Agama Dan Hak Azasi Manusia

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama oleh para pemeluknya, diyakini diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa, Yang Maha Pemurah kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman hidup,
guna mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Agama mengajarkan bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan suci, manusia diciptakan sebagai makhluk yang indah.
Banyak ayat Al-Qur,an yang menyatakan bahwa apa yang diciptakan Allah dilangit
dan bumi itu diperntukkan bagi kepentingan manusia, Terhadap makhluk-makhluk
yang lain, manusia diposisikan oleh Allah sebagai khalifah, wakil Allah dibumi,
sebagai pemegang amanah yang akan diminta pertanggung jawabannya di akhirat.
Sedangkan hak Asasi Manusia (HAM) bertujuan untuk memelihara harkat dan
martabat manusia. Agama disebut sebagai fenomena abadi yang bersifat komplek. Ia
telah lahir sejak awal keberadaan umat manusia dan tetap bertahan hingga hari
kiamat. Dengan demikian seakan-akan agama tidak mengenal perubahan zaman,
karena berbagai peristiwa sosial yang dialami oleh manusia tetapi tidak
menghilangkan eksistensi agama. Meskipun keabadian agama sampai kini tidak
terbantahkan, bahkan belum ada definisi yang dapat menjelaskan fenomena agama
secara tuntas.

Disamping berkaitan dengan kenyataan-kenyataan, agama juga terutama yang
berkaitan dengan keyakinan/kepercayaan, penghayatan dan perasaan kepada supra
natural, Tuhan (dan sebutan-sebutan lainnya), sehingga agama merupakan sesuatu hal
yang sangat luas, komplek, diluar pengamatan, dan peka. Demikian pula masalah hak
asasi manusia (HAM) meurpakan “makhluk” yang multidimensi: politik, hukum,
moral, bahkan juga budaya, dan hal yang luas, banyak makna dan peka. Karena
luasnya itu, Abdul Aziz Said menyatakan bahwa hak asasi manusia pada saat ini telah
menjadi sesuatu yang sulit didefinisikan, namun sebaliknya tidak mungkin
diabaikan.1
Ide tentang hak asasi manusia (HAM) sudah merupakan “universal wisdom”
atau kearifan universal yang diterima oleh perserikatan bangsa-bangsa, sebuah
lembaga dunia yang menghimpun seluruh negara-negara merdeka jauh sebelum
munculnya fenomena kebangkitan agama-agama. Namun ada sejumlah negara-negara
yang masih menyimpan rasa keberatan untuk menerima subtansi HAM secara penuh
dan utuh.
1

Jhon Kelsay, Agama dan HAM, (Yogyakarta: Institud Dian, 1997) hlm, 205

2


Masyarakat memandang bahwa agama mempunyai wilayah kerja, demikian
pula hak asasi manusia (HAM) juga mempunyai wilayah kekuasaan sendiri. Apabila
dipandang asal usulnya, agama pedoman hidup yang diyakini berasal dari Tuhan,
sedangkan hak asasi manusia merupakan pedoman hidup hasil pengalaman dan
pemikiran manusia (humanis ethics). Sebahagian masyarakat menilai bahwa tidak
tepat, atau bahkan berbahaya mencampuradukkan agama dengan hak asasi manusia.
Disamping perbedaan wilayah kerja, antara agama dan HAM juga memiliki
perbedaan pendekatan, agama menempatkan manusia sebagai makhluk Tuhan
bersama makhluk-makhluk lainnya. Sedangkan HAM lebih mengedepankan hak dari
pada kewajiban, sehingga menjadi label, “setiap orang berhak”, sehingga hubungan,
persentuhan, dan perbenturan antara agama dan hak asasi manusia tidak dapat di
elakkan.2 Hubungan tersebut dapat berupa penolakan total, penolakan sebagian,
namun juga dapat berupa klaim-klaim yang saling bertolak belakang antara agama
dan HAM.
B. Rumusan Masalah
Oleh karena pentingnya memahami Agama dan Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam kajian ilmu Agama dan kemanusian, maka dalam makalah ini akan
disajikan beberapa permasalahan yang terkait dengan Agama dan hak Asasi
Manusia (HAM), dan kemudian dikaitkan dengan konteks kekinian.

1. Bagaiman yang dimaksud dengan HAM
2. Bagaiman kedudukan Agama dalam Konsep HAM
3. Bentuk-bentuk kontroversi hukum dan pelanggaran HAM terhadap agama

BAB II
PEMBAHASAN
2

Nurcholish Madjid, Usaha Menegakan Hak Asasi Manusia dalm Wacan Budaya dan
agama, (Semarang: Komnas HAM, 1995) hlm, 21

3

A. Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam ABC Teaching Human Right, United Nation, dirumuskan “ Human
rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature
and without which we can not live as human being” (Hak-hak asasi manusia secara
umum dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang menyatu dalam alam diri kita dan
tanpa hak hak-hak tersebut, kita tidak hidup sebagai manusia).
Pengertian HAM seperti yang dikemukakan oleh Materson dari Komisi Hak

Asasi Manusia PBB adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yang tanpa
dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.3
Menurut Baharuddin Lopa, kalimat “mustahil dapat hidup sebagai manusia”
hendaknya diartikan dengan “mustahil dapat hidup sebagai manusia yang
bertanggung jawab”4
Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa
sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu
gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri
manusia yang merupakan anugrah atau pemberian langsung dari tuhan YME.
Dari pengertian dasar tentang hak asasi manusia ini, selanjutnya dirumuskan
dalam 30 pasal Universal Declaration of Human Right (DUHAM). Deklarasi ini
disetujui pada tahun 1948 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Subjek
dari masing pasal tersebut antara lain adalah:5
1.

