Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoida Dalam Herba Pugun Tanoh (Curanga Fel-Terrae (Lour.) Merr)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Akibat peningkatan status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan
masyarakat, faktor lingkungan dan gaya yang tidak sehat, seperti makan
berlebihan, berlemak, kurang akivitas fisik dan stress berperan besar sebagai
pemicu diabetes. Tetapi diabetes juga bisa muncul akibat faktor keturunan.
Tanaman pogun tanoh dimanadaunnya telah digunakan secara empiris dalam
pengobatan diabetes oleh masyarakat Dairi (Harfina, 2012).
Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia merupakan salah satu kekayaan
alam yang perlu dilestarikan mengingat peranan dan khasiat tumbuhan dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat. Tumbuh-tumbuhan merupakan
salah satu sumber senyawa bahan alam hayati yang memegang peranan penting
dalam pemanfaatan zat kimia berkhasiat. Pogun tanoh telah digunakan sebagai
obat tradisional di Cina selatan sebagai pengobatan demam, infeksi herpes,
kanker, dan antiinflamasi yang digunakan lebih dari 200 tahun yang lalu (Zou, et
al., 2005).
Salah satunya daun puguntanohyang umumnya oleh masyarakat Sumatera
Utara digunakan sebagai obat untuk diabetes mellitus (Harfina, et al., 2012;
Sitorus, et al., 2014).Pugun tanoh memiliki aktivitas sebagai antidiuretik(Lewis,

2003),sebagai obat panas (Data, 2003), antidiabetik (Harahap, dkk., 2013), obat
luka bakar (Fithra, 2013), antiasma (Ramadhani, 2014) dan antiinflamasi (Juwita,
2009).

1
Universitas Sumatera Utara

Pugun tanoh merupakan tanaman berbatang basah dan berbaring (Redaksi
Agromedia, 2008). Pugun tanoh tumbuh merambat. Tumbuhan pugun tanoh
memiliki tinggi 40 sampai 60 cm. Batangnya bercabang-cabang, ramping, jarang
dan berbulu halus.
Skrining fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada ekstrak
etil asetat herba pugun tanohmengandung curangin dan zat pahit (Redaksi
Agromedia, 2008), flavonoid (Huang, et al., 1999), saponin (Fang, et al., 2009),tanin,
glikosida (Jie, et al., 2005; Zou, et al., 2005; Zou, et al., 2004; Huang, et al., 1998) serta
steroid/terpenoid (Wang, et al., 2006).
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.
Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tumbuhan diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat
dengannya (Markham, 1988). Flavonoida adalah senyawa yang mengandung

C15terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon
(Sastrohamidjojo, 1985). Flavonoida yang terdapat di dalam tumbuhan dapat
digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat
mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan (Nessa, 2003).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian tentang karakterisasi
simplisia, skrining fitokimia dan isolasi flavonoida dari ekstrak etil asetat herba
pugun tanoh. Ekstrak etil asetat herba pugun tanoh dipisahkan dengan cara
kromatografi lapis tipis (KLT) dan dipisahkan dengan KLT preparatif. Isolat yang
diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometer UV dan IR.

2
Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
a. Apakah hasil karakteristik simplisia dan ekstrak etil asetat herba pugun tanoh?
b. Apa golongan senyawa kimia yang terdapat pada simplisia herba pugun tanoh?
c. Apakah senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi dapat
diidentifikasi secara spektrofotometri UV-Visible menggunakan pereaksi geser

dan secara spektrofotometri IR?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Karakteristik simplisia herba pugun tanoh yang diteliti memenuhi persyaratan
umum karakterisasi simplisia dan ekstrak.
b. Golongan senyawa kimia dari simplisia herba pugun tanoh dapat ditentukan
dengan menggunakan prosedur skrining fitokimia pada Materia Medika
Indonesia dan Farnsworth.
c. Senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi dapat diidentifikasi secara
spektrofotometri UV-Visible menggunakan pereaksi geser dan secara FT-IR.

1.4 Tujuan Penelitian

3
Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia herba pugun tanoh yang diteliti.

b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia
herba pugun tanoh.
c. Untuk mengidentifikasi senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi
secara spektrofotometri UV-Visible menggunakan pereaksi geser dan secara
spektrofotometri FT-IR.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang
kandungan metabolit sekunder dan jenisflavonoida alam yang terkandung di
dalamherba pugun tanohserta pengembangan flavonida dalam bidang farmasi.

BAB II

4
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut buku Curanga Amara,(2011) Sistematika tumbuhan pugun tanoh adalah
sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo


: Scrophulariales

Famili

: Scrophulariaceae

Genus

: Curanga

Spesies

: Curanga fel-terrae (Lour.)Merr.(Anonim,2011)

2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah empedu taneh (Karo), pugun tanoh,
pugun tana, pagon tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), kukurang (Maluku) dan
papaita (Ternate) (Fithra, 2013).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Pugun tanoh merupakan tanaman berbatang basah dan berbaring

(Agung dan Tinton, 2008). Pugun tanoh tumbuh merambat. Tumbuhan pugun
tanoh memiliki tinggi 40 sampai 60 cm. Pugun tanoh merupakan tanaman
berbatang basah dan berbaring (Agung dan Tinton, 2008). Pugun tanoh tumbuh

