Perbandingan Kadar Serum Matrix Metalloproteinase (Mmp)-7 Pada Gastritis H.Pylori Dengan Non H.Pylori

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun
kronik.1
Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis
histologis, bukan klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah
erosi untuk mendeskripsikan gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinikan
adanya kerusakan mukosa yang tidak menembus mukosa muskularis.
Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan kedalaman rusaknya
mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis. Dari
endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi
gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada
3-12% subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis.17

Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster.16
Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus
gaster akut. E ulkus gaster kronik

6


Universitas Sumatera Utara

Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi dengan
keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien
berkorelasi dengan komplikasi gastritis.18

2.2 Epidemiologi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi,
hampir 10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah
sakit datang dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( World Health
Organization ) dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut:
Inggris 22%, China 31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1 juta
penduduk mengalami gastritis setiap tahunnya.19
Angka kejadian gastritis menurut WHO adalah 40,8%, dan merupakan
salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak pada passien rawat inap di rumah
sakit.19

2.3. Klasifikasi Gastritis
Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi

berdasarkan infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik; klasifikasi
secara makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan non erosiva;
klasifikasi berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi gastritis komplit,
inkomplit, dan erosif hemoragik; serta klasifikasi menurut ICD-10.

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi akut dan kronik. Gastritis akut
menunjukkan inflamasi yang singkat dan ditandai dengan infiltrat neutrofil,
sementara gastritis kronik menunjukkan inflamasi jangka panjang yang ditandai
infiltrat sel mononuklear terutama limfosit dan makrofag.20

7

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Klasifikasi Gastritis Akut dan Kronik. 1
Klasifikasi Tipe

Subtipe


Kronik

Antral predominant gastritis

H.pylori related

Pan gastritis
Atrophic gastritis
Lymphocytic gastritis
Granulomatous
Pernicious anemia

Corpus predominant gastritis

(auto-immune)
Granulomatous

Crohn’s, sarcoid

Miscellaneous


Collagenous gastritis (same question: acute
or chronic?)
Gastritis cystica profunda
Bile reflux

Akut

Granulomatous

Foreign body

Infectious

Bacterial (eg Helicobacter heilmanni,
Enterococcus, Syphilis, and Typhoid),
viral, tubercular, fungal

Eosinophilic
Drug Induced


Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia

Miscellaneous

Stress, bile reflux (chemical gastropathy,
acute or chronic?)

2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis
non erosiva. Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan
kerusakan/ defek pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan
perdarahan, namun bisa bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala
atau asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh NSAID, alkohol dan stres.
Penyebab lain yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri vaskular, dan
8

Universitas Sumatera Utara

trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi.

Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak
ditangani. Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri
khas dari gastritis erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus lapisan
mukosa muskularis. Sementara gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan
histologis yang terutama akibat infeksi H.pylori. Kebanyakan pasien gastritis
non-erosiva asimtomatis.21

2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe
matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.
Tabel 2.2. Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi 17

Main class

Subclass

I. Complete

Characteristic features


Innumerable, pinpoint-sized
hemorrhages

on

the

mucosal

surface
Ia Mature type

The

surrounding

mucosal

elevation is reversible due to
fibrosis

Ib Immature type

The bulging border is due to
oedema

II. Incomplete

A simple defect of the mucosal
layer

without

reaction

to

surroundings
IIa

Erosion located on flat mucosa


IIb

Erosion located on the prominent
folds of the prepyloric region
9

Universitas Sumatera Utara

III.Hemorrhagic-

Innumerable, pinpoint-sized

erosive gastritis

hemorrhages

on

the


mucosal

surface with erythrodiapedesis and
engorged blood vessels within
mucosa and submucosa

