusus
Peraturan Pelaksana UU PPh
1. PPh pasal 4 ayat 2 Kasus: Penerapan pajak atas
2. Kredit pajak luar negeri (PPh 24) penghasilan, transaksi atau
3. Ketentuan khusus PPh atas industri khusus transaksi / industri tertentu misal: ¾ Penghasilan modal ventura ¾ Transaksi pasar modal
Kuis
¾ Penghasilan yang dibebankan pada keuangan negara/daerah ¾ Konstruksi
¾ Pajak penghasilan atas dana pensiun ¾ Restrukturisasi utang
¾ Holding Company, Merger dan Akuisisi ¾ Pelayaran, penerbangan, pengeboran dan ¾ Dana pensiun
¾ Derivatif
5. Rekonsiliasi Fiskal
UU Pajak Penghasilan
1. Rekonsiliasi Laba Komersial dengan Peraturan Pelaksana UU PPh Laba Fiskal
Kasus: Rekonsiliasi Fiskal dan
2. Beda Permanen dan Temporer perhitungan pajak akhir
3. Perhitungan Pajak Terhutang
tahun
4. Kredit Pajak
Pajak akhir tahun
Kuis
(PPh 28 dan PPh 29)
6. Penyelesaian Pajak Akhir Tahun,
UU Pajak Penghasilan
Angsuran Pajak dan Pajak dalam
Peraturan Pelaksana UU PPh
Laporan Keuangan
PSAK 46
1. Cicilan pajak (PPh 25) Kasus: Perhitungan pajak dan
2. Pencatatan akuntansi: pengisian SPT tahunan PPh ¾ angsuran pajak
badan dan penyajian pajak ¾ kredit pajak
dalam laporan tahunan ¾ pajak akhir tahun
¾ beban pajak ¾ pajak tangguhan
3. Etika dalam pelaporan pajak
7. Pajak dipotong/dipungut pihak lain
UU Pajak Penghasilan
(withholding tax) – 21, 22, 23, 26
Peraturan pelaksana PPh
1. Pemotong pajak Kasus Perhitungan PPh 21 dan
2. Penerima penghasilan yang dipotong
3. Obyek pajak
4. Pengurangan yang diperbolehkan
Kuis
5. Penghasilan tidak kena pajak
6. Penghitungan PPh 21, 22, 23 dan 26
7. Penghasilan yang dikenakan PPh Final
8. Pencatatan akuntansi atas pajak dipotong/dipungut
Ujian Tengah Semester
8. Konsep Dasar PPN dan PPnBM
UU PPN dan PPnBM
1. Karakteristik dan Mekanisme Peraturan Pelaksana UU PPN Pengadaan PPN dan PPnBM
dan PPnBM
2. Obyek Pajak dan yang Dikecualikan Kasus: Perhitungan PPN dan
3. Pengusaha Kena Pajak penentuan utang PPN akhir masa
4. Penyerahan dan Bukan Penyerahan
5. Barang dan Jasa Kena Pajak
6. Daerah Pabean dan Kawasan Berikat
Kuis
7. Saat dan tempat terutang
8. Faktur Pajak, Nota Retur
9. Dasar Pengenaan Pajak
10. Hubungan istimewa dan kaitannya dengan DPP
11. Penghitungan dan pelaporan
12. Kredit Pajak Masukan
13. Pencatatan transaksi PPN dan PPnBM
9. Ketentuan Khusus PPN dan PPnBM
UU PPN dan PPnBM
1. Fasilitas khusus di bidang Peraturan Pelaksana UU PPN PPN/PPnBM: tidak dipungut,
dan PPnBM dibebaskan
Kasus: Perhitungan dan
2. PPN dan PPnBM atas penyerahan pelaporan PPN pada industri kepada pemungut pajak
khusus
3. Ketentuan atas Transaksi/ Industri Khusus :
Kuis
¾ Apartemen, real estate dan konstruksi ¾ Emas
¾ Transaksi syariah
¾ Pedagang Eceran (Retail) ¾ Leasing ¾ Kegiatan membangun sendiri
10. Pajak Daerah dan Pajak lainnya
UU PBB
(Materai, PBB dan BPHTB)
UU Bea Material
1. Pajak dan Retribusí daerah
UU BPHTB
2. Peranan Pajak Daerah dalam UU Dokumen Negara Pembangungan Daerah
UU Pajak dan Retribusi Daerah ¾ Beberapa contoh pajak daerah
Kasus: Pajak Daerah ¾ Mekanisme pembayaran dan
pelaporan pajak daerah