Pasal 1 Deklarasi Universal ini menyatakan bahwa manusia dilahirkan bebas dan
semua manusia mempunyai martabat dan martabat yang sama.
2. Larangan diskriminasi, larangan membedakan satu orang dengan orang yang
lainnya karena ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik
atau pendapat lain, asal usul kebangsaan bangsa atau social, harta milik, status

kelahiran atau status lain.
3. Hak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang. Termasuk
dalam hak ini adalah larangan genosida, pengurangan kemerdekaan dan
keselamatn seseorang.
4. Larangan perbudakan. Seseorang tidak boleh diperbudak
3

Peter Baehr, Instrumen International Pokok Hak-hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1997, hlm, 15
4
Baharuddin Lopa, Al-Qur,an dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima
Jasa, 1998),hlm, 3
5
Peter baehr, Intrumen International pokok-pokohk hak Asasi Manusia, hlm, 6

4

5. Larangan penganiayaan. Seseorang tidak boleh dianiaya, diperlakukan secara
kejam tidak berprikemanusian atau pengkuman yang menghinakan
6. Hak atas pengakuan sebagai manusia pribadi di muka hikum

7. Hak atas kemerdekaan seseorang. Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan
atau dibuang secara sewenang-wenang.
8. Hak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama. Hak atas kebebasan agama ini
mencakup kebebasan mengajarkan, melakukan, beribadah dan menepatinya, baik
sendiri maupun bersama-sama, baik ditempat tersendiri maupun ditempat umum.
9. Hak untuk mencari. Setiap orang. Setiap orang berhak mendapatkan suaka
kenegeri lain, kecuali karena pidana yang tidak ada hubungannya dengan politik.
Pasal-pasal tersebut diatas merupakan hanya sebahagian dari 30 pasal yang
dirumuskan dalam Deklarasi DUHAM. Untuk lebih lengkap lihat pokok-pokok hak
asasi manusia.
B. Agama
Pengertian dan definisi agama menurut para ahli. Agama menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.6
Sedang yang dimaksud dengan agama dalam hak asasi manusia dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menempatkan kebebasan pikiran, hati
nurani dan agama dalam satu baris, dalam satu kalimat. Dengan penempatan
demikian, dapat dipahami bahwa antara ketiga unsur, yaitu pikiran, hati nurani dan
agama dalam konteks hak asasi manusia dinilai memiliki tingkat kepentingan yang

sejajar, memiliki unsur-unsur yang mirip atau berdekatan antara satu dengan yang
lain. Namun apabila tentang pikiran dan hati nurani tidak ada penjelasan sama sekali,
maka agama dalam pasal tersebut memberikan penjelasan penjelasan yang panjang
dan rinci, yaitu7: “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan
agama; hak ini termasuk kebebasan menyatakan agama atau kpercayaan dengan
cara mengajarkannya, melakukannya, beribadah dan menepatinya, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, dan tempat umum maupun tersendiri”
Adapun materi tentang kebebasan agama dalam pasal Deklarasi Universal
dapat diurai sebagai berikut.8;
a) Kebebasan menyatakan agama atau kepercayaan
b) Kebebasan cara mengajarkan
6

Departemen RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: Edisi II, cet. IV 1995
7
Slamet HW, Hak Asasi Manusia dalam Hukum dan Politik, (Jakarta:Tajuk Republika,
2002) hlm. 6
8
Instrumen International Pokok Hak-hak Asasi Manusia, hlm 20


5

c) Kebebasan melakukan ajaran agama, mencakup beribadah dan menepatinya
d) Mengajarkan, melakukannya, beribadah dan menepatinya, dapat dilkukan sendiri
atau bersama-sama dengan orang lain,ditempat umum maupun sendiri.
Adapun ruang lingkup suatu agama dapat saja berubah atau berkembang dari
satu waktu ke waktu yang lain. Apabila dirinci, maka suatu agama dapat memiliki
lebih dari satu unsur yaitu:
1) Akidah/kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan kepada kehidupan dunia adanya
balasan di akhirat
2) Ajaran tentang kebaktian, yaitu ajaran tentang hubungan manusia dengan
tuhannya
3) Ajaran moral, yaitu menyangkut hubungan manusia dengan manusia dengan
sesamanya dan alam lingkungan
4) Sosial, budaya, pendidikan,dan
5) Politik, ekonomi dan lain-lain
Pada umumnya, agama-agama besar memiliki unsur pertama, kedua dan
ketiga. Sedangkan unsur ketiga dan keempat dalam sebagian agama, disamping
merupakan usaha menjaga eksistensi manusia sendiri juga dimaknai sebagai
penjabaran dari kepercayaan kepada Tuhan itu sendiri. Namun dapat juga dilihat

bahwa pelaksanaan unsur yang keempat dan kelima yang tidak wajar, dianggap
sebagai ancaman kelompok agama lain yang merasa menjadi sasaran penyiaran
agama tersebut. Beragamnya tipe agama di dunia menyebabkan pengaturan dan
pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) bidang agama menjadi tidak sama antara
agama yang satu dengan yang lainnya. Bahkan beragamnya agama-agama di dunia
juga menjadi tidak mudah untuk mencari titik temu.9
C. Sejarah dan Makna Hak Asasi Manusia
Pengertian awal tentang hak asasi manusia (HAM) masih sangat bernuansa
filsafat. Memang tak terbantahkan bahwa filosoflah yang pertama kali
mempersoalkan hak asasi manusia dari aspek filsafat semata, padahal dapat pula
ditinjau dalam perspektif hukum, social, politik, kultur atau ekonomi.
Menurut konsep hak asasi manusia, setiap manusia yang dilahirakan sudah
memiliki kemerdekaan dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama. Manusia
dikaruniai akal dan budi pekerti atau dalam bahahasa agamnya dikatakan bahwa
setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dalam rangka memelihara
kesuciannya itu, manusia oleh Tuhan dikaruniai akal dan budi.