2.4 Etiologi Gastritis
Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. Rugge M membagi etiologi
gastritis berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan
idiopatik. Rugge M juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama
antara lain gastritis Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun.
Lalu Toljamo K mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3 kelompok
yaitu agen kimiawi, penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun Adibi P
menuliskan etiologi gastritis menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis Helicobacter
pylori dan gastritis non Helicobacter pylori.
Berdasarkan waktu gastritis dapat muncul tiba-tiba (gastritis akut) ataupun
membutuhkan waktu yang lama (gastritis kronik). Gastritis akut adalah proses
inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya berupa erosi dan hemoragik.
Penyebab yang paling sering diantaranya non steroid anti inflammatory drug (

NSAID ), kortikosteroid, paparan zat kimia seperti alkohol, kondisi stress seperti
luka bakar, miokard infark, lesi intra kranial dan

periode post operatif,

kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hyperemia, mukosa dengan
erosi multiple, kecil dan erosi superficial dan dapat ditemukan juga ulkus.Secara
mikroskopis dapat ditemukan epitel superficial injury dan nekrosis pada kelenjar
superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan.Sel-sel inflamasi
dijumpai dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih dominan.Pada
kasus ringan pasien biasanya asimtomatik atau hanya memiliki gejala dyspepsia
ringan.Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri ulu hati,
mual, muntah, hematemesis dan melena.Pada kasus berat biasanya pasien telah
mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi.
10

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histology berupa
peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan
etiologi gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari
autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain
dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi mukos menunjukkan
gambaran atropi.Sedangkan secara histology ditemukan infiltrasi sel limfositplasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa
dapat menunjukkan perubahan kea rah metaplasia intestinal.Pada stsdium akhir
mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat
ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat
ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan.
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko
terhadap terjadinya ca gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun
pada organ lain khususnya penyakit tiroid.22

2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi,
Fisik, Imun dan Idiopatik
Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge M.

Tabel 2.3. Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,
Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik 2
Etiologi

Agen

Etiologi Spesifik

Klinis

Keterangan

Agen yang

Virus

Cytomegalovirus

Akut

Non atrofik**

Virus herpes

Akut

Non atrofik**

Helicobacter pylori

Akut/kronik

Non atrofik&

ditransmisikan
Bakteri

atrofik,tipe B***

Fungi

M. tuberculosis

Akut?

Non atrofik*

M. avian complex

Akut?

Non atrofik*

M. diphteriae

Akut

Non atrofik*

Actinomyces

Akut

Non atrofik*

Spirochetes

Akut

Non atrofik*

Candida

Akut

Non atrofik**

Histoplasma

Akut

Non atrofik*

11

Universitas Sumatera Utara

Parasit

Phycomycosis

Akut

Non atrofik*

Cryptosporidium

Akut

Non atrofik*
Non atrofik*

Agen kimiawi

Lingkungan

(paling sering

(diet dan

menyebabkan

obat)

gastropati)

Strongyloides

Akut

Non atrofik*

Anisakiasis

Akut

Non atrofik*

Ascaris lumbricoides

Akut

Faktor diet

Kronik

Non atrofik &
atrofik ***

Obat:NSAID, ticlopidine

Akut

Non atrofik,tipe C***

Alkohol

Non atrofik,tipe C**

Kokain

Akut

Non atrofik,tipe C*

Empedu (refluks)

Akut

Non atrofik,tipe C***

Akut/kronik
Agen Fisik

Radiasi

Akut/kronik

Non atrofik &
atrofik*

Immuno-

Autoimun

Kronik

mediated

tipeA**
Obat : Ticlopidine

Akut

Gastritis limfositik**

?Gluten

Kronik

Gastritis

Sensitivitas makanan

Akut/kronik

eosinofilik**

H.pylori (komponen

Kronik

Non atrofik & atrofik

autoimun)

Idiopatik

Atrofik korpus,

Non atrofik &

GVHD

Akut/kronik

Idiopatik

Akut/kronik

Crohn’s disease

Kronik?

atrofik*

Non atrofik/atrofik
fokal**

Sarkoidosis

Kronik?

