Hubungan Lesi Tuberkulosis Paru dengan Diabetes Mellitus terhadap Kadar HbA1C Chapter III V
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan analitik dengan pendekatan
case control.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poliklinik rawat jalan dan rawat inap di bagian paru
RSUP H. Adam Malik Medan selama kurun waktu 6 bulan.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien penderita TB paru dengan DM yang
berobat jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi.
1) Penderita TB paru, yaitu :
a) TB paru dengan BTA positif.
b) TB paru dengan BTA negatif, kultur atau GeneXpert positif M.
Tuberculosis.
c) TB paru BTA negatif yang respon terhadap pengobatan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT).
2) TB paru kasus baru
3) Umur > 17 tahun dan < 70 tahun
4) Bersedia ikut penelitian dan telah menandatangani inform consent.
5) Tidak disertai penyakit paru yang lain.
6) Penderita DM, yaitu : DM tipe 1 dan DM tipe 2.
38
Universitas Sumatera Utara
7) Penapisan TB DM
b. Kriteria Eksklusi
1) Penderita dengan menggunakan obat immunosupresi.
2) TB ekstraparu.
3) HIV-AIDS
4) Anemia, Hb 4
cm
≤4
cm
40
Universitas Sumatera Utara
3.6. Defenisi Operasional
N
O
1
2
3
4
5
Variabel
HbA1C
Usia
Jenis
kelamin
Pendidikan
Riwayat
merokok
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Tes untuk mengukur
rata-rata glukosa darah
selama 2 - 3 bulan
terakhir. Diabetes
mellitus didiagnosis
pada HbA1C lebih
besar dari atau sama
dengan 6,5%.
lamanya hidup
penderita sampai
dengan datang ke
bagian paru
RS.H.Adam Malik.
Hasil
HbA1C
didapat
berdasarkan
hasil
laboratoriu
m
Dengan mesin
Cobas 6000
c501, regensia
HbA1c
Klasifikasi :
a. HbA1C < 7 %
Anamnese
Lembar status
pemeriksaan
Dikelompokkan
dalam:
a. 17-25 tahun
b. 26-35 tahun
Jenis kelamin penderita
TB dengan DM yang
datang ke bagian paru
RS.H.Adam Malik
Anamnese
Pendidikan formal
yang telah ditempuh
oleh penderita
berdasarkan jenis
pendidikan formal
terakhir yang dijalani
penderita.
Anamnese
Status merokok
penderita TB dangan
DM yang datang
berobat ke bagian paru
RS. H. Adam malik
berdasarkan indeks
Brinkman. Derajat
berat merokok dengan
Indeks Brinkman (IB),
Anamnese
Skala
Ukur
Interval
b. HbA1C 7 – 8,9 %
c. HbA1C ≥ 9 %
Ratio
c. 36-45 tahun
d. 46-55 tahun
e. 56-65 tahun
f. 65-69 tahun
Lembar status
pemeriksaan
Dikelompokkan
dalam:
a. Pria
Nominal
b. Wanita
Lembar status
pemeriksaan
Kategorinya adalah:
a. Rendah : jika
pendidikan tidak
sekolah sampai
dengan SD
Ordinal
b. Sedang : jika
pendidikan SMPSMA
c. Tinggi : jika
pendidikan >
perguruan tinggi
Lembar status Kategorinya adalah:
pemeriksaan
a. Derajat ringan : 0200
b. Derajat
sedang:
200-600
c. Derajat berat : >
600
Ratio
41
Universitas Sumatera Utara
yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok
dihisap sehari
dikalikan lama
merokok
dalam tahun.
Hasil dari pemeriksaan
dahak (BTA), yang
didapat dari
pemeriksaan hapusan
langsung BTA dan
GenXpert
7
Kepositifan
BTA
sputum
berdasarkan
hapusan
langsung
dan
GenXpert
Jenis Lesi
8
Luas lesi
Tingkat keparahan
kelainan paru pada TB
paru dengan DM yang
dinilai dari foto thoraks
berdasarkan klasifikasi
dari American
Thoracic Society
9
Letak lesi
Lokasi kelainan paru
pada TB paru dengan
DM yang dinilai dari
foto thoraks, dibagi
menjadi tipikal dan
atipikal . Tipikal : lesi
berada pada lapangan
atas paru ; Atipikal :
Lesi yang melibatkan
lapangan bawah paru.
Yang dibagi dengan
kriteria : lapangan atas
paru berada diatas iga
ke 2 anterior, lapangan
tengah paru berada
diantara iga ke 2 dan
iga ke 4 anterior,
6
Gambaran radiologik
yang dinilai dari foto
thorak yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif
Direct
smear dan
GenXpert
di
laboratoriu
m
mikrobiolo
gi
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Hasil
Laboratorium
mikrobiologi
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Kategorinya adalah:
a. - (GenXpert MTb
Pos Rif Sus)
b. +
Ordinal
c. + +
d. + + +
e.
Film foto
toraks
Kategorinya :
a. Bayangan berawan
/ nodular
b. Kaviti
c. Milier
d. Efusi Pleura
Nominal
Film foto
toraks
Klasifikasi luas lesi:
a. Lesi minimal
b. Lesi sedang
c. Lesi luas
Ordinal
Film foto
toraks
Klasifikasi letak lesi:
Ordinal
a. Tipikal
b. Atipikal
42
Universitas Sumatera Utara
lapangan bawah paru
pada iga ke 4 anterior
hingga ke diafragma.
12
Jumlah
kavitas
Keadaan banyaknya
kavitas seluruh
lapangan paru yang
dinilai dari foto thoraks
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Klasifikasi jumlah
kavitas :
a. Single
b. Multipel
Ordinal
13
Ukuran
kavitas
Ukuran kavitas terbesar
yang terdapat pada
lapangan paru, yang
dinilai dari foto toraks
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Klasifikasi jumlah
kavitas :
a. ≤ 4 cm
b. >4 cm
Interval
14
Luas efusi
pleura
Banyaknya akumulasi
cairan dalam rongga
toraks yang disebabkan
oleh TB paru, yang
dinilai berdasarkan foto
toraks. Dikatakan efusi
pleura minimal jika
cairan pleura kurang
dari sepertiga
hemitoraks. Efusi
pleura sedang jika
cairan pleura lebih dari
sepertiga hemitoraks
tetapi kurang dari
setengah hemitoraks.
