Hubungan Cakupan Imunisasi Campak dengan Angka Insiden Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN ANGKA INSIDEN CAMPAK DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN

TAHUN 2012

SARINAH RUTH ELFRIDA SIMANJUNTAK

NIM : 125102023

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Tahun 2012

ABSTRAK Sarinah Ruth Elfrida

Latar belakang : Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010 diketahui bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Hal ini disebabkan oleh virus, terutama menyerang bayi dan anak apalagi penyakit campak mudah menular dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbilli ini yang sampai saat ini tidak ada obat khusus untuk penyakit ini. Respons vaksinasi campak adalah baik bila diberikan dibawah umur 1 tahun, walaupun antibodi yang timbul cepat menghilang dan hanya 52% yang masih mempunyai antibodi setelah 1 tahun imunisasi sedangkan bila diberikan imunisasi efek samping tidak ada.

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah tahun 2012.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan deseskriptif korelasi dengan

pendekatan retrospektif. Dengan jumlah populasi dan jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 567 bayi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling. Analisa digunakan uji pearson product moment. Hasil Penelitian : Hasil yang diporoleh dari penelitian yaitu distribusi frekuensi cakupan imunisasi campak yang tercapai 97,17 % dan yang tidak tercapai 2,82% sedangkan distribusi frekuensi terkena campak 0,35% dan yang tidak terkena campak 97,17%, dimana ada hubungan yang signifikan antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak (nilai p = 0,000)

Kesimpulan dan saran : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak. Sebaiknya ibu agar memberikan imunisasi campak kepada anaknya karena jika anak tidak di imunisasi, maka anak akan terkena campak.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Hubungan Cakupan Imunisasi Campak dengan Angka Insiden

Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012”.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menerima bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.

2. Nur Asnah Sitohang, S,Kep, Ns, M.Kep. selaku ketua program studi D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU dan dosen pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberi arahan dan bimbingan.

3. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi program D-IV Bidan

Pendidik Fakultas Keperawatan USU.

4. Kepala Puskesmas Petisah Medan yang telah memberikan izin kepada

peneliti.

5. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan, motivasi dan

doa.

6. Teman- teman satu bimbingan yang selalu bersama dalam suka dan duka

selama menyelesaikan karya tulis ilmiah.

7. Teman- teman D-IV Bidan Pendidik yang telah memberikan dukungan,

dan semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(6)

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2013

Penulis


(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka Konsep……….

15

Skema 2 : Desain Penelitian………..


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi cakupan imunisasi campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun2012………..……… 23 Tabel 5.2 : Distribusi insiden campak di Puskesmas Petisah

Tahun 2012……….………….…..… 24

Tabel 5.3 : Hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran :

1. Surat Izin Survei Pendahuluan

2. Balasan Surat Izin Pelaksanaan Penelitian 3. Balasan Surat Selesai Melaksanakan Penelitian 4. Master Tabel Penelitian


(10)

Hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Tahun 2012

ABSTRAK Sarinah Ruth Elfrida

Latar belakang : Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2010 diketahui bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Hal ini disebabkan oleh virus, terutama menyerang bayi dan anak apalagi penyakit campak mudah menular dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbilli ini yang sampai saat ini tidak ada obat khusus untuk penyakit ini. Respons vaksinasi campak adalah baik bila diberikan dibawah umur 1 tahun, walaupun antibodi yang timbul cepat menghilang dan hanya 52% yang masih mempunyai antibodi setelah 1 tahun imunisasi sedangkan bila diberikan imunisasi efek samping tidak ada.

Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah tahun 2012.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan deseskriptif korelasi dengan

pendekatan retrospektif. Dengan jumlah populasi dan jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 567 bayi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling. Analisa digunakan uji pearson product moment. Hasil Penelitian : Hasil yang diporoleh dari penelitian yaitu distribusi frekuensi cakupan imunisasi campak yang tercapai 97,17 % dan yang tidak tercapai 2,82% sedangkan distribusi frekuensi terkena campak 0,35% dan yang tidak terkena campak 97,17%, dimana ada hubungan yang signifikan antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak (nilai p = 0,000)

Kesimpulan dan saran : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak. Sebaiknya ibu agar memberikan imunisasi campak kepada anaknya karena jika anak tidak di imunisasi, maka anak akan terkena campak.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sehat adalah suatu gambaran kondisi Indonesia di masa depan, yakni masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi Depkes 2010-2014 adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan (Depkes, 2009, ¶ 2).

Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini

merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective.

Dengan upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1997, upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penulran terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B (Dep.Kes, 2006).

Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Berbagai macam penyakit menular seperti penyakit difteri, pertusis,campak, tetanus, dan polio telah terbukti menurun secara menyolok berkat pemberian imunisasi pada


(12)

bayi adan anak. Bahkan di Indonesia telah dinyatakan bebas penyakit cacar sejak tahun 1972 (Maryunani,2002).

Pemberian imunisasi sebelum waktunya tidak dibenarkan karena bayi masih mendapat kekebalan dari ibunya. Apabila pemberian imunisasi berikutnya kurang dari jarak yang ditentukan akan menyebabkan reaksi vaksin kurang maksimal karena konsentrasi vaksin dalam tubuh masih tinggi, demikian juga bila pemberian imunisasi berikutnya mundur konsentrasi vaksin masih di bawah ambang batas bahkan memungkinkan kuman sudah masuk, sehingga pada saat diberikan imunisasi berikutnya reaksinya tidak maksimal. Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan vaksinasi sering diartikan sama, meskipun arti yang sebenarnya adalah berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun dalam tubuh (Muslihatun, 2011).

Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibodi atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. Contohnya adalah pemberian imunologi spesifik untuk penyakit tertentu misalnya imunologi antitetanus untuk penderita penyakit tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti misalnya pada kekebalan pasif alamia antibodi yang diperoleh janin dari ibu akan perlahan menurun dan habis.

Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan. Namun, dari survey Kesehatan dan Demografi Indonesia


(13)

(SKDI) diketahui bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria di Negara kita. Tiga ratus enam orana anak menderita poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan vaksinasi yang menurun. Keadaaan yang memprihatinkan ini ditambah lagi dengan meraknya kampanye anti vaksin yang disuarakan oleh kelompok tertentu. Pandangan negative terhadap vaksinasi bukan saja dikemukakan oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan (IDAI, 2011).

Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan yang terbesar di Indonesia. Hal ini disebabkan Negara Indonesia terletak di daerah khatulistiwa yang sering disebut Negara tropis. Sebagian besar penyakit yang ditangani dokter oleh parasit, jamur, bakteri dan virus yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda-beda dan spesifik. Salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah di Indonesia adalah campak. Penyakit ini disebabkan oleh virus terutama menyerang bayi dan anak yang sampai saat ini tidak ada obat khusus untuk penyakit ini. Penyakit ini dapat menyebabkan penekanan system imun sehingga mengakibatkan komplikasi penyakit yang berat sebagai infeksi sekunder sehingga perlu mendapat perawatan di rumah sakit (Setiawan, 2008).

Campak adalah penyakit infeksi yang cukup serius. Campak dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti radang paru-paru atau pneumia dan radang otak atau ensefalitis. Komplikasi campak juga bias mengakibatkan radang


(14)

telinga tengah. Adakalanya, beberapa tahun setelah terkena campak, anak meurun kecerdasannya, lumpuh atau kejang-kejang tubuhnya (Muslihatun, 2011).

Meskipun imunisasi menurunkan jumlah kematian, namun di negara berkembang manifestasi penyakir campak seringkali lebih berat, dengan case fatality rate sebesar 25%, serta merupakan penyebab kematian pada 800.000 anak setiap tahunnya. Laporan dari WHO menyebutkan bahwa selama tahun 1990-1997 di daerah Asia Tenggara (meliputi Banglades, Bhutan, Republik Korea,India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka dan Thailand) jumlah kasus campak yang dilaporkan dan insiden campak menurun 48% dan 53%. Pada negara dengan cakupan imunisasi tinggi, yaitu Bhutan, Indonesia, Maldives, Sri Lanka dan Thailand lebih 50% kasus terjadi pada anak berusia lebih dari 5 tahun. Amerika serikat pada tahun 1978 mempunyai inisiatif untuk memulai program eliminasi campak dengan 3 komponen pada programnya yaitu mempertahankan tingkat imunitas yang tinggi dengan vaksinasi campak dosis tunggal, memperkuat surveilan dan melakukan kontrol agresif kejadian luar biasa (KLB) campak. Hasil dari program ini terjadi penurunan kasus campak, tetapi 60% dari kasus yang ada terjadi pada anak yang berumur lebih dari 10 tahun. Dari hasil ini, maka kemudian direkomendasikan pemberian dua dosis vaksin yang mengandung campak, dengan pemberian dosis kedua sebelum awal masuk

sekolan. Pada tahun 1989-1991 terjadi resurgence campak besar-besaran di

Amerika Serikat, yang disertai dengan kematian yang tinggi di antara anak usia prasekolah yang tidak mendapat imunisasi. Dilakukan berbagai usaha, sarnpai akhirnya tahun 1996 hanya 508 kasus campak yang dilaporkan dengan 65 kasus akibat transmisi campak dari negara lain (importation).


