Korelasi Kadar Serum Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF α) dan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada Pasien Gastritis H.Pylori dan Non H.Pylori

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik
1

.
Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis

histologis, bukan klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah
erosi untuk mendeskripsikan gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinikan
adanya kerusakan mukosa yang tidak menembus mukosa muskularis.
Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan kedalaman rusaknya
mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis. Dari
endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi
gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada
3-12% subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis 14.

Gambar 2. Struktur potong lintang dinding gaster (Toljamo K, 2012).


Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus gaster
akut. E ulkus gaster kronik

Universitas Sumatera Utara

Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkorelasi
dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis
pasien berkorelasi dengan komplikasi gastritis 15.
2.2 Epidemiologi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi,
hampir 10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah
sakit datang dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( Word Health
Organitation ) dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut:
Inggris 22%, China 31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1 juta
penduduk mengalami gastritis setiap tahunnya 16.
Angka kejadian gastritis menurut WHO adalah 40,8%, dan merupakan
salah satu dari sepuluh penyakit terbanyak pada passien rawat inap di rumah sakit
16


.

2.3. Klasifikasi Gastritis
Sampai saat ini tidak didapati sebuah klasifikasi gastritis yang diterima
secara luas. Salah satu klasifikasi yang digunakan oleh banyak ahli adalah The
Sydney System yang diperbaharui. Seperti terlihat pada table dibawah ini:
Tabel 1:

Universitas Sumatera Utara

Gastritis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu berdasarkan ada tidaknya
atropi dan distribusi topografi dari atrofi seperti terlihat pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi
berdasarkan infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik;
klasifikasi secara makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan
non erosiva; klasifikasi berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi
gastritis komplit, inkomplit, dan erosif hemoragik; serta klasifikasi menurut

ICD-10.

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi akut dan kronik. Gastritis akut
menunjukkan inflamasi yang singkat dan ditandai dengan infiltrat neutrofil,
sementara gastritis kronik menunjukkan inflamasi jangka panjang yang ditandai
infiltrat sel mononuklear terutama limfosit dan makrofag 20.

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi Tipe

Subtipe

Kronik

Antral predominant gastritis

H.pylori related


Pan gastritis
Atrophic gastritis
Lymphocytic gastritis
Granulomatous
Pernicious anemia

Corpus predominant gastritis

(auto-immune)
Granulomatous

Crohn’s, sarcoid

Miscellaneous

Collagenous gastritis (same question: acute
or chronic?)
Gastritis cystica profunda
Bile reflux


Akut

Granulomatous

Foreign body

Infectious

Bacterial (eg Helicobacter heilmanni,
Enterococcus, Syphilis, and Typhoid), viral,
tubercular, fungal

Eosinophilic
Drug Induced

Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia

Miscellaneous


Stress, bile reflux (chemical gastropathy,
acute or chronic?)

Tabel 2 Klasifikasi berdasarkan Infiltrat Inflamasi

2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis
non erosiva. Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan
kerusakan/ defek pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan
perdarahan, namun bisa bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala
atau asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh NSAID, alkohol, stres.
Penyebab lain yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri vaskular, dan

Universitas Sumatera Utara

trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi.
Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak
ditangani. Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri
khas dari gastritis erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus lapisan
mukosa muskularis. Sementara gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan

histologis yang terutama akibat infeksi H.pylori. Kebanyakan pasien gastritis
non-erosiva asimtomatis 17.

Gambar 3 .Gastritis erosiva (Szoke D, 2009)17

Gambar 4. Biopsi gaster menunjukkan erosi epitel permukaan dengan
pembesaran 40x (Garg B, et al, 2012)74

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe
matur dan imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.

Tabel 3. Klasifikasi gastritis berdasarkan endoskopi (Toljamo K, 2012)

2.4 Etiologi Gastritis
Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. 2Rugge M membagi etiologi
gastritis berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan
idiopatik. Rugge M juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama

antara lain gastritis Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun.
Lalu

14

Toljamo K mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3

kelompok yaitu agen kimiawi, penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun
20

Adibi P menuliskan etiologi gastritis menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis

Helicobacter pylori dan gastritis non Helicobacter pylori.
Berdasarkan waktu gastritis dapat muncul tiba-tiba ( gastritis akut )
ataupun membutuhkan waktu yang lama ( gastritis kronik ). Gastritis akut adalah
proses inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya berupa erosi dan

Universitas Sumatera Utara

hemoragik. Penyebab yang paling sering diantaranya non steroid anti

inflammatory drug ( NSAID ), kortikosteroid, paparan zat kimia seperti alkohol,
kondisi stress seperti luka bakar, miokard infark, lesi intra kranial dan periode
post operatif, kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hyperemia,
mukosa dengan erosi multiple, kecil dan erosi superficial dan dapat ditemukan
juga ulkus. Secara mikroskopis dapat ditemukan epitel superficial injury dan
nekrosis pada kelenjar superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan.
Sel-sel inflamasi dijumpai dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih
dominan. Pada kasus ringan pasien biasanya asimtomatik atau hanya memiliki
gejala dyspepsia ringan. Pada kasus sedang sampai berat, biasanya pasien dengan
nyeri ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan melena. Pada kasus berat biasanya
pasien telah mengalami ulkus yang dalam dan komplikasi berupa perforasi.18
Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histologi berupa
peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan
etiologi gastritis kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari
autoimun, tipe B yaitu berasal dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain
dengan etiologi yang belum jelas. Secara endoskopi mukos menunjukkan
gambaran atropi. Sedangkan secara histology ditemukan infiltrasi sel limfositplasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang ditemukan. Mukosa
dapat menunjukkan perubahan kea rah metaplasia intestinal. Pada stsdium akhir
mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat
ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat

ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan.
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko
terhadap terjadinya ca gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun
pada organ lain khususnya penyakit tiroid 18.