Non atrofik/atrofik
fokal*

Wegener’s

Kronik?

granulomatosis
Collagenous gastritis

Non atrofik/atrofik
fokal*

Akut

Non atrofik*

Keterangan: prevalensi : *** tinggi, ** rendah, * sangat rendah

12

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi P
Adibi P menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis
H.pylori dan gastritis non H.pylori.20
Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:
1.

Gastritis kimiawi
i. Gastritis alkoholik
ii. Gastritis yang diinduksi obat
Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain
acarbose, alkohol, antibiotik (eritromisin oral), bifosfonat,
herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew, chaste tree
berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID
(termasuk COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl),
teofilin.
iii. Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)
iv. Gastritis kimiawi lainnya

2.

Gastritis radiasi

3.

Gastritis alergi

4.

Gastritis autoimun

5.

Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified

6.

Duodenitis

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum
Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor
agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor
defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin,
refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya
radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi
mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat,
dan motilitas saluran pencernaan.23

13

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Patofisiologi Gastritis 24
Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor
agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa.

2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID
Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam
lambung. Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini
bekerja pada enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung
menyebabkan pelepasan histamin. Histamin akan menstimulasi sel parietal
untuk mensekresikan asam. Hormon gastrin juga menstimulasi secara
langsung sel parietal dan meningkatkan kerja ECL serta sel parietal.
Prostaglandin merupakan faktor pertahanan yang penting untuk melindungi
mukosa gaster. Sintesis prostaglandin dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase
(COX) enzyme. Ada 2 bentuk COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1
bertanggungjawab memproduksi prostaglandin, yang secara fisiologis akan
14

Universitas Sumatera Utara

menjaga integritas mukosa dan aliran darah mukosa. NSAID dapat menekan
aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa gaster.25
Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa
menyebabkan stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya.
Interaksi NSAID dan stres dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah
satu mekanismenya adalah dengan meningkatkan sitokin inflamasi salah
satunya TNF-α.26

Gambar 2.3. Pembentukan lesi gaster akibat NSAID 27

Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan
juga jumlah erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif
dengan NSAID non selektif, yaitu celecoxib vs diklofenak.24 Banyak studi
yang melaporkan ada hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan
penggunaan NSAID. Mekanisme NSAID menginduksi erosi antara lain
dengan menghambat sintesis prostaglandin dan fosforilasi oksidatif,
15

Universitas Sumatera Utara

mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak terjadinya nekrosis
iskemik. Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien H.pylori secara
signifikan menyebabkan erosi yang lebih berat dibandingkan pada pada
pasien yang tidak terinfeksi H.pylori, namun hal ini masih kontroversi.17

2.5.3 Patofisologi Gastritis Helicobacter pylori
H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di
mukosa gaster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan
TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN-γ
menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa
disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1
atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat
menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi.21

Gambar 2.4. Imunopatogenesis Infeksi H.pylori21

16

Universitas Sumatera Utara

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasimelalui aktivasi NFκB. Aktivasi NF-κB oleh infeksi H. pylori menginduksi ekspresi berbagai
gen, termasuk pengkodean sitokin interleukin (IL)-1, IL-6. IL-8,TNFα, faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), siklooksigenase 2 (COX-2), sintesa
diinduksi oksida nitrat (iNOS), regulator siklus sel , matrix metalloproteinase
(MMP) -2, MMP-7, MMP-9 dan molekul adhesi.25 Respons inflamasi yang
terjadi menyebabkan Treg mensekresikan sitokin imunosupresif, yang
mempertahankan kadar H.pylori dalam mukosa gaster. Peran Treg dalam
memodulasi respon imun pejamu selama infeksi H.pylori telah beberapa kali
dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi respon imun
pejamu dan berhubungan dengan kanker.5

Gambar 2.5. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 5

17

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Faktor-faktor pejamu yang diregulasi oleh aktivasi NF-κB
sebagai respons terhadap infeksi H.pylori30