9

Moh.Zahid, Agama dan Hak Asasi Manusia Dalam Kasus di Indonesia,(Jakarta:Balai

penelitian Dan Pengembangan Agama, 2007) hlm, 24

6

Pada awalnya, hak sasi manusia diperkenalkan di Inggris. Para bangsawan
Inggris pada tahun 1215 M berhasil memaksa Raja johm mendatangani magna Charta
Libertatum yang isi pokoknya membagi kekuasaan antara Raja dengan para
bangsawan, kemudian lahir Bill of Right (1689) yang memuat ketentuan-ketentuan
yang melindungi hak-hak dan kekuasaan individu. Bill of right merupakan hasil
pejuangan parlemen Inggris melawan pemerintahan raja-raja bangsa Stuart yang
sewenang-wenang pada abad ke 17. Bill of right disahkan setelah raja James II
dipaksa turun tahta dan William III naik kesinggasana, menyusul revolusi gemilang
pada tahun 1688.10
Selanjutnya, Rene Casin sebagai perumus utama memasukkan alam pikiran
hak asasi manusia ini kedalam Deklarasi prancis (1789 M). Selanjutnya hak asasi
manusia baru tumbuh dan berkembang pada waktu hak-hak manusia itu mulai
diperhatikan dan diperjuangkan dari tekanan, serangan atas bahaya yang ditimpulkan
oleh kekuasaan Negara. Dengan demikian, hakikat hak asasi manusia berkisar pada
pergaulan/interaksi antara manusia (individu) dengan masyarakat.11 Singkatnya, hak
asasi manusia (HAM) kemudian disepakati secara bulat dalam Sidang Umum PBB

pada 10 Desember 1948.
Dilihat dari perkembangannya, cakupan pemahaman tentang hak asasi
manusia ini dapat dibentuk berdasar atas tiga generasi. Pertama, Mencakup hak-hak
politik dan sipil yang sudah lama dikenal dan selalu diasosiasikan dengan pemikiran
di Negara-negara Barat. Kedua,Mencakup hak ekonomi dan social yang gigih
diperjuangkan oleh Negara-negara komunis di PBB. Ketiga,mencakup hak atas
perdamaian dan pembangunan, selain itu mereka juga mengemukakan konsep
mengenai relativisme kultur, yaitu pemikiran bahwa hak asasi manusia harus dilihat
dalam konteks kebudayaan masing-masing Negara, karena hal ini dapat
menyebabkan pebedaan dalam pelaksanaan hak asasi manusia.12

D. Kedudukan Agama dalam Konsep HAM
Deklarasi Universal tentang hak asasi manusia menundukkan agama dalam
dua posisi. Pertama, agama didudukkan sebagai identitas seseorang, yakni
disetarakan dengan asal-usul, jenis kelamin, etnis, budaya dan sebagainya. Dalam hal
ini, orang, kelompok atau Negara dilarang melakukan diskriminasi karena alasan
10

Scott Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
International, (Jakarta: Grafitti, 1994), hlm, 4
11
Scot Davidson, Hak Asasi manusia; Sejarah…,hlm. 6
12
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlemeter dan Demokrasi
Pancasila, (Jakarta: Gramedia, 1996) hlm. 140

7

agama. Tindakan pelanggaran hak asasi dengan meletakkan manusia sebagai objek
yang dibeda-bedakan merupakan suatu pelanggaran HAM. Persamaan harkat dan
martabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak diperhitungkan dan diingkari. Posisi
agama dapat dibaca pada pasal 2 DUHAM bahwa setiap orang tanpa membedakan
agama mempunyai hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam dalam Deklarasi
tersebut. Kedua, Agama diposisikan sebagai hak untuk dipeluk, mempercayai dan
berkeyakinan akan Zat Yang Maha Esa, beribadah kepadanya dan berpengajaran.13
Hak asasi manusia (HAM) tentang kebebasan beragama, selanjutnya di
uraikan dalam pasal 27 Konvensi Amerika tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan
dalam Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Ketidak Rukunan Agama dan
Deskriminasi Berdasrkan Agama atau Kepercayaan (1985).
E. HAM: Ideologi, politik, Hukum, dan Moral
1.Ideologi
Pengertian hak asasi manusia selintas tanpak jelas, tetapi dalam prakteknya
tidak sesederhana itu. Sehingga tidaklah mengherankan apabila dikemudian hari
terjadi berbagai kasus, dimana suatu negara dikecam oleh negara lain karena
dianggap menyimpang dari konsensus dalam melaksanakan hak-hak asasi manusia.
Sebaliknya, Negara yang dikecam itu justru mengecam balik Negara yang
mengecamnya juga atas tuduhan yang sama.
Perembangan penafsiran hak-hak asasi manusia sudah terjadi sejak Magna
Charta (1215) hingga Universal Declaration of Human Rights (1948) bahkan
perkembangan penafsiran tersebut terus berlanjut sampai sekarang. Perkembangan
wacana ini pertanda bahwa terdapat suatu perluasan semesta pembicaraan hak asasi
manusia, baik mengenai konsep hak asasi manusia sendiri maupun pelaksanaannya di
lapangan. Sebagai contoh, yang dimaksud dengan manusia dalam Magna Charta
adalah “orang Inggris” dan yang dimaksud manusia dalam Deklarasi Kemerdekaan
Amerika adalah pria berkulit putih. Disamping itu masih terdapat persoalan yang
tidak mudah untuk dijawab ketika orang berbicara tentang hak asasi manusisia.
Persoalan-persoalan tersebut adalah: Apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk
hak asasi manusia. Kemudian bagaimana interprestasi terhadap konsep-konsep yang
sudah disepakati sebagai bagian dari HAM. Dan parameter apa yang digunakan untuk
menilai pelaksanaan hal-hal yang disepakati sebagai hak-hak asasi manusia.
Disamping itu, masih terdapat sejumlah persoalan lain yang sebenarnya tidak menjadi

13

Indradi Kusuma. Dkk, Diskriminasi Warga Negara dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta:
Komnas HAM,2000) hlm.3.

