Analisis kebutuhan modal bagi pembiayaan umkm Pada sektor industri rumah tangga Di kota medan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun
metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah
suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik,
faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi
tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode
survei pada umumnya menggunakan instrumen kuisioner (quesionnaire) yang
diisi oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode
tertentu (Sinulingga, 2011).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.
3.3 Batasan Operasional
Penelitian ini dibatasi oleh beberapa aspek sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam memahami dan menganalisis permasalahan yang ada. Aspek-aspek yang
dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pola pembiayaan
2. Manajerial

Universitas Sumatera Utara

Kedua aspek diatas yang hanya akan dibahas dalam penelitian ini. Hal ini
dikarenakan kedua aspek ini merupakan hal yang paling penting dalam
pengembangan UMKM.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahan pemahaman
dalam menafsirkan istilah yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini,
variabel-variabel yang menjadi objek penelitian dapat didefiniskan sebagai
berikut:
1. Pola pembiayaan adalah pola pembiayaan yang dilakukan oleh UMKM
dalam upaya untuk mendanai usaha mereka baik dari modal usaha sendiri,
kredit bank ataupun pinjaman dari non bank. Dalam penelitian ini, skim
pembiayaan yang akan dibahas yaitu:
a. Modal usaha merupakan sumber pembiayaan yang digunakan
pengusaha dalam menjalankan usahanya. Modal usaha yang dimaksud
dalam penelitian ini apakah berasal dari dana sendiri, pinjaman

keluarga, pinjaman teman, kredit bank, pinjaman mitra usaha ataupun
koperasi.
b. Asset merupakan keseluruhan material yang dimiliki usaha tersebut
dan dinilai dalam bentuk dana.
c. Omset merupakan jumlah uang hasil penjualan yang didapat
pengusaha. Dalam hal ini, omset yang didapat dihitung per hari.
d. Laba merupakan jumlah uang hasil penjualan yang didapat pengusaha
kemudian dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan untuk

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan barang. Dalam hal ini, laba yang didapat dihitung per
hari.
2. Aspek manajerial yang dibahas pada penelitian ini berupa:
a. Pola pemasaran merupakan sistem yang digunakan pengusaha untuk
mempromosikan

dan

mendistribusikan


produknya

baik

secara

langsung kepada konsumen, melalui agen, menggunakan salesman,
melalui pameran ataupun internet.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala kategori (category scale).
Skala ini digunakan untuk mendapatkan jawaban tunggal dari multiple item atas
jawaban yang tersedia bagi responden untuk dipilih sesuai dengan keadaannya
(Sinulingga, 2011).
Pada penelitian ini, setiap responden diharuskan memilih salah satu dari
beberapa kategori jawaban yang ada sesuai keadaan yang terjadi sehingga
nantinya jawaban-jawaban dari para responden akan disimpulkan untuk
memperoleh hasil keseluruhan dari penelitian ini.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini merupakan seluruh pelaku usaha

mikro kecil dan menengah (UMKM) yang termasuk kategori sektor industri
rumah tangga di Kota Medan. Penentuan sampel dilakukan secara purposive
sampling dengan menetapkan secara sengaja lokasi penelitian dan responden yang
diteliti. Sesuai dengan judul penelitian, fokus penelitian adalah kelompok pelaku
usaha sektor industri rumah tangga di Kota Medan. Responden yang dijadikan
sampel berjumlah 50 orang responden.

Universitas Sumatera Utara

3.7 Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan oleh peneliti
dengan cara langsung dari sumbernya. Untuk memperoleh data primer,
peneliti wajib mengumpulkannya secara langsung. Cara yang bisa digunakan
peneliti untuk mencari data primer yaitu observasi, diskusi terfokus,
wawancara serta penyebaran kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
buku literatur, internet, jurnal, serta bacaan lain yang berhubungan dengan
penelitian yang digunakan sebagai data penunjang.

