Edukasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang Dilakukan Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Edukasi

2.1.1. Pengertian Edukasi
Edukasi adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada
perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain
edukasi mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat
mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003). Edukasi merupakan penambahan pengetahuan dan
kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan
untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan
terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi
atau ide baru (Craven & Hirnle, 1996 dalam Suliha, dkk, 2002).
Suliha, dkk (2002) juga menegaskan bahwa edukasi merupakan proses
belajar dari individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai
kesehatan menjadi tahu, dan dari yang tidak mampu mengatasi masalah kesehatan
sendiri menjadi mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri secara mandiri.

Edukasi merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal.
Edukasi klien merupakan standar praktik keperawatan profesional. The
Joint Commission (dalam Potter & Perry, 2009) memberikan standar bagi edukasi
klien dan keluarga. Standar ini mewajibkan perawat dan tim kesehatan untuk
menilai kebutuhan pembelajaran klien dan menyediakan edukasi tentang berbagai
6
Universitas Sumatera Utara

7
topik seperti pengobatan, nutrisi, penggunaan alat medis, nyeri, dan rencana
perawatan klien. Usaha edukasi harus menyertakan nilai psikososial, spiritual, dan
budaya yang dimiliki klien serta keinginan berpartisipasi aktif (Potter & Perry,
2009).
Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu, keluarga, atau
komunitas untuk mencapai tingkat kesehatan optimal. Kesehatan layanan
preventif dapat mengurangi biaya kesehatan dan menurunkan beban bagi individu,
keluarga, dan komunitas. Perawat memberikan informasi dan keterampilan yang
dapat mengubah perilaku pasien menjadi lebih sehat (Potter & Perry, 2009).

Penting untuk mengedukasi klien tentang teknik pencegahan dan
pengendalian infeksi. Hal ini karena klien kurang menyadari faktor-faktor yang
mempromosikan penyebaran infeksi atau cara untuk mencegah penularannya
(Potter & Perry, 2010). Ajarkan klien, keluarga, dan pengunjung mengenai
infeksi, cara penyebaran infeksi, dan metode pencegahan (Roshdahl & Kowalski,
2014).
2.1.2. Pengajaran dan Pembelajaran
Pengajaran

merupakan

proses

interaktif

yang

mempromosikan

pembelajaran. Ia mengandung pengertian tindakan yang membantu perolehan

pengetahuan baru atau pelaksanaan keterampilan baru (Potter & Perry, 2009).
Sedangkan pembelajaran merupakan perolehan pengetahuan, perilaku, dan
keterampilan baru. Dibutuhkan pola yang kompleks jika klien ingin mempelajari
keterampilaan baru, mengubah sikap yang ada, mentransfer pembelajaran ke
situasi baru, atau memecahkan masalah.

Universitas Sumatera Utara

8
Pembelajaran terjadi dalam tiga bidang, yaitu kognitif (pemahaman),
afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan motorik) (Bloom dalam Potter &
Perry, 2009).
2.1.2.1.Pembelajaran Kognitif
Pembelajaran

kognitif

meliputi

seluruh


perilaku

intelektual

dan

membutuhkan pemikiran. Pada hierarki perilaku kognitif, perilaku termudah
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan yang paling kompleks adalah evaluasi.
Pembelajaran kognitif meliputi hal berikut: (1) pembelajaran: pembeljaran
fakta atau informasi baru dan mampu mengingatnya, (2) komprehensif:
kemampuan memahami arti dari materi ajar, (3) aplikasi: menggunakan ide
asbstrak yang baru dipelajari kedalam situasi yang konkret, (4) analisis:
menguraikan informasi menjadi bagian-bagianyang terorganisasi, (5) sintesis:
kemampuan menerapkan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk
menghasilakan bentuk baru, (6) evaluasi: penilitian tentang nilai informasi bagu
tujuan tertentu.
2.1.2.2.Pembelajaran Afektif
Pembelajaran


afektif

berhadapan

dengan

ekspresi

perasaan

dan

penerimaan sikap, opini, atau nilai. Perilaku hierarki ini adalah menerima, dan
yang paling kompleks adalah karakterisasi.
Pembelajaran afektif meliputi hal beriut: (1) menerima: bersedia menerima
perkataan orang lain, (2) merespons: partisipasasi aktif melalui kegiatan
mendengarkan dan bereaksi secara verbal dan nonverbal, (3) memberi nilai:
menentukan nilai pada suatu objek atau perilaku yang diperlihatkan oleh pelajar,