8

bagian dari HAM, namun turut menentukan realisasi pelaksanaan hak asasi manusia,
seperti faktor kepentingan dan tendensi penjahan bentuk baru.14
Selama abad XVII sampai abad XIX, HAM telah menjadi ideologi yang
memberikan dasar legitimasi bagi perjuangan kelas menengah. Dengan modal
kepastian hukum dan kebebasan hak-hak asasi manusia, kaum kelas menengah ini
mendorong tumbuhnya perekonomian kapitalis di Negara-negara Eropa. Pada tahap
selanjutnya, HAM menjadi senjata ideologi bagi kaum buruh yang diperlakukan
kurang manusiawi oleh kaum menengah atas yang telah menjadi majikan. Berpangkal
dari peristiwa ini, pada abad ke 19 lahir hak-hak sosial yang memberikan
perlindungan bagi kepentingan kaum buruh.15
Sifat individualistic yang terkandung dalam Universal Declaration of Human
Rights itu dirasaknan oleh banyak Negara sosialis dan Negara berkembang lainnya
mengandung bias Barat yang kuat. Negara-negara yang baru berkembang tersebut
memandang hak-hak asasi manusia itu sebagai historis dan lepas dari konteks
lingkungan budaya, social, politik dan ekonomi masyarakat setempat. Inilah titik
kelemahan dan kekurangan Universal Declaratioan of Human Rights tersebut. 16
Ditengah-tengah kecurigaan itulah PBB mengesahkan dua buah kovenan
international tentang HAM. Pertama, kovenan tentang hak-hak ekonomi, social dan
budaya. Kedua, kovenan international tentang hak-hak sipil dan politik. Dengan
disahkannya dua kovenan tentang hak-hak asasi manusia ini, maka negara-negara
berkembang dalam mewujudkan keadilan ekonomi, sosial dan budaya harus
dibarengi dengan demokratisasi di bidang politik.
2. Politik
Hak asasi manusia dapat berwajah politik. Negara yang telah mempunyai
kepedulian terhadap masalah hak asasi manusia ini akan dapat dengan mudah
menuduh bahwa pihak lain mengabaikan kewajibannya melindungi, atau bahkan
melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi warganya. Karena, hak asasi manusia
dapat berubah menjadi komoditi politik bagi negara-negara adikuasa, negara-negara
yang merasa dirinya sudah melindungi hak asasi manusia bagi warganya sebaliknya,
bagi negara berkembang yang baru dalam proses membangun mencoba menuduh
balik bahwa negara lain telah mencampuri urusan dalam negeri, suatu yang jelas
bertentangan dengan etika pergaulan international dewasa ini, sebagai contoh yaitu,
campur tangan Amerika Serikat terhadap integrasi Timor Timur ke Indonesia serta
peranannya terhadap lepasnya wilayah itu dari Indonesia.
14

Slamet HW, Hak Asasi manusia.. hlm. 7
15
Slamet HW, Ibid..,hlm. 15
16
David Litle dkk, Kebebasan Agama dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)
hlm. 21

9

3. Hukum
Dalam priode yang relativ, Deklarasi Universal HAM sudah berhasil menjadi
dari bagian hukum konstitusi masyarakat dunia, dan Deklarasi Universal HAM itu
bersama-sama dengan piagam PBB sudah mencapai suatu derajat hukum bangsabangsa yang lebih tinggi dari semua perangkat hukum international dan hukum
nasional lainnya.
Bagi suatu negara, hak asasi manusia dapat menjadi kerangka dan bahan
penyusunan peraturan undang-undangan, penegakan hukum, penciptaan ketertiban
umum, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, bagi
negara-negara Timur dan negara berkembang lainya, langkah internalisasi HAM
dalam rumsan hukum terkadang tidak mudah, sehingga dapat saja muncul
pemahaman konsep HAM menurut masyarakat Barat dan Timur. Adapula yang
berpendapat bahwa HAM yang di Deklarasikan tersebut merupakan HAM
international, sedangkan di masing-masing negara dapat saja ada HAM yang bersifat
nasional/lokal, atau pelaksanaannya tidak harus persis sama dengan pelaksanaan di
negara-negara maju.
4. Moral
HAM dapat juga berkembang menjadi tata moral suatu bangsa, suku,
kelompok dan anggota masyarakat mempergunakan dan menghormati hak-hak asasi
manusia yang dimiliki bangsa, suku, kelompok dan orang lain.
Di Australia misalnya, pemerintah Daerah di Sidney menolak permohonan
sekolompok penduduk yang beragama Islam untuk membangun masjid. Pasalnya,
tempat ibadah itu dikhawatirkan akan menjadi tempat nyaman bagi teroris. Namun
sebaliknya apabila pihak pemeluk agama Kristen mengeluhkan sulitnya mendirikan
rumah ibadah/gereja di negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa, Hak Asasi Manusia tidak selamnya didasarkan atas
kehendak atau kebutuhan pribadi manusia, tetapi lebih dari kemaslahatan atau
kebaikan untuk semua umat manusia.
F. Hubungan Islam Dan HAM
Hubungan antara Islam dan hak asasi manusia, sangat menarik untuk dikaji
mengingat sebagai gagasan universal, HAM selalu relevan dengan perkembangan
zaman. Dalam Islam, perdebatan tentang HAM biasanya berkisar tentang
kesesuaiannya dengan ajaran Islam. Hal ini terjadi karena, dalam banyak hal, tidak
bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa konsep-konsep itu berkembang dari dunia
Barat yang sering dihadapkan dengan dunia timur (Islam).
Modernisasi yang dialami oleh dunia Islam, di antaranya, bermula dari
interaksi Islam dan peradaban Barat modern. Karena itu, tidak mengherankan ketika