3. Subyek, obyek dan perhitungan PBB, BPHTB dan Bea / Materai
Kuis
11. Konsep Dasar Pajak Internasional
OECD
1. Konsep dasar Perpajakan
JH
Internasional
2. Pemajakan transaksi lintas negara
3. Konsep juridical versus economic Kasus : Manfaat Perjanjian double taxation
Penghindaran Pajak
4. Sumber hukum perpajakan Berganda internasional
5. Prinsip non diskriminasi
6. Konsep Anti-tax avoidance
7. Pengertian dan Tujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
12. Penghindaran pajak berganda
OECD
1. Tax Treaty :
JH
¾ Pemajakan atas Passive Income
¾ Pemajakan atas Dependent dan Independent Personal Services
Kasus : Transfer Pricing
2. Konsep BUT ( Permanent Establishment)
3. Transfer Pricing
4. Treaty Shopping Aplikasi pajak internasional dalam Perusahaan multinasional
13. Strategi Perencanaan dan Manajemen Z
Pajak Perusahaan
1. Konsep dasar strategi dan Kasus : Perencanaan dan perencanaan pajak
Manajemen Pajak
2. Penghindaran pajak dan penyelundupan pajak
3. Teknik dasar manajemen pajak dan perencanaan pajak misal optimalisasi biaya yang dapat dikurangkan, efisiensi administrasi
4. Berapa contoh keputusan manajemen : ¾ Pemberian dalam bentuk natura
¾ Biaya setelah pajak ¾ Pendanaan investasi
5. Pengaruh pencatatan dan sistem akuntansi dalam manajemen dan perencanaan pajak
6. Etika dalam manajemen pajak
14. Muatan Lokal
Ujian Akhir Semester
SILABUS MATA AJAR PRAKTIK AUDIT
3 SKS
Deskripsi dan Tujuan
Mata ajar ini diberikan untuk membekali peserta didik dengan pendalaman pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan standar auditing, standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar pengendalian mutu dan kode etik profesi. Setelah mengikuti mata ajar ini, peserta didik diharapkan mampu membuat perencanaan audit, melaksanakan audit di lapangan dan membuat laporan audit, serta melakukan jasa-jasa atestasi dan assurance lainnya, berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Dengan demikian mereka diharapkan siap menerapkan pengetahuan dan keahliannya sebagai auditor dan mampu mengembangkan keahlian untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan proses audit, termasuk kemampuan mengambil keputusan serta keahlian dalam menyiapkan dan menyampaikan komunikasi profesional dan bekerja dengan orang lain.
Metode Pembelajaran
Pengajaran diberikan dengan penekanan pada pembahasan kasus audit terpadu dan studi kasus audit lainnya sesuai dengan pokok bahasan. Pembahasan kasus dilakukan dalam bentuk presentasi dan diskusi. Di setiap sesi, peserta didik diminta mendalami isu yang akan dibahas. Kasus yang disajikan mencerminkan isu utama yang akan dibahas dalam sesi yang bersangkutan. Hasil pembahasan kasus oleh peserta didik disajikan secara tertulis untuk dipresentasikan dan didiskusikan di kelas. Peserta didik diharapkan untuk berpastisipasi secara aktif dalam diskusi.
Referensi
• Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), khususnya: o Standar Auditing dan Intepretasinya. o Standar Jasa Akuntansi dan Review. o Standar Pengendalian Mutu. o Kode Etik Profesi.