(15)

Imunisasi dapat dilakukan pada orang dewasa ataupun anak-anak, pada anak-anak karena sistem imun yang belum sempurna. Sedangkan pada usia 60 tahun terjadi penurunan sistem imun nonspesifik seperti reproduksi air mata menurun, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, dan perubahan fungsi sel sistem imun, baik selular maupun humoral. Dengan demikian usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi, penyakit autoimun dan keganasan. Namun usia lanjut masih menunjukkan respon yang baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga pemberian vaksin dapat meningkatkan antibody dengan efektif (Proverawati,2010).

Campak adalah penyakit infeksi yang cukup serius. Campak dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti radang paru-paru atau pneumia dan radang otak atau ensefalitis. Komplikasi campak juga bisa mengakibatkan radang telinga tengah. Adakalanya, beberapa tahun setelah terkena campak, anak meurun kecerdasannya, lumpuh atau kejang-kejang tubuhnya (Muslihatun, 2011).

Penelitian Wulan (2012) yang bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak di wilayah kerja puskesmas dengan

menggunakan rancangan case control didapatkan bahwa ada hubungan antara

status imunisasi campak dengan kejadian campak, ada hubungan antara status gizi dengan kejadian campak dan ada hubungan antara kondisi ventilasi dengan kejadian campak. Faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian campak antara lain ASI Eksklusif status social ekonomi dan kepadatan hunian rumah.

Respons vaksinasi campak adalah baik bila diberikan dibawah umur 1 tahun, walaupun antibodi yang timbul cepat menghilang dan hanya 52% yang masih mempunyai antibody setelah 1 tahun imunisasi sedangkan bila diberikan


(16)

imunisasi efek samping tidak ada (Asril,2002).Dari kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang dapat menggambarkan permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian dan cara mengatasi masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan konsep dan hasil penelitian di atas dan hasil survei pendahuluan penelitian, maka peneliti merumuskan masalah penelitian bagaimana hubungan cakupan antara imunisasi campak dan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan cakupan antara imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui cakupan imunisasi campak di Puskesmas Petisah

b. Untuk mengetahui angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan

c. Untuk mengidentifikasi Hubungan Cakupan Imunisasi Campak dengan Angka Insiden Campak di Puskesmas Petisah Medan.


(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktek Kebidanan

Hasil penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam imunisasi campak dan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan

2. Bagi pendidikan kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pada mata kuliah ilmu kesehatan anak khususnya imunisasi

3. Bagi penelitian kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi data bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat, 2005).

Imunitas secara pasif dapat diperoleh melalui dua bentuk pemberian, yaitu imunoglobulin non spesifik dan imunoglonulin spesifik, berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin non spesifik diberikan pada anak dengan defesiensi imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan sengaja dan cepat dan anak dapat terhindar dari kematian. Perlindungan ini tidak permanen, hanya berlangsung beberapa minggu saja dan relatif mahal. Imunoglubulin spesifik diberikan pada anak yang belum terlindung karena belum pernah mendapatkan vaksinasi kemudian terserang, misalnya penyakit difteri, tetanus, hepatitis A dan B (Ranuh,2005).

2. Tujuan Imunisasi

Ada tiga tujuan utama pemberian imunisasi pada seseorang yaitu mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi), serta menghilangkan penyakit


(19)

tertentu dari dunia (misalnya cacar), hanya mungkin pada penyakit yang ditularkan melalui manusia (misalnya difteria). Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, ditempuh dengan cara memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun apabila terjangkit penyakit tersebut, anak tidak sakit karena tubuh cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen yang masuk tesebut (Muslihatun, 2011).

Dalam upaya pencegahan kita dapat mengendalikan faktor penjamu. Melalui imunisasi dapat diupayakan mempertinggi kekebalan penjamu terhadap penyakit tertentu sehingga dapat melawan mikroorganisme penyebab penyakit, tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu. Mengingat pemberian antibiotik tidak menyelesaikan semua masalah penyakit infeksi, maka lebih bijak apabila kita dapat mencegah terjangkitnya penyakit infreksi. Dalam sepuluh tahun terakhir, dunia sudah mengubah paradigma kuratif ke arah prenventif, yang lebih murah dan efektif

( IDAI, 2011).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi

a. Status Imun Penjamu

Terjadinya antibodi spesifik penjamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan efek yang kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi


(20)

keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan (Muslihatun, 2011).

b. Faktor Genetik Penjamu

Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respon imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai 100% (Muslihatun, 2010).

c. Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun. Dosis yang terlalu tinggi menghambat respon imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan (Muslihatun, 2011).