10

muncul sejumlah pendapat mengenai hak asasi manusia ini ketika dihubungan dengan
Islam dan Barat. Sebagian pendapat menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah
sebuah konsep modern yang sama sekali tidak memiliki akar dalam tradisi Islam. Hak
asasi manusia adalah ciptaan Barat dan dengan demikian, masyarakat di luar Barat
modern tidak memiliki konsep hak asasi ini.17
Di sisi lain, ada pendapat yang sangat bertentangan dengan pendapat ini, yang
mengatakan bahwa Islam tidak harus mengadopsi hak asasi manusia, karena pada
dasarnya, konsep itu merupakan bentuk lain imperalisme Barat. Di antara dua
pendapat ekstrem ini, terdapat pandangan yang meyakini bahwa Islam memiliki
konsep hak asasi manusia yang sesuai dengan hak asasi manusia modern yang
diperkenalkan oleh Barat itu. Sehingga, secara formal-konseptual, menurut
pandangan ini, hak asasi manusia memang lahir di Barat, tetapi bukan berarti Islam
tidak memilikinya.
G. Persoalan HAM Terhadap UUD dan Aturan Agama
Penuangan nilai-nilai didalam hukum Agama dalam bentuk aturan tertulis
sering di ikuti oleh protes dan dianggap akan menimbulkan pelanggaran HAM,
seperti hukuman atau pidana cambuk yang diterapkan di suatu daerah yang
menjalankan syariat Islam dikatakan sebagai bentuk hukuman (pidana) yang
melanggar HAM. Padahal semua jenis pidana itu adalah memang melanggar HAM.
Filosofinya adalah melanggar HAM yang kecil untuk melindungi HAM yang lebih
besar.
Tidak hanya dalam aturan agama, sebagai contoh yang menarik
diperbincangkan akhir-akhir ini adalah kontroversi terhadap eksekusi hukuman mati
terpidana kasus narkoba di Indonesia. Secara sederhana dipertanyakan bahwa apakah
narkoba itu termasuk dalam katagori kejahatan serius atau bukan. Ada masing-masing
pendapat mengenai hal ini. Pihak yang menyebut narkoba bukan kejahatan serius,
adalah Sekjen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki Moon. Dia bersama
Presiden Prancis Francois Hollande, dan sebelumnya PM Australia Tony Abbot,
meminta hukuman mati tidak dilakukan, karna hal tersebut melanggar HAM.
Menurut Sekjen PBB, hukuman mati sudah tidak digunakan secara global. Ia
mengatakan hukuman mati hanya digunakan untuk kejahatan sangat serius, seperti
membunuh banyak orang sekaligus. Menurut versi Sekjen PBB narkoba tidak
termasuk katagori kejahatan serius, bahkan Sekjen PBB mengimbau Indonesia
mempertimbangkan untuk mengumumkan moratorium hukuman mati, diganti dengan
abolisi atau pengampunan. Sebaliknya Jaksa Agung Indonesia, HM Prasetyo
menyebutkan sebaliknya, yaitu narkoba sebagai kejahatan serius. Ia mengatakan di
Indonesia sudah hampir lima juta korban narkoba. Satu setengah juta diantaranya
17

Moh.Zahid, Agama dan Hak Asasi Manusia..,hlm, 97

11

hampir tidak bisa disembuhkan. Kondisi ini cukup untuk mengkatagorikan bahwa
narkoba adalah kejahatan serius dan layak untuk dihukum mati bagi pelaku
pengedarnya.18
Menurut Lukman Hakim (Menteri Departemen Agama RI), hukuman mati di
Indonesia bukanlah sesuatu yang melanggar hak asasi manusia (HAM), karena
pemahaman hak asasi manusia yang diatur dalam Undang Undang Dasar adalah
paham HAM itu dimungkinkan untuk dibatasi semata mata demi untuk menghormati
HAM orang lain. Indonesia menganut HAM yang bisa dibatasi oleh undang-undang,
bukanlah HAM yang tanpa batas atau bukan HAM liberal yang tanpa batas. Dimana
pembatasan diberlakukan semata mata untuk terlindunginya HAM orang lain dan
untuk menghormati orang lain19
Berdasarkan perbedaan kedua pendapat tersebut menjadi penting untuk
menyatakan bahwa di dunia ini, cara pandang dalam membentuk dan menegakkan
hukum, berbeda-beda. Dengan demikian pendapat yang menyatakan bahwa sistem
hukum tertentu yang bisa mengakomodir semua hal, menjadi terbantahkan dengan
sendirinya. Ada kenyataan hukum berbeda yang harus diakui. Dengan berbagai
sistem hukum didunia, cara pandang setiap hukum dan cara berhukum juga berbeda.
Tidak saja kasus narkoba, contoh menarik lain dalam hukum, misalnya sistem hukum
Islam yang menempatkan orang yang mengganggu garis keturunan (orang yang
sudah bersuami/istri berzina) dianggap sebagai kejahatan serius. Dengan demikian
menjadi jelas ternyata apa yang diyakini sebagai kejahatan serius di suatu negara,
belum tentu sama bagi negara lain.
Masih banyak perundang-undangan dan aturan yang menuai protes karena
dianggap membatasi kebebasan seseorang, padahal di negara-negara yang selama ini
tidak dikatagorikan sebagai pelanggar HAM, aturan tersebut dianggap sebagai hal
yang wajar. HAM adalah hak dasar yang universal, makna universal tersebut adalah
nilai-nilainya. Dicontohkan bahwa adalah hak orang tua untuk mendapat
penghormatan dari anak-anaknya, tentu saja tidak sama cara orang Barat dengan
orang Aceh didalam menghormati orang tuanya. Atau supaya Universal apakah harus
disamakan? Kalau orang Barat dibolehkan memanggil nama ayahnya dan dianggap
bukan hal yang tidak sopan, lalu bagaimana dengan orang Aceh yang memanggil
nama ayahnya? Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dan tidak wajar.
Contoh lain adalah hak setiap orang untuk meneruskan keturunan, tentu saja
tidak sama antara belahan dunia yang satu dengan yang lainnya. Jika dii negara Barat
18