3.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu :
1. Kuisioner
Kuisioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis
pula oleh responden. Dalam hal ini yang menjadi repondennya adalah
pengusaha di sektor industri rumah tangga di Kota Medan.
2. Studi Kepustakaan
Teknik

studi

kepustakaan

merupakan

cara yang

dilakukan


untuk

mengumpulkan data dan informasi melalui berbagai literatur yang
berhubungan dengan penelitian ini. Data dan informasi dapat diperoleh
melalui buku-buku, internet, jurnal, tesis dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

3.9 Teknik Analisis Data
Teknik

analisis

data

yang

digunakan

dalam


penelitian

ini

menggunakananalisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif bertujuan
untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang sedang
terjadi saat penelitian berjalan. Setelah data-data yang diperoleh dari para
responden dimasukkan ke dalam computer dalam bentuk coding, maka data
tersebut dioleh dengan menggunakan SPSS 20. Hasil output SPSS tersebut,
kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat analisis statistika seperti
yang diuraikan dibawah ini.
Tabel 3.1
Teknik Analisis Data yang Digunakan
Tujuan
1. Mengetahui

jumlah

modal


Alat Analisis
yang

dibutuhkan Analisis Crosstab

pengusaha pada sektor industri rumah tangga di
Kota Medan
2. Mengetahui pola pengelolaan usaha dari segi aspek Analisis Deskriptif
manajerial UMKM pada sektor industri rumah
tangga di Kota Medan

1. Analisis Crosstab
Analisis crosstab (cross tabulation) menggunakan uji statistik untuk
mengidentifikasikan dan mengetahui korelasi antar dua variabel. Dimana
apabila

terdapat

hubungan


antar

keduanya,

maka

terdapat

tingkat

ketergantungan yang saling mempengaruhi yaitu perubahan variabel yang satu
ikut mempengaruhi perubahan pada variabel lain. Hipotesis awal yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan pada tahap perhitungan crosstab adalah adanya keterkaitan antara
variabel baris dan kolom.
Dalam penelitian ini, analisis crosstab yang juga disebut tabulasi silang
dilakukan untuk mengetahui modal yang dibutuhkan pengusaha pada sektor

industri rumah tangga di Kota Medan. Analisis crosstab akan dilakukan
dengan bantuan software SPSS 20untuk memudahkan dalam menganalisa data
yang didapatkan dari lapangan
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab permasalahan yang kedua
yaitu untuk mengetahui pola pengelolaan usaha dari segi aspek manajerial
UMKM pada sektor industri rumah tangga.
Analisis ini akan dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul. Data yang analisis berupa jawaban-jawaban
kuisioner dari para responden yaitu pelaku sektor industri rumah tangga di
Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Medan

Kota Medan adalah daerah tingkat II yang berstatus kotamadya sebagai

ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan yang memiliki luas 265,10
km2atau 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara ini memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pusat perekonomian daerah dan
regional yang penting serta utama di Pulau Sumatera. Dengan potensi yang
dimiliki maka pemerintah berupaya untuk menciptakan daya tarik pusat kota dan
mendorong pengembangan dunia usaha. Perkembangan dunia usaha sangat
dipengaruhi oleh iklim dan daya saing investasi. Sebagian besar jumlah usaha
berada pada kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hanya 0,2%
pengusaha yang berada pada kelompok usaha besar. Namun jumlah kontribusi
usaha mikro, kecil dan menengah tidak sebanding dengan kontribusinya.
Kontribusi UMKM serta koperasi terhadap PDRB sebesar 39,8% sedangkan
usaha besar mencapai 60,2%.
Usaha mikro, kecil dan menengah yang sangat banyak seharusnya mampu
memberikan kontribusi terhadap PDRB yang lebih besar sehingga jumlah usaha
dan kontribusinya dapat sejalan. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam
mengembangkan usaha tertutama dari modal yang dimilikinya sendiri. Usaha
mikro dan kecil sangat minim modal dibandingkan dengan usaha besar sehingga
tidak heran jika kontribusinya terhadap PDRB juga sangat rendah. Selain itu juga,
para pelaku usaha memiliki kemampuan manajerial yang terbatas yang
dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan yang mereka miliki. Kebanyakan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang memiliki pendidikan dan dana yang minim untuk melanjutkan
pendidikan lebih memilih membuka usaha. Namun hal ini tidak dibarengi dengan
kemampuan mereka dalam mengelola sebuah usaha. Mereka hanya menjalankan
dengan seadanya saja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Namun, peningkatan jumlah usaha di Kota Medan semakin hari
mengalami peningkatan. Jika tidak dikelola dengan baik maka peran dan
kontribusinya terhadap peningkatan PDRB akan terus mengalami penurunan.
Tabel 4.1
Perkembangan UMKM tahun 2010