Efusi pleura luas jika
cairan pleura lebih dari
setengah hemitoraks.
Efusi pleura masif jika
cairan pleura
memenuhi satu
hemitoraks.
Menilai ada
tidaknya
efusi pleura
pada foto
toraks yang
dinilai oleh
dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Kategorinya adalah:
a. Ada
b. Tidak ada
Ordinal
43
Universitas Sumatera Utara
3.7. VARIABEL PENELITIAN
3.7.1 Variabel terikat (dependen) :
a. TB dengan DM
b. TB tanpa DM
c. HbA1C
3.7.2 Variabel bebas (independen) :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Riwayat merokok
e. Kepositifan BTA sputum berdasarkan hapusan langsung
f. Kepositifan BTA sputum berdasarkan GeneXpert
g. Jenis lesi
h. Luas lesi
i. Letak lesi
j. Jumlah kavitas
k. Ukuran kavitas
l. Luas efusi pleura
3.8. Cara Kerja
a. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, sebelum penelitian dimulai
diminta persetujuan dan kesediaan penderita untuk mengikuti penelitian.
b. Dicatat nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, riwayat merokok, riwayat
alkohol, riwayat narkoba, kepositifan BTA berdasarkan hapusan langsung
atau GeneXpert.
c. Dilakukan pemeriksaan radiologi toraks kemudian dilakukan penilaian
foto thorak pada kelompok TB dengan DM dan kelompok TB tanpa DM.
Penilaian foto toraks berdasarkan:
1) Jenis lesi yaitu bayangan berawan, kavitas, milier dan efusi pleura
2) Luas lesi, yaitu lesi minimal, sedang dan luas.
44
Universitas Sumatera Utara
3) Letak lesi, yaitu tipikal dan atipikal
4) Jumlah kavitas, yaitu single atau multiple.
5) Ukuran kavitas, yaitu ≤ 4 cm, > 4 cm
6) Luas efusi pleura, yaitu minimal, sedang, luas, masif.
d. Pada kelompok TB dengan DM dilakukan pemeriksaan HbA1C dan
dikelompokkan menjadi HbA1C < 7% , HbA1C 7 – 8,9 %, HbA1C ≥ 9%.
e. Dilakukan penilaian foto toraks pada masing-masing kelompok HbA1C <
7% , HbA1C 7 – 8,9 %, HbA1C ≥ 9%.Penilaian foto toraks berdasarkan:
1) Jenis lesi yaitu bayangan berawan, kavitas, milier dan efusi pleura
2) Luas lesi, yaitu lesi minimal, sedang dan luas.
3) Letak lesi, yaitu tipikal dan atipikal.
4) Jumlah kavitas, yaitu single atau multiple.
5) Ukuran kavitas, yaitu ≤ 4 cm, > 4 cm
6) Luas efusi pleura, yaitu minimal, sedang, luas, masif.
3.9. Analisa Data
Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi
subyek penelitian berdasarkan karakteristik. Untuk membuktikan hipotesis adanya
hubungan antara lesi dan kejadian Tb paru dengan DM maka dilakukan statistik
analitik yaitu uji chi square. Keseluruhan data akan ditampilkan dalam bentuk
tabulasi. Nilai signifikansi ditentukan dengan α 4cm adalah 9 orang (90%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah
1 orang (10%). Proporsi penderita TB paru dengan DM yang mempunyai kavitas
multipel adalah 12 orang (85,71%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah
2 orang (14,29%). Untuk efusi pleura, pada penderita TB paru dengan DM
didapati sebanyak 2 orang (50%) dan TB paru tanpa DM sebanyak 2 orang (50%).
Untuk luas lesi, penderita TB paru dengan DM memiliki proporsi lesi luas yaitu
27 orang (64,29%) sedangkan pada TB paru tanpa DM yaitu 15 orang (35,71%).
Lokasi lesi atipikal ditemukan lebih banyak pada TB paru dengan DM yaitu 30
orang (73,17%) dan TB paru tanpa DM sebanyak 11 orang (26,83%).
49
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Hasil interpretasi foto toraks pada penderita TB paru dengan dan
tanpa DM
TB dengan DM
TB tanpa DM
Total
n
%
n
%
n
%
Total sampel
43
100
41
100
84
100
Kavitas
Ada
tidak ada
16
27
57,14
48,21
12
29
42,86
51,79
28
56
100
100
27
48,21
29
51,79
56
100
7
9
38,89
90,00
11
1
61,11
10,00
18
10
100
100
27
48,21
29
51,79
56
100
4
12
28,57
85,71
10
2
71,43
14,29
14
14
100
100
Efusi
Ada
tidak ada
2
41
50,00
51,25
2
39
50,00
48,75
4
80
100
100
Luas Lesi
Minimal
sedang
Luas
7
9
27
50,00
32,14
64,29
7
19
15
50,00
67,86
35,71
14
28
42
100
100
100
Lokasi lesi
Tipikal
Atipikal
13
30
30,23
73,17
30
11
69,77
26,83
43
41
100
100
Ukuran kavitas
tidak ada
kavitas
≤4
>4
Jumlah kavitas
tidak ada
kavitas
Single
Multiple
Pada tabel 4.3 pada 43 sampel penderita TB paru dengan DM dinilai kadar
HbA1C dan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu HbA1C 9% yaitu 21
orang (48,83%). Pada kelompok HbA1C 9 gr%, laki-laki sebanyak
15 orang (51,72%) dan perempuan sebanyak 6 orang (42,86%). Rentang usia
50
Universitas Sumatera Utara
termuda pada kelompok HbA1C 9gr% adalah 41-50 tahun.
Karakteristik sampel berdasarkan kepositifan BTA, BTA 3+ paling banyak
ditemukan pada seluruh kelompok sampel. Pada kelompok HbA1c 9 gr%
yaitu 18 orang (62,07%).