• International Standards on Auditing. •
IFAC Code of Professional Ethics. •
Standar Audit Pemerintah yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/2008 tentang Akuntan Publik. •
Peraturan Pasar Modal (Bapepam LK dan Bursa Efek Indonesia) berkaitan dengan Akuntan Publik, Kantor Akuntan Publik dan Audit.
• Satu atau lebih buku teks Auditing dari daftar di bawah ini atau buku teks lain yang sesuai:
o Auditing and Assurance Services, An Integrated Approach, by Arens, Elder, and Beasley, Prentice Hall – Pearson Education, 12 th
Edition, 2008 atau edisi terbaru. o Auditing & Assurance Services: A Systematic Approach, by Messier, Glover, and Prawitt, McGraw-Hill, 4 th Edition 2006 atau edisi
terbaru.
o Auditing Concepts and Applications, A Risk-Analysis Approach,
by th Konrath, Larry F., 5 Edition, South Western, 2001 atau edisi terbaru.
o Assurance & Auditing, Concepts for Changing Environment, by Schelluch, Topple, Jubb, Rittenberg and Schwieger, Thomson
(sekarang: Cengage). •
Satu atau lebih kasus auditing terpadu dari beberapa di bawah ini:
o Lakeside Company, The Case Studies in Auditing, by Trussel and Hoyle, Prentice Hall – Pearson Education, 10 th Edition, 2005 atau edisi
terbaru.
o Guide to Using International Standards on Auditing in the Audits
of Small- and Mediumsized Entities, International Federation of Accountants, December 2007.
• Dan bahan lainnya yang sesuai dengan pokok-pokok bahasan.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil pembelajaran bersifat komprehensif dan mencakup komponen berikut: Diskusi dan Partisipasi Kelas
Tugas Individu atau Kelompok
Penyajian dan Pemecahan Kasus
Ujian Tengah Semester
Ujian Akhir Semester
Topik-topik Bahasan
Mata ajar ini membahas semua hal penting yang perlu dikuasai oleh seorang auditor. Pokok bahasan mencakup mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan sampai pelaporannya. Pembahasan dilakukan dalam 14 kali pertemuan ± 150 menit selama satu semester. Dalam setiap pertemuan atau lebih, akan didiskusikan bagian dari kasus audit terpadu dan atau kasus audit lain yang berdiri sendiri. Pertemuan di kelas dilakukan berdasarkan jadwal berikut:
SESI TOPIK BAHASAN REFERENSI
1. Pengantar
SA 110 Tanggung Jawab dan Fungsi
1. Overview tentang Fungsi Auditor Independen Atestasi, Assurance dan Audit
SA 150 Standar Auditing
2. Proses Audit SA 161 Hubungan antara Standar
3. Standar Profesional Akuntan Auditing dengan Standar Publik
Pengendalian Mutu
4. International Standards on SA 201 Sifat Standar Umum Auditing
SA 210 Pelatihan dan Keahlian Auditor
Konsep Dasar
Independen
1. Asersi Laporan Keuangan
2. Resiko Audit SA 220 Independensi
3. Materialitas SA 230 Penggunaan Kemahiran
4. Kesalahan dan Fraud Profesional dengan Cermat dan
5. Tindakan Melawan Hukum
Seksama International Standards on Auditing
2. Tanggung Jawab Akuntan Publik SA 110 Tanggung Jawab dan Fungsi
1. Atestasi Auditor Independen
2. Audit SA 150 Standar Auditing
3. Kompilasi dan Review
4. Laporan Keuangan SA 161 Hubungan antara Standar Prospektif
Auditing dengan Standar
5. Pengendalian Mutu Pengendalian Mutu
6. Peraturan Menteri SAT 100 Standar Atestasi Keuangan, UU Pasar Modal