No

Uraian

1
2

Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha
Menengah

3

Perdagangan Industri

Aneka
Usaha

Jumlah

%

16.881

7.540

211.140
6.526

211.140
30.947

86,92
12.74

318

270

215

803

0,34

242.890

100

Jumlah
Sumber : BPS Kota Medan

Berdasarkan tabel diatas, jumlah UMKM tahun 2010 sebanyak 242.890
yang didominasi oleh usaha mikro. Usaha mikro ini memiliki pekerja 1-4 orang
tenaga kerja dan usaha kecil memiliki 5-19 orang tenaga kerja sedangkan usaha
menengah 20-99 orang tenaga kerja. Kita dapat dengan mudah melihat banyaknya
usaha mikro disekitar kita seperti rumah makan, penjual gorengan, pedagang
asongan, pedagang kaki lima, dll. Banyaknya usaha-usaha ini juga menandakan
kebebasan berusaha di Kota Medan. Selain itu juga para pelaku usaha ini
kebanyakan belum terdaftar pada Dinas Koperasi dan UMKM sehingga kontribusi
mereka terhadap PDRB belum ada. Oleh karena itu, pengaruh pemerintah dan

Universitas Sumatera Utara

lembaga-lembaga terkait seperti perbankan juga berperan dalam peningkatan dan
pengembangan kinerja UMKM ini.
4.2

Gambaran Umum Responden
Keseluruhan pengusaha yang menjadi responden dalam penelitian ini

adalah 50 pengusaha dari sektor industri rumah tangga yang menetap di Kota
Medan. Aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat seperti
berikut:
4.2.1

Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner pada penelitian ini diketahui bahwa

secara umum umur responden berkisar antara 19-67 tahun. Sebagian besar berada
dalam umur 20 hingga 50 tahun yang berjumlah sebanyak 27 orang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Medan
No.

Umur (tahun)

Jumlah

Persen (%)

1.

60

4

8,0

50

100,0

Total
Sumber : Data Primer diolah

4.2.2

Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil tabulasi kuisioner berdasarkan jenis kelamin menunjukkan

bahwa 66% pelaku usaha sektor industri rumah tangga atau sekitar 33 orang
merupakan laki-laki. Hal ini dianggap wajar karena pria merupakan tulang
punggung keluarga. Sedangkan 34% atau sekitar 17 orang merupakan perempuan

Universitas Sumatera Utara

yang pada umumnya menjalankan usaha dengan motif menambah pendapatan
bagi keluarga saja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

4.2.3

Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Dari hasil tabulasi kuisioner berdasarkan jenis kelamin menunjukkan

bahwa tingkat pendidikan yang dominan menjadi responden adalah tamat SMA
atau sederajat sebanyak 30 orang atau sekitar 60%, sementara yang paling sedikit
adalah tidak tamat SD sebanyak 1 orang atau sekitar 2%. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.
Gambar 4.2
Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

4.2.4

Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Pada umumnya, seluruh responden yang menjalankan usaha ini memiliki

jumlah tenaga kerja 0-5 orang 37 orang. Berdasarkan skala usaha menurut definisi
BPS, maka kelompok ini diklasifikasikan ke dalam kelompok usaha mikro.
Sedangkan usaha kecil yang memiliki karyawan 5-19 orang berjumlah 12 orang.
Sedangkan yang tidak memakai tenaga kerja berjumlah 1 orang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja di Kota Medan
No.

Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah

Persen (%)

1.

0 orang

1

2,0

2.

1-4 orang

37

74,0

3.

5-19 orang

12

24,0

50

100,0

Total
Sumber: Data Primer diolah

4.2.5

Komposisi Responden Berdasarkan Lama Usaha
Kesulitan dalam mencari pekerjaan membuat masyarakat berpikir untuk

masuk dunia usaha. Sebagian besar dari rseponden dalam penelitian ini sebanyak
60% masih relatif baru menjalankan usahanya yaitu sekitar 0-5 tahun. Sisanya
sebanyak 22% antara 6-10 tahun dan hanya 10% yang sudah lebih dari 20 tahun
dalam menjalankan usahanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4
berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4
Komposisi Responden Berdasarkan Lama Usaha di Kota Medan
No.