Serambi Indonesia,Kejahatan Serius Narkoba dan Hukuman Mati, (Edisi, Kamis 7 Mei
2015) hlm, 18
19
Serambi Indonesia, Ibid..,kejahatan Serius Narkoba.., hlm 18

12

seseorang boleh meneruskan keturunan tanpa proses nikah, sehingga dikenal ada
undang-undang pengesahan anak. Bahkan anak-anak yang lahir sebagai akibat hidup
bersama tanpa ikatan perkawinan, kemudian dapat disahkan sebagai anak. Tentu hal
tersebut tidak boleh ditempat lain, jadi dapat dipahami bahwa, yang dimaksud
universal dalam HAM adalah nilai-nilainya, bukan caranya.
H. Bentuk Pelanggaran HAM Terhadap Etnis dan Agama
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-Undang, dan tidak didapatkan perlindungan atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh kebebasan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang.
Sejarah telah mencatat berbagai pelanggaran HAM yang disebabkan
perlakuan tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya,
bahasa,agama, golongan, jenis kelamin, status sosial, politik, keturunan dan
sebagainya. Pelanggaran ini terjadi secara horizontal (antar masyarakat) maupun
vertikal (antar Negara terhadap rakyat) atau sebaliknya. Banyak diantaranya
tergolong pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (gross violation of human
rights).20
Salah satunya bentuk pelanggaran HAM berat yang saat ini layak untuk
diperbincangkan adalah masalah yang terjadi di Negara Myanmar, telah terjadi
perpaduan kedua konflik diatas. Konflik ini merupakan konflik yang didasari atas
diskriminasi karena perbedaan etnis dan agama. Etnis Rohingya yang beragama
muslim tidak diakui keberadaanya di Myanmar dan tidak diberikan kewarganegaraan
(stateless person) sehingga status mereka adalah dianggap sebagai imigran gelap.
Mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum dari negara manapun, sehingga
berbagai tindakan kekerasan kerap dilakukan oleh masyarakat pro pemerintah junta
militer (secara horizontal) dan juga oleh pemerintah Myanmar (secara vertikal).
Akibat perlakuan diskriminatif tersebut, muslim Rohingya di usir dari tanah
kelahirannya yaitu Mnyanmar dan terpaksa memilih untuk menjadi manusia perahu
dan meninggalkan Myanmar untuk mencari keamanan di negara lain.
Tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan tidak hanya antar masyarakat
tetapi juga oleh pemerintah ini telah melanggar konsep negara seperti yang diusung
John Locke dalam bukunya Two Treatises of Civil Government. Dimana tujuan utama
dan pokok di bentuknya suatu negara atau pemerintahan adalah untuk melindungi
Hak Manusia, dan menjaditanggung jawab negara pula jaminan atas penegakan
hukum terhadap pelanggaran prinsipprinsip HAM. Apabila negara membiarkan
ketiadaan penegakan hukum atau bahkan menjadi bagian dari pelanggaran HAM
tersebut maka negara telah melakukan tindakan yang dikatakan sebagai impunitas
(impunity).21
20

Prinst Darwan, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia ,(Jakart:PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung 2001)hlm. 9

13

Telah tercatat sekitar 140 jiwa telah terbunuh dan jumlah pengungsi
meningkat hingga melebihi 110 ribu orang karena bentrokan yang terjadi hingga
April 2015. Kasus ini telah menjadi polemik yang panjang di Myanmar yang
berdampak bagi negara-negara yang menjadi tempat transit dan tujuan mereka, antara
lain Bangladesh, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Australia, Thailand,
Indonesia,dan Aceh.22
Ribuan Muslim Rohingya Mnyanmar telah melarikan diri dari rumahnya, dan
kapal pengungsi mereka terus di usir oleh negara-negara tetangga, meninggalkan
mereka terdampar dilaut lepas tanpa ada persedian makanan dan minuman. Lain
diantaranya telah dikurung di kamp-kamp hutan di Thailand dan jumlah yang tak
terhitung telah meninggal karena kelaparan, penyakit dan lainnya. Rohingnya adalah
minoritas Muslim di Mnyanmar yang di dominasai Buddha.
PBB menyebutkan mereka (etnis Rohingya) salah satu minoritas yang paling
teraniaya di dunia, secara efektif tanpa kewarga negaraan. Rohingya menuntut hak
yang sama, tetapi pemerintah Mnyanmar mengatakan mereka tidak memenuhi syarat
untuk kewarganegaraan dibawah junta militer pada tahun 1982 yang mendefinisikan
warga negara penuh sebagai anggota kelompok etnis yang permanen, menetap di
zaman modern Mnyanmar sebelum tahun 1823.
Di Mnyanmar, warga rohingnya memiliki akses terbatas kependidikan dan
perawatan medis, tidak bisa bergerak atau menjalankan agama secara bebas. Dalam
tiga tahun terakhir, serangan terhadap Rohingnya telah menyebabkan 280 orang
tewas dan memaksa 140.000 orang lain kedalam kamp-kamp.23
Adapun bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity)
yang dialami oleh etnis Rohingya antara lain adalah: Pembunuhan massal dan
sewenang-wenang, Pemerkosaan, Penyiksaan, Penyitaan tanah dan bangunan, Kerja
Paksa dan Perbudakan, Relokasi secara paksa, dan Pemerasan, pembuangan dan
dihanyutkan kelaut lepas.24 Hal tersebut telah terjadi pelanggara terhadap pasal 7
Statuta Roma, yang mendefinisikan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti yang
disebutkan di bab sebelumnya.
Berbagai bentuk kekerasan oleh militer terhadap kaum muslim Rohingya
adalah tindakan atas kejahatan atas kemanusiaan. Berbagai tindakan kekerasan
tersebut jelas melanggar nilai-nilai kemanusian dan HAM, serta deskriminatif berlatar
belakang agama, hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus segera dihentikan.
21