B. Penyakit Campak

a. Defenisi Campak

Penyakit campak disebabkan oleh karena virus campak. Virus campak termasuk di dalam famili paramyxovirus. Virus campak sangat sensitif terhadap

panas, sangat mudah rusak pada suhu 370C. Toleransi terhadap perubahan PH

baik sekali. Bersifat sensitif terhadap eteran cahaya. Virus mempunyai jangka waktu hidup yang pendek yaitu kurang dari 2 jam. Apabila disimpan pada


(21)

merupakan penyakit akut akibat virus anggota keluarga Paramyxovirus. Virus itu ditularkan lewat udara. Gejala campak antara lain demam, batuk, pilek, dan mata merah. Ruam khas campak muncul tiga hari sejak demam. Ruam mulai timbul di leher, belakang telinga, serta perbatasan rambut di kepala dan dahi. Ruam kemudian menyebar ke seluruh muka, leher, perut, dada, punggung dan kaki. Campak kerap kali dianggap biasa dan remeh. Padahal, virus campak dapat menimbulkan komplikasi akibat infeksi saluran pernapasan, telinga tengah, otak, dan gangguan kekebalan tubuh yang memudahkan penularan penyakit lain (IDAI,2011).

Berdasarkan laporan Dirjen PP & PL DepKes RI tahun 2009, pada tahun 2008 masih terdapat banyak kasus campak di seluruh Provinsi di Indonesia (Dirjen PP & PL DepKes RI). Demikian juga, KLB campak masih sering terjadi di Indonesia. Pada Tahun 2008, beberapa KLB terjadi terutama pada daerah dengan cakupan imunisasi campak yang rendah, misalnya di Bangka Belitung terjadi 6x KLB, di Jawa Barat 31, Jawa Tengah 12x dan Jawa Timur 32x.

b. Tanda dan Gejala

Gejala campak memang sulit dideteksi sejak dini dan hampir sama dengan penyakit flu biasa. Diawali dengan gejala batuk, demam pilek, lesu dan rewel karena suhu tubuh terus meninggi. Pada hari kedua timbul bintik putih (Koplik’s Spot) di sebelah dalam mulut, biasanya di depan gigi geraham lokasi timbulnya bercak umumnya di sekitar muka atau di belakang telinga. Kemudian menyusul ke depan telinga, muka dan kemudian menjalar ke leher sampai dada. Bercak tersebut sifatnya mengumpul. Ketika sudah menjalar ke tungkai kaki, bercak


(22)

menyebar ke seluruh tubuh. Mata anak merah dan berair. Saat ruam campak sudah keluar, panas anak mulai turun. Bila sudah berubah menjadi bercak kecoklatan bararti anak sudah akan sembuh (Kasdu, dkk, 2002).

c. Diagnosis Campak

Gejala klinik yang sangat khas dari penyakit campak adalah

demam, ruam makulopapuler pada kulit, coryza/pilek, batuk, konjungtivitis dan adanya spot koplik pada mukosa pipi. Umumnya dengan menemukan gejala-gejala ini sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, terutama pada saat terjadinya wabah di masyarakat. Tetapi tidak semua tanda dan gejala ini dapat ditemukan pada setiap penderita penyakit campak. Disamping itu, beberapa dari gejala tersebut ditemukan pada penyakit lain. Manifestasi klinik sering mengalami modifikasi yaitu tanpa adanya demam atau ruam pada kulit. Hal ini sering ditemukan terutama terutama pada bayi yang sangat muda, penderita dengan imunocompromised, anak dengan malnutrisi dan seseorang yang sebelumnya telah mendapat imunisasi. Penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit lain seperti scarlet fever,rubella, infeksi parvovirus B19, meningococcemia, penyakit Kawasaki, sindrom shock toksik, dengue dan mungkin penyakit infeksi lain yang belum teridentifikasi. Ruam kulit yang khas pada penyakit berat mungkin sulit dibedakan dengan penyakit meningococcemia, atau scarlet fever (Setiawan, 2008).


(23)

d. Patogenesis Campak

Penyakit campak adalah penyakit pada manusia, terutama

menyerang anak-anak melalui saluran nafas. Penyakit ini mempunyai masa inkubasi 10-14 hari dan masa prodromal 2-3 hari,dengan gejala batuk, pilek, demam, dan konjungtivitis diikuti dengan munculnya ruam makulopopular yang khas pada kulit. Terjadinya ruam pada kulit bersamaan dengan munculnya responsium imun, dan selanjutnya diikuti dengan pemberantasan virus. Bila sembuh dari penyakit maka penderita mempunyai imunitas terhadap infeksi ulang virus campak dalam rentang waktu yang panjang. Bila monyet dipapar dengan orang yang terinfeksi virus campak tipe liar akan berkembang penyakit yang sama. Banyak pengetahuan kita tentang pathogenesis dan lokasi replikasi virus yang lebih mendetail berasal dari studi binatang menyusui bukan manusia (Setiawan, 2008).