2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi,
Fisik, Imun, dan Idiopatik
Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge M19.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan, Kimiawi,
Fisik, Imun, dan Idiopatik (Rugge M, et al, 2011)
Etiologi

Agen

Etiologi Spesifik

Klinis


Keterangan

Agen yang

Virus

Cytomegalovirus

Akut

Non atrofik**

Virus herpes

Akut

Non atrofik**

Helicobacter pylori

Akut/kronik

Non atrofik&

ditransmisikan
Bakteri

atrofik,tipe B***

Fungi

Parasit

M. tuberculosis

Akut?

Non atrofik*

M. avian complex

Akut?

Non atrofik*

M. diphteriae

Akut

Non atrofik*

Actinomyces

Akut

Non atrofik*

Spirochetes

Akut

Non atrofik*

Candida

Akut

Non atrofik**

Histoplasma

Akut

Non atrofik*

Phycomycosis

Akut

Non atrofik*

Cryptosporidium

Akut

Non atrofik*
Non atrofik*

Strongyloides

Akut

Non atrofik*

Anisakiasis

Akut

Non atrofik*

Ascaris lumbricoides

Akut

Agen kimiawi

Lingkungan Faktor diet

(paling sering

(diet dan

menyebabkan

obat)

gastropati)

Kronik

Non atrofik &
atrofik ***

Obat:NSAID,

Akut

ticlopidine

Non atrofik,tipe
C***

Alkohol

Akut

Non atrofik,tipe C**

Kokain

Akut

Non atrofik,tipe C*

Empedu (refluks)

Akut/kronik

Non atrofik,tipe
C***

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi P
Adibi P menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis
H.pylori dan gastritis non H.pylori 20.
Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:
1.

Gastritis kimiawi
i. Gastritis alkoholik
ii. Gastritis yang diinduksi obat
Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain
acarbose, alkohol, antibiotik (eritromisin oral), bifosfonat,
herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew, chaste tree
berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID
(termasuk COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl),
teofilin (Loyd RA, et al, 2011).
iii. Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)
iv. Gastritis kimiawi lainnya

2.5

2.

Gastritis radiasi

3.

Gastritis alergi

4.

Gastritis autoimun

5.

Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified

6.

Duodenitis

Gastritis H.pylori
H.pylori pertama kali ditemukan oleh Robin Warren dan Marshall
pada tahun 1983. H.pylori merupakan bakteri gram negatif yang ditemukan
pada permukaan epitel lambung yang menginfeksi sekitar 50% dari populasi
umum. H.pylori bersifat mikroaerofilik, berbentuk batang melengkung,
berukuran panjang 1-3 µm dan lebar 0,3-0,6 µm serta berflagella pada satu
ujung polenya. Bakteri ini memiliki adaptasi yang sangat baik pada kondisi
asam. H.pylori mengekskresikan urease yang berperan dalam merubah urea
menjadi amonia sehingga pH gaster meningkat. H.pylori juga dapat

Universitas Sumatera Utara

menghindari kontak dengan gastric juice yang bersifat asam melalui crossing
lapisan tebal dari mukus dengan menggunakan flagelnya.21
Epidemiologi H.pylori sekitar 50% populasi di dunia. Di negara barat
seperti USA, prevalensi H.pylori < 30% pada usia < 30 tahun dan > 75%
pada usia > 60 tahun. Di Asia, prevalensi H.pylori sangat tinggi namun jika
dihubungkan dengan munculnya ca gaster berbeda pada masing-masing
daerahnya.21
Infeksi kronik dari H.pylori biasanya menyebabkan atrofi serta
metaplasia dan juga diplasia serta ca gaster. H.pylori dapat menyebabkan
ulkus peptikum (70%) dan ulkus duodeni (90%). Transmisi infeksi H.pylori
melalui mulut ke mulut atau feses ke mulut.21
Gejala klinis pada gastritis kronik biasanya asimtomatik. Tetapi pada
gastritis akut oleh karena H.pylori biasanya berupa nyeri perut, mual, muntah
dan kembali pulih setelah beberapa hari. Gejala khas gastritis kronik oleh
karena H.pylori biasanya nyeri epigastrium, disertai kram, mual dan
muntah.22,23

Gambar 5. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori.24

Universitas Sumatera Utara

2.6 Patofisiologi
2.6.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum
Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor
agresif dan defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor
defensif. Yang termasuk faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin,
refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID, kortikosteroid, H.pylori, dan adanya
radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara lain mikrosirkulasi
mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus, bikarbonat,
dan motilitas saluran pencernaan 26.