Universitas Sumatera Utara


9
(4) mengorganisasi: membangun sistem nilai dengan mengidentifikasi dan
mengorganisasi nilai dan memecahkan konflik, (5) karakterisasi: beraksi dan
merespons dengan sistem nilai yang konsisten.
2.1.2.3.Pembelajaran Psikomotor
Pembelajaran psikomotor melibatkan perolehan keterampilan yang
membutuhkan integrasi aktivitas mental dan otot, seperti kemampuan berjalanatau
menggunakan alat makan. Perilaku yang paling sederhana dalam hierarki ini
adalah persepsi, sedangkan yang paling kompleks adalah originasi.
Pembelajaran psikomotor meliputi hal berikut: (1) persepsi: menyadari
adanya objek atau kualitas melalui penggunaan indra, (2) penetapan: kesiapan
untuk mengambil aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu: mental, fisik, dan
emosional, (3) respons yang dibimbing: pelaksanaan suatu pernyataan di bawah
bimbingan instruktur yang mellibatkan peniruan aksi yang didemonstrasikan, (4)
mekanisme: perilaku dengan tingkat yang lebih tinggi di mana individu
memperoleh kepercayaan diri dan keterampilan dalam melakukan perilaku yang
lebih kompleks atau melibatkan beberapa langkah yang lebih banyak, (5) respons
terbuka yang kompleks: melakukan keterampilan motorik yang membutuhkan
pola gerakan kompleks dengan lancar dan akurat, (6) adaptasi: kemampuan

mengubah respons motorik saat terjadi masalah yang tidak terduga, (7) originasi
menggunakan keterampilan dan kemampuan psikomotor untuk melakukan aksi
motorik kompleks yang melibatkan penciptaan pola gerakan baru.
2.2.

Pengertian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Universitas Sumatera Utara

10
Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya suatu organisme (agen
infeksius) dalam tubuh pejamu (Potter & Perry, 2005). Menurut Rosdahl &
Kowalski (2014) infeksi dideskripsikan sebagai invasi dan multiplikasi organisme
di jaringan tubuh, terutama organisme yang menyebabkan cedera pada pejamu.
Sedangkan Darmadi (2008) mendefenisikan penyakit infeksi adalah penyakit yang
disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai
makhluk hidup tentunya ingin bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada
suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari resorvoir baru dengan cara
berpindah atau menyebar.
Healthcare-associated infection (HCAI), juga disebut sebagai infeksi

nosokomial atau infeksi rumah sakit, didefinisikan sebagai: infeksi yang terjadi
pada pasien selama proses perawatan di fasilitas kesehatan yang tidak dialami
pada saat penerimaan. Ini termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit tapi
muncul setelah keluar, dan juga infeksi yang berhubungan dengan pekerjaan
antara staf. Infeksi terjadi lebih dari 48 jam setelah masuk biasanya dianggap
nosokomial (WHO,2009).Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008) adalah
infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat
selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
pada saat masuk rumah sakit.
Infeksi nosokomial yang paling umum menyebabkan penyakit ringan yang
mudah diobati dan tidak memiliki efek jangka panjang. Namun, beberapa infeksi
nosokomial dapat menyebabkan penyakit serius yang dapat menyebabkan
seseorang harus tinggal di rumah sakit lebih lama dan mengakibatkan efek buruk