C. Imunisasi Campak

1. Fungsi

Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap

penyakit campak. Campak,measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam.infeksi disebabkan lewat udara (Proverawati,dkk 2010).

Word Health Organization (WHO) dengan programnya telah

mencanangkan target global untuk mereduksi insidens campak sampai 90,5 % dan mortalitas sampai 95,5 % daripada tingkat pre-EPI pada eliminsai. Prioritas utama


(24)

untuk penanggulangan penyakit campak adalah melaksanakan program imunisasi lebih efektif.

2. Gejala Klinis

Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang-kadang kurva suhu menunjukkan gambaran bifasik, ruam awam pada 24 sampai 48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh sampai normal selama periode satu hari dan kemudian diikuti dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai 400C pada waktu ruam sudah timbul di seluruh tubuh mengalami lisis dan kemudian turun mencapai suhu tubuh yang normal. Gejala awal yang lainnya yang sering ditemukan adalah batuk, pilek, mata merah (IDAI,2011).

3. Vaksin Campak

Vaksin campak merupakan virus hidup yang dilemahkan. Efikasi vaksin campak 90 %, tidak semua orang atau sasaran yang mendapatkan imunisasi campak menjadi kebal, yang menjadi kebal hanya 90 %. Sebagian besar vaksin disuntikkan ke otot ( Muslihatum, 2011 ).

4. Kemasan

Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus, dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT ( difteri dan tetanus ) dan kombinasi ketiganya atau dikenal dengan vaksin tripel, 1 box vaksin terdiri dari 10 vial,1 vial


(25)

berisi 10 dosis,1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml. Vaksin ini berbentuk beku kering ( Proverawati,dkk 2010 ).

5. Cara pemberian dan dosis

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat diberikan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subcutan. Cara pemberian :

a. Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh

lengan telanjang

b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi dan gunakan jaro-jari tangan

untuk menekan ke atas lengan bayi.

c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45

derajat.

d. Usakan kestabilan posisi jarum (Proverawati dkk, 2010).

6. Efek Samping

Hingga 15% dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Proverawati, 2010).


(26)

7. Kontra indikasi

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak antara lain demam tinggi, sedang pengobatan imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan dari darah.

8. Faktor Resiko Kejadian Campak

Adapun faktor resiko kejadian campak menurut WHO,1994 (FKUI, 1997) adalah antara lain :

a. Sanitasi Lingkungan

Adalah suatu upaya yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan fisik yang berpengaruh pada manusia, terutama hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangn fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup dan merupakan faktor penentu derajat kesehatan masyarakat.

b. Hygiene Prorangan

Adalah suatu upaya yang menitik beratkan pada kesehatan individu dilakukan untuk menjaga kebesihan dan kesehatan individu yaitu kebersihan diri sendiri yang merupakan faktor untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

c. Status Gizi

Suatu keadaan dari akibat keseimbangan antara komsumsi dari penyebaran zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sedangkan faktor resiko terjadinya mortalitas atau kematian akibat campak disebabkan karena adanya komplikasi antara lain diare dan penanganan yang terlambat.


(27)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah dilakukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah cakupan imunisasi campak dan variabel dependen angka insiden campak.

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 1. Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan tahun 2012.

Cakupan Imunisasi

C k

Angka Insiden Campak


(28)

C. Defenisi Operasional

No

Variabel Defenisi Operasional Alat

Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 Variabel Independen : Cakupan Imunisasi Campak Persentase terhadap jumlah orang yang

diimunisasi campak

dibandingkan dengan

jumlah sasaran imunisasi campak di

Puskesmas Petisah Medan

Kohort bayi

Observasi .... Ratio

2 Variabel Dependen : Angka Insiden Campak

Responden yang terkena campak sebelum usia sembilan bulan

Kohor bayi


(29)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi deskriptif yaitu untuk mengetahui hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012.

Riwayat imunisasi campak (+)

Riwayat imunisai campak (-)

Skema 2. Rancangan Desain Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan yaitu dari bulan September tahun 2012 sampai dengan bulan Juni 2013. Dimana wilayah kerja Puskesmas ini mencakup kelurahan Petisah Tengah, kelurahan Sekip, dan kelurahan Petisah Timur. Terdapat insiden pada wilayah ini karena keadaan lingkungan yang tidak baik (kemarau) dan terdapat wabah pada saat itu.


(30)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anak yang terkena

penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan. Dari data yang diperoleh, sasaran anak yang terkena penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Petisah Medan dari Januari sampai Desember 2012 sebanyak 567 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total sampling yaitu seluruh jumlah yang ada pada populasi yakni sebanyak 567 orang.

D. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari insitusi pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara dan surat izin dari kepala dinas kesehatan kota Medan serta izin dari pimpinan Puskesmas Petisah Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu :memberikan penjelasan kepada petugas puskesmas tentang tujuan dan prosedur penelitian. Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen, tetapi mengunakan inisial. Data-data yang diperoleh hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(31)

E. Alat Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar observasi yaitu

dengan menggunakan data sekunder dari kohort bayi yang dikembangkan oleh

peniliti berpedoman pada kerangka konsep dan tinjauan pustaka.

F. Validitas dan Reabilitas

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar observasi yang disusun berdasarkan literatur dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing serta melihat data terlebih dahulu sebelum dilakukan peneltian. Jadi tidak perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

G. Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin penelitian dari program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara dan telah mendapat izin dari kepala Puskesmas Petisah Medan.

Setelah mendapat izin dari pendidikan dan peneliti pergi ke Dinas Kesehatan Kota Medan setelah itu peneliti pergi ke Puskesmas Petisah Medan dan menjumpai petugas rekam peneliti menjelaskan kepada petugas rekam medik untuk mengambil data dan setelah petugas rekam medik menyetujui peneliti dapat mengambil data dimana peneliti didampingi oleh petugas rekam medik. Data diambil dengan cara data sekunder yaitu peneliti hanya mengambil data yaitu kohort bayi. Setelah itu peneliti memberikan penjelasan tentang prosedur pengambilan data, kemudian peneliti memeriksa kelengkapan data dan data yang telah terkumpul kemudian di analisi. Peneliti juga dibantu oleh petugas


(32)

masing-masing ruangan yang bekerja di Puskesmas tersebut dalam hal pengumpulan data guna penelitian, dan setelah melakukan observasi peneliti mencatat hasil observasi dari lembar observasi yang didapat dari data. Peneliti melakukan observasi di puskesmas Petisah. Setelah melakukan observasi peneliti mencatat hasil observasi di lembar observasi yang didapat dari data.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, editing untuk melakukan pengecekan kelengkapan data. Kemudian data yang diukur diberi coding untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data. Selanjutnya tabuling untuk mempermudah analisa data yang dimasukkan ke dalam bentuk table. Setelah itu mengentri data ke dalam computer dan dilakukan dalam pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry yaitu pemeriksaan semua data ke dalam program computer guna menghinadri terjadinya kesalahan.

Analisis data dilakukan menggunakan bantuan program yang disesuaikan dengan langkah sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi atau

besarnya proporsi dari variable independen dan variable dependen sehingga dapat diketahui variasi dari masing-masing variabel. Data tersebut dilihat dari distribusi frekuensi yaitu angka insiden dan cakupan imunisasi.


(33)

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua

variabel yaitu hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012.

Dalam menganalisa data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan

menggunakan uju statistik korelasi person product moment dengan tarif

signifikan α = 0,05. Pedoman dalam menerima hipotesis : Hipotesa nol (Ho) ditolak jika p < 0,05 maka hasil statistic dinilai bermakna, yang berarti terdapat hubungan antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak (Ha) diterima.

Hipotesa nol (Ho) gagal ditolak jika p > 0,05 maka hasil statistik dinilai tidak bermakna, yang berarti tidak ada hubungan antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak.


(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai Hubungan

Cakupan Imunisasi Campak Dengan Angka Insiden Campak Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012.

1. Analisis Univariat

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi Cakupan Imunisasi Campak di Puskesmas Petisah

Tahun 2012. ( n = 567 )

No.

Cakupan Imunisasi

Frekuensi (f) Persentase (%)

1

Tercapai 551 97,17

2


(35)

Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui jumlah sasaran cakupan imunisasi campak selama bulan Januari sampai bulan Desember yaitu sebanyak 567 (100%) sementara yang tercapai sebanyak 551 (97,17%) dan yang tidak tercapai sebanyak 16 (2,82%).

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi angka insiden campak di Puskesmas

Petisah Tahun 2012. ( n = 567 )

No.

Angka Insiden Frekuensi (f) Persentase (%)

1.

Terkena Campak 2 0,35

2.

Tidak Terkena Campak

551 97,17

Dari tabel 5.2 di atas diperoleh jumlah insiden campak di Puskesmas

Petisah tahun 2012 adalah 2 (0,35%) sementara yang tidak terkena campak adalah sebanyak 551 (97,17%).

2. Analisa Bivariat

Dari hasil analisa data didapat nilai r = -0,503 yang berarti bahwa ada hubungan yang sangat kuat, artinya bila cakupan imunisasi campak tinggi, maka insiden campak rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,000 maka dapat


(36)

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Tahun 2012.