dan Peraturan Bapepam, SAT 500 Atestasi Kepatuhan Peraturan Bank Indonesia
Standar Audit Pemerintah IFAC Code of Professional Ethics UU Pasar Modal Peraturan Bapepam PMK No. 17 Tahun 2008, tentang Akuntan
Publik
3. Perencanaan Audit
SA 310 Penunjukan Auditor Independen
1. Komunikasi dengan Auditor SA 311 Perencanaan dan Supervisi Pendahulu (Sebelum
Penunjukan) SA 312 Resiko Audit dan Materialitas
2. Pembuatan Surat Perikatan dalam Pelaksanaan Audit (Engagement Letter)
SA 313 Pengujian Substantif Sebelum
3. Persiapan Pelaksanaan Tanggal Neraca Audit
4. Penetapan Strategi SA 314 Penentuan Resiko dan Menyeluruh
Pengendalian Intern –
5. Pembuatan Rencana Audit Pertimbangan dan Karakteristik
6. Pembuatan Program Audit Sistem Informasi Komputer
7. Penentuan Waktu Pelaksanaan Prosedur Audit
4. Pemahaman Mengenai Entitas
SA 315 Komunikasi antara Auditor
dan Lingkungannya
Pendahulu dan Auditor
1. Komunikasi dengan Auditor
Pengganti
Pendahulu (Setelah SA 316 Pertimbangan atas Kecurangan Penunjukan) dalam Audit Laporan Keuangan
2. Pelaksanaan Prosedur Analitik
3. Pertimbangan akan SA 317 Unsur Tindakan Melawan Hukum Pengendalian Internal
oleh Klien
4. Kebutuhan akan Supervisi SA 318 Pemahaman atas Bisnis Klien
Penetapan Resiko Salah Saji
SA 320 Surat Perikatan Audit
Material dan Desain Prosedur Audit
SA 329 Prosedur Analitik
5. Hakekat Pengendalian Internal
SA 314 .Penentuan Resiko dan
1. Definisi Pengendalian Internal Pengendalian Intern –
2. Komponen Utama Pertimbangan dan Karakteristik Pengendalian Internal
Sistem Informasi Komputer
3. Limitasi Pengendalian Internal SA 322 Pertimbangan Auditor atas
Pertimbangan Auditor atas
Fungsi Audit Intern dalam Audit
Pengendalian Internal
laporan Keuangan
1. Pemahaman Mengenai Kilien SA 325 Komunikasi Masalah yang dan Pengendalian Internalnya Berhubungan dengan
2. Penetapan Resiko Salah Saji Pengendalian Intern yang Material dan Desain Prosedur Ditemukan dalam Suatu Audit Audit
3. Pelaksanaan Prosedur Audit – SA 318 Pemahaman atas Bisnis Klien Pengujian Pengendalian
6 Proses Bisnis
SA 314 Penentuan Resiko dan
dan
1. Penjualan, Piutang dan Pengendalian Intern –
7 Penerimaan Kas Pertimbangan dan Karakteristik
2. Pembelian, Utang, dan Sistem Informasi Komputer Pembayaran Kas
SA 322 Pertimbangan Auditor atas
3. Sediaan dan Produksi Fungsi Audit Intern dalam Audit
4. Personel dan Penggajian Laporan Keuangan
5. Pendanaan
6. Investasi SA 324 Pelaporan atas Pengolahan Transaksi oleh Organisasi Jasa
Pertimbangan Lainnya
1. Komunikasi dengan Komite SA 325 Komunikasi Masalah yang Audit
Berhubungan dengan
2. Pelaporan Pengendalian Pengendalian Intern yang Internal
Ditemukan dalam Suatu Audit
3. Dampak Keberadaan Fungsi SA 318 Pemahaman atas Bisnis Klien Audit Internal SA 380 Komunikasi dengan Komite Audit
Laporan atas Pemrosesan Transaksi oleh Organisasi Jasa
Ujian Tengah Semester
8. Bukti Audit
SA 326 Bukti Audit
1. Kesesuaian dan Kecukupan SA 329 Prosedur Analitik Bukti
2. Jenis Bukti Audit
Prosedur dan Dokumentasi Audit
1. Jenis Prosedur Substantif
2. Program Audit Substantif
3. Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)