Gambar 6. Patofisiologi Gastritis 27
Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor
agresif dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena
ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor pertahanan mukosa.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID
Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam
lambung. Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini
bekerja pada enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung
menyebabkan pelepasan histamin. Histamin akan menstimulasi sel parietal
untuk mensekresikan asam. Hormon gastrin juga menstimulasi secara
langsung sel parietal dan meningkatkan kerja ECL serta sel parietal.
Prostaglandin merupakan faktor pertahanan yang penting untuk melindungi
mukosa gaster. Sintesis prostaglandin dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase
(COX) enzyme. Ada 2 bentuk COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1
bertanggungjawab memproduksi prostaglandin, yang secara fisiologis akan
menjaga integritas mukosa dan aliran darah mukosa. NSAID dapat menekan
aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa gaster 28.
Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa
menyebabkan stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya.
Interaksi NSAID dan stres dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah
satu mekanismenya adalah dengan meningkatkan sitokin inflamasi salah
satunya TNF-α 29.

Gambar 7. Pembentukan lesi gaster akibat aspirin 29

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan
juga jumlah erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif
dengan NSAID non selektif, yaitu celecoxib vs diklofenak

30

. Banyak studi

yang melaporkan ada hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan
penggunaan NSAID. Mekanisme NSAID menginduksi erosi antara lain
dengan menghambat sintesis prostaglandin dan fosforilasi oksidatif,
mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak terjadinya nekrosis
iskemik. Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien H.pylori secara
signifikan menyebabkan erosi yang lebih berat dibandingkan pada pada
pasien yang tidak terinfeksi H.pylori, namun hal ini masih kontroversi 14.

Gambar 8. Pembentukan lesi gaster akibat NSAID 31

Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Patofisologi Gastritis Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan
bentuk batang melengkung, panjang 3 mikrometer, dan memiliki flagella
yang membantu lapisan mukosa lambung. Pertama kali diidentifikasikan
tahun 1982 oleh ilmuwan Australia Barry Marshall dan Robin Warren,
yang saat itu ditemukan pada pasien gastritis kronik dan ulkus gaster.
Bakteri ini tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit.32

Gambar 9. Helicobacter pylori 32
Berikut akan dijelaskan mengenai faktor virulesi utama dari H.pylori
a. Cytotoxin-associated gene (cag) pathogenicity island (cagPaI)
CagPaI merupakan regio DNA yang disusun oleh 30 gen yang
mengkode Type IV Secretion System (T4SS). Infeksi strain H.pylori
dengan cagPaI sekitar 2x beresiko terkena ulkus peptikum dan

Universitas Sumatera Utara

adenokarsinoma gaster.Infeksi H.pylori di mukosa gaster menginduksi
produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α
saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN-γ menginduksi produksi IL-8
di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori
maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8
oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan rekruitmen
neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi17,33
b. Vacuolating cytotoxin A (VacA)
Vacuolating

cytotoxin

A

(VacA)merupakan

protein

yang

disekresikan oleh H. pylori. Protein ini toksin yang dapat menginduksi
pembentukan vakuola secara masif pada sel epitel in vitro dan mengurangi
proliferasi sel T. Inhibisi sel T menyebabkan H.pylori dapat menyebabkan
infeksi kronik. Toksin dapat membentuk pori-pori pada sel epitel gaster
yang mengangkut cairan interstisial bersama urea menuju ke bakteri.
Dengan cara ini bakteri mendapatkan nutrisi, mempertahankan pH dengan
mengubah urea menjadi amonia sehingga membantu H.pylori untuk
tumbuh. VacA juga berperan melonggarkan tight junction antara sel-sel
dan menyebabkan kerusakan epitel. 34,45
a. Duodenal ulcer promoting gene A (dupA)
Gen dupA terutama berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada
penelitian di China menunjukkan pasien ulkus duodenum memiliki
prevalensi strain dupA positif dibandingkan pasien Ca gaster dan ulkus
gaster (Zhang Z, et al, 2008). Penelitian Lu et al menemukan bahwa
infeksi strain dupA+ berkaitan dengan peningkatan kadar IL-8 pada
mukosa gaster dan infiltrasi neutrofil yang lebih berat.36
b. Outer inflammatory protein (oipA)
Gen oipA juga dapat menginduksi ekspresi IL-8 dari sel epitel
gaster. Adanya oipA berkorelasi dengan ulkus duodenum dan Ca
gaster.37

Universitas Sumatera Utara

c. Protein membran luar lainnya
Banyak protein membran luar H.pylori memungkinkan perlekatan
H.pylori terhadap sel epitel gaster, seperti BabA, SabA, HpaA, Omp18,
AlpA, AlpB, dan HopZ. BabA (blood group antigen binding adhesion
A), salah satu faktor yang paling banyak dipelajari, ditemukan pada sel
epitel dan memfasilitasi kolonisasi H.pylori dan meningkatkan respons
IL-8, yang menyebabkan inflamasi mukosa.38
d. HP-NAP
HP-NAP adalah faktor lain yang dapat mengaktivasi neutrofil.
HP-NAP mengaktivasi sel mast sehingga menyebabkan pelepasan isi
granul dan sitokin proinflamasi IL-6. Faktor ini dapat menyebabkan
datangnya monosit dan neutrofil ke lokasi infeksi (Montemurro P, et al,
2002). HP-NAP juga dapat menginduksi respons Th1 yang kuat,
induksi neutrofil untuk memproduksi ROS dan menyebabkan inflamasi
dan kerusakan sel.39