Universitas Sumatera Utara

11
jangka panjang. Beberapa diantaranya seperti pneumonia atau keracunan darah,
dapat menyebabkan penyakit serius dan bahkan kematian (WHO,2009).
Infeksi ini dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian

antibiotik, adanya organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran
dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi. Potensi mikroorganisme atau
parasit unutk menyebabkan penyakit tergantung pada faktor-faktor berikut ini:
kecukupan jumlah organisme (dosis), virulensi atau kemampuan untuk bertahan
hidup dalam tubuh pejamu atau diluar tubuh, kemampuan untuk masuk dan
bertahan hidup dalam tubuh pejamu, dan kerentanan tubuh pejamu (Potter &
Perry, 2009).
Penting mengedukasi pasien yang telah menjalaniprosedur di fasilitas
kesehatan mengenai tanda-tandadan gejala infeksi yang mungkindikaitkan dengan
prosedur dan meminta mereka untuk memberitahu fasilitas jikatanda-tanda dan
gejala-gejala muncul (CDC, 2016).
Kriteria sederhana untuk pengawasan infeksi nosokomial sebagai berikut:
Tipe infeksi nosokomial

Kriteria sederhana
Setiap
purulen
yang
keluar,
abses,

ataumenyebarkan
selulitis di di daerah
Infeksi luka operasi
pembedahan
selama
bulan
pertama
setelahoperasi.
Kultur urin positif(1 atau 2 spesies) dengan
Infeksi saluran kemih
setidaknya105 bakteri / ml, dengan atau
tanpagejala klinis.
Gejala pernapasan dengan di setidaknya dua
dari tanda-tanda berikut muncul selama rawat
inap:
Infeksi
saluran
- batuk
pernafasan
- sputum purulen

- infiltrat baru di dada radiografi konsisten
dengan infeksi
Infeksi
katerter Peradangan,
lymphangitis
atau

Universitas Sumatera Utara

12
pembuluh darah
pengeluaranpurulen di pemasangan kateter.
Keracunan darah
Demamdan setidaknya satukultur darah positif
Tabel 1. Kriteria pengawasan infeksi nosokomial
Sekitar sepertiga dari infeksi nosokomial dapat dicegah, salah satunya
dengan kewaspadaan standar. Kewaspadaan standar adalah praktek pencegahan
infeksi yang berlaku untuk semua pasien, terlepas dari mencurigai atau
mengkonfirmasistatus infeksi dari pasien, dalam pengaturan kesehatan apapun
disampaikan. Praktik-praktik ini dirancang untuk melindungi tenaga kesehatan
dan mencegah penyebaran infeksi di antara pasien dari tenaga kesehatan.
Kewaspadaan Standar meliputi: 1) kebersihan tangan,2) penggunaan alat
pelindung diri (misalnya,sarung tangan, baju, masker, dan kaca mata pelindung),
3) praktek injeksi yang aman,4) penanganan yang aman dari berpotensi
terkontaminasiperalatan atau permukaan di lingkungan pasien, dan, 5) Hygine
respirasi/etika batuk (CDC,2016).
Setiapdari unsur-unsur dari kewaspadaan standar adalahdijelaskan dalam
bagian berikut.
2.2.1. Hand Hygiene
Kebersihan tangan yang baik, dengan penggunaan alcohol-based hand
rubs (ABHR) dan mencuci tangan dengan sabun dan air, sangat penting untuk
mengurangi risiko penyebaran infeksi dalam pengaturan rawat jalan. Penggunaan
ABHR sebagai modus utama kebersihan tangan di pengaturan kesehatan yang
dianjurkan oleh CDC dan Organisasi Kesehatan Dunia WHOkarena aktivitas
terhadap spektrum yang luasdari epidemiologis patogen penting, dankarena