Lama Usaha

Jumlah

Persen (%)

1.

0-5 tahun

30

60,0

2.

6-10 tahun

11

22,0

3.

11-15 tahun

2

4,0

4.

16-20 tahun

2

4,0

5.

>20 tahun

5

10,0

50

100,0

Total
Sumber : Data Primer diolah

4.3

Analisis Crosstab
Analisis ini digunakan untuk melihat crosstab (tabulasi silang) yang

rasional dan signifikansi dari beberapa variabel penelitian.
4.3.1

Tenaga Kerja – Kebutuhan Modal
Tabel 4.5 dan 4.6 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji crosstab

dan uji chi-square antara tenaga kerja dan modal yang dibutuhkan pengusaha.
Analisa akan dijelaskan setelah tabel output.
Tabel 4.5
Crosstab Tenaga Kerja – Kebutuhan Modal
Kebutuhan
Modal
Tenaga
Kerja
0-5 orang
6-10 orang
11-15 orang

Rp.
1,015 juta

Rp.
5,0110 juta

Rp.
10,0120 juta

Rp.
20,0150 juta

Rp.
50,01100
juta

Rp.
100,01200
juta

0
1
1

0
8
1

1
6
3

0
7
3

0
9
1

0
6
3

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.5 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
jumlah tenaga kerja 0-5 orang membutuhkan modal antara Rp. 10,01 juta - Rp. 20
juta sebanyak 1 responden, untuk tenaga kerja 6-10 orang membutuhkan modal

Universitas Sumatera Utara

antara Rp. 1,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 37 responden, dan untuk tenaga kerja
11-15 orang membutuhkan modal antaraRp. 1,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 12
responden.
Tabel 4.6
Chi-SquareTenaga Kerja – Kebutuhan Modal

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

Df

7,753a
7,170
,074
50

10
10
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,653
,709
,786

a. 13 cells (72,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 7,753
sedangkan Chi-Square tabel adalah 18.307 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan antara tenaga kerja dengan kebutuhan modal.
4.3.2

Asset Usaha – Kebutuhan Modal
Tabel 4.7 dan 4.8 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji crosstab

dan uji chi-square antara asset usaha dan modal yang dibutuhkan pengusaha.
Analisa akan dijelaskan setelah tabel output.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7
Crosstab Asset Usaha – Kebutuhan Modal
Kebutuhan
Modal

Rp.
1,015 juta

Rp.
5,0110 juta

Rp.
10,0120 juta

Rp.
20,0150 juta

Rp.
50,01100
juta

Rp.
100,01200
juta

< Rp.1 juta
Rp. 1,01 - 5 juta
Rp. 5,01 - 10 juta
Rp. 10,01 - 30 juta
Rp. 30,01 - 50 juta

0
1
0
1
0

3
2
1
2
1

1
4
1
2
0

0
3
3
1
1

0
2
0
4
1

2
1
0
2
2

> Rp. 50 juta

0

0

2

2

3

2

Asset
Usaha

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.7menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
jumlah asset usaha Rp. 50 juta membutuhkan
modal antara Rp. 10,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 9 responden.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.8
Chi-Square Asset Usaha – Kebutuhan Modal
Df

23,201a
27,881
4,168
50

25
25
1

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

Asymp. Sig.
(2-sided)
,566
,313
,041

a. 36 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 23,201
sedangkan Chi-Square tabel adalah 37,652 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan antara asset usaha dengan kebutuhan modal.
4.3.3

Lama Usaha – Kebutuhan Modal
Tabel 4.9 dan 4.10 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji crosstab

dan uji chi-square antara lama usaha dan modal yang dibutuhkan pengusaha.
Analisa akan dijelaskan setelah tabel output.
Tabel 4.9
Crosstab Lama Usaha – Kebutuhan Modal
Kebutuhan
Modal
Lama
Usaha
0-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun
>20 tahun

Rp.
1,015 juta

Rp.
5,0110 juta

Rp.
10,0120 juta

Rp.
20,050
juta

Rp.
50,01100
juta

Rp.
100,01200
juta

2
0
0
0
0

8
0
0
0
1

6
3
0
0
1

3
4
0
2
1

5
2
1
0
2

6
2
1
0
0

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.9menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
usaha dengan waktu lama usaha 0-5 tahun membutuhkan modal antara Rp. 1,01
juta - Rp. 200 juta sebanyak 30 responden.Untuk usaha dengan waktu lama usaha

