Hubungan Perilaku Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif
(tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan
sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak,
seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk
perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar
dengan istilah knowledge, attitude, practice. (Sarwono, 2004)
2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang

dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan
juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku,
teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar.
Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah
kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai

7
Universitas Sumatera Utara

kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat
yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Notoatmodjo (2003) , pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami {Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi hams dapat menjelaskan menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata-kata keria, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)

8
Universitas Sumatera Utara

Sintesis

menunjukkan


kepada

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan suatu teori.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003)
2.1.1.1.Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain
meliputi:
a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam
memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba – coba atau dengan kata yang lebih
dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban. Cra coba –
coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan
apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan

9
Universitas Sumatera Utara


apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai
masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial
(coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba – salah/coba – coba.
Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan
berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama
oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
b. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari – hari, banyak sekali kebiasaan – kebiasaan dan
tradisi – tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan
tersebut baik atau tidak. Kebiasaan – kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari
generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun
tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak
boleh makan telor, dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan
juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan – kebiasaan ini seolah – olah diterima dari
sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa
pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan

pada otoritas atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan.
c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung
maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman

10
Universitas Sumatera Utara

pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan
tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah
lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan
cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain,
sehingga dapat berhasil memecahkannya.
d. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun
ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara
tidak langsung melalui pernyataan – pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari
hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu
melalui pernyataan – pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan
deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan – pernyataan umum kepada yang
khusus.
2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular
disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula – mula dikembangkan
oleh Francis Bacon (1561 - 1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode
berpikir induktif. Mula – mula ia mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala – gejala
alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan

11
Universitas Sumatera Utara

diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif

yang dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan
bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung
dan membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang
diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:
a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan
pengamatan.
b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
c. Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala – gejala yang berubah –
ubah pada kondisi – kondisi tertentu.
Berdasarkan hasil pencatatan – pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri – ciri atau
unsur – unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar
pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip – prinsip umum yang dikembangkan oleh
Bacon ini kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih
praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berpikir deduktif – induktif –
verivikatif seperti dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan
penelitian, yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research
method). (Notoatmodjo, 2005)
2.1.2. Sikap (Attitude)
Menurut Notoatmojo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.

12
Universitas Sumatera Utara

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang
tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum
mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan

atau

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :
1. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada
2. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku
dimana individu itu berada.
Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable,
artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.
Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan
kelompok lainnya.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan
yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi

13
Universitas Sumatera Utara

perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai
perangsangan-perangsangan itu.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalamanpengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya

dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini
disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh
karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa
mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi.
(Notoatmodjo, 2005)
Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap
terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar.
Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara
tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia
bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi :

a. Sikap Sosial
Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap
objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja
tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.
b. Sikap Individu

14
Universitas Sumatera Utara

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual berkenaan
dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi diri sendiri. Sikap
dapat diartikan sebagai suatu bentukkecenderungan untuk bertingkah laku, dapat diartikan
suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh
individu yang bersangkutan.
Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu :
1. Selalu ada objeknya
2. Biasanya bersifat evaluativ
3. Relatif mantap
4. Dapat dirubah
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau
objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Menurut Allport (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude), dalam
penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah
kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain,, objek
atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru
diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku
seseorang (Ahmadi, 2003)
Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui
pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan
dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

15
Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Tindakan (Practice)
Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan
juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka
(Notoatmodjo, 2003).
Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi
orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat
bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas
sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan
reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2002).
Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh
setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu
lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh
bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap
dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa
sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.
Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :
1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang diambil.
2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar.

16
Universitas Sumatera Utara

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmojo (2002), faktor-faktor yang merupakan
penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu faktor predisposisi
seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang
bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,
sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan
lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para
petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya
perilaku
2.2. Perilaku Pencegahan Penyakit
Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat
bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai
spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif (species –
specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu
karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diverensialnya. Maksudnya,
satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus
yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.