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori32

H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di
mukosa gaster menginduksi produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan
TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun TNF-α bersinergis dengan IFN-γ
menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan produksi IL-8 bisa
disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar IL-1
atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat
menyebabkan rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi 17.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 11. Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 17
H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi melalui aktivasi
NF-κB. Aktivasi NF-κB oleh infeksi H. pylori

menginduksi ekspresi

berbagai gen, termasuk pengkodean sitokin interleukin (IL)-1, IL-6. IL-8,
TNFα, faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), siklooksigenase 2
(COX-2), sintesa diinduksi oksida nitrat (iNOS), regulator siklus sel , matrix
metalloproteinase (MMP) -2, MMP-7, MMP-9 dan molekul adhesi40 .
Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg mensekresikan sitokin
imunosupresif, yang mempertahankan kadar H.pylori dalam mukosa gaster.
Peran Treg dalam memodulasi respon imun pejamu selama infeksi H.pylori
telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi
respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus tersebut
mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. Treg meningkatkan
toleransi terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan memfasilitasi
pertumbuhan tumor melalui imunosupresi. Beberapa studi menyebutkan
peningkatan

dari

TH1,

TH2,

Treg

mengindikasikan

keseimbangan

imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi H.pylori memiliki respon
TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1 termasuk IFN-γ, IL-12,

Universitas Sumatera Utara

TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10 dari Treg
untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial5.

Gambar 12. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Faktor-faktor pejamu yang diregulasi oleh aktivasi NF-κB sebagai
respons terhadap infeksi H.pylori

21

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Gastritis Helicobacter pylori
Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H pylori dibagi menjadi
pemeriksaan invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah
dikembangkan untuk mendeteksi keberadaan infeksi kuman H pylori, yang
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori (Lew W, 2009)

2.7.1 Pemeriksaan invasif
1. Histologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang diwarnai
dengan hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan tambahan
(seperti Giemsa, Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet Creosyl)
untuk mendeteksi infeksi dalam kadar rendah dan untuk menunjukkan
karakteristik morfologi H.pylori. Keuntungan pemeriksaan secara histologi
selain dapat disimpan, irisan dari biopsi dapat diperiksa kapanpun; dan
adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia intestinal dapat pula diperiksa.
Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat disimpan dalam formalin
untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat disimpulkan.25
2. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi
infeksi bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko
pertumbuhan berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif,
dan metode ini adalah metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama

Universitas Sumatera Utara

endoskopi. Meskipun hanya sedikit pusat kesehatan yang secara rutin
menawarkan isolasi mikrobiologis H.pylori, prevalensi strain multiresisten
membuat metode kultur dan uji sensitivitas terhadap antibiotik menjadi
persyaratan bagi pasien dengan infeksi persisten dengan kegagalan terapi.25
3. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi
H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan
CLO dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan
urease seringkali lebih tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena
seluruh spesimen biopsi ditempatkan di dalam media sehingga dapat
menghindari sampel tambahan ataupun kesalahan proses terkait histologi
maupun kultur. Sensitivitas pemeriksaan urease biopsi terlihat jauh lebih
rendah (sekitar 60%) pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas.
Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan menempatkan beberapa
sampel biopsi di dalam satu vial untuk pemeriksaan. 25
2.7.2 Pemeriksaan non-invasif

1. Serologi. Infeksi H.pylori menimbulkan respon mukosa lokal dan antibodi
sistemik. Antibodi IgG terhadap H.pylori dalam sirkulasi dapat dideteksi
melalui antibodi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji
aglutinasi lateks. Pemeriksaan tersebut umumnya sederhana, reprodusibel,
tidak mahal, dan dapat dilakukan terhadap sampel yang disimpan. Metode
ini banyak digunakan dalam studi epidemiologi, termasuk studi retrospektif
untuk menentukan prevalensi maupun insiden infeksi. Individu sangat
bervariasi terkait respon antibodi terhadap antigen H.pylori, dan tidak ada
antigen yang sama yang dapat dikenali melalui serum dari semua subyek.
Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis bergantung kepada antigen
yang digunakan sehingga penting untuk melakukan validasi lokal terhadap
ELISA H.pylori. Pada orang tua dengan infeksi yang telah berlangsung