Universitas Sumatera Utara

13
dibandingkan dengan sabun dan air, penggunaandari ABHR dalam layanan
kesehatan dapat meningkatkan (CDC, 2016).
Kepatuhan kebersihan tangan yang direkomendasikan dimana praktek
kebersihan tangan membutuhkan sedikit waktu, mencegah iritasi tangan, dan
memfasilitasi kebersihan tangan disamping tempat tidur pasien. Untuk alasan ini,
ABHR merupakan metode yang disukaiuntuk kebersihan tangan dalam
kebanyakan situasi klinis.Sabun dan air harus digunakan bila tangan yangterlihat
kotor (misalnya, darah, cairan tubuh) (CDC, 2016).
Mencuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan sabun dan air,
diikuti dengan membilasnya di bawah air yang mengalir selama 15 detik (CDC,
2002). Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran
dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (Depkes
2007).
Shinde dan Mohite (2014) menyatakan tujuan cuci tangan adalah untuk
menghilangkan kotoran yang terdapat di tangan dan untuk mencegah penularan
silang antara pasien. Kebijakan pemerintah terkait kebersihan tangan sesuai
dengan WHO (2009) yang menyatakan tujuan dari mencuci tangan adalah
mencegah terjadinya infeksi rumah sakit yang berasal dari petugas rumah sakit ke
pasien maupun sebaliknya dan dari pasien ke pasien lain melalui tangan petugas.
Tujuan lain bisa dikatakan untuk mencegah transmisi penyakit-penyakit infeksi
yang ditularkan melalui kontak, menurunkan angka kejadian infeksi rumah sakit,
dan meningkatkan kesadaran diri tentang perlunya melakukan kebersihan tangan.
2.2.1.1.Teknik Membersihkan Tangan

Universitas Sumatera Utara

14
Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air harus dilakukan
seperti: basahi tangan dengan air mengalir yang bersih, tuangkan 3-5 cc sabun cair
unutk menyabuni seluruh permukaan tangan, ratakan dengan kedua telapak
tangan, gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya, gosok kedua telapak dan sela-sela jari, jari-jari sisi dalam dari kedua
tangan sangling mengunci, gosok ibu jari kiri berputar kedalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya, gosok dengan memutar ujung jari-jari di
telapak tangan kiri dan sebaliknya, bilas kedua tangan dengan air mengalir,
keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-benar
kering, dan gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran
(Depkes, 2008).
2.2.1.2.Five Moment For Hand Hygiene
WHO (2009) telah mengembangkan moments untuk kebersihan tangan
yaitu five moment for hand hygiene, yang telah diidentifikasikan sebagai waktu
kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu sebelum kontak dengan
pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah
kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan pasien.
2.2.1.2.1.Sebelum Menyentuh dengan Pasien
Mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien bertujuan untuk
melindungi terhadap kuman yang berbahaya yang bisa diperoleh dari tangan
perawat. Seperti menyentuh pasien dengan cara apapun: berjabat tangan,
membantu pasien untuk bergerak, menyentuh perangkat medis yang terhubung ke
pasien, misalnya selang IV yang terhubung pada tangan pasien.

Universitas Sumatera Utara

15
Contoh tindakan dari indikasi ini adalah: sebelum membantu pasien dalam
perawatan diri, sebelum melakukan pengamatan dalam tindakan invasif seperti
mengukur tanda-tanda vital, saturasi oksigen, auskultasi dada, palpasi abdomen,
dan memasang EKG, sebelum melakukan perawatan non-invasif seperti
memasang oksigen atau kanula nasal, sebelum membantu bak dan bab, dan
sebelum memberikan obat secara oral, sebelum membantu perawatan gigi dan
mulut seperti menyuapi pasien makan, menyikat gigi, atau gigi palsu.
Setiap petugas kesehatan mungkin memiliki banyak mikroorganisme
dalam tangan mereka, jika tidak ada kebersihan tangan sebelum menyentuh pasien
maka mikroorganisme dapat ditransfer ke pasien.
2.2.1.2.2.Sebelum Melakukan Tindakan Aseptik
Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik bertujuan untuk
melindungi pasien dari dari kuman berbahaya yang bisa masuk kedalam tubuh
mereka selama tindakan aseptik dilakukan. Contoh tindakan dari indikasi ini
adalah: sebelum melakukan tindakan invasif seperti menyuntik pasien melalui
subkutan, intramuskular maupun IV, pemberian obat melalui IV, pemberian
makan melalui NGT, sebelum melakukan perawatan yang bersentuhan dengan
kulit pasien seperti merawat luka, membersihkan luka bakar, pemeriksaan VT.
Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik adalah untuk
mencegah infeksi endogen dan eksogen pada pasien. Petugas kesehatan mungkin
memiliki mikroorganisme di tangan mereka, petugas kesehatan juga dapat terkena
mikroorganisme dari pasien, jika petugas kesehatan tidak melakukan prosedur

