4. ANALISIS KASUS KDS ec ISPA

Ilmu Kesehatan Anak

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini kami sudah melakukan wawancara yang terdiri dari anamnesis dan
melakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik.
Satu minggu sebelum masuk RSAM pasien mengalami batuk berdahak
dan pilek. Batuk berdahak berwarna bening dirasakan terus menerus dan tidak
mereda walaupun diberikan obat. Sebelas jam sebelum masuk RSAM pasien
mengalami demam. Karena demam tidak kujung turun dan dirasa semakin tinggi
maka pasien dibawa ke mantri oleh ibu pasien. Di sana pasien diberikan obat
penurun panas namun panas tetap tidak reda. Sembilan jam kemudian atau dua
jam sebelum masuk RSAM pasien mengalami kejang. Kejang berlangsung kurang
lebih selama 5 menit, tangan, kaki, dan tubuh kaku, mata melirik ke atas, mulut
seperti terkunci, tidak berbusa, saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang
pasien sadar kemudian pasien menangis. Kejang hanya berlangsung satu kali
kemudian pasien langsung di bawa ke Puskesmas Perawatan Panjang. Karena
tidak ada ruang kamar untuk pasien dirawat maka pasien di rujuk ke RSAM.
Buang air besar dan buang air kecil lancar, anak tidak rewel saat buang air besar
ataupun buang air kecil. Pasien tidak ada mual dan muntah, nafsu makan dan
minum baik. Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Ibu pasien

mengatakan pasien tidak terdapat luka tertusuk besi kotor ataupun luka kotor
akibat terjatuh atau luka kotor lainnya. Ibu pasien juga mengatakan pasien tidak
pernah mengalami benturan keras pada kepala.

Menurut Nelson, 2003 ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Pada kasus
ini pasien mengalami gangguan pernafasan hidung dan mulut berupa batuk dan
pilek dan demam.15 Infeksi pada saluran pernafasan akut yang diderita pasien
merupakan jenis ringan. Hal ini sesuai dengan klasifikasi ISPA menurut Depkes
RI (2002) yaitu, seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan satu
atau lebih gejala berikut (1) batuk; (2) serak, yaitu anak bersuara parau pada
15

Ilmu Kesehatan Anak

waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis); (3) pilek,
yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung; (4) panas atau demam, suhu
badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba.45


Pada pasien An. ASD usia 2 tahun 9 bulan didapatkan kejang disertai demam
tinggi berlangsung kurang lebih selama 5 menit, tangan, kaki, dan tubuh kaku,
mata melirik ke atas, mulut seperti terkunci, tidak berbusa, saat kejang pasien
tidak sadar, setelah kejang pasien sadar kemudian pasien menangis, kejang hanya
berlangsung satu kali dalam 24 jam dan pasien belum pernah mengalami kejang
sebelumnya. Menurut American Academy of Pediatrics, Steering Commitee on
Quality Improvement and Management, Subcommittee on Febrile Seizure (2008),
kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang terjadi ketika fungsi otak tidak normal sehingga menyebabkan terjadi
perubahan gerakan, perhatian, dan kesadaran. Kejang demam tidak disertai infeksi
susunan saraf pusat (SSP) atau berupa gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak
diatas usia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.2,4 Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dari usia dan gejala yang dialami pasien, pasien mengalami
kejang demam. Dilihat dari tipe kejang pasien, kejang demam yang dialami oleh
pasien merupakan kejang demam sederhana. Kejang demam sederhana adalah
kejang yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal dan hanya berlangsung satu kali dalam
24 jam. Menurut kriteria livingstone untuk membuat diagnosis kejang demam

sederhana, yaitu (1) anak berusia antara 6 bulan – 6 tahun; (2) kejang berlangsung
sebentar, tidak lebih dari 15 menit; (3) kejang bersifat umum; (4) kejang timbul 16
jam pertama setelah timbulnya demam; (5) pemeriksaan saraf sebelum dan
sesudah kejang normal; (6) pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan; (7) frekuensi bangkitan kejang
dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.11

16

Ilmu Kesehatan Anak

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu pasien 37,20C, RR: 23x/menit, HR:
129x/menit. Saat tiba diruangan suhu tubuh pasien telah menurun dibandingkan
dengan suhu tubuh saat masuk UGD (38,50C), frekuensi pernapasan mulai stabil
dibandingkan dengan sebelumnya (33x/menit). Pada pemeriksaan fisik ditemukan
mata anemis (+), terdapat sekret di hidung dan mulut, retraksi subcostae, dan
pasien tampak sianosis. Menurut Nelson (2003) tanda-tanda yang ditemukan pada
ISPA antara lain, keluar sekret, stridor (suara