5
Universitas Sumatera Utara

merambat. Tumbuhan pugun tanoh memiliki tinggi 40 sampai 60 cm. Batangnya
bercabang-cabang, ramping, jarang dan berbulu halus.
Tangkai daun tumbuh berhadapan, permukaan tidak berbulu, rata dan tipis.
Tandan bunga bewarna merah (Agung dan Tinton, 2008), jumlah bunga 2-16,
mahkota bunga bentuk tabung dan berbibir rangkap. Daunnya berbulu halus,
berbentuk bundar telur dengan panjang 3-6 cm dan lebar 2-3 cm, ujung daun agak
melancip dan tepi daun beringgit.
2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan
Pugun tanoh mengandung curangin dan zat pahit (Agung dan Tinton, 2008),
flavonoid (Huang, et al., 1999), saponin (Fang, et al., 2009), tanin, glikosida (Jie,
et al., 2005; Zou, et al., 2005; Zou, et al., 2004; Huang, et al., 1998) serta
steroid/terpenoid (Wang, et al., 2006).
2.1.5 Khasiat Tumbuhan

Masyarakat menggunakan pugun tanoh sebagai obat cacing, obat sakit
perut, serta mengatasi kudis, memar, bengkak, batuk rejan dan sesak napas
(Agung dan Tinton, 2008).Tanaman ini digunakan sebagai obat cacing untuk
anak-anak, mengobati kolik dan malaria di Maluku dan Filipina, di
Indonesia,daun dapat menyembuhkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya.
Pugun tanoh digunakan sebagai obat malaria, diuretik, demamdan gangguan pada
kulit (Perry, 1980).Puguntanoh digunakan untuk pengobatan demam, infeksi
herpes, kanker dan inflamasi di Cina Selatan. Daun puguntanoh di Sumatera Utara
umumnya digunakan sebagai obat untuk diabetes mellitus (Harfina, et al., 2012;
Sitorus, et al., 2014).Pugun tanoh memiliki aktivitas sebagai antidiuretik(Lewis,
2003),sebagai obat panas, antidiabetik (Harahap, dkk., 2013), obat luka bakar (
Fithra, 2013), antiasma (Ramadhani, 2014) dan antiinflamasi (Juwita, 2009).

6
Universitas Sumatera Utara

2.2 Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang
mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawasenyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida

adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida
adalah 1,1 diaril propana.
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang
berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu
jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom
karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada
tingkat oksidasi yangberbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon
adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah
dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawasenyawa ini (Markham, 1988).
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Flavonoida ini
berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Ada juga flavonoida yang
terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi
lebah. Sayap kupu-kupu mengandung flavonoida yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam
tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yaitu
angiospermae, klorofita, fungi, briofita. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal
dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah
sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan
senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna(Markham,
1988).


7
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang
dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Kerangka dasar dari struktur flavonoida
adalah sistim C6-C3-C6. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa flavonoida
2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan
spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut
dengan glikosida (Harborne, 1984). Tumbuhan yang mengandung flavonoida
terdapat dalam berbagai struktur. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan tahap
modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoida tersebut, antara lain:
a. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih)
terikatpada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam.

Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih
mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan
gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan
arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa,
fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat (Markham, 1988).

8
Universitas Sumatera Utara

b. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam
hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu
ikatankarbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut Cglikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis
gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga
galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa (Markham, 1988).
c. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang
terikat pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih
bebas atau pada gula (Markham, 1988).
d. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah
flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau
kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi
biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda.
Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas,
terdapat terutama pada gimnospermae (Markham, 1988).
e. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai
atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik
(yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan
flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain
(Markham, 1988).

9
Universitas Sumatera Utara

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3 yaitu:
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida,
dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang
berkhasiat sebagaiantioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di
alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol.
Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu
cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat
gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi,
serta reaksiwarnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin
danluteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa.
Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat
pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida.
Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan
sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan
sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena
reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun tetapi kebanyakan tampak
sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
4. Flavanon

10
Universitas Sumatera Utara

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun
dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus
prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan
hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit
sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini
diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental
Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini.
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada
tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya
melaksidin, apiferol.
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar
luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah
penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, ungu, dan biru dalam
daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin
merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya
terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
9. Khalkon

11
Universitas Sumatera Utara

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan
sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari
glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak
pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne, 1984).
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu
dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada
kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning
kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).

2.3 Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
dalam pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut
dengan pelarut cair. Ekstraksidengan menggunakan pelarut dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu :
A. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM RI, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses ini
terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) (Ditjen POM RI, 2000).
B. Cara panas

12
Universitas Sumatera Utara

1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Ditjen POM RI, 2000).
2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM RI, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 (Ditjen POM RI, 2000).
4. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90selama 15 menit (Ditjen POM RI, 1979).
5. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dangan temperatur sampai titik
didih air (Ditjen POM RI, 2000).
2.4 Kromatografi

13
Universitas Sumatera Utara

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat
cair)(Ditjen POM RI,1995). Fase diam berupa zat padat maka cara tersebut
dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.Lapisan
pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah
berupa larutan yang di totolkan baik berupa bercak ataupun pita. Setelah plat atau
lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler

(pengembangan)kemudian

senyawa

yang

tidak

berwarna

harus

ditampakkan (Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Senyawa yang tak berwarna menggunakan cara yang paling sederhana yaitu
dilakukan pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik
bersinar atau berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang
pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm).Andaikan dengan cara itu
senyawa tidak dapat dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang
membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila
perlu dengan pemanasan).