Universitas Sumatera Utara

lama, gastritis atrofi dikaitkan dengan hasil negatif palsu. Konsumsi obat
anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.
Titer antibodi turun secara perlahan pasca-keberhasilan eradikasi sehingga
serologi tidak dapat digunakan untuk menentukan eradikasi H.pylori
ataupun untuk menentukan tingkat reinfeksi. Meskipun titer antibodi IgM
terhadap H.pylori menurun seiring bertambahnya usia, tidak ada assay yang
menunjukkan akuisisi baru. Karena infeksi ini biasanya asimtomatik, sulit
untuk mengidentifikasi dan menegakkan jalur transmisi. Keuntungan
metode serologi adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan
assay fase solid terfiksir untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori.
Near patient test (NPT) dapat dilakukan di pusat kesehatan primer dan lebih
sederhana dibanding C-urea breath test yang merupakan satu-satunya NPT
yang digunakan saat ini. Namun akurasi NPT serologis lebih rendah
dibanding yang dilaporkan untuk pemeriksaan ELISA standar menggunakan
preparat antigen yang sama. Pemeriksaan ini sering digunakan untuk
menenangkan pasien, namun saat ini belum ada studi yang membandingkan
akurasi, efektivitas biaya, dan nilai jaminan dari C-urea breath test dengan
NPT serologis di pusat kesehatan primer.,27,41

2. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji
C-urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea
dengan karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa
lambung dan melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai CO2 dalam
udara ekspirasi. Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak
bersifat radioaktif, dapat digunakan sebagai uji skrining untuk H.pylori,
menilai eradikasi, dan mendeteksi infeksi pada anak. Pemeriksaan C-urea
breath test mirip denganC-urea breath test namun bersifat radioaktif dan
tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan primer. 27,41
3. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich
sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang

Universitas Sumatera Utara

terbungkus feses. Studi melaporkan sensitivitas dan spesifisitas yang mirip
dengan C-urea breath test (>90%), dan teknik ini berpotensi untuk
dikembangkan sebagai NPT. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah
dalam studi epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada
anak. 25,41

2.8 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis
2.8.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori
Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien
yang mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan
kadar IL-6 dan TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi.
IL-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respons imun
terutama selama ada kerusakan jaringan yang menyebabkan terjadinya
inflamasi. IL-6 juga berperan dalam melawan infeksi. TNF-α merupakan
sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok sitokin
yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi.
IL-6 dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung 42.
Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan
peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8.
Penelitian Lee et al pada tikus menemukan pemberian indometasin secara
signifikan meningkatkan ekspresi TNF-α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster.
Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan dalam kerusakan sel
epitel gaster akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al pemberian PPI
bisa menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti
inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1β melalui
inhibisi NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa
T, et al dan Lee HJ, et al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi
peningkatan sitokin-sitokin inflamasi 43,44
Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai
patogenesis/

mekanisme

yang

menyebabkan

cedera

seperti

inhibisi

prostaglandin, efek toksik langsung dari NSAID, dan stimulasi sitokin

Universitas Sumatera Utara

proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IFN-γ dan infiltrasi sel-sel
inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran darah
mukosa, hipoksia, dan penurunan pertahanan mukosa 45
Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat
diinduksi oleh HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan
TNF-α. Adanya penurunan sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan
gastroprotektor 42
Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi
asam asetat terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10.
Sehingga saat terjadi proses penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan
leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada inflamasi gaster kronik terjadi
peningkatan IL-10 yang secara simultan mengurangi inflamasi jaringan
gaster. Peningkatan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan
inflamasi di gaster 46.
Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster
mukosa akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang
berdampak pada akumulasi neutrofil 47,48
Iskemia pun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak
pembentukan radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β
dan TNF-α dalam proses penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam.
Konturek PC, et al melakukan percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi
gaster dimediasi oleh pembentukan radikal bebas, menyebabkan supresi
mikrosirkulasi gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta terjadi
peningkatan superoksida dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa
mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting
dalam progresivitas iskemia yang menginduksi erosi gaster akut menjadi
ulkus kronis 49
2.8.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori
H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh
dunia, yang menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi
atrofi, metaplasia, displasia dan akhirnya kanker lambung 51.

Universitas Sumatera Utara

Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel
plasma, dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya
51

. Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel epitel

lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi.
Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan IL1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α 51
Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi
dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme.
Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun
spesifik dan imun non spesifik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Proses tersebut juga akan menimbulkan keluarnya mediator sitokin, pada
gastritis karena H pylori, seperti pada tabel di bawah 52.

Gambar 13. Inflamasi yang berhubungan dengan H pylori. 52

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis H
pylori52

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini
berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α
menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi
berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam
lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster 53
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit
yang menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya
TNF-α. Bodger K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara
IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini
berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas neutrofil, di mana makin
tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat inflamasi dan
aktivitas neutrofil 52
Sementara IL-10 yang merupakan sitokin anti inflamasi dapat
mengurangi inflamasi dan efek sitotoksik dari sitokin-sitokin proinflamasi

55

Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel endotel.
IL-10 diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti
sel T dan neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan

Universitas Sumatera Utara

inflamasi dan mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa
gaster55,56,21