Universitas Sumatera Utara

16
cuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik maka mikroorganisme
berpotensi dapat masuk ke dalam tubuh pasien.
2.2.1.2.3.Setelah Terpapar dengan Cairan Tubuh Pasien
Mencuci tangan setelah terpapar dengan tubuh pasien bertujuan untuk
melindungi diri dan lingkungan dari mikroorganisme yang bisa didapat dari
pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah setelah terpapar dengan cairan
tubuh pasien: perawat yang membantu pasien BAB/BAK, perawat kontak dengan
sputum pasien baik secara langsung melalui atau tidak langsung melalui sputum
pot, membersihkan tumpahan urin/feses,

tumpahan muntah, dan setelah

menyentuh selang drainase. Setelah kontak dengan darah, air liur, air mata, asi,
urin, feses, muntah, cairan pleura, cairan serebrospinal.
Mencuci tangan setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien adalah untuk
mencegah infeksi pada petugas kesehatan dan lingkungan sekitar yang terkena
dengan cairan tubuh pasien. Bagaimanapun mikroorganisme dapat berpindah
ketangan orang yang telah menyentuhnya.
2.2.1.2.4.Setelah Menyentuh Pasien
Perlunya mencuci tangan setelah kontak dengan pasien bertujuan untuk
melindungi petugas kesehatan dan lingkungan kesehatan dari kuman pasien.
Contoh tindakan dari indikasi ini adalah setelah menjabat tangan pasien, setelah
membantu pasien melakukan aktivitas pribadi (bergerak, mandi, makan, dan
berpakaian), setelah melakukan perawatan dan tindakan non-invasif (Pemasangan
kateter dan melakukan massase), setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif

Universitas Sumatera Utara

17
(memeriksa tekanan nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan
merekam EKG).
2.2.1.2.5.Setelah Menyentuh dengan Lingkungan Sekitar Pasien
Perlunya mencuci tangan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
bertujuan untuk melindungi diri dan lingkungan kesehatan dari kuman pasien.
Contoh tindakan dari indikasi ini adalah setelah kontak fisik dengan lingkungan
pasien (mengganti sprei, memegang rel tempat tidur, dan membereskan meja yang
berada di sebelah tempat tidur), setelah melakukan aktivtas perawatan (mengatur
kecepatan perfusi, dan membenahi alarm monitor), setelah kontak dengan
permukaan atau benda lainnya (sebaiknya hindari aktivitas yang tidak diperlukan).
2.2.2. Alat pelindung diri
Alat Pelindung Diri (APD) mengacu pada peralatan yang dipakai untuk
melindungi petugas kesehatan dari paparan atau kontak dengan agen infeksi.
Contohnya termasuk sarung tangan, baju pelindung,masker, dan kacamata
pelindung.
2.2.2.1.Sarung Tangan
Pemilihan APD didasarkan pada sifatinteraksi dengan pasien dan potensi
paparandarah, cairan tubuh atau agen infeksi. Contohpenggunaan yang tepat dari
APD untuk kepatuhan terhadap kewaspadaan standar meliputi: penggunaan
sarung tangan disituasi yang melibatkan mungkin kontak dengan darah ataucairan
tubuh, selaput lendir, yang tidak utuh kulitatau bahan yang berpotensi menular.

Universitas Sumatera Utara

18
Jangan memakai pasangan sarung tangan yang sama untuk perawatan
lebih dari satu pasien. Jangan mencuci sarung tangan untuk tujuan penggunaan
ulang.
Tiga saat petugas perlu memakai sarung tangan: (a) perlu untuk
menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi berat. Missal menyentuh
darah, cariran tubuh, sekresi, mucus membrane, kulit yang tidak utuh; (b) dipakai
untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien saat
dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mucus membrane;
(c) mencegah tangan petugas terkontaminasi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan
petugas untuk memakai sarung tangan sesuai standart. Memakai sarung tangan
tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang
walaupun kecil.