H. pylori-induced host
factors regulated by

Role

Reference

Chemotaxis for

(Chu et al., 2003)

NF-κB activation
IL-8

neutrophils and
lymphocytes
Inos

Enzyme that generates

(Lim et al., 2001)

cell-damaging NO
COX-2

The rate limiting enzyme

(Kim et al., 2001)

in the synthesis of
prostaglandins
hBD-2
MMP-9 and -7

Anti-bacterial peptide

(Wada et al., 2001)

Matrix metallproteinases,

(Mori et al., 2003;

tumour invasiveness

Wroblewski et al.,
2003)

IAP and MCl-1

Anti-apoptotic genes

(Chang et al., 2004;
Maeda et al., 2002)

IL-12p40, TNF-α,

Pro-inflammatory

(Lu et al., 2005;

IFN-ɣ, IL-2, IL-6

cytokines

Takeshima et al., 2009;
Toyoda et al., 2009)

VEGF, HIF-1α

Angiogenic growth

(Yeo et al., 2006)

factors
Bax
PAI-2

Apoptotic gene

(Cha et al., 2009)

Inhibit fibrinolysis

(Varro et al., 2004)

(degradation of blood
clots)

18

Universitas Sumatera Utara

2.6 Diagnostik Gastritis Helicobacter pylori
Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H. pylori dibagi menjadi
pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah
dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H pylori, yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5. Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori 31
Test

Sensitivity (%)

Specificity (%)

85

79

Comments

Noninvasive
Serologic Elisa

Detects exposure to H. pylori but
cannot be used to confirm
successful cure after treatment

Urea breath test

95-100

91-98

Recommended for both screening
and confirming cure; recent use of
antibiotics and PPIs can increase
false-negative result

H. pylori stool antigen

91-98

94-99

test

Can be used for initial diagnosis
and to confirm successful cure

Invasive
Endoscopy with biopsy



Histology



95

95-98

Widely used method of diagnosis
during endoscopy; sensitivity is
improved by taking at least 2
biopsies from antrum and 1 from




the body of stomach
Rapid urea test (

93-97

95-100

patients with GI bleeding

CLO test )
Culture

Reduced accuracy reported among

70-80

100

Technically demanding; sensitivity
varies among laboratories

CLO, Campylobacter like organism; ELISA, Enzime-linked immunosorbent assay; GI, Gastrointestinal; PPI,
proton pump inhibitor

19

Universitas Sumatera Utara

2.7 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis
2.7.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori
Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien
yang mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan
kadar IL-6 dan TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi.
IL-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respons imun
terutama selama ada kerusakan jaringan yang menyebabkan terjadinya
inflamasi. IL-6 juga berperan dalam melawan infeksi. TNF-α merupakan
sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin
yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi.
IL-6 dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung.32
Cedera pada lambung akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan
peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8.
Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara
signifikan meningkatkan ekspresi TNF-α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster.
Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel
epitel gaster akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI
bisa menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti
inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1β melalui
inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa
T, et al dan Lee HJ, et al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi
peningkatan sitokin-sitokin inflamasi.33,34
Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai
patogenesis/

mekanisme

yang

menyebabkan

cedera seperti

inhibisi

prostaglandin, efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IFN-γ dan infiltrasi sel-sel
inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran darah
mukosa, hipoksia, dan penurunan pertahanan mukosa.35
Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat
diinduksi oleh HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan

20

Universitas Sumatera Utara

TNF-α. Adanya penurunan sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan
gastroprotektor.32
Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi
asam asetat terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10.
Sehingga saat terjadi proses penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan
leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada inflamasi gaster kronik terjadi
peningkatan IL-10 yang secara simultan mengurangi inflamasi jaringan
gaster. Peningkatan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan
inflamasi di gaster.36
Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster
mukosa akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang
berdampak pada akumulasi neutrofil.37,38
Iskemiapun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak
pembentukan radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β
dan TNF-α dalam proses penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam.
Konturek PC, et al melakukan percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi
gaster dimediasi oleh pembentukan radikal bebas, menyebabkan supresi
mikrosirkulasi gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta terjadi
peningkatan superoksida dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa
mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting
dalam progresivitas iskemia yang menginduksi erosi gaster akut menjadi
ulkus kronis.39