17
Universitas Sumatera Utara

Kurt Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2009) merumuskan suatu model hubungan
perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan
lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat
kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkunga dalam
menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan
perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu.
Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat
suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya
pada 3 hal yaitu :
1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik
terhadap sesuatu.
2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif
(subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita
perbuat.
3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif membentuk suatu intensi
atau niat untuk berperilaku tertentu.
Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu
perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain
ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan
berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada
control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan
bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan
dilakukan atau tidak (Azwar, 2009).

18
Universitas Sumatera Utara

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003) menganalisis bahwa perilaku
manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non
behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
yaitu :
1. Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.
2. Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya
Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
3. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan
baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau
penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik
dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009).
Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu
(Maryati, 2009):
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).
1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

19
Universitas Sumatera Utara

2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan.
3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan
reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat
seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).
1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap
penyakit – penyakit tertentu.
2) Isolasi terhadap penyakit menular.
3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat – tempat umum dan ditempat
kerja.
4) Perlindungan terhadap bahan – bahan yang bersifat karsinogenik, bahan – bahan
racun maupun alergi.
c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early
Diagnosis and Promotion).
1) Mencari kasus sedini mungkin.
2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.
3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker
serviks.
4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
5) Mencari orang – orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit
menular.
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak
menimbulkan komplikasi.

20
Universitas Sumatera Utara

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan
dan perawatan yang lebih intensif.
e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)
1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan
masyarakat.
2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi
dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang
telah cacat mampu mempertahankan diri.
4) Penyuluhan dan usaha – usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang
setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
2.3. Dukungan Keluarga
Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang
lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan
kegiatan. Menurut Santono (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu
atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008)
menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan
darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi
satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu
budaya.
Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran
formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan
pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga

21
Universitas Sumatera Utara

saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan
perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga
biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara
terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga
suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama
menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa
ciri unik tersendiri.
Menurut friedman (1998), tipe-tipe keluarga antara lain (1) Keluarga inti atau
Konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi nafkah, keluarga inti
terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi, (2)
Keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan
darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan sepupu.
Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial.
Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang
terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
2.3.1 Dukungan Sosial
Pierce dalam Kail dan Cavanaug, (2000) mendefinikan dukungan sosial sebagai
sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang
disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari
dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau
bantuan yang berasal orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang
lainnya.

22
Universitas Sumatera Utara

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari atau nasehat
verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran
orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek bagi pihak penerima. Sarafino
(2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada
orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga dikemukana oleh
Soronson (dalam Smet, 1994) yang menyataka bahwa dukungan sosial adalah adanya
trensaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain,
dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang
bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku
ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa
diperhatikan, bernilai dan dicintai.
Rook (1985, dalam Smet) mendefenisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi
pertalian yang menggabarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang
akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat
membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten.
Tersedianya dukungan sosial akan mebuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi
bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry
and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Davellis,1983; Wills,1984; dalam Sarafino, 1998)
menyatan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu
dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya.
Menurut Schwarzer and Leppin 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat
sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain
kepada individu (percieved support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada
persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

23
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan
atau bantuan yang berasl dari orang yang memilki hubungan sosial akrab dengan individu
yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi tingkah laku tertentu
ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi,
diperhatikan dan bernilai.
2.3.2. Klasifikasi Dukungan Sosial
Menurut Cohen & Syne (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 katagori
yaitu:
1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi
memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasn bagaimana seseorang
bersikap.
2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnyya mendengarkan,
bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau
memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat
si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.
3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung bersifat
fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan
uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.
4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini membentuk penilaian yang positif,
penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun umpan balik atau
menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang
dalam keadaan sters.
Menurut Sheridan & Radmancer (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial
merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek-aspekinformasi, perhatian emosi,