Universitas Sumatera Utara

6-10 tahun membutuhkan modal antara Rp. 10,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 11
responden. Untuk usaha dengan waktu lama usaha 11-15 tahun membutuhkan
modal antara Rp. 50,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 2 responden. Untuk usaha
dengan waktu lama usaha 16-20 tahun membutuhkan modal antara Rp. 20,01 juta
- Rp. 50 juta sebanyak 2 responden, dan untuk usaha dengan waktu lama usaha >
20 tahun membutuhkan modal antara Rp. 5,01 juta - Rp. 100 juta sebanyak 5
responden.
Tabel 4.10
Chi-SquareLama Usaha – Kebutuhan Modal

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

Df

21,109a
23,214
,529
50

20
20
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,391
,278
,467

a. 25 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,08.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 21,109
sedangkan Chi-Square tabel adalah 31,410 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan antara lama usaha dengan kebutuhan modal.
4.3.4

Omset Usaha – Kebutuhan Modal
Tabel 4.11 dan 4.12 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji

crosstab dan uji chi-square antara omset usaha per hari yang didapat perusahaan
dan modal yang dibutuhkan pengusaha. Analisa akan dijelaskan setelah tabel
output.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.11
Crosstab Omset Usaha – Kebutuhan Modal
Kebutuhan
Modal
Omset
Usaha
< Rp. 50.000
Rp. 50.000 - Rp. 100.000
Rp. 100.001 – Rp. 300.000
Rp. 300.001 – Rp. 500.000
Rp. 500.001 - Rp. 1 juta
> Rp. 1 juta

Rp.
1,015 juta

Rp.
5,0110
juta

0
0
0
0
1
1

0
0
3
1
3
2

Rp.
Rp.
10,01- 20,0120
50
juta
juta
1
0
0
5
1
3

0
1
2
1
3
3

Rp.
50,01100
juta

Rp.
100,01200
juta

0
1
0
3
2
4

0
0
0
1
4
4

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.11menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
usaha dengan omset usaha per hari < Rp. 50.000 membutuhkan modal antara Rp.
10,01 juta - Rp. 20 juta sebanyak 1 responden. Untuk usaha dengan omset usaha
per hari Rp. 50.000 - Rp. 100.000 membutuhkan modal antara Rp. 20,01 juta Rp. 100 juta sebanyak 2 responden. Untuk usaha dengan omset usaha per hari Rp.
100.001 - Rp. 300.000 membutuhkan modal antara Rp. 5,01 juta - Rp. 10 juta
sebanyak 3 responden. Namun ada juga responden yang membutuhkan modal Rp.
20,01 juta - Rp. 50 juta yaitu sebanyak 2 responden. Untuk usaha dengan omset
usaha per hari Rp. 300.001 - Rp. 500.000 membutuhkan modal antara Rp. 5,01
juta - Rp. 200 juta sebanyak 11 responden dan untuk usaha dengan omset usaha
per hari Rp. 500.001 - Rp. 1 juta membutuhkan modal mulai dariRp. 1,01 juta Rp. 200 juta sebanyak 14 responden sedangkan untuk usaha dengan omset usaha
per hari > Rp. 1 juta membutuhkan mulai dariRp. 1,01 juta - Rp. 200 juta
sebanyak 17 responden.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.12
Chi-SquareOmset Usaha – Kebutuhan Modal

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

df

25,632a
26,564
1,348
50

25
25
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,427
,378
,246

a. 36 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 25,632
sedangkan Chi-Square tabel adalah 37,652 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan antara omset usaha dengan kebutuhan modal.
4.3.5

Kemampuan Membayar Cicilan– Kebutuhan Modal
Tabel 4.13 dan 4.14 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji

crosstab dan uji chi-square antara kemampuan membayar cicilan dan modal
untuk pengembangan usaha. Analisa akan dijelaskan setelah tabel output.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.13
Crosstab Kemampuan Membayar Cicilan– Kebutuhan Modal
Kebutuhan
Rp.
Modal
1,01Kemampuan
5 juta
Membayar Cicilan
Rp. 100.000 –
2
Rp. 200.000
Rp. 200.000 –
0
Rp. 300.000
Rp. 300.000 –
0
Rp. 500.000
Rp. 500.000 –
0
Rp. 800.000
Rp. 800.000 –
0
Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000 –
0
Rp. 2.000.000
Lainnya
0