nafas), dyspnea (kesakitan


bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen),
dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan
mengakibatkan kematian.15 Gejala ISPA yang dialami pasien merupakan ISPA
ringan. Hal ini sesuai dengan klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) yaitu,
seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan satu atau lebih gejala
berikut (1) batuk; (2) serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misal pada waktu berbicara atau menangis); (3) pilek, yaitu mengeluarkan
lendir atau ingus dari hidung; (4) panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 0C
atau jika dahi anak diraba.45
Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap
pada satu hari setelah pasien masuk rumah sakit (03 September 2015) dan
didapatkan hasil; Hb: 11,6 g/dl, leukosit: 24.400/ul, eritrosit: 4,3jt/µl, Ht: 32%,
MCV: 75 fL, MCH: 27 pg, MCHC: 36 g/dL, LED: 36 mm/jam. Dari nilai leukosit
didapatkan bahwa nilai leukosit lebih tinggi dari nilai normal hal ini dapat
diartikan bahwa pasien terkena infeksi. Sel darah putih (leukosit) merupakan
sistem pertahanan tubuh yang penting untuk menangkal bakteri, virus, dan
patogen-patogen lain yang memicu penyakit yang melemahkan tubuh. Leukosit
mempertahankan tubuh dengan cara memakan (fagositosis) patogen tersebut.
Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi maka sumsum tulang akan memproduksi

lebih banyak sel-sel darah putih untuk melawan infeksi.57

Pada pasien diberikan terapi berupa paracetamol sirup 3x1 cth, stesolid supp 5
mg, amoxicillin 3x1 cth, ambroxol 3x1 cth, zinc 1x20 mg. Penatalaksanaan yang
tepat pada penderita kejang demam adalah apabila pasien datang dalam keadaan
kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
17

Ilmu Kesehatan Anak

diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg. 2,28,29,30 Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

2,1,12


Selain itu pada pasien ini diberikan terapi paracetamol 3x1 cth. Menurut
konsensus kejang demam (2006) penggunaan antipiretik paracetamol tidak
terbukti dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali atau jika diberikan Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari.

2,31,32,33

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5ºC.2,34,35,36
Pemberian amoxicillin 3x1 cth pada pasien ini sudah sesuai karena penyebab
paling banyak ISPA anak adalah Streptococcus, Staphilococcus, dan H. influenza
dan amoxicillin merupakan antibiotic spectrum luas dan efektif terhadap bakteri
gram positif dan beberapa gram negatif yang patogen. Bakteri patogen yang
sensitive

terhadap


amoxicillin

adalah

Staphilococcus,

Streptococcus,

Enterococcus, S. pneumoniae, N. gonnorhae, H. influenzae, dan E. coli.46,56 Pada
pasien ditemukan gejala batuk berdahak dan pilek, penatalaksanaan untuk gejala
tersebut diberika ambroxol 3x1 cth. Ambroxol berefek mukokinetik dan
sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran
pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir
dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Baik batuk maupun volume dahak
dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa
selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi
proteksi secara normal kembali. Dosis yang digunakan pada anak yaitu 1,5
mg/kgBB/hari diberikan 3 x sehari.

18


Ilmu Kesehatan Anak

1,5 x 12 = 18 / 3 = 6 mg/ kali
Sediaan syrup 15 mg/5 ml, jadi pemberian ± ½ sendok takar. Dari terapi yang
sudah didapatkan kurang tepat sesuai dengan berat badan pasien 3 x ½ sendok
takar.58 Pada hari kedua di RS pasien mengalami gejala BAB cair sebanyak 2 kali,
pasien diberikan zinc tablet 1x20 mg. Zinc sulfat diberikan pada usia> 6 bulan
dengan dosis 20 mg per hari selama 10 hari. Zinc merupakan salah satu zat gizi
mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zink meningkatkan
sistem kekebalan tubuh sehingga mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3
bulan setelah anak sembuh dari diare. Pemberian zinc pada pasien ini sudah sesuai
dengan dosis sesuai usia pasien yaitu 2 tahun pasien ini mendapatkan 1 tablet
dengan dosis 20 mg. Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut.
Pemberian zinc harus tetap dilanjutkan meskipun dia sudah berhenti. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan
berulangnya diare pada 2-3 bulan kedepan.59
Pada tanggal 04 September 2015 pasien dierbolehkan pulang, obat yang praktis
untuk mengatasi kejang demam dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau

diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun. 2,28,29,30 Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg yang disesuaikan dengan tatalaksana kejang demam.2,1,12
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya, (1) menyakinkan
bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik; (2) memberitahukan
cara penanganan kejang; (3) memberikan informasi mengenai kemungkinan

19

Ilmu Kesehatan Anak

kejang kembali; (4) pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat. 2,21

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang, (1) tetap tenang dan
tidak panik; (2) kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher; (3) bila
tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut; (4) ukur suhu, observasi dan catat lama dan
bentuk kejang; (5) tetap bersama pasien selama kejang; (6) berikan diazepam
rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti; (7) bawa kedokter atau
rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.2,12

20