Tabel 4.3. Karakteristik Sampel TB paru dengan DM dengan
pengelompokan berdasarkan HbA1C
Total
Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
Usia
18-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-69
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Merokok
Ya
Tidak
Indeks Brinkman
Tidak
Merokok
Ringan
Sedang
Berat
BTA
Negatif
(GenXpert +)
1+
2+
3+
< 7 gr%
n
%
5 11,62
7 - 9 gr%
n
%
17 39,53
>9 gr%
n
%
21 48,83
Total
n
%
43 100
11
6
37,93
42,86
15 51,72
6 42,86
29
14
100
100
0
0,00
0
0,00
2 100,00
6 30,00
6 42,86
3 42,86
0 0,00
0 0,00
0 0,00
13 65,00
5 35,71
3 42,86
0
0
2
20
14
7
100
100
100
100
100
100
Pvalue
3
2
10,34
14,29
0,3
0
0
0
1
3
1
0,00
0,00
0,00
5,00
21,43
14,29
2
0
3
0
50,00
0,00
13,04
0,00
0
4
10
3
0,00
33,33
43,48
75,00
2
8
10
1
50,00
66,67
43,48
25,00
4
12
23
4
100
100
100
100
4
1
14,81
6,25
10
7
37,04
43,75
13 48,15
8 50,00
27
16
100
100
0,42
1
6,25
7
43,75
8 50,00
16
100
0,9
1
3
0
20,00
16,67
0,00
1
7
2
20,00
38,89
50,00
3 60,00
8 44,44
2 50,00
5
18
4
100
100
100
0
0,00
2
40,00
3 60,00
5
100
2
0
5
33,33
0,00
17,24
4
1
6
66,67
33,33
20,69
0 0,00
2 66,67
18 62,07
6
3
29
100
100
100
0.08
0,23
0,05
51
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.4 hasil pembacaan foto toraks pada kelompok TB dengan DM
yang dibagi berdasarkan nilai HbA1C didapati kavitas terbanyak pada kelompok
HbA1c >9gr% yaitu 8 orang (50%), HbA1c 7-8,9gr% sebanyak 6 orang (37,50%),
HbA1C 4cm terbanyak pada
kelompok HbA1C >9% yaitu 5 orang (71,43%), kavitas multipel terbanyak pada
kelompok HbA1C >9% yaitu 7 orang (58,33%). Untuk Luas lesi, lesi luas
terbanyak ditemukan pada kelompok HbA1C >9% yaitu 15 orang (55,56%).
Efusi pleura hanya didapati pada kelompok HbA1C >9% yaitu sebanyak 2 orang
(100%).
Tabel 4.4. Hasil interpretasi foto toraks pada penderita TB paru dengan DM
dikelompokkan berdasarkan nilai HbA1C
Kavitas
Ada
tidak ada
Ukuran kavitas
tidak ada
kavitas
≤4
>4
Jumlah kavitas
tidak ada
kavitas
Single
Multiple
Efusi
Ada
tidak ada
Luas Lesi
Minimal
sedang
Luas
Lokasi lesi
Tipikal
Atipikal
< 7 gr%
n
%
7 - 9 gr%
n
%
>9 gr%
%
n
Total
n
%
2
3
12,50
11,11
6
11
37,50
40,74
8
13
50,00
48,15
16
27
100
100
3
11,11
11
40,74
13
48,15
27
100
1
1
11,11
14,29
5
1
55,56
14,29
3
5
33,33
71,43
9
7
100
100
3
11,11
11
40,74
13
48,15
27
100
1
1
25,00
8,33
2
4
50,00
33,33
1
7
25,00
58,33
4
12
100
100
0
5
0,00
12,20
0
17
0,00
41,46
2
19
100,00
46,34
2
41
100
100
2
1
2
28,57
11,11
7,41
3
4
10
42,86
44,44
37,04
2
4
15
28,57
44,44
55,56
7
9
27
100
100
100
3
2
30,00
6,06
5
12
50,00
36,36
2
19
20,00
57,58
10
33
100
100
52
Universitas Sumatera Utara
4.1.1. Hubungan kadar HbA1c pada penderita TB dengan DM dengan
gambaran foto toraks TB paru.
Tabel 4.5. Hubungan kadar HbA1C dengan lokasi lesi.
9
Atipikal
2
12
19
Tipikal
3
5
2
p-value
1
0.024
0.132
OR
1
14.25
53.9
95% CI
1
1.41 - 143.18
0.66 - 23.7
Pada tabel 4.5 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan lokasi lesi.
Dengan metode regresi logistik, terdapat hubungan yang bermakna antara HbA1C
7-8,9% dengan lokasi lesi. Penderita TB-DM dengan kadar HbA1C 7-8,9%
memiliki kemungkinan 14,25 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan
dengan HbA1C 0,05).
Tabel 4.7. Hubungan HbA1C dengan jumlah kavitas.
9
Kavitas
Multiple
Single
1
1
4
2
7
1
p-value
1
0.272
0.363
OR
1
7.0
3.5
95% CI
1
0.21-226.0
0.23 - 51.8
53
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.7 memperlihatkan hubungan HbA1C dengan jumlah kavitas.
Dengan metode regresi logistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kadar HbA1C dengan jumlah kavitas (p-value >0,05).
Tabel 4.8 Hubungan kadar HbA1C dengan ukuran kavitas.
Kavitas
>4
1
1
5
9
0,05).
Tabel 4.9 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan luas lesi.
Luas
2
10
15
9
Lesi
Sedang
1
4
4
Minimal
2
3
2
p-value
0.53
Pada tabel 4.9 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan luas lesi.