1.1.1

2.9 Matrix metalloproteinase pada Gastritis H. pylori
Matriks metalloproteinase pertama kali diidentifikasi pada vertebra

oleh Jerome Gross dan Charles M. Lapiere pada tahun 1962 yang meneliti
degradasi kolagen triple-helical selama metamorfosis kecebong.57 Matriks
metalloproteinase (MMP), cysteine proteinases, aspartic proteinases dan
serine proteinase merupakan enzim proteolisis yang terlibat dalam degradasi
matriks ekstraseluler.58
Proteinase adalah satu kelas enzim yang mampu menghidrolisa ikatan
peptida. Biokatalis ini secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok utama:
eksopeptidase dan endopeptidase. Mereka dibagi lagi menjadi protease serin,
protease Treonin, protease Sistein, protease Aspartat, metalloprotease,
protease asam glutamat berdasarkan sifat katalitik mereka. Sumber protease
dibatasi terutama untuk perut, pankreas dan usus kecil, dimana mereka
dimanfaatkan untuk pencernaan protein. Matrix metalloprotein (MMPs)
adalah Zn yang membutuhkan endopeptidases, pemain penting untuk
remodeling jaringan ECM. Bakteri virulen yang mendiami usus kadangkadang mengeluarkan protease yang dapat langsung mengaktifkan MMPs
tuan rumah, sehingga meningkatkan efisiensi biokimia mereka untuk
mendegradasi ECM penjamu MMP merupakan famili zinc dependent
endopeptidase, kumpulan besar enzim yang bertanggung jawab terhadap
remodelling jaringan dan degradasi berbagai komponen dari matriks
ekstraseluler, termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan
proteoglikan.59,60
Saat ini, terdapat lebih dari 26 anggota keluarga MMP dan semuanya
dapat dikelompokkan berdasarkan strukturnya.59Struktur MMP secara garis
besar terdiri dari : 1) sinyal peptida yang mengarahkan MMP untuk
mensekresi atau jalur insersi membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik
domain berikatan dengan zinc; 4) domain hemopexin yang menjadi perantara

Universitas Sumatera Utara

interaksi dengan substrat dan enzim spesifik; 5) regio hinge yang
berhubungan dengan katalitik dan domain hemopexin.59
MMP secara garis besar terbagi menurut spesifisitas substrat,
persamaan rangkaian dan organisasi domain, dibagi menjadi enam grup, yaitu
: Kolagenase, Gelatinase, Stromelysin, Matrilysin, Membrane-type MMPs
Transmembrane, MMP lainnya.60

Sesuai dengan preferensi substrat, MMPs dapat dibagi menjadi enam
kelompok: kolagenase (MMP-1, -8, -13), gelatinase (MMP-2-9), stromelysin
(MMP-3,-10, 11,-19), matrilysin (MMP-7,-26), MTMMPs (MMP-14,-15,16,-17,-23,-24,-25), dan kelompok heterogen (MMP-12,-20,-21,-27,-28) 61
Antara kondisi fisiologis dan patologis, ekspresi MMP akan cepat
terangsang ketika remodeling jaringan diperlukan.62 MMP mempunyai
peranan pada embriogenesis dan kondisi fisiologis lainnya seperti proliferasi,
motilitas sel, remodeling, penyembuhan luka dan proses reproduksi seperti
ovulasi, implantasi embrio, proliferasi endometrium, involusi uterus,
payudara serta prostat.60
MMP diekskresikan oleh bermacam connective tissue dan sel proinflamasi termasuk fibroblast, osteoblas, sel endotelial, makrofag, neutrofil
dan limfosit.75 Ekspresi aktivasi MMP dapat dikontrol pada tingkat

Universitas Sumatera Utara

transkripsi gen oleh aktivasi proenzim dan inhibitor spesifik dan non spesifik.
Kebanyakan MMP disekresi sebagai proenzim laten (inactive zymogen) yang
mengalami pemecahan proteolisis di amino-terminal domain saat aktivasi.60,63
Ekspresi MMP yang tidak terkontrol mempunyai keterkaitan dengan
patogenesis rheumatoid arthritis, invasi tumor dan metastasis. MMP berperan
pada beberapa proses patofisiologi yang kompleks, antara lain : 58
-

Destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker,
reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi
kornea,

penyakit

periodontal,

kerusakan

otak

dan

penyakit

neuroinflamasi.
-

Fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis,
aterosklerosis, dan multiple sclerosis.

-

Kelemahan matriks, misalnya pada kardiomiopati dilatasi, aneurisma
aorta dan epidermiolisis bulosa4

.
Kebanyakan MMPs tidak dinyatakan dalam kondisi normal, tapi
transkripsi mereka biasanya diinduksi dalam sel-sel tumor dan host oleh
berbagai macam faktor terlarut. Faktor-faktor terlarut yang merangsang
ekspresi MMP meliputi faktor pertumbuhan, dan sitokin seperti interleukin,
faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan saraf (NGF),
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), faktor pertumbuhan fibroblast
(FGF), Transformasi faktor pertumbuhan-b (TGF-b), nuklir faktor-kB (NFkB), dan matriks ekstraseluler metalloproteinase inducer (EMMPRIN). Selain
faktor larut, perubahan dalam bentuk sel, mekanik dan stres oksidatif juga
dapat mengakibatkan induksi MMP 61
Selama infeksi Hp, sel-sel epitel gaster menghasilkan MMPs dalam
menanggapi berbagai rangsangan inflamasi. Oleh karena itu, IL-21 dapat
mengatur produksi MMP melalui sel-sel epitel gaster 11.