24
Universitas Sumatera Utara

penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan
Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut:
1. Informasi dapat berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan
korban dalam memncari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.
2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati dapat yang dapt
meyakinkan korban bahwa dirinya diperhatikan orang lain.
3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap
gagasan atau perasaan individu lain.
4. Bantuan instrumental berupa meteri seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh
korban dan bantuan finansial untuk baiya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup
sehari-hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.
Munurut Wangmuba (2009) dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa
saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati,
dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan penilaian

berupa

penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Menurut House dan Depkes (2002) yang dikutip oleh ninuk (2007), dukungan sosial
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:
1. Dukungan Emosional
Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan.
2. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan
positif orang dengan orang lain misalnya orang itu kurang mampu atau lebih buruk
keadaanya atau menambah harga diri.

25
Universitas Sumatera Utara

3. Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang
yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak
punya pekerjaan.
4. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.
2.4. Campak
2.4.1. Pengertian Campak
Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala seperti demam, batuk,
coryza/pilek, konjungtivitis dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau
putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik). Tanda
khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah
muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir
dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Unicef& Depkes, 2005)
2.4.2. Etiologi Campak
Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, merupakan virus RNA berserat negatif
yang terselubung (ber-envelope), anggota genus Morbilivirus, famili Paramyxoviridae. Virus
RNA serat negatif mengkode dan mengemas transkriptase sendiri, tetapi mRNA hanya
disintesis pada saat virus tidak berselubung berada di dalam sel yang diinfeksi. Replikasi
virus terjadi sesudah sintesis mRNA dan sintesis protein virus dalam jumlah banyak.
2.4.3. Gejala Campak
Penyakit campak mempunyai masa inkubasi 10-14 hari, merupakan jangka waktu
dari mulai mendapat paparan sampai munculnya gejala klinis penyakit. Gejala pertama
penyakit adalah demam, lemas, anoreksia, disertai batuk, pilek, dan konjungtivitis. Gejala
berakhir 2 sampai 3 hari. Selama periode ini, pada mukosa pipi muncul lesi punctat kecil

26
Universitas Sumatera Utara

berwarna putih, yang merupakan tanda diagnostik dini penyakit campak yang disebut
Kopliks Spots. Koplik menemukan spot kecil dengan ukuran 1-3 mm berwarna merah
mengkilat, dan pada titik pusatnya berwarna putih kebiruan.
2.5. Vaksin Campak
Imunisasi campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dari galur hidup dengan
antigen tunggal yang dibiakkan dalam embrio ayam. Pada tahun 1963, telah dibuat dua
jenis vaksin campak, yaitu (Unicef dan Depkes. 2005)
a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe
Edmonston B).
b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan artinya virus campak
yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium.
2.5.1. Sifat-sifat Vaksin
Seperti virus campak, virus vaksin campak sangat stabil bila disimpan pada suhu
antara -70°C dan -20ºC. berdasarkan persyaratan WHO, paparan panas terhadap lyophilized
vaksin campak pada suhu 37°C selama satu minggu tidak boleh mengurangi geometric mean
titer (GMT) virus melebihi 1 log10. dosis minimum yang harus disuntikkan adalah 1000
unit infeksi. Kehilangan kemampuan vaksin untuk menyusun potensinya kembali sebanyak
50% bila berada pada suhu 20ºC selama 1 jam, dan seluruh potensinya akan hilang bila
berada pada suhu 37°C selama 1 jam. Vaksin sangat sensitif terhadap sinar matahari, oleh
karena itu ia harus disimpan dalam botol gelas yang berwarna. Disarankan untuk
menyimpan vaksin ditempat gelap dengan temperatur 2º-8°C dan harus digunakan dalam
waktu 6 jam, efek samping yang akan terjadi adalah demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Unicef dan Depkes. 2005).
2.6. Imunisasi
2.6.1. Definisi Imunisasi