2.7.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori
H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh
dunia, yang menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi
atrofi, metaplasia, displasia dan akhirnya kanker lambung.3
Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel
plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan
selnya. Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel
epitel lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin
21

Universitas Sumatera Utara

inflamasi. Adanya inflamasi karena H. pylori dapat ditunjukkan dengan
peningkatan IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α.39
Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi
dengan H. pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme.
Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun
spesifik dan imun non spesifik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Proses tersebut juga akan menimbulkan keluarnya mediator sitokin, pada
gastritis karena H. pylori, seperti pada tabel di bawah.41

Gambar 2.6. Inflamasi yang berhubungan dengan H. pylori.41

22

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6. Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis
H. pylori 41
Mediator
Cytokines
TNF-α
IL-1α/β
IL-6
IL-7
IL-10
IL-12
IFN-ɣ
GM-CSF
Chemokines
IL-8
GRO-α
RANTES
MIP-1α

Usual actions

Pro-inflammatory (activation of leukocytes)
Pro-inflammatory (activation of leukocytes)
Pro-inflammatory, B-and T-cell
activation/differentiation
T- and B- cell regulation
Immune down-regulation
Stimulation of Th1 response
Pro-inflammatory, especially cellular immunity
Pro-inflammatory, maturation factor
Neutrophil recruitment and activation
Neutrophil recruitment and activation
Mononuclear cell recruitment and activation
Mononuclear cell recruitment and activation

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini
berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α
menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi
berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam
lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster.42
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit
yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya
TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara
IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini
berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin
tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan
aktivitas neutrofil.41
Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel
endotel. IL-10 diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi
seperti sel T dan neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial
23

Universitas Sumatera Utara

menekan inflamasi dan mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada
mukosa gaster.43,44,30

2.8 Matrix metalloproteinase pada Infeksi H. pylori
Proteinase adalah satu kelas enzim yang mampu menghidrolisa ikatan
peptida. Biokatalis ini secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok utama:
eksopeptidase dan endopeptidase. Mereka dibagi lagi menjadi protease serin,
protease Treonin, protease Sistein, protease Aspartat, metalloprotease,
protease asam glutamat berdasarkan sifat katalitik mereka. Sumber protease
dibatasi terutama untuk perut, pankreas dan usus kecil, dimana mereka
dimanfaatkan untuk pencernaan protein. Matrix metalloprotein (MMP) adalah
Zn yang membutuhkan endopeptidases, pemain penting untuk remodeling
jaringan ECM (Extra cellular matrix). Bakteri virulen yang mendiami usus
kadang-kadang mengeluarkan protease yang dapat langsung mengaktifkan
MMP tuan rumah, sehingga meningkatkan efisiensi biokimia mereka untuk
mendegradasi ECM penjamu.5
Degradasi ECM merupakan langkah penting dalam terjadinya ulkus
mukosa lambung. Matrix metalloproteinase (MMP) mampu meluruhkan
ECM dan terlibat dalam respon immunologi pada infeksi H. Pylori. Dengan
demikian gen pengkodean protein ini merupakan kandidat fungsional yang
ideal untuk investigasi profil genetik individual yang beresiko untuk
terjadinya ulkus lambung pada infeksi H. Pylori.15
Kebanyakan MMP tidak dinyatakan dalam kondisi normal, tapi
transkripsinya biasanya diinduksi dalam sel-sel tumor dan penjamu oleh
berbagai macam faktor terlarut. Faktor-faktor terlarut yang merangsang
ekspresi MMP meliputi faktor pertumbuhan, dan sitokin seperti interleukin,
faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan saraf (NGF),
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), faktor pertumbuhan fibroblast
(FGF), Transformasi faktor pertumbuhan-b (TGF-b), nuklir faktor-kB (NFkB), dan matriks ekstraseluler metalloproteinase inducer (EMMPRIN). Selain