Dengan metode Chi square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan luas lesi (p-value >0,05).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dirumah sakit umum Pusat Haji Adam Malik
Medan yang melibatkan 84 orang subjek penelitian. Dari 84 orang subjek
penelitian, 43 orang merupakan penderita TB dengan DM dan 41 orang
merupakan penderita TB tanpa DM. Dari seluruh sampel yang didapat, mayoritas
berjenis kelamin laki-laki pada kedua kelompok sampel. Sampel berjenis kelamin
laki-laki pada kelompok TB dengan DM sebanyak 29 orang (50%), perempuan
54
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 14 orang (53,8%) dan kelompok TB tanpa DM laki-laki sebanyak 29
orang (50%), perempuan sebanyak 12 orang (46,15%). Beberapa penelitian
sejenis sebelumnya (Singla R et al,2006; Hossain M,2016), penelitian Singla R
dkk yang membandingkan TB dengan DM dan TB tanpa DM, dari total subjek
692
orang mayoritas
berjenis
kelamin
laki-laki
sebanyak
447
0rang
(64,6%)(Singla R et al,2006). Hossain M dkk meneliti tentang perbandingan TB
dengan DM dan TB tanpa DM secara klinis, radiologis dan bakteriologis
mempunyai subjek penelitian mayoritas laki-laki yaitu 71.1% TB dengan DM dan
63.6% TB tanpa DM (Hossain M et al,2016).
Akan tetapi pada beberapa
penelitian lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Penelitian cohort yang dilakukan Pealing L dkk dari total sampel
sebanyak 1.441.347 orang, pada kelompok TB-DM yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 55,0% dan perempuan sebanyak 45%, pada kelompok TB tanpa
DM yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,1% dan perempuan sebanyak
46,9% (Pealin L et al,2015). Penelitian oleh Kuo MC dkk menunjukkan laki-laki
dan perempuan penderita DM sama-sama memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena TB dengan hazard ratio:1.31, 95% CI =1.23–1.39, p4cm (90%), jumlah kavitas multipel (85,71%), lesi
yang luas (64,29%) dan lokasi lesi yang atipikal (73,17%) dibandingkan TB tanpa
DM. Pada tabel 4.4 terlihat HbA1C >9gr% lebih sering ditemukan kavitas (50%),
kavitas >4 cm (71,43%), kavitas yang multipel (58,33%), lesi luas (55,56%) dan
letak yang atipikal (57,58%) dibandingkan HbA1c 7-8,9gr% dan 3cm) dibandingkan TB tanpa DM.(Chiang CY
et al,2014) Hal ini dikarenakan terjadinya disfungsi imun pada penderita DM.
Peningkatan insidens TB paru pada pasien DM juga disebabkan karena adanya
defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Jumlah makrofag alveolar yang
rendah mengakibatkan lebih hebatnya perluasan lesi TB paru dan peningkatan
jumlah bakteri TB dalam sputum pasien TB dengan DM. Selain disfungsi
imunitas yang telah disebutkan di atas, terdapat juga gangguan fungsi dari sel
epitel
pernapasan
serta
motilitas
silia.
(Wijaya
I,2015;Cahyadi
A
et
al,2011;Elloriaga G et al,2014)
Penelitian ini menilai hubungan kadar HbA1C dengan ada tidaknya
kavitas, ukuran kavitas, jumlah kavitas, luas lesi, lokasi lesi dan kejadian efusi
pleura. Didapati adanya hubungan antara diabetes mellitus dengan lokasi lesi,
tetapi tidak ditemukan adanya hubungan dengan ada tidaknya kavitas, ukuran
kavitas jumlah kavitas, luas lesi dan kejadian efusi pleura. Berbeda dengan
penelitian sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena sampel yang kurang dan
tidak homogen.
Pada penelitian ini hubungan kontrol glukosa yang dinilai melalui kadar
HbA1C didapati adanya hubungan dengan lokasi lesi seperti yang terlihat pada
tabel 4.5. Dengan metode regresi logistik, terdapat hubungan antara HbA1C
dengan lokasi lesi. Penderita TB-DM dengan kadar HbA1C 7-8,9% memiliki
kemungkinan 14,25 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan dengan
HbA1C 0,05) (tabel 4.6). Perbedaan ini
dapat dikarenakan kurangnya sampel dalam penelitian ini.
Pada table 4.7 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan jumlah kavitas (p-value >0,05). Hal ini juga berbeda dengan
penelitian sebelumnya dikarenakan pada penelitian ini sampel tidak terdistribusi
normal.
Pada table 4.8 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan ukuran kavitas (p-value >0,05) Hal ini dikarenakan sampel tidak
terdistribusi normal dan kurangnya jumlah sampel pada penelitian ini.
Pada table 4.9 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dan luas lesi (p-value >0,05). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal
ini dapat disebabkan karena sampel
yang tidak homogen dan tidak
diperhatikannya riwayat DM.
57
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan dari penelitian ini adalah pada sampel TB dengan DM,
lamanya terdiagnosa DM dan riwayat pengobatan DM tidak diperhatikan.
Sebaiknya antara subjek dan kontrol perlu dilakukan matching dan sebaiknya
status DM, riwayat pengobatan DM dan lamanya terdiagnosa diperhatikan dalam
pengambilan sampel.
58
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki. Rerata umur
sampel penelitian ini adalah 51,67 tahun.
2. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi adanya kavitas adalah 16
orang (57,14%), TB paru tanpa DM sebanyak 12 orang (42,86%). Tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ada tidaknya kavitas
(p>0.05).
3. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi kavitas >4cm adalah 9 orang
(90%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah 1 orang (10%).
4. Proporsi penderita TB paru dengan DM yang mempunyai kavitas multipel
adalah 12 orang (85,71%), penderita TB paru tanpa DM adalah 2 orang
(14,29%).
5. Penderita TB paru dengan DM memiliki proporsi lesi luas lebih besar
yaitu 27 orang (64,29%), TB paru tanpa DM yaitu 15 orang (35,71%).
6. Lokasi lesi atipikal ditemukan lebih banyak pada TB paru dengan DM
yaitu 30 orang (73,17%), TB paru tanpa DM sebanyak 11 orang (26,83%).
7. Terdapat hubungan antara HbA1C dengan lokasi lesi (p-value
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan analitik dengan pendekatan
case control.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poliklinik rawat jalan dan rawat inap di bagian paru
RSUP H. Adam Malik Medan selama kurun waktu 6 bulan.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien penderita TB paru dengan DM yang
berobat jalan dan rawat inap di bagian paru RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi.