27
Universitas Sumatera Utara

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Menurut BKKBN
yang dikutip Hanum Marimbi (2010) Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukan kuman atau produk kuman
yang sudah di lemahkan atau sudah di matikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit
penyakit tersebut di harapkan tubuh dapat menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh.
Imunisasi Dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang
berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi
terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis,
campak dan hepatitis B ( Maryunani , 2010).
2.6.2. Tujuan Imunisasi
Adapun Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :
1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu didunia.
2. Melindungi dan mencegah penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan
anak.
3. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbilitas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
5. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu
dari dunia seperti pada imunisasi cacar. ( Maryunani , 2010).
2.6.3. Pembagian Imunisasi

28
Universitas Sumatera Utara

Imunisasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah di
lemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri contohnya imunisasi polio, campak.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah zat anti yang didapat dari luar tubuh misalnya dengan
suntikan bahan atau serum yag mengandung zat anti dari ibu selama dalam
kandungan.pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui
suatu proses infeksi yang digununakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah
masuk dalam tubuh yang terinfeksi ( Maryunani, 2010).
2.6.4. Jenis - Jenis Imunisasi Dasar
Ada lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara lain :
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit tuberculosis dan Pemberian frekuensi pemberian imunisasi BCG
adalah 1 kali, tidak perlu di ulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi
yang di hasilkan tinggi terus.
a). Usia Pemberian
Pemberian imunisasi di anjurkan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada
umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan dilakukan tes mantoux
(tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis atau belum.
b). Tanda Keberhasilan Imunisasi

29
Universitas Sumatera Utara

Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas suntikan setelah
1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus
(luka), luka akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.
c). Efek samping imunisasi
Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher di bagian bawah biasanya, akan sembuh sendiri.
d). Kontra - indikasi imunisasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukan uji Mantoux positif.
2. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap beberapa penyakit yaitu: difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan
memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah di hilangkan sifat
racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid).
a). Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan
dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun.
Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian imunisasi
melalui suntikan intra muscular (i.m).
b). Efek Samping Imunisasi
Biasanya hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam, rewel, selama 1-2 hari,
kemerahan pembengkakan agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat suntikan yang akan
hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun
panas bayi.

30
Universitas Sumatera Utara

c). Kontra - indikasi Imunisasi
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai atau kelainan
saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang
betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam yang
mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi seperti penyakit asma.
3. Imunisasi Polio
Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat
mengakibatkan lumpuh kaki.
a). Pemberian imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan,mengingat adanya Pekan Imunisasi
Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk karena tidak ada istilah
overdosis dalam imunisasi.
b). Usia pemberian
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan berikutya pada usia 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan
vaksin DPT.
c). Cara pemberian imunisasi
Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral poliomyelitis vaccine/OPV).
Diluar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui suntikan disebut (inactivated
poliomyelitis vaccine/IPV).

d). Efek samping imunisasi

31
Universitas Sumatera Utara

Hanya sebagian kecil mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot, kasusnya pun
sangat jarang.
e). Kontra - indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam
tinggi (diatas 38 C). Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan
imunisasi polio demikian juga anak dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker, sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi
polio.
4. Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya
bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia
antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga membutuhkan antibodi tambahan lewat
pemberian vaksin campak.
a). Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali.
b). Usia pemberian imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya
sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit
campak umumnya menyerang anak usia balita, jika sampai usia 12 bulan anak harus di
imunisasi campak MMR (Measles Mumps Rubella).

c). Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan.
d). Efek samping imunisasi

32
Universitas Sumatera Utara

Biasanya tidak terjadi reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam ringan dan
terdapat efek keerahan / bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke 7-8 setelah
penyuntikan kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.
e). Kontra - indikasi imunisasi
Kontra-indikasi pemberian imunisasi campak pada anak yaitu penyakit akut yang
disertai demam, penyakit gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi
berat, penyakit keganasan, kerentanan tinggi dengan protein telur, kanamisin dan eritromisin
(antibiotik)
5. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B
yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh (Marimba,
2010)
a). Pemberian imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.
b). Usia pemberian imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir dengan keadaan kondisi bayi dalam keadaan
baik, tidak ada gangguan dalam paru-paru dan jantung dilanjutkan pada saat bayi berusia 1
bulan, dan usia antara 3-6 bulan.