24

Universitas Sumatera Utara

faktor larut, perubahan dalam bentuk sel, mekanik dan stres oksidatif juga
dapat mengakibatkan induksi MMP.45
Selama infeksi H. pylori, sel-sel epitel gaster menghasilkan MMP
dalam menanggapi berbagai rangsangan inflamasi. Oleh karena itu, IL-21
dapat mengatur produksi MMP melalui sel-sel epitel gaster.13
Sesuai dengan preferensi substrat, MMPs dapat dibagi menjadi enam
kelompok:

kolagenase

stromelysin(MMP-3,-10,

(MMP-1,
11,-19),

-8,

-13),

matrilysin

gelatinase
(MMP-7,-26),

(MMP-2-9),
MTMMPs

(MMP-14,-15,-16,-17,-23,-24,-25), dan kelompok heterogen (MMP-12,-20,21,-27,-28).45

2.9 Matrix metalloprotein (MMP)-7
MMP-7, yang juga disebut matrilysin, memiliki aktivitas proteolitik
luas dan mampu mengaktifkan MMPs lainnya, sehingga mungkin memainkan
beberapa peran selama remodeling jaringan.11
MMP-7 dinyatakan dalam jaringan normal seperti paru-paru, monosit,
endometrium, sel-sel mesangial, dan dalam epitel duktal dan kelenjar.
Berbeda dengan MMPs lainnya, yang biasanya diekspresikan dalam stroma
jaringan, MMP-7 dinyatakan terutama dalam sel-sel tumor. Selain degradasi
matriks ekstraseluler, MMP-7 meningkatkan perkembangan tumor dengan
menghambat apoptosis pada sel-sel kanker, dengan mengurangi adhesi sel
dan dengan merangsang angiogenesis.11
Respon awal untuk infeksi H. pylori melibatkan peningkatan MMP-7,
yang pada gilirannya akan meningkatkan IGF-II ekstraseluler fungsional,
dengan demikian merangsang proliferasi sel epitel dan myofibroblast. Induksi
awal sistem ini dapat dianggap sebagai bagian dari respon kerusakan epitel. 46
Myofibroblasts dianggap sebagai kunci sejenis sel mesenchymal karena
menghasilkan sejumlah faktor pertumbuhan epitel. Namun, mungkin
remodeling mukosa lambung pada infeksi H. pylori termasuk perubahan pada
sejumlah myofibroblast atau fungsinya. Kemungkinan ini menarik mengingat
peningkatan MMP-7 pada infeksi H. pylori dan efek yang diduga sebagai
25

Universitas Sumatera Utara

stimulan myofibroblast. MMP-7 dilepaskan dari kultur kelenjar lambung
manusia dengan cara H. pylori mengatur proliferasi myofibroblasts utama
lambung manusia, diduga, substrat MMP-7 yang relevan dapat diidentifikasi
dalam media myofibroblasts lambung, dan MMP-7 mempengaruhi aksi
myofibroblasts dalam mengendalikan proliferasi sel epitel.46
MMP-7 meningkat pada mukosa lambung subjek yang terinfeksi H.
Pylori. Dibanding MMP lainnya, MMP-7 relatif tidak biasa dan diproduksi
terutama di sel-sel epitel. Substratnya termasuk protein matriks ekstraseluler,
selain itu sekarang sudah jelas bahwa MMP-7 dapat melepaskan berbagai
macam sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk Fas ligan, tumor necrosis
factor, HB-epidermal growth factor(HB-EGF) dan kemokin. 46
H. pylori dapat meningkatkan sekresi MMP-1 dan MMP-3 dalam sel
lambung manusia, dan peningkatan kadar MMP-7 dan MMP-9 ditemukan di
mukosa lambung yang terinfeksi H. pylori. MMPs tidak hanya terlibat dalam
respons peradangan mukosa tetapi juga dalam patogenesis H. pylori-terkait
ulkus lambung, dan dengan demikian menggambarkan calon gen yang ideal
untuk studi genetik.15
MMP-7 terlokalisasi pada pinggir koloni epitel sel lambung. Tingkat
penyebaran sel kelenjar lambung lebih tinggi pada kultur yang teinfeksi H.
pylori dibandingkan dengan kontrol, dan ini dihambat oleh antisense oligo
nukleotida MMP-7. Ada bukti lebih lanjut bahwa induksi MMP-7 dalam
Mukosa lambung oleh strain kuman H. pylori tertentu. MMP-7 dinyatakan
dalam sel-sel epitel gaster dari 80% spesimen penderita yang terkolonisasi H.
pylori cag(+), tetapi tidak pada cag(−) atau subjek yang tidak terinfeksi.
Strain H. pylori cag (+) meningkatkan ekspresi MMP-7 di AGS sel 5-7 kali
lipat, sedangkan cag(-) tidak berpengaruh. Inaktivasi cagE, tapi tidak cagA
atau vacA, benar-benar melemahkan induksi MMP-7.15
Peran besar dalam invasi dan metastasis kanker dimainkan oleh MMP7, suatu enzim peluruh matriks. Penelitian telah menunjukkan bahwa
antisense Oligonukleotida MMP-7 menghambat tingkat penyebaran yang
lebih tinggi dari sel-sel kelenjar lambung yang terinfeksi dengan H. pylori.
26

Universitas Sumatera Utara

Induksi MMP-7 berlangsung selama ada respon dari sel epitel terhadap
infeksi bakteri.47
Aktivasi NF-κB oleh infeksi H. pylori menginduksi ekspresi berbagai
gen, termasuk pengkodean sitokin interleukin (IL)-1, IL-6. IL-8,TNFα, faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), siklooksigenase-2 (COX-2), sintesa
diinduksi oksida nitrat (iNOS), regulator siklus sel , matrix metalloproteinase
(MMP) -2, MMP-7, MMP-9 dan molekul adhesi.28
Ekspresi berlebihan MMP-7 telah ditunjukkan dalam berbagai jenis
kanker. Dalam kanker lambung, ekspresi MMP-7 telah dikaitkan dengan
perkembangan kanker dan kelangsungan hidup.48
Korelasi antara ekspresi MMP-7 dan virulensi bakteri, faktor cag+ pada
subjek yang terinfeksi H.pylori telah banyak diobservasi.5

Gambar 2.7. Peningkatan Produksi MMP-7 di sel epitel.49

27

Universitas Sumatera Utara

2.10 Kerangka Teori

Pasien Abdominal Discomfort
Wawancara PADYQ: kuesioner dengan 11
pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri
epigastrium, mual, muntah, perut kembung, dan
early satiation. Gejala nyeri epigastrium, mual,
perut kembung bagian atas dinilai intensitas,
durasi, dan frekuensi; sementara muntah dan
early satiationdinilai frekuensi. Skor > 6 :
dispepsia

Dispepsia
Endoskopi: mukosa mengalami edema,
eritema ( spotted, patchy, linear ) /
eksudat / perdarahan / erosif.

Gastritis
Biopsi dilakukan pada 2 tempat kurvatura
mayor dan minor antrum anterior

Biopsi

CLO test: gel tetap kuning
(negatif)/ berubah warna
menjadi merah (positif)

Bakteri gram (-),
berkoloni di gaster
manusia,
memicu
inflamasi

H. pylori (+)

H. pylori (-)

NF-κB

MMP-7 ↑

MMP-7

Gambar 2.8. Kerangka Teori
28

Universitas Sumatera Utara