Rp.
Rp.
20,01- 50,0150
100
juta
juta

Rp.
100,01200
juta

Rp.
5,0110 juta

Rp.
10,0120 juta

0

2

0

0

0

0

0

0

0

1

9

4

0

1

0

0

2

0

1

0

0

2

4

1

0

0

0

4

6

4

0

0

2

1

4

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.13menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Dengan
kemampuan membayar cicilan Rp. 100.000 - Rp. 200.000, perusahaanhanya
mampu memenuhi kebutuhan modalnya antara Rp. 1,01 juta - Rp. 20 juta
sebanyak 4 responden. Dengan kemampuan membayar cicilan Rp. 200.000 - Rp.
300.000, perusahaanmampu memenuhi kebutuhan modalnya antara Rp. 100,01
juta - Rp. 200 juta sebanyak 1 responden. Dengan kemampuan membayar cicilan
Rp. 300.000 - Rp. 500.000, perusahaanmampu memenuhi kebutuhan modalnya
antara Rp. 5,01 juta - Rp. 100 juta sebanyak 14 responden. Dengan kemampuan
membayar cicilan Rp. 500.000 - Rp. 800.000, perusahaanmampu memenuhi
kebutuhan modalnya antara Rp. 10,01 juta - Rp. 100 juta sebanyak 3 responden.
Dengan kemampuan membayar cicilan Rp. 800.000 - Rp. 1.000.000,
perusahaanmampu memenuhi kebutuhan modalnya antara Rp. 10,01 juta - Rp.
100 juta sebanyak 7 responden, dan dengan kemampuan membayar cicilan Rp.

Universitas Sumatera Utara

1.000.000 -Rp. 2.000.000, perusahaanmampu memenuhi kebutuhan modalnya
antara Rp. 20,01 juta - Rp. 200 juta sebanyak 14 responden, sedangkan 7
responden mampu membayar cicilan diatas Rp. 2.000.000 dengan pinjaman
modal sebesar Rp. 20,01 - Rp. 200 juta.
Tabel 4.14
Chi-SquareKemampuan Membayar Cicilan– Kebutuhan Modal

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

df

88,294a
81,586
26,400
50

30
30
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,000
,000
,000

a. 42 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 88,294
sedangkan Chi-Square tabel adalah 43,772 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Ho diterima
yang berarti tidak ada hubungan antara kemampuan membayar cicilan dengan
kebutuhan modal.
4.3.6

Kemampuan Membayar Cicilan – Asset Usaha
Tabel 4.15 dan 4.16 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji

crosstab dan uji chi-square antara kemampuan membayar cicilan dan asset usaha.
Analisa akan dijelaskan setelah tabel output.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.15
Crosstab Kemampuan Membayar Cicilan – Asset Usaha
Asset
Usaha
Kemampuan
Membayar
Cicilan
Rp. 100.000200.000
Rp. 200.000300.000
Rp. 300.000500.000
Rp. 500.000800.000
Rp. 800.0001.000.000
Rp. 1.000.0002.000.000
Lainnya

< Rp.1
juta

Rp.
Rp. 5,011,01-5
10 juta
juta

Rp.
10,0130 juta

Rp.
30,01-50
juta

> Rp. 50
juta

0

2

1

1

0

0

0

1

0

0

0

0

4

5

1

3

1

0

0

0

0

2

0

1

0

3

2

1

0

1

0

2

1

5

2

4

2

0

0

0

2

3

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.15menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
kemampuan membayar cicilan Rp. 100.000 - Rp. 200.000 sebanyak 4 responden
memiliki asset usaha Rp. 1,01 - Rp. 30 juta. Untuk kemampuan membayar cicilan
Rp. 200.000 – Rp. 300.000 sebanyak 1 responden memiliki asset usaha Rp. 1,01 Rp. 5 juta. Untuk kemampuan membayar cicilan Rp. 300.000 - Rp. 500.000
sebanyak 14 responden memiliki asset usaha < Rp. 1 - Rp. 50 juta. Untuk
kemampuan membayar cicilan Rp. 500.000 - Rp. 800.000 sebanyak 2 responden
memiliki asset usaha Rp. 10,01 - Rp. 30 juta namun ada 1 responden yang
memiliki asset usaha > Rp. 50 juta. Untuk kemampuan membayar cicilan Rp.
800.000 - Rp. 1.000.000 sebanyak 6 responden memiliki asset usaha Rp. 1,01 Rp. 30 juta namun ada 1 responden yang memiliki asset usaha > Rp. 50 juta.
Untuk kemampuan membayar cicilan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 sebanyak 14