Tabel 5.3

Hubungan Cakupan Imunisasi Campak dengan angka insiden campak Puskesmas Petisah Tahun 2012. (n = 567)

Variabel Nilai r Nilai p

Cakupan Imunisasi Campak

-0,503 0,000

3. Pembahasan

Dari data penelitian yang diperoleh di atas, pembahasan dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Cakupan Imunisasi Campak dengan Angka Insiden Campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012.

1. Cakupan Imunisasi Campak

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa

rata-rata cakupan imunisasi campak di Puskesmas Petisah telah baik. Hal ini dikarenakan Puskesmas tersebut masih memperhatikan keadaan masyarakat di sekitarnya.


(37)

Berdasarkan penelitian Arfiyan (2012) cakupan imunisasi campak di Puskesmas Nusa Tenggara Barat tidak tercapai dari sasaran 550 orang. Keadaan ini dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang kurang memahami tentang imunisasi dan anggapan bahwa anak akan demam atau sakit jika di imunisasi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi cakupan imunisasi campak yang tercapai adalah 551 (97,17%) dan yang tidak tercapai adalah 16 (2,82%) dimana sasarannya sebanyak 567 (100%), yang distribusi frekuensi cakupan imunisasi campak di Peskesmas Petisah adalah baik. Dimana cakupan baik karena wabah pada daerah tersebut rendah.

2. Angka Insiden Campak

Angka insiden campak adalah Perbandingan jumlah kasus baru campak dengan jumlah populasi yang beresiko terkena penyakit campak (Halifa,2010).

Dari hasil penelitian didapatkan distribusi frekuensi angka insiden campak di Puskesmas Petisah adalah 2 (0,35%) sementara yang tidak terkena campak adalah 551 (97,17%), yang berarti distribusi frekuensi insiden campak di Puskesmas Petisah adalah rendah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulakan bahwa rata-rata insiden campak di Puskesmas Petisah rendah. Hal ini dikarenakan karena pada saat itu terjadi wabah, sehingga anak mengalami campak sebelum anak mendapatkan imunisasi campak pada usia sembilan bulan. Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah


(38)

tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka. Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Sehingga karena terjadi wabah anak mengalami penyakit campak, dimana campak yang dialami anak tersebut terjadi sebelum usia sembilan bulan. Sehingga anak yang sudah terkena campak tidak akan diberi imunisasi campak lagi karena sudah ada antibodi dari tubuhnya sendiri. Dimana setiap orang hanya mengalami penyakit campak sekali seumur hidupnya. Tetapi orang yang sudah mendapat imunisasi campak pada usia sembilan bulan tidak akan mendapatkan campak lagi.

Menurut Arfiyan, insiden campak dipengaruhi karena wabah dan efikasi vaksin rendah sehingga populasi kelompok ini rentan untuk terserang campak. Campak merupakan salah satu penyakit PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) dengan status imunisasi campak yang mencapai lebih dari 80 %, kasus campak diharapkan dapat menurun oleh karena terjadi kekebalan pada kelompok masyarakat, yang meningkatkan daya tahan tubuh. Dalam rangka mencapai target global imunisasi salah satunya adalah reduksi campak, oleh sebab itu diharapkan statusnya tetap tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat menekan terjadinya campak merupakan indikator penilaian pelaksanaan imunisasi dan surveilans di suatu daerah.

3. Hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di puskesmas petisah tahun 2012

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai r sebesar -0,503 dan nilai P sebesar 0,000 . Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan


(39)

antara cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2012. Dimana dalam kurun waktu tersebut hanya lima orang anak yang terkena campak. Hal ini terjadi karena sebelum mendapatkan imunisasi pada usia sembilan bulan anak sudah mengalami campak dimana penyebuhannya melalui antibodi anak itu sendiri. Tetapi untuk mengantisipasi hal tersebut anak bisa juga diberi imunisasi campak pada usia enam bulan dan diberi lagi imunisasi campak pada usia sembilan bulan. Imunisasi campak adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunisasi ) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak, efikasi vaksin campak 90 %, tidak semua orang atau sasaran yang mendapatkan imunisasi campak menjadi kebal, yang menjadi kebal hanya 90 %. Pada hakekatnya tujuan dari imunisasi campak adalah pencegahan penyakit. campak, juga teercapainya Universal Child

Immunization (UCI campak 80 %). Pemberian imunisasi campak juga dapat

mencegah diare yang sering timbul menyertai campak Dikes NTB (2011). Sehingga penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfiyan, 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian imunisasi campak dengan angka kejadian campak pada anak.

Dengan demikian jika cakupan imunisasi tinggi maka angka insiden akan rendah sebaliknya jika cakupan imunisasi rendah maka angka insiden akan tinggi.