1) Penderita TB paru, yaitu :
a) TB paru dengan BTA positif.
b) TB paru dengan BTA negatif, kultur atau GeneXpert positif M.
Tuberculosis.
c) TB paru BTA negatif yang respon terhadap pengobatan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT).
2) TB paru kasus baru
3) Umur > 17 tahun dan < 70 tahun
4) Bersedia ikut penelitian dan telah menandatangani inform consent.
5) Tidak disertai penyakit paru yang lain.
6) Penderita DM, yaitu : DM tipe 1 dan DM tipe 2.
38
Universitas Sumatera Utara
7) Penapisan TB DM
b. Kriteria Eksklusi
1) Penderita dengan menggunakan obat immunosupresi.
2) TB ekstraparu.
3) HIV-AIDS
4) Anemia, Hb 4
cm
≤4
cm
40
Universitas Sumatera Utara
3.6. Defenisi Operasional
N
O
1
2
3
4
5
Variabel
HbA1C
Usia
Jenis
kelamin
Pendidikan
Riwayat
merokok
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Tes untuk mengukur
rata-rata glukosa darah
selama 2 - 3 bulan
terakhir. Diabetes
mellitus didiagnosis
pada HbA1C lebih
besar dari atau sama
dengan 6,5%.
lamanya hidup
penderita sampai
dengan datang ke
bagian paru
RS.H.Adam Malik.
Hasil
HbA1C
didapat
berdasarkan
hasil
laboratoriu
m
Dengan mesin
Cobas 6000
c501, regensia
HbA1c
Klasifikasi :
a. HbA1C < 7 %
Anamnese
Lembar status
pemeriksaan
Dikelompokkan
dalam:
a. 17-25 tahun
b. 26-35 tahun
Jenis kelamin penderita
TB dengan DM yang
datang ke bagian paru
RS.H.Adam Malik
Anamnese
Pendidikan formal
yang telah ditempuh
oleh penderita
berdasarkan jenis
pendidikan formal
terakhir yang dijalani
penderita.
Anamnese
Status merokok
penderita TB dangan
DM yang datang
berobat ke bagian paru
RS. H. Adam malik
berdasarkan indeks
Brinkman. Derajat
berat merokok dengan
Indeks Brinkman (IB),
Anamnese
Skala
Ukur
Interval
b. HbA1C 7 – 8,9 %
c. HbA1C ≥ 9 %
Ratio
c. 36-45 tahun
d. 46-55 tahun
e. 56-65 tahun
f. 65-69 tahun
Lembar status
pemeriksaan
Dikelompokkan
dalam:
a. Pria
Nominal
b. Wanita
Lembar status
pemeriksaan
Kategorinya adalah:
a. Rendah : jika
pendidikan tidak
sekolah sampai
dengan SD
Ordinal
b. Sedang : jika
pendidikan SMPSMA
c. Tinggi : jika
pendidikan >
perguruan tinggi
Lembar status Kategorinya adalah:
pemeriksaan
a. Derajat ringan : 0200
b. Derajat
sedang:
200-600
c. Derajat berat : >
600
Ratio
41
Universitas Sumatera Utara
yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok
dihisap sehari
dikalikan lama
merokok
dalam tahun.
Hasil dari pemeriksaan
dahak (BTA), yang
didapat dari
pemeriksaan hapusan
langsung BTA dan
GenXpert
7
Kepositifan
BTA
sputum
berdasarkan
hapusan
langsung
dan
GenXpert
Jenis Lesi
8
Luas lesi
Tingkat keparahan
kelainan paru pada TB
paru dengan DM yang
dinilai dari foto thoraks
berdasarkan klasifikasi
dari American
Thoracic Society
9
Letak lesi
Lokasi kelainan paru
pada TB paru dengan
DM yang dinilai dari
foto thoraks, dibagi
menjadi tipikal dan
atipikal . Tipikal : lesi
berada pada lapangan
atas paru ; Atipikal :
Lesi yang melibatkan
lapangan bawah paru.
Yang dibagi dengan
kriteria : lapangan atas
paru berada diatas iga
ke 2 anterior, lapangan
tengah paru berada
diantara iga ke 2 dan
iga ke 4 anterior,
6
Gambaran radiologik
yang dinilai dari foto
thorak yang dicurigai
sebagai lesi TB aktif
Direct
smear dan
GenXpert
di
laboratoriu
m
mikrobiolo
gi
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Hasil
Laboratorium
mikrobiologi
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Kategorinya adalah:
a. - (GenXpert MTb
Pos Rif Sus)
b. +
Ordinal
c. + +
d. + + +
e.
Film foto
toraks
Kategorinya :
a. Bayangan berawan
/ nodular
b. Kaviti
c. Milier
d. Efusi Pleura
Nominal
Film foto
toraks
Klasifikasi luas lesi:
a. Lesi minimal
b. Lesi sedang
c. Lesi luas
Ordinal
Film foto
toraks
Klasifikasi letak lesi:
Ordinal
a. Tipikal
b. Atipikal
42
Universitas Sumatera Utara
lapangan bawah paru
pada iga ke 4 anterior
hingga ke diafragma.
12
Jumlah
kavitas
Keadaan banyaknya
kavitas seluruh
lapangan paru yang
dinilai dari foto thoraks
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Klasifikasi jumlah
kavitas :
a. Single
b. Multipel
Ordinal
13
Ukuran
kavitas
Ukuran kavitas terbesar
yang terdapat pada
lapangan paru, yang
dinilai dari foto toraks
Menilai
luas lesi TB
paru pada
foto toraks
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Klasifikasi jumlah
kavitas :
a. ≤ 4 cm
b. >4 cm
Interval
14
Luas efusi
pleura
Banyaknya akumulasi
cairan dalam rongga
toraks yang disebabkan
oleh TB paru, yang
dinilai berdasarkan foto
toraks. Dikatakan efusi
pleura minimal jika
cairan pleura kurang
dari sepertiga
hemitoraks. Efusi
pleura sedang jika
cairan pleura lebih dari
sepertiga hemitoraks
tetapi kurang dari
setengah hemitoraks.
Efusi pleura luas jika
cairan pleura lebih dari
setengah hemitoraks.
Efusi pleura masif jika
cairan pleura
memenuhi satu
hemitoraks.
Menilai ada
tidaknya
efusi pleura
pada foto
toraks yang
dinilai oleh
dokter
spesialis
paru
Film foto
toraks
Kategorinya adalah:
a. Ada
b. Tidak ada
Ordinal
43
Universitas Sumatera Utara
3.7. VARIABEL PENELITIAN
3.7.1 Variabel terikat (dependen) :
a. TB dengan DM
b. TB tanpa DM
c. HbA1C
3.7.2 Variabel bebas (independen) :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Riwayat merokok
e. Kepositifan BTA sputum berdasarkan hapusan langsung
f. Kepositifan BTA sputum berdasarkan GeneXpert
g. Jenis lesi
h. Luas lesi
i. Letak lesi
j. Jumlah kavitas
k. Ukuran kavitas
l. Luas efusi pleura
3.8. Cara Kerja
a. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, sebelum penelitian dimulai
diminta persetujuan dan kesediaan penderita untuk mengikuti penelitian.
b. Dicatat nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, riwayat merokok, riwayat
alkohol, riwayat narkoba, kepositifan BTA berdasarkan hapusan langsung
atau GeneXpert.
c. Dilakukan pemeriksaan radiologi toraks kemudian dilakukan penilaian
foto thorak pada kelompok TB dengan DM dan kelompok TB tanpa DM.
Penilaian foto toraks berdasarkan:
1) Jenis lesi yaitu bayangan berawan, kavitas, milier dan efusi pleura
2) Luas lesi, yaitu lesi minimal, sedang dan luas.
44
Universitas Sumatera Utara
3) Letak lesi, yaitu tipikal dan atipikal
4) Jumlah kavitas, yaitu single atau multiple.
5) Ukuran kavitas, yaitu ≤ 4 cm, > 4 cm
6) Luas efusi pleura, yaitu minimal, sedang, luas, masif.
d. Pada kelompok TB dengan DM dilakukan pemeriksaan HbA1C dan
dikelompokkan menjadi HbA1C < 7% , HbA1C 7 – 8,9 %, HbA1C ≥ 9%.
e. Dilakukan penilaian foto toraks pada masing-masing kelompok HbA1C <
7% , HbA1C 7 – 8,9 %, HbA1C ≥ 9%.Penilaian foto toraks berdasarkan:
1) Jenis lesi yaitu bayangan berawan, kavitas, milier dan efusi pleura
2) Luas lesi, yaitu lesi minimal, sedang dan luas.
3) Letak lesi, yaitu tipikal dan atipikal.
4) Jumlah kavitas, yaitu single atau multiple.
5) Ukuran kavitas, yaitu ≤ 4 cm, > 4 cm
6) Luas efusi pleura, yaitu minimal, sedang, luas, masif.
3.9. Analisa Data
Data akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi
subyek penelitian berdasarkan karakteristik. Untuk membuktikan hipotesis adanya
hubungan antara lesi dan kejadian Tb paru dengan DM maka dilakukan statistik
analitik yaitu uji chi square. Keseluruhan data akan ditampilkan dalam bentuk
tabulasi. Nilai signifikansi ditentukan dengan α 4cm adalah 9 orang (90%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah
1 orang (10%). Proporsi penderita TB paru dengan DM yang mempunyai kavitas
multipel adalah 12 orang (85,71%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah
2 orang (14,29%). Untuk efusi pleura, pada penderita TB paru dengan DM
didapati sebanyak 2 orang (50%) dan TB paru tanpa DM sebanyak 2 orang (50%).
Untuk luas lesi, penderita TB paru dengan DM memiliki proporsi lesi luas yaitu
27 orang (64,29%) sedangkan pada TB paru tanpa DM yaitu 15 orang (35,71%).
Lokasi lesi atipikal ditemukan lebih banyak pada TB paru dengan DM yaitu 30
orang (73,17%) dan TB paru tanpa DM sebanyak 11 orang (26,83%).
49
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Hasil interpretasi foto toraks pada penderita TB paru dengan dan
tanpa DM
TB dengan DM
TB tanpa DM
Total
n
%
n
%
n
%
Total sampel
43
100
41
100
84
100
Kavitas
Ada
tidak ada
16
27
57,14
48,21
12
29
42,86
51,79
28
56
100
100
27
48,21
29
51,79
56
100
7
9
38,89
90,00
11
1
61,11
10,00
18
10
100
100
27
48,21
29
51,79
56
100
4
12
28,57
85,71
10
2
71,43
14,29
14
14
100
100
Efusi
Ada
tidak ada
2
41
50,00
51,25
2
39
50,00
48,75
4
80
100
100
Luas Lesi
Minimal
sedang
Luas
7
9
27
50,00
32,14
64,29
7
19
15
50,00
67,86
35,71
14
28
42
100
100
100
Lokasi lesi
Tipikal
Atipikal
13
30
30,23
73,17
30
11
69,77
26,83
43
41
100
100
Ukuran kavitas
tidak ada
kavitas
≤4
>4
Jumlah kavitas
tidak ada
kavitas
Single
Multiple
Pada tabel 4.3 pada 43 sampel penderita TB paru dengan DM dinilai kadar
HbA1C dan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu HbA1C 9% yaitu 21
orang (48,83%). Pada kelompok HbA1C 9 gr%, laki-laki sebanyak
15 orang (51,72%) dan perempuan sebanyak 6 orang (42,86%). Rentang usia
50
Universitas Sumatera Utara
termuda pada kelompok HbA1C 9gr% adalah 41-50 tahun.
Karakteristik sampel berdasarkan kepositifan BTA, BTA 3+ paling banyak
ditemukan pada seluruh kelompok sampel. Pada kelompok HbA1c 9 gr%
yaitu 18 orang (62,07%).
Tabel 4.3. Karakteristik Sampel TB paru dengan DM dengan
pengelompokan berdasarkan HbA1C
Total
Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
Usia
18-20
21-30
31-40
41-50
51-60
61-69
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Merokok
Ya
Tidak
Indeks Brinkman
Tidak
Merokok
Ringan
Sedang
Berat
BTA
Negatif
(GenXpert +)
1+
2+
3+
< 7 gr%
n
%
5 11,62
7 - 9 gr%
n
%
17 39,53
>9 gr%
n
%
21 48,83
Total
n
%
43 100
11
6
37,93
42,86
15 51,72
6 42,86
29
14
100
100
0
0,00
0
0,00
2 100,00
6 30,00
6 42,86
3 42,86
0 0,00
0 0,00
0 0,00
13 65,00
5 35,71
3 42,86
0
0
2
20
14
7
100
100
100
100
100
100
Pvalue
3
2
10,34
14,29
0,3
0
0
0
1
3
1
0,00
0,00
0,00
5,00
21,43
14,29
2
0
3
0
50,00
0,00
13,04
0,00
0
4
10
3
0,00
33,33
43,48
75,00
2
8
10
1
50,00
66,67
43,48
25,00
4
12
23
4
100
100
100
100
4
1
14,81
6,25
10
7
37,04
43,75
13 48,15
8 50,00
27
16
100
100
0,42
1
6,25
7
43,75
8 50,00
16
100
0,9
1
3
0
20,00
16,67
0,00
1
7
2
20,00
38,89
50,00
3 60,00
8 44,44
2 50,00
5
18
4
100
100
100
0
0,00
2
40,00
3 60,00
5
100
2
0
5
33,33
0,00
17,24
4
1
6
66,67
33,33
20,69
0 0,00
2 66,67
18 62,07
6
3
29
100
100
100
0.08
0,23
0,05
51
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.4 hasil pembacaan foto toraks pada kelompok TB dengan DM
yang dibagi berdasarkan nilai HbA1C didapati kavitas terbanyak pada kelompok
HbA1c >9gr% yaitu 8 orang (50%), HbA1c 7-8,9gr% sebanyak 6 orang (37,50%),
HbA1C 4cm terbanyak pada
kelompok HbA1C >9% yaitu 5 orang (71,43%), kavitas multipel terbanyak pada
kelompok HbA1C >9% yaitu 7 orang (58,33%). Untuk Luas lesi, lesi luas
terbanyak ditemukan pada kelompok HbA1C >9% yaitu 15 orang (55,56%).
Efusi pleura hanya didapati pada kelompok HbA1C >9% yaitu sebanyak 2 orang
(100%).
Tabel 4.4. Hasil interpretasi foto toraks pada penderita TB paru dengan DM
dikelompokkan berdasarkan nilai HbA1C
Kavitas
Ada
tidak ada
Ukuran kavitas
tidak ada
kavitas
≤4
>4
Jumlah kavitas
tidak ada
kavitas
Single
Multiple
Efusi
Ada
tidak ada
Luas Lesi
Minimal
sedang
Luas
Lokasi lesi
Tipikal
Atipikal
< 7 gr%
n
%
7 - 9 gr%
n
%
>9 gr%
%
n
Total
n
%
2
3
12,50
11,11
6
11
37,50
40,74
8
13
50,00
48,15
16
27
100
100
3
11,11
11
40,74
13
48,15
27
100
1
1
11,11
14,29
5
1
55,56
14,29
3
5
33,33
71,43
9
7
100
100
3
11,11
11
40,74
13
48,15
27
100
1
1
25,00
8,33
2
4
50,00
33,33
1
7
25,00
58,33
4
12
100
100
0
5
0,00
12,20
0
17
0,00
41,46
2
19
100,00
46,34
2
41
100
100
2
1
2
28,57
11,11
7,41
3
4
10
42,86
44,44
37,04
2
4
15
28,57
44,44
55,56
7
9
27
100
100
100
3
2
30,00
6,06
5
12
50,00
36,36
2
19
20,00
57,58
10
33
100
100
52
Universitas Sumatera Utara
4.1.1. Hubungan kadar HbA1c pada penderita TB dengan DM dengan
gambaran foto toraks TB paru.
Tabel 4.5. Hubungan kadar HbA1C dengan lokasi lesi.
9
Atipikal
2
12
19
Tipikal
3
5
2
p-value
1
0.024
0.132
OR
1
14.25
53.9
95% CI
1
1.41 - 143.18
0.66 - 23.7
Pada tabel 4.5 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan lokasi lesi.
Dengan metode regresi logistik, terdapat hubungan yang bermakna antara HbA1C
7-8,9% dengan lokasi lesi. Penderita TB-DM dengan kadar HbA1C 7-8,9%
memiliki kemungkinan 14,25 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan
dengan HbA1C 0,05).
Tabel 4.7. Hubungan HbA1C dengan jumlah kavitas.
9
Kavitas
Multiple
Single
1
1
4
2
7
1
p-value
1
0.272
0.363
OR
1
7.0
3.5
95% CI
1
0.21-226.0
0.23 - 51.8
53
Universitas Sumatera Utara
Pada tabel 4.7 memperlihatkan hubungan HbA1C dengan jumlah kavitas.
Dengan metode regresi logistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kadar HbA1C dengan jumlah kavitas (p-value >0,05).
Tabel 4.8 Hubungan kadar HbA1C dengan ukuran kavitas.
Kavitas
>4
1
1
5
9
0,05).
Tabel 4.9 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan luas lesi.
Luas
2
10
15
9
Lesi
Sedang
1
4
4
Minimal
2
3
2
p-value
0.53
Pada tabel 4.9 memperlihatkan hubungan kadar HbA1C dengan luas lesi.
Dengan metode Chi square, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan luas lesi (p-value >0,05).