14
Universitas Sumatera Utara

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida
ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3.identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.
4. isolasi flavonoida murni skala kecil
5. penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama denganpenyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas (Markham,
1988).
2.4.1.1 Fase diam (lapisan penyerap)
Fase diam pada kromatografi lapis tipis berupa lapisan tipis yang terdiri
atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca, dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat
pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau
amilum (pati).Penyerap yang umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis
adalah silika gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter, et al., 1985).
Dua sifat yang penting dari fasediam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya, karena adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada kedua
sifat tersebut.Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel
yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan
salah satu cara untuk memperbaiki hasil pemisahan adalah dengan menggunakan
fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran yang halus memberikan aliran
pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih baik (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.1.2 Fase gerak (pelarut pengembang)

15
Universitas Sumatera Utara

Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut.Jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
Pemisahan senyawa organik selalu menggunakan pelarut campur.Tujuan
menggunakan pelarut campur adalah untuk memperoleh pemisahan senyawa yang
baik. Kombinasi pelarut adalah berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut,
sehingga dengan demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok.
Pelarut pengembang yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis antara lain: nheksana, karbontetraklorida, benzena, kloroform, eter, etilasetat, piridian, aseton,
etanol, metanol dan air (Gritter, et al., 1985).

2.4.1.3 Harga Rf (Retardation factor)
Proses mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Rf =

Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yangmempengaruhi harga
Rf (Sastrohamidjojo, 1985):
a. struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
b. sifat Penjerap
c. tebal dan kerataan dari lapisan Penjerap
d. pelarut dan derajat kemurniannya
e. derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana

16
Universitas Sumatera Utara

f. teknik percobaan
g. jumlah cuplikan yang digunakan
h. suhu
i. kesetimbangan
2.4.2 Kromatografi kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa
pipa gelas yang dilengkapi suatu kran di bagian bawah kolom untuk
mengendalikan aliran zat cair. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya

zat

yang akan dipindahkan. Pemisahan tergantung kepada kesetimbangan yang
terbentuk pada bidang antar muka di antara butiran-butiran adsorben dan fase
bergerak serta kelarutan relatif komponen pada fase bergeraknya (Gritter, et al.,
1985).
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g).
Penggunaan kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan
berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca,
tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir
melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong
dengan tekanan. Pita senyawa yang larut bergerak melalui kolom dengan laju
yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas
kolom (Gritter, et al., 1985).

17
Universitas Sumatera Utara

Menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir
ke skala industri. Secara umum cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulose, silika, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap
komponen menggunakan pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca
yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung. Menempatkan larutan
cuplikan pada kolom sedemikian rupa sehingga terbentuk pita yang siap dielusi
lebih lanjut (Markham, 1988).
Pengisian kolom harus dikerjakan seragam, setelah adsorben dimasukkan
dapat diseragamkan kerapatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator.
Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk
larutan dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak
seragam dapat menghasilkan rongga-rongga ditengah-tengah kolom. Dibagian
bawah dan atas dari isian kolom diberi wool untuk menyangga isian. Saat kolom
telah diisi bahan isian permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah
permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya
gelembung-gelembung udara masuk kedalam kolom (Hosttetman, 1995).
2.5 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode pengukuran dimana sumber energinya
berupa sinar atau cahaya dan sistem detektornya menggunakan sel fotolistrik
(Noerdin, 1985).

18
Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Spektrofotometri ultraviolet
Serapan molekul di dalam daerah ultra violet yang terlihat dari spektrum
bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul yang disinari. Penyerapan
sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat
dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi
(Silverstein, dkk., 1986).
Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima
pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat
dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga
mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut
ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol,
dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin
yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi (Markham, 1988).
2.5.1.1 Pereaksi geser (Shift reagen)
Kedudukan gugus hidroksi fenol bebas pada inti flavonoida dapat
ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan
mengamati puncak serapan yang terjadi (Markham,1988). Langkah pertama yang
dilakukan dalam menafsirkan spektrum yaitu menentukan jenis flavonoida dengan
memperhatikan:
1. bentuk umum spektrum dalam metanol
2. panjang gelombang pita serapan
3. data kromatografi kertas
Langkah kedua adalah memperhatikan arti perubahan spektrum yang
disebabkan oleh penambahan berbagai pereaksi geser (Markham, 1988).

19
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Spektrofotometri inframerah
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat
energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang
dari 100 cm-1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah
molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul. Penyerapan ini
tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis-garis melainkan
berupa pita-pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu
disertai sejumlah perubahan energi putara (Silverstein, dkk ., 1986).
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang
dan vibrasi lentur (Noerdin, 1985).

20
Universitas Sumatera Utara