(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa :

1. Sasaran Puskesmas Petisah terhadap imunisasi campak yaitu sebesar 567

(100%) yang tercapai hanya 551 (97,17%) dimana 16 orang (2,82%) tidak tercapai.

2. Dari yang tidak tercapai 16 (2,82%) kemungkinan tidak mengetahui

jadwal imunisasi 11 (1,94 %), dan berpindah tempat (ke Puskesmas) lain untuk imunnisasi 3 (0,52%), sedangkan yang terkena campak sebanyak 2 (0,35%).

3. Hasil uji korelasi pearson product moment diperoleh nilai r = -0,503 dan nilai probabilitas ( p = 0,000 > 0,05 ), maka H0 ditolak, artinya ada

hubungan yang signifikan antara Cakupan Imunisasi Campak dengan Angka Insisen Campak di Puskesmas Petisah Medan 2012.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Sebaiknya ibu agar melengkapi imunisasi kepada bayinya khususnya imunisasi campak, karena jika imunisasi campak tidak tercapai, maka dapat mengakibatkan penyakit campak. Imunisasi campak dapat diberikan usia enam bulan unt mencegah penyakit campak pada usia tujuh atau delapan bulan tetapi bisa diberikan lagi imunisasi campak yang kedua kali lagi pada usia sembilan bulan.


(41)

2. Bagi Pelayanan Kebidanan

Bidan sebaiknya juga melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang imunisasi kepada masyarakat khususnya para ibu agar para ibu-ibu dapat lebih paham tentang pentingya imunisasi campak yang baik pada bayi dan juga memberi motivasi kepada para ibu agar memperhatikan dan memenuhi imunisasi pada anaknya..

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi data bagi penelitian

selanjutnya yang sejenis. Disampaikan kepada peneliti selanjutnya

direkomendaasikan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih mengeksplorasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan cakupan imunisasi campak dengan angka insiden campak dan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi data bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2009). Visi Misi Indonesia Sehat. Diambil 22 November 2012, dari

Depkes RI. (2006). Visi Misi Indonesia Sehat. Diambil 22 November 2012, dari

Muslihatun, W.N. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta :

Citramaya

Ranuh, I.G.N., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R., Kartasasmita, C.B., Ismoedijanto., dan

Soedjatmiko. (2011). Pedoman Imunisasi Indonesia. Ed-4. Jakarta : IDAI

Setiawan, I.M. (2008). Penyakit Campak. Jakarta : CV Sagung Seto

Proverawati, A., dan Andhini, C. S. D (2010). Imunisasi dan Vaksinasi.

Yogyakarta : Nuha Offset

Asril. (2002). Hot Topics In Pediatrics II. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI

Hidayat. (2005). Imunisasi Pada Anak. Jakarta : EGC

Lapau, B. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Yayasan

Pustaka Obor Indonesia


(43)

Maryunani. (2002). A-Z Kesehatan Anak. Jakarta : 3G Publisher

Halifa (2010). Hubungan Cakupan Imunisasi Campak dengan Kejadian Campak.

Medan : Tidak dipublikasikan

Arfiyan (2012). Hubungan Pemberian Imunisasi Campak dengan Angka Insiden

Campak. Medan : tidak dipublikasikan

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : SalembaMedika

Tim Penyusun Program D-IV USU. (2012). Panduan Penulisan Karya Tulis


(44)

(45)

(46)

(47)

(48)

(49)

(50)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sarinah Ruth Elfrida Simanjuntak

TTL : Pematangsiantar / 15 Maret 1989

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Karben Simanjuntak

Nama Ibu : Sondang Purba

Anak Ke : 6 dari 6 bersaudara

Alamat : Jln. Darussalam Gg.Turi II No. 15b, Medan

Pendidikan Formal :

Tahun 1996 - 2002 : SD N 124386 Pematangsiantar

Tahun 2002 - 2005 : SMP RK Cinta Rakyat 1 Pematangsiantar

Tahun 2005 - 2008 : SMA N 4 Pematangsiantar

Tahun 2009 - 2012 : Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sarinah Ruth Elfrida Simanjuntak

TTL : Pematangsiantar / 15 Maret 1989

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Karben Simanjuntak

Nama Ibu : Sondang Purba

Anak Ke : 6 dari 6 bersaudara

Alamat : Jln. Darussalam Gg.Turi II No. 15b, Medan

Pendidikan Formal :

Tahun 1996 - 2002 : SD N 124386 Pematangsiantar

Tahun 2002 - 2005 : SMP RK Cinta Rakyat 1 Pematangsiantar

Tahun 2005 - 2008 : SMA N 4 Pematangsiantar

Tahun 2009 - 2012 : Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar