Hubungan Perilaku Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit campak menjadi salah satu penyakit infeksi masih menjadi masalah bukan
hanya di Indonesia, tetapi juga di negara berkembang lainnya. Padahal penyakit campak
merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan dapat
menimbulkan imunitas dalam periode waktu panjang, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
penekanan

sistem

imun

disertai

peningkatan

kerentanan

terhadap


infeksi

lain.

(Setiawan,2008).
Berdasarkan data WHO tahun 2011 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi campak
rata-rata 80% pada anak 12-23 bulan. Hal ini mengalami peningkatan dari cakupan imunisasi
pada tahun 1990 sebesar 73%. Imunisasi campak dilakukan pada anak usia 1 tahun. Pada
tahun 2012 Negara Indonesia memiliki cakupan imunisasi (82%) yang lebih rendah dari
negara Thailand (98%), Myanmar (87%), Banglades (89%), Srilangka (96%). (WHO, 2012).
Hal ini juga diutarakan oleh Ariebowo dalam Yuzar (2010) bahwa upaya peningkatan
cakupan imunisasi diatas 80% dapat mencegah terjadinya penyakit campak. Oleh karena
itu, imunisasi campak sudah sepatutnya mendapatkan perhatian khusus sebagai upaya
mencegah terjadinya penyakit campak. (Yuzar,2010).
Indonesia adalah negara tropis merupakan tempat yang subur berjangkitnya
penyakit infeksi baik disebabkan virus, bakteri, jamur maupun parasit. Berdasarkan hal
tersebut maka banyak tenaga kesehatan di Indonesia disibukkan oleh penderita infeksi.
Oleh karena itu, pemahaman pengetahuan tentang penyakit infeksi adalah mutlak bagi
tenaga kesehatan di Indonesia. (Setiawan,2008).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2014 terdapat 10.651 kasus

campak dengan insiden rate sebesar 0,47 per 10.000 penduduk dan kasus campak ini tersebar
merata di seluruh Indonesia dengan insiden rate tertinggi di Kepulauan Riau sebesar 3,52 per

1
Universitas Sumatera Utara

10.000 penduduk, provinsi Sumatera Utara juga memiliki kejadian kasus campak yang cukup
tinggi dengan insiden rate sebesar 0,36 yang membuat provinsi Sumatera Utara menjadi salah
satu daerah yang menyumbangkan kasus campak tertinggi di Indonesia. (Pusat komunikasi
public kemenkes RI,2015).
Kejadian penyakit

campak sangat

berkaitan dengan keberhasilan program

imunisasi campak. Imunisasi merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling efektif. Bila
cakupan imunisasi mencapai 90%, maka dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian sebesar 80% - 90%. Walaupun cakupan imunisasi campak telah tinggi
(90%) tapi masih ada anak yang terkena campak. Karena sisa 10 persen anak yang belum

mendapatkan imunisasi ditambah dengan 10 persen dari anak terimunisasi namun tidak kebal
menyebabkan kekebalan masyarakat hanya mencapai 81%.(Pusat komunikasi public kemenkes
RI,2015).
Cakupan imunisasi di Indonesia atau Univesal Child Immunisation (UCI)
berdasarkan Riskesdes 2013 di tingkat desa secara nasional mencapai imunisasi campak
sebesar 82,1%. Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi dengan cakupan imunisasi
campak no 3 terendah di Indonesia dengan cakupan 70,1% bersama dengan provinsi Aceh
52,4%, Papua dengan 56,8 % dan Maluku Utara 70,5%. (Riskesdas, 2014). Berdasarkan
data Ditjen PPPL, Kemenkes RI 2014 cakupan imunisasi campak per September 2014
hanya sebesar 41,9% pada hal menargetkan 90 % untuk imunisasi campak. (data Ditjen
PPPL, Kemenkes RI 2014).
Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Sumatera Utara, hal ini
membuat Kota Medan memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap dibandingkan kota dan
kabupaten lainnya. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya sarana dan prasarana yang
sudah lengkap termasuk juga dibidang kesehatan, sehingga tidak menutup kemungkinan
fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang sudah selengkap di kota/kabupaten yang lain

2
Universitas Sumatera Utara


akan tetapi pola berfikir masyarakat yang masih buruk tentang kesehatan sehingga membuat
program kesehatan tidak berjalan dengan maksimal sesuai dengan target yang diberikan
pemerintah. Imunisasi campak menjadi salah satu program kesehatan yang patut mendapat
perhatian lebih di Kota Medan, hal ini dikarenakan cakupan imunisasi campak di Kota
Medan sangat jauh dari target yang diberikan oleh Kementrian Kesehatan RI. (Laporan
bidang yankes dinas kesehatan kota Medan, 2015).
Berdasarkan data Ditjen PPPL, Kemenkes RI 2014, pencapaian cakupan imunisasi
campak di Kota Medan hanya sebesar 50,9%, sedangkan kabupaten Pakpak Barat memiliki
cakupan imunisasi sebesar 78,4%, Samosir 59,3%, Karo 56,7%, Nias 51,8%, Tebing Tinggi
50,9% padahal Kementrian Kesehatan RI telah menetapkan target cakupan imunisasi campak
sebesar 90% (WHO), hal ini akan membuat semakin meningkatkan resiko terjadinya kasus
campak di daerah Kota Medan.
Rendahnya cakupan imunusasi campak di kota Medan tidak terlepas dari minimnya
cakupan imunisasi di beberapa puskesmas kota Medan. Berdasarkan data program
imunusasi dinkes kota Medan tahun 2014 menunjukkan bahwa Puskesmas Polonia menjadi
salah satu puskesmas cakupan imunisasi campak terendah dikota Medan dengan cakupan
imunisasi campak 48,3%, Puskesmas PB Selayang II sebesar 49,2%, puskesmas Medan
Johor sebesar 50,4%. (laporan bidang yankes dinas kesehatan kota Medan,2015)
Berdasarkan penjelasan dari Juru Imunisasi (Jurim) Puskesmas Polonia diasumsikan
rendahnya cakupan imunisasi campak di Puskesmas Polonia dikarenakan pendidikan yang

masih rendah, pengetahuan dan sikap yang buruk terhadap pemberian imunisasi. Hal ini
semakin diperparah dengan minimnya informasi pemberian jadwal imunisasi yang diterima
oleh masyarakat.
Perilaku kesehatan tidak terlepas pada beberapa faktor yang mempengaruhinya,
menurut Green bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (umur,

3
Universitas Sumatera Utara

pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan), factor pemungkin (fasilitas, informasi
jadwal imunisasi, transportasi), faktor penguat (dukungan keluarga, teman, tenaga
kesehatan) sehingga seseorang mau melakukan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan. (Notoatmodjo,2012)
Hasil penelitian Febrianti (2012) menunjukkan bahwa pendidikan, jumlah anak,
pengetahuan dan sikap yang buruk serta jarak ke pelayanan kesehatan berhubungan dengan
rendahnya cakupan imunisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Maryani (2009) yang
mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap pemberian imunisasi campak berhubungan
dengan pendidikan yang rendah, pengetahuan, sikap dan kepercayaan yang buruk terhadap
imunisasi dan juga jarak ke pelayanan kesehatan yang jauh.
Hasil penelitian Lamin tahun 2013 menunjukkan terdapat hubungan pengetahuan,

sikap suami dan dukungan keluarga, pengetahuan ibu dan informasi jadwal pemberian
imunisasi campak dengan pemberian imunisasi campak di puskesmas Tanjung Botung
kabupaten Padang Lawas. Penelitian yang tidak jauh berbeda didapatkan Saragih tahun
2014 menunjukkan rendahnya cakupan imunisasi dasar lengkap khususnya iminisasi
campak tidak terlepas dari kurangnya dukungan keluarga, pengetahuan yang rendah dari
suami dan ketidak percayaan serta sikap yang kurang setuju pada pemberian imunisasi
campak untuk bayi mereka.
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi campak
pada batita di wilayah kerja Puskesmas Polonia Kota Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi campak pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Polonia Kota Medan.

4
Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi
campak di wilayah kerja Puskesmas Polonia Kota Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan pemberian
imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Polonia Kota Medan.
b. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dengan
pemberian imunisasi campak pada di wilayah kerja Puskesmas Polonia Kota Medan.
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar
kerangka piker yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan
(Soegiono). Berdasarkan masalah yang telah di paparkan maka hipotesa dalam penelitian ini
adalah:
Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dengan tindakan pemberian imunisasi campak
pada batita di wilayah kerja Puskesmas Polonia.
Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan tindakan pemberian imunisasi campak pada
batita di wilayah kerja Puskesmas Polonia.
1.5. Manfaat Penelitian
a.


Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Polonia dan instansi yang terkait dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada pelayanan imunisasi campak
pada batita.

b. Sebagai bahan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

5
Universitas Sumatera Utara

imunisasi campak pada batita.
c.

Sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan tentang imunisasi campak.

6
Universitas Sumatera Utara