Universitas Sumatera Utara

2.9.1 Matrix metalloproteinase pada Gastritis non H pylori
Sel endotel dari pembuluh darah merupakan target utama berbagai
faktor seperti etanol, NSAID, iskemia-reperfusi, dan radikal bebas. Mukosa
gaster terpapar aspirin, indometasin, NSAID lain, asam empedu, alkohol,
iskemia, bahan korosif menyebabkan perubahan morfologi, ultrastruktur,
dan fungsional yang mencerminkan terjadinya injuri. Kerusakan endotel
mikrovaskular menyebabkan stasis mikrovaskular, berhentinya suplai
oksigen, dan transport nutrisi. Kerusakan mikrovaskular terjadi sejak awal
injuri mukosa, menyebabkan nekrosis sel kelenjar, dan menambah daerah
yang mengalami iskemia. Adanya faktor agresif yang meningkat bisa
menyebabkan pembentukan trombus dan stasis mikrovaskular, yang
menyebabkan iskemia dan hipoksia, sehingga terjadi nekrosis lokal dan
erosi.65
Matriks

ekstraseluler

memainkan

peranan

penting

dalam

penyembuhan ulkus yang di sebabkan oleh NSAID. Ekspresi MMP -9
diinduksi oleh sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan IL-6. NSAID
seperti indometasin meningkatkan MMP-9 dan menurunkan MMP-2
dalam jaringan ulkus lambung, hal ini dimediasi oleh jalur prostaglandin
independen 66

2.9.2 Matrix metalloprotein 9 (MMP-9)
MMP-9,

juga

disebut

gelatinase,

memiliki

aktivitas

untuk

mendegradasi matrixekstraseluler terutama kolagen tipe IV 12
Ekspresi MMP-9 dapat ditingkatkan oleh beberapa mediator seperti
PMA, TNF α dan produk – produk bakteri seperti LPS dan CpG –ODN 13
MMP-9 berhubungan dengan disrupsi membran basal pembuluh darah
dan memicu metastasis melalui kelenjar limfatik12 .
Aktivasi NF-κB oleh infeksi H. pylori menginduksi ekspresi berbagai
gen, termasuk pengkodean sitokin interleukin (IL)-1, IL-6. IL-8, TNFα, faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), siklooksigenase 2 (COX-2), sintesa

Universitas Sumatera Utara

diinduksi oksida nitrat (iNOS), regulator siklus sel , matrix metalloproteinase
(MMP) -2, MMP-7, MMP-9 dan molekul adhesi 40
2.10 TNF- α
TNF-α merupakan sitokin utama pada respons inflamasi akut. Infeksi
yang berat dapat memicu produksi TNF dalam jumlah besar yang
menimbulkan reaksi sistemik. TNF disebut TNF-α atas dasar historis dan
untuk membedakannya dari TNF-β atau limfotoksin 35.
TNF-α diproduksi oleh neutrofil, limfosit yang diaktifkan, makrofag sel
NK, dan beberapa sel non limfoid seperti astrosit, sel endotel dan sel otot
polos, sementara TNF-β nampaknya hanya diproduksi oleh sel T 67.
LPS merupakan rangsangan poten untuk mensekresi TNF. IFN-γ yang
diproduksi oleh sel T dan sel NK juga merangsang makrofag antara lain
meningkatkan sintesis TNF. TNF memiliki efek biologik antara lain
pengerahan neutrofil dan monosit ke tempat infeksi serta mengaktifkan sel-sel
tersebut untuk menyingkirkan mikroba, memacu ekspresi molekul adesi sel
endotel vaskular terhadap leukosit, merangsang makrofag mensekresi
kemokin dan menginduksi kemotaksis dan pengerahan leukosit, merangsang
fagosit mononuklear, merangsang hipotalamus yang menginduksi demam dan
oleh karena itu disebut pirogen endogen 68
TNF-α adalah sitokin proinflamasi yang berperan penting dalam respon
baik akut maupun kronis pada infeksi virus, bakteri, dan parasit. Bioaktivitas
TNF-α terjadi melalui terikatnya TNF-α pada reseptor seluler spesifik TNFR, TNF-R1 (p55) dan TNF-R2 (p75), yang berbeda berat molekul, lokasi, dan
fungsinya. TNF-R1 tersebar di banyak tempat, sementara TNF-R2 lebih
terbatas distribusinya, yaitu pada sel-sel asal hematopoietin. TNF-R1
memperantarai kebanyakan respon seluler yang diinduksi TNF-α, termasuk
aktivasi faktor traskripsi seperti NF-κB dan apoptosis 69
1.1.2

2.11

TNF-α pada gastritis yang disebabkan H. pylori

Inflamasi kronis melibatkan sel mononuclear (MN) seperti limfosit (sel
T dan B), sel plasma, dan makrofag; dan juga sel polymorphonuclear (PMN)
seperti neutrofil. sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya.