c). Cara Pemberian imunisasi
Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan daerah bokong tidak
dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
d). Efek samping imunisasi

33
Universitas Sumatera Utara

Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang yaitu berupa keluhan nyeri pada
tepat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan
menghilang dalam waktu 2 hari.
f). Tanda keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat di jadikan patokan, tetapi dapat dilakukan
pengukuran keberhasilah melalui pemeriksaan darah dengan memeriksa kadar hepatitis Bnya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun,
diatas 500 tahan lima tahun, diatas 200 tahan 3 tahun tetapi bila angkanya diatas 100, maka
dalam setahun akan hilang sementara bila angka nol berarti bayi harus disuntik ulang tiga
kali lagi. ( Maryunani , 2010).
2.6.5 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi secara lengkap.
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi secara lengkap adalah tuberculosis,
difteri, pertusis tetanus, polio, campak dan hepatitis B.
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis yang di singkat TBC atau TB adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis. Pada anak penyakit ini sukar dikenal, biasanya keluhan
yang sering didapat hanya nafsu makan yang menurun sehingga berat badan sukar naik
(menurun). Pada umunnya organ yang di serang adalah paru-paru, akan tetapi dapat juga
menyerang hampir semua organ tubuh. Penularan melalui pernapasan, percikan ludah waktu
batuk, bersin, melalui udara yang mengandung kuman TBC dan pada anak-anak sumber
infeksi umunya berasal dari penderita TBC dewasa (Marimbi, 2010).
2. Difteri
Penyakit

difteri

adalah

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

bakteri

corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian
atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel (toksil) dan terlihat selaput

34
Universitas Sumatera Utara

putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas, penularan
umumnya melalui udara.
3. Pertusis
Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk seratus hari adalah
penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Gejalanya khas
menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah batuk di akhiri
dengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi
memalui udara (batuk/bersin) ( Marimbi, 2010)
4. Tetanus
Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi system
urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (trimus
atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot
leher, bahu atau punggung, kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas
dan paha (Marimbi, 2010).

5. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena agen
penyebab infeksi, yaitu virus hepatitis B infeksi virus pada hati yang terletak dibagian perut
kanan mempunyai gejala tidak spesifik karena tidak selalu terdapat kuning, kadang-kadang
hanya terasa mual, lesu atau demam seperti penyakit flu biasa. Hepatitis B pada anak yang
biasanya tanpa gejala atau ringan saja seperti cepat lelah kurang nafsu makan dan perasaan
tidak enak di perut kemudian baru timbul kuning, walaupun demikian, infeksi pada anak
mempunyai resiko menjadi kronis, terutama bila infeksi terjadi pada saat didalam

35
Universitas Sumatera Utara

kandungan. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang
terinfeksi bisa juga di tularkan dari ibu ke bayi. ( Maryunani, 2010)
6. Polio
Penyakit polio adalah penyakit menular yang sangat berbahaya yang menyerang
syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan total hanya dalam hitungan jam. Gejala awal
penyakit penyakit polio adalah, demam, rasa lelah, pusing, muntah, kekakuan dileher dan
rasa ngilu di bagian tungkai.Penyakit ini disebabkan oleh virus polio menyebar melalui tinja
orang yang terinfeksi, penyakit ini belum ada obatnya.
7. Campak
Penyakit campak (dikenal juga sebagai penyakit rubella, campak sembilan hari,
measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam,
batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruang kulit 3-5 hari
setelah anak menderita demam, bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga kemudian
menjalar kemuka, dan angota tubuh lainnya. Penyakit ini di sebabkan karena infeksi virus
campak golongan Paramyxovirus. Penularan melalui udara atau kontak langsung dengan
penderita.
2.7. Kerangka Teori
Seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu
positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori
perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku
tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga
komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan
menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2009).
Menurut Green dalam menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku

36
Universitas Sumatera Utara

(behaviour causer) dan faktor d