4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dirumah sakit umum Pusat Haji Adam Malik
Medan yang melibatkan 84 orang subjek penelitian. Dari 84 orang subjek
penelitian, 43 orang merupakan penderita TB dengan DM dan 41 orang
merupakan penderita TB tanpa DM. Dari seluruh sampel yang didapat, mayoritas
berjenis kelamin laki-laki pada kedua kelompok sampel. Sampel berjenis kelamin
laki-laki pada kelompok TB dengan DM sebanyak 29 orang (50%), perempuan
54
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 14 orang (53,8%) dan kelompok TB tanpa DM laki-laki sebanyak 29
orang (50%), perempuan sebanyak 12 orang (46,15%). Beberapa penelitian
sejenis sebelumnya (Singla R et al,2006; Hossain M,2016), penelitian Singla R
dkk yang membandingkan TB dengan DM dan TB tanpa DM, dari total subjek
692
orang mayoritas
berjenis
kelamin
laki-laki
sebanyak
447
0rang
(64,6%)(Singla R et al,2006). Hossain M dkk meneliti tentang perbandingan TB
dengan DM dan TB tanpa DM secara klinis, radiologis dan bakteriologis
mempunyai subjek penelitian mayoritas laki-laki yaitu 71.1% TB dengan DM dan
63.6% TB tanpa DM (Hossain M et al,2016).
Akan tetapi pada beberapa
penelitian lain tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Penelitian cohort yang dilakukan Pealing L dkk dari total sampel
sebanyak 1.441.347 orang, pada kelompok TB-DM yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 55,0% dan perempuan sebanyak 45%, pada kelompok TB tanpa
DM yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 53,1% dan perempuan sebanyak
46,9% (Pealin L et al,2015). Penelitian oleh Kuo MC dkk menunjukkan laki-laki
dan perempuan penderita DM sama-sama memiliki resiko yang tinggi untuk
terkena TB dengan hazard ratio:1.31, 95% CI =1.23–1.39, p4cm (90%), jumlah kavitas multipel (85,71%), lesi
yang luas (64,29%) dan lokasi lesi yang atipikal (73,17%) dibandingkan TB tanpa
DM. Pada tabel 4.4 terlihat HbA1C >9gr% lebih sering ditemukan kavitas (50%),
kavitas >4 cm (71,43%), kavitas yang multipel (58,33%), lesi luas (55,56%) dan
letak yang atipikal (57,58%) dibandingkan HbA1c 7-8,9gr% dan 3cm) dibandingkan TB tanpa DM.(Chiang CY
et al,2014) Hal ini dikarenakan terjadinya disfungsi imun pada penderita DM.
Peningkatan insidens TB paru pada pasien DM juga disebabkan karena adanya
defek pada makrofag alveolar atau limfosit T. Jumlah makrofag alveolar yang
rendah mengakibatkan lebih hebatnya perluasan lesi TB paru dan peningkatan
jumlah bakteri TB dalam sputum pasien TB dengan DM. Selain disfungsi
imunitas yang telah disebutkan di atas, terdapat juga gangguan fungsi dari sel
epitel
pernapasan
serta
motilitas
silia.
(Wijaya
I,2015;Cahyadi
A
et
al,2011;Elloriaga G et al,2014)
Penelitian ini menilai hubungan kadar HbA1C dengan ada tidaknya
kavitas, ukuran kavitas, jumlah kavitas, luas lesi, lokasi lesi dan kejadian efusi
pleura. Didapati adanya hubungan antara diabetes mellitus dengan lokasi lesi,
tetapi tidak ditemukan adanya hubungan dengan ada tidaknya kavitas, ukuran
kavitas jumlah kavitas, luas lesi dan kejadian efusi pleura. Berbeda dengan
penelitian sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena sampel yang kurang dan
tidak homogen.
Pada penelitian ini hubungan kontrol glukosa yang dinilai melalui kadar
HbA1C didapati adanya hubungan dengan lokasi lesi seperti yang terlihat pada
tabel 4.5. Dengan metode regresi logistik, terdapat hubungan antara HbA1C
dengan lokasi lesi. Penderita TB-DM dengan kadar HbA1C 7-8,9% memiliki
kemungkinan 14,25 kali untuk memiliki lesi atipikal dibandingkan dengan
HbA1C 0,05) (tabel 4.6). Perbedaan ini
dapat dikarenakan kurangnya sampel dalam penelitian ini.
Pada table 4.7 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan jumlah kavitas (p-value >0,05). Hal ini juga berbeda dengan
penelitian sebelumnya dikarenakan pada penelitian ini sampel tidak terdistribusi
normal.
Pada table 4.8 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dengan ukuran kavitas (p-value >0,05) Hal ini dikarenakan sampel tidak
terdistribusi normal dan kurangnya jumlah sampel pada penelitian ini.
Pada table 4.9 tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar
HbA1C dan luas lesi (p-value >0,05). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, hal
ini dapat disebabkan karena sampel
yang tidak homogen dan tidak
diperhatikannya riwayat DM.
57
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan dari penelitian ini adalah pada sampel TB dengan DM,
lamanya terdiagnosa DM dan riwayat pengobatan DM tidak diperhatikan.
Sebaiknya antara subjek dan kontrol perlu dilakukan matching dan sebaiknya
status DM, riwayat pengobatan DM dan lamanya terdiagnosa diperhatikan dalam
pengambilan sampel.
58
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Jenis kelamin terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki. Rerata umur
sampel penelitian ini adalah 51,67 tahun.
2. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi adanya kavitas adalah 16
orang (57,14%), TB paru tanpa DM sebanyak 12 orang (42,86%). Tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara DM dengan ada tidaknya kavitas
(p>0.05).
3. Pada penderita TB paru dengan DM, proporsi kavitas >4cm adalah 9 orang
(90%) dan pada penderita TB paru tanpa DM adalah 1 orang (10%).
4. Proporsi penderita TB paru dengan DM yang mempunyai kavitas multipel
adalah 12 orang (85,71%), penderita TB paru tanpa DM adalah 2 orang
(14,29%).
5. Penderita TB paru dengan DM memiliki proporsi lesi luas lebih besar
yaitu 27 orang (64,29%), TB paru tanpa DM yaitu 15 orang (35,71%).
6. Lokasi lesi atipikal ditemukan lebih banyak pada TB paru dengan DM
yaitu 30 orang (73,17%), TB paru tanpa DM sebanyak 11 orang (26,83%).
7. Terdapat hubungan antara HbA1C dengan lokasi lesi (p-value