LG. Saraswati dkk, Hak Asasi Manusia, Teori Hukum dan Kasus,(Jakarta: Filsafat UI
Press, 2006), hlm. 195
22

Amnesty international, “No international compromise on human rights in Myanmar”,
http://www.amnesty.org. di akses tanggal 1 juni 2015.
23

Irma D. Rismayati, Manusia Perahu Rohingya Tantangan Penegakan HAM di ASEAN.
http://pustakahpi.kemlu.go.id hlm. 21 Diakses tanggal 1 juni 2015 hlm. 21
24

Rohingya 101 data dan fakta. Diakses dari www.indonesia4rohingya.org pada tanggal 29
mei 2015. Hlm.3

14

I. Memanusiakan Manusia
Persoalan HAM sebenarnya bukanlah permasalahan biasa, Karena ini
berbicara tentang hak asasi yang melekat pada masing-masing manusia. Hanya saja
ini kemudian terlihat biasa karena kasus-kasus pelanggaran HAM berserakan didepan
mata. Kemanusian seolah menjadi hambar untuk diperjuangkan.
Selama ini, perjuangan Hak Asasi Manusia memang gencar diteriakkan.
Dunia international menyuarakan itu secara lantang. HAM dilindungi dalam bentuk
Undang-undang, namun kenyataan berbicara lain. Riak perjuangan HAM tidaklah
segegap gempita teriakan. Penolakan dan kekerasan terhadap Muslim Rohingya yang
terdampar dilaut beberapa waktu lalu, adalah bukti bahwa perjuangan HAM selama
ini hanyalah setipis benang saja.
Ketika manusia sudah tak lagi dimanusiakan, disinilah awal permasalah
terjadi. Perpecahan dipicu oleh ketidak adilan dalam memanusiakan manusia.
Perbedaan agama, wilayah, budaya dan etnik kerap kali menyulut pertikaian dan
penindasan. Dalam kasus Muslim Rohingya, kekhawatiran akan Islam menjadi agama
mayoritas adalah alasan untuk melakukan penindasan berjubah agama. Rohingya pun
terampas haknya untuk hidup ditanah leluhur dengan martabat dan kehormatan. Tidak
cukup ditindas di negeri sendiri, duka Muslim Rohingya semakin menggurat ketika
keberadaan mereka juga ditolak oleh negara lain. Namun beruntungnya sebagian
daerah masih menerima dan memberlakukan mereka secara manusiawi. Lebih kurang
1.5000 jiwa muslim Rohingya yang terdampar di perairan Aceh akhir-akhir ini
diterima dengan baik dan diperlakukan secara manusiawi oleh masyarakat Aceh.
Kepedulian tersebut bukan saja karna kesamaan agama, tetapi karena mereka
adalah manusia yang wajib di manusiakan. Tsunami telah mengajarkan banyak hal,
kala itu banyak yang mengulurkan tangannya untuk Aceh karena alasan kemanusiaan.
Begitu juga yang dilakukan masyarakat Aceh dengan alasan yang sama.
Untuk menampung yang tertindas, jiwa kemanusiaan seharusnya memang
tidak hanya dibangun dalam bingkai kesamaan saja, tetapi juga merangkul perbedaan.
Tidak perlu ada dinding pembatas didalamnya bahwa rasa kemanusian itu disekat
oleh kesamaan agama, etnik, maupun budaya. Karena selama ada manusia yang
dirampas haknya dan ditindas oleh ketidak adilan, maka disitu pula hati harus
memerintahkan tubuh dan jiwa untuk mengembalikan hak tersebut.

J. Toleransi Dalam Agama Islam Sesama Manusia
Dalam konteks kemasyarakatan lebih luas, disebutkan bahwa orang-orang
yang mulia berkenan memberi bantuan dan donasi kepada orang-orang lemah, orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan (QS. Al-Isan [76]:8]. Yang dimaksud
dengan orang yang ditawan ketika ayat ini turun tentu adalah kafir Quraisy Makkah
yang bukan hanya berbeda agama melainkan musuh yang sangat anti dengan Islam.
Begitu pun, Allah SWT meminta Nabi dan kaum muslimin agar memberlakukan
tawanan perang dengan santun.