Universitas Sumatera Utara

responden memiliki asset usaha Rp. 1,01 sampai lebih besar dari Rp. 50 juta.
Untuk kemampuan membayar cicilan > Rp. 2.000.000 sebanyak 2 responden
memiliki asset usaha < Rp. 1 juta namun ada 5 responden yang memiliki asset
usaha Rp. 30,01 sampai lebih besar dari Rp. 50 juta.
Tabel 4.16
Chi-SquareKemampuan Membayar Cicilan – Asset Usaha

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

Df

37,268a
45,234
9,255
50

30
30
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,169
,037
,002

a. 42 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 37,268
sedangkan Chi-Square tabel adalah 43,772 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Hoditerima
yang berarti tidak ada hubungan antara kemampuan membayar cicilan dengan
asset usaha.
4.3.7

Kemampuan Membayar Cicilan – Omset Usaha
Tabel 4.17 dan 4.18 dibawah menjelaskan hasil pengolahan dari uji crosstab

dan uji chi-square antara kemampuan membayar cicilan danomset usaha. Analisa
akan dijelaskan setelah tabel output.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.17
Crosstab Kemampuan Membayar Cicilan – Omset Usaha
Omset
Usaha
Kemampuan
Membayar
Cicilan
Rp. 100.000 –
Rp. 200.000
Rp. 200.000 –
Rp. 300.000
Rp. 300.000 –
Rp. 500.000
Rp. 500.000 –
Rp. 800.000
Rp. 800.000 –
Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000 –
Rp. 2.000.000
Lainnya

< Rp.
50.000

Rp.
50.000100.000

Rp.
100.001300.000

Rp.
300.001500.000

Rp.
500.0011 juta

> Rp. 1
juta

1

0

0

1

1

1

0

0

0

0

1

0

0

1

3

4

3

3

0

0

0

0

1

2

0

1

1

2

1

2

0

0

1

4

3

6

0

0

0

0

4

3

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.17menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk
kemampuan membayar cicilan Rp. 100.000 - Rp. 200.000 sebanyak 1 responden
memiliki omset usaha sebesar < Rp. 50.000 per hari namun ada 3 responden yang
memiliki omset usaha sebesar Rp. 300.001 sampai lebih besar dari Rp. 1 juta per
hari. Untuk kemampuan membayar cicilan Rp. 200.000 - Rp. 300.000 sebanyak 1
responden memiliki omset usaha Rp.500.001 - Rp 1 juta. Untuk kemampuan
membayar cicilan Rp. 300.000 - Rp. 500.000 sebanyak 14 responden memiliki
omset usaha Rp.50.001sampai lebih besar dari Rp. 1 juta per hari. Untuk
kemampuan membayar cicilan Rp. 500.000 - Rp. 800.000 sebanyak 3 responden
memiliki omset usaha Rp.500.001sampai lebih besar dari Rp. 1 juta per hari.
Untuk kemampuan membayar cicilan Rp. 800.000 - Rp. 1.000.000 sebanyak 7
responden memiliki omset usaha Rp.500.001sampai lebih besar dari Rp. 1 juta per

Universitas Sumatera Utara

hari. Untuk kemampuan membayar cicilan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000
sebanyak 14 responden memiliki omset usaha Rp.100.001sampai lebih besar dari
Rp. 1 juta per hari. Untuk kemampuan membayar cicilan > Rp. 2.000.000
sebanyak 7 responden memiliki omset usaha Rp.500.001sampai lebih besar dari
Rp. 1 juta per hari.
Tabel 4.18
Chi-SquareKemampuan Membayar Cicilan – Omset Usaha

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

Df

29,045a
25,452
4,373
50

30
30
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,515
,703
,037

a. 42 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa Chi-Square hitung adalah 29,045
sedangkan Chi-Square tabel adalah 43,772 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Chi-Square hitung lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka Hoditerima
yang berarti tidak ada hubungan antara kemampuan membayar cicilan dengan
omset usaha.
4.4

Pengelolaan Usaha dari Segi Aspek Manajerial
Para pengusaha sektor industri rumah tangga yang menjadi responden

memiliki dasar dalam menjalankan usahanya bukan hanya sekedar usaha uji coba.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.19
Komposisi Responden Berdasarkan Motivasi Menjalankan Usaha
No.

Motivasi

Jumlah

Persen (%)

1.

Keinginan berwirausaha

39

78,0

2.

Sebagai usaha sampingan

5

10,0

3.

Sulit mencari pekerjaan

5

10,0

4.

Lainnya

1

2,0

50

100,0

Total
Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.21 diatas, 78% dari jumlah responden menjalankan
usahanya dikarenakan keinginan berwirausaha dan hanya 10% yang memilih
sebagai usaha sampingan ataupun karena sulit mencari pekerjaan. Sedangkan
yang menjawab lainnya sebanyak 2% yaitu karena alasan ingin meningkatkan
pendapatannya. Sebagian besar pelaku usaha juga memilih jenis usahanya
berdasarkan pengalaman yang mereka miliki. Lima tahun bukan waktu yang
singkat dalam menjalankan usaha. Kesulitan dalam mendapatkan izin usaha
menjadi sebuah hambatan untuk usaha ini berkembang.
Tabel 4.20
Komposisi Responden Berdasarkan Izin Usaha
No.
1.
2.
3.
4.

Izin Usaha
TDP
SIUP
NPWP
Lainnya
Total

Jumlah
1
7
3
39
50

Persen (%)
2,0
14,0
6,0
78,0
100,0

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.22 diatas, masih sedikit sektor industri rumah tangga
yang memiliki izin usaha. Usaha yang memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
hanya 1 usaha saja, sedangkan yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) berjumlah 7 usaha dan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak hanya 3

Universitas Sumatera Utara

usaha. Sekitar 78% atau 39 usaha belum memiliki izin usaha. Sebagian besar
usaha tidak memiliki usaha disebabkan karena sulitnya mengurus izin usaha dan
besarnya biaya yang dikeluarkan. Tentunya jika mereka memiliki izin usaha,
mereka akan dikenakan pajak dan hal ini akan menambah cost bagi mereka. Pola
pembiayaan mereka juga harus diatur sedemikian rupa agar mereka tidak merugi.
Namun pada hasil penelitian yang dilakukan, hanya sebagian kecil pengusaha
yang membuat laporan keuangan perusahaan mereka.
Tabel 4.21
Komposisi Responden Berdasarkan Laporan Keuangan
No.

Laporan Keuangan

Jumlah

Persen (%)

1.

Ada

18

36,0

2.

Tidak Ada

32

64,0

50

100,0

Total
Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.23 diatas, perusahaan yang tidak memiliki izin usaha
lebih besar daripada yang memiliki izin. Sekitar 64% usaha tidak membuat
laporan keuangan mereka. Mereka merasa tidak terlalu penting membuat laporan
keuangan. Padahal dari laporan keuangan inilah, kita dapat meningkatkan
produktivitas kinerja usaha kita dengan cara melihat perkembangan keuangan
setiap produksi. Pola pemasaran juga mempengaruhi seberapa jauh perusahaan
berkembang.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.22
Komposisi Responden Berdasarkan Pola Pemasaran
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Pola Pemasaran
Dipasarkan langsung ke
konsumen
Dipasarkan lewat agen
Menggunakan salesmen
Pameran
Melalui Internet
Total

Jumlah
36

Persen (%)
72,0

2
7
0
5
50

4,0
14,0
0
10,0
100,0

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.24, pola pemasaran yang dilakukan para pengusaha
sektor industri rumah tangga yang diteliti sebanyak 72% dari total responden
masih dipasarkan langsung ke konsumen. Sedangkan yang menggunakan agen
hanya 4% dari total responden. Hal ini disebabkan karena menggunakan agen
harus membagi keuntungan penjualan lagi. Pengusaha belum tentu bisa
mendapatkan keuntungan 