2.2.2.3.Penggunaan Pelindung Mata dan Wajah
Perlindungan mata dan wajah dilakukan selama prosedur

yang

mungkinmenimbulkan percikan darah atau cairan tubuh lainnya. Masker dipakai
untuk menahan cipratan yang keluar untuk mencegagh percikan darah atau cairan
lainnyamemasuki hidung atau mulut. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan
cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Sedangakan pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastic bening,
kaca mata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas kesehatan harus
menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan

Universitas Sumatera Utara

19
tugas yang memungkinkan adanya percikkan cairan secara tidak sengaja ke area
wajah.
2.2.3. Keamanan Injeksi
Keamanan injeksi termasuk praktek untuk mencegah penularan penyakit
menular antara satu pasien dan yang lain, atau antara pasien dan penyedia layanan
kesehatan selama persiapan dan pemberian

obat parenteral.Pelaksanaan

Occupational Safety and Health Administration (OSHA)telah membantu
meningkatkan perlindungan petugas kesehatan dari paparan darah dan luka benda
tajam.
Praktik yang tidak aman yang telah membahayakan pasien meliputi 1)
penggunaan jarum suntik tunggal,dengan atau tanpa jarum yang sama, untuk
mengelolaobat untuk beberapa pasien, 2) reintegrasi darijarum suntik bekas,
dengan atau tanpa jarum yang sama, 3) persiapanobat terkontaminasi di
dekatpersediaan atau peralatan dan, 4) kegagalan untuk memakaifacemask
(misalnya, masker bedah) saat menempatkankateter atau bahan menyuntikkan ke
dalam epidural atauruang subdural (misalnya, selama myelogram, epiduralatau
anestesi spinal).
2.2.4. Hygiene Respirasi/Etika Batuk
Hygiene Respirasi/Etika Batukadalahunsur kewaspadaan standar yang
menyorotikebutuhan untuk pelaksanaan yang cepatlangkah-langkah pencegahan
infeksi pada titik pertama pertemuandengan fasilitas kesehatan (misalnya,
penerimaan dan daerah triase).Strategi ini ditargetkan terutama pada pasien
dananggota keluarga atau teman yang menemani denganinfeksi saluran

Universitas Sumatera Utara

20
pernapasan menular tidak terdiagnosis,dan berlaku untuk setiap orang dengan
tanda-tanda penyakittermasuk batuk, penyumbatan, rhinorrhea, ataupeningkatan
produksi sekret pernapasan saatmemasuki fasilitas kesehatan.
Menerapkan langkah-langkah untuk yang menyertaisekresi pernafasan
pada pasien dan individu yang memiliki tanda-tanda dan gejaladari infeksi
pernapasan, dimulaipada titik masuk ke fasilitas danterus sepanjang durasi di
pelayanan. Pasang tanda-tanda di pintu masuk dengan instruksiuntuk pasien
dengan gejalainfeksi saluran pernafasan: a. menginformasikan gejala dariinfeksi
saluran pernapasan ketika mereka pertama kalimendaftar untuk perawatan,
menutup mulut mereka / hidung saatbatuk atau bersin, gunakan sapu tangan dan
tissue dan membuangnya pada tempat sampah, membersihkan tangan setelah
melakukan kontak dengan sekresi pernapasan, b. menyediakan sapu tangan dan
tissue dan dan membuangnya pada tempat sampah, c. menyediakan sumber daya
untuk melakukankebersihan tangan di atau dekat ruang tunggu, d. menawarkan
masker untuk pasien batukdan orang dengan gejala lainnya saat masuk ke fasilitas
kesehatan, e. memberikan ruang dan mendorong orangdengan gejala infeksi
pernapasanuntuk duduk sejauh mungkin dari orang lain.
Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infek dari sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan
petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan.
Etika batuk adalah serangkaian tindakan yang membuat ketika batuk atau
bersin, dirancang untuk mengurangi penyebaran penyakit pernapasan kepada

Universitas Sumatera Utara

21
orang lain. Pilek dan flu memiliki kemampuan untuk menyebar dengan mudah
melalui transmisi kuman melalui udara, melalui percikkan. Jika penyebaran
percikkan ini dapat dicegah maka transmisi infeksi dapat dikurangi. Etika batuk
dapat membantu untuk menahan percikkan pernapasan menular dari sumbernya.

Universitas Sumatera Utara