15

Toleransi Islam menurut Qardahawi berakar pada empat prinsip. Pertama,
Prinsip keragaman, pluralitas (al-tak’ addudiyah) keragaman sejatinya merupakan
watak alam, dan bagian dari sunnatullah. Orang Muslim, kata Qardhawi, meyakini
keesaan Allah (al-Khalik) Dalam keragaman itu kita disuruh saling mengenal dan
menghargai. (QS. Al-Hujarat [43]: 13].
Kedua, Prinsip bahwa perbedaan terjadi karena kehendak Tuhan (Waqi’ bi
masyi atillah) Al-Qur,an sendiri menugaskan bahwa, perbedaan agama karena
kehendaknya Allah, tentu tidak berkehendak pada sesuatu kecuali ada kebaikan
didalamnya. Kalau Allah mengkehendaki maka semua penduduk bumi menjadi
Islam, namun hal demikian tidak di kehendakiNya. (QS. Yunus [10]:99].
Ketiga, prinsip yang memandang manusia sebagai satu keluarga ( ka usrah wahidah)
semua orang dari sisi penciptaan kembali kepada satu Tuhan, yaitu Allah SWT, dan
dari sisi nasab keturuna, ia kembali kepada satu asal (bapak), yaitu Nabi Adam AS.
Pesan ini terbaca dengan jelas dalam surah an-Nisa ayat 1 dan dalam deklarasi Nabi
SAW yang amat mengesankan pada haji wada’.
Keempat, Prinsip kemulian manusia dari sisi kemanusiaannya (takrim alinsan li-insaniyyatih), manusia adalah makhluk tertinggi ciptaan Allah, dimuliakan
dan dilebihkan atas makhluk-makhluk lain (QS. Al-Isra [17]: 70]. Penghormatan
Nabi kepada jenazah yahudi dilakukan semata-mata karena kemanusian, bukan warna
kulit, suku atau agamanya. Maka jelaslah lah bahwa hakikat nilai-nilai kemanusian
dan hak asasi manusia yang sempurna ada pada Islam.

BAB III
KESIMPULAN
Ham dalam komisi PBB adalah hak-hak yang melekat pada manusia yang
tanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Menurut konsep
hak asasi manusia (HAM), setiap manusia yang dilahirakan sudah memiliki

16

kemerdekaan dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama. Hak asasi manusia
(HAM) disepakati secara bulat dalam Sidang Umum PBB pada 10 Desember 1948.
HAM adalah hak dasar yang universal, yang dimaksud dengan universal
adalah nilai-nilainya, bukan caranya. di dunia ini, cara pandang dalam membentuk
dan menegakkan hukum, berbeda-beda. Dengan demikian pendapat yang menyatakan
bahwa sistem hukum tertentu yang bisa mengakomodir semua hal, menjadi
terbantahkan dengan sendirinya. Ada kenyataan hukum berbeda yang harus diakui.
Dengan berbagai sistem hukum didunia, cara pandang setiap hukum dan cara
berhukum pun juga berbeda.
Agama merupakan pedoman hidup yang diyakini berasal dari Tuhan.
Sedangkan hak asasi manusia merupakan pedoman hidup hasil pengalaman dan
pemikiran umat manusia. Beragamnya tipe agama di dunia menyebabkan pengaturan
dan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) bidang agama menjadi tidak sama antara
agama yang satu dengan yang lainnya. Bahkan beragamnya agama-agama di dunia
juga menjadi tidak mudah untuk mencari titik temu.
Berbagai bentuk pelanggaran Ham terhadap manusia seperti kaum muslim
Rohingya adalah tindakan atas kejahatan atas kemanusiaan. Berbagai tindakan
kekerasan tersebut jelas melanggar nilai-nilai kemanusian dan HAM, serta
deskriminatif berlatar belakang agama, hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus segera
dihentikan.
Islam memiliki konsep yang sangat toleran sesama manusia seperti yang
dipraktekkan oleh Nabi SAW. Islam sangat toleran terhadapperbedaan agama, suku,
etnis dan wilayah. hakikat nilai-nilai kemanusian dan hak asasi manusia yang
sempurna ada pada Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin Lopa, Al-Qur,an dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PT. Dana Bakti
Prima Jasa, 1998
David Litle dkk, Kebebasan Agama dan Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997

17

Departemen RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Edisi II, cet. IV
Indradi Kusuma. Dkk, Diskriminasi Warga Negara dan Hak Asasi Manusia, Jakarta:
Komnas HAM,2000
Jhon Kelsay, Agama dan HAM, Yogyakarta: Institud Dian, 1997
LG. Saraswati dkk, Hak Asasi Manusia, Teori Hukum dan Kasus,Jakarta: Filsafat UI
Press, 2006
Nurcholish Madjid, Usaha Menegakan Hak Asasi Manusia dalm Wacan Budaya dan
agama, Semarang: Komnas HAM, 1995
Moh.Zahid, Agama dan Hak Asasi Manusia Dalam Kasus di Indonesia,Jakarta:Balai
penelitian Dan Pengembangan Agama, 2007
Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlemeter dan Demokrasi
Pancasila, Jakarta: Gramedia, 1996
Peter Baehr, Instrumen International Pokok Hak-hak Asasi Manusia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1997
Prinst Darwan, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia ,Jakart:PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung 2001
Slamet HW, Hak Asasi Manusia dalam Hukum dan Politik, Jakarta:Tajuk Republika,
2002
Scott Davidson, Hak Asasi Manusia: Sejarah, Teori dan Praktek dalam Pergaulan
International, Jakarta: Grafitti, 1994
Serambi Indonesia,Kejahatan Serius Narkoba dan Hukuman Mati, Edisi, Kamis 7
Mei 2015
Amnesty international, “No international compromise on human rights in
Myanmar”, http://www.amnesty.org. diakses tanggal 1 juni 2015