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel epitel
lambung dan merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi.
Adanya inflamasi karena H pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan IL1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α. 51
Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi
dengan H pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme.
Mekanisme inflamasi terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun
spesifik dan imun non spesifik. Proses tersebut juga akan menimbulkan
keluarnya mediator sitokin, pada gastritis karena H pylori.52
TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini
berperan penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α
menyebabkan kaskade inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi
berlebihan di mukosa gaster yang berhubungan dengan inhibisi sekresi asam
lambung dan kerentanan yang lebih tinggi terhadap Ca gaster.53

2.12Hubungan TNF α dan MMP - 9
Pada gastritis terjadi peningkatan pada faktor pro-inflamasi seperti
tumour necrosis factor α (TNF- α), interleukin 1 (IL-1), IL-6, and IL-8).
Infeksi H.pylori meningkatkan faktor proinflamasi pada mukus lambung
Pada gastritis kronis terjadi inflamasi pada mukosa lambung selama >2
minggu sehingga terjadi

peningkatan sitokin pada darah. TNF α

merupakan mediator inflamasi yang dapat menginduksi ekspresi MMP1,MMP-3 dan MMP-9 di sel endotel,sel keratinosit dan fibroblast. MMPs
disekresikan oleh sel endotel yang memainkan peran dalam proses
remodelling matriks dan migrasi sel endotel selama angiogenesis.71


TNF-α, IL1-β bekerja pada imunitas alami dan inflamasi. Sumber utama
kedua sitokin tersebut adalah fagosit mononuklear yang teraktivasi.
Interleukin-1 diproduksi oleh fagosit mononuklear yang teraktivasi karena
adanya induksi produk bakterial seperti LPS dan oleh beberapa sitokin

Universitas Sumatera Utara

lainnya seperti TNF-α. TNF-α tidak hanya diproduksi oleh makrofag ,
tetapi juga oleh neutrofil, sel epitel seperti keratinosit dan sel endotel71


Makrofag yang teraktivasi akan menstimulasi terjadinya inflamasi melalui
sekresi sitokin (terutama TNF-α dan IL1-β), kemokin dan short-lived lipid
mediator (platelet activating factor /PAF, prostaglandin, leukotrien). Kerja
kolektif dari macrophage-derived cytokine dan lipid mediator adalah
menginduksi inflamasi lokal yang banyak mengandung neutrofil yang
akan memfagositosis dan menghancurkan patogen. Selain itu , makrofag
yang teraktivasi (bersama neutrofil) memfagositosis jaringan yang mati
dan memfasilitasi perbaikan jaringan akibat infeksi 71



Ekspresi MMP-9 diinduksi oleh pemicu yang adekuat. Diketahui monosit,
neutrofil, sel dendritik, limfosit, sel endothelial, sel epitel dan osteoblast
dapat memproduksi gelatinase B. 72



Adanya respon inflamasi tersebut akan meningkatkan beberapa sitokin
yang terkait termasuk TNF-α dan IL1-β. Dimana dengan peningkatan
tersebut akan mengaktifkan ekspresi dari enzim MMP terutama MMP-9.71



Salah satu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh sel-sel inflamatori
adalah enzim Matrix Metalloproteases (MMPs). Enzim MMP ini dapat
mendegradasi extracellular matrix atau ECM.72

Universitas Sumatera Utara

2.13Kerangka Teori
PasienAbdominal
Abdominal Discomfort
Pasien
Discomfort

PADIQ score

Menggambarkan keluhan atau kumpulan
gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa
tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, rasa
perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa
panas yang menjalar di dada
(Djojoningrat D, 2006).

Wawancara PADYQ : kuesioner dengan 11
pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri
epigastrium, mual, muntah, perut kembung,
dan early satiation. Gejala nyeri
epigastrium, mual, perut kembung bagian
atas dinilai intensitas, durasi, dan frekuensi;
sementara muntah dan early satiationdinilai
frekuensi. Skor > 6 : dispepsia

Dispepsia
Endoskopi : mukosa mengalami
edema, eritema (spotted, patchy,
linear) /eksudat/ perdarahan/ erosif.

Suatu kondisi medis yang ditandai
dengan peradangan pada lapisan
lambung. (El-Zimaity HMT, 2007).

Gastritis

Biopsi dilakukan pada 4 tempat yaitu
2 di antrum dan 2 di corpus

CLO test :
- gel tetap kuning (negatif)
- gel berubah warna
menjadi merah (positif).

Biopsi

H.Pylori : Suatu kondisi medis

Non-H.pylori : Infeksi lambung

yang ditandai dengan

disebabkan oleh pajanan aspirin,

peradangan pada lapisan

indometasin, NSAID lain, asam

lambung yang disebabkan oleh
bakteri Gram negatif khususnya
H.pylori.

TNF
α ↑↑↑
TNF
α

empedu, alkohol, iskemia, bahan

H. pylori (+)

MMP -9

H. pylori (-)

korosif (Adibi 2014).

TNF α ↑

MMP-9↑

↑↑↑
TNF α adalah sitokin yang
penting dalam proses nflamasi.
Pada oroses inflamasi sitokin
dihasilkan oleh sel makrofag

MMP-9 diekskresikan oleh bermacam
connective tissue dan sel pro-inflamasi
dan mempunyai peranan proliferasi,
motilitas sel, remodeling, penyembuhan
luka dll. (Amalinei C et al. 2010)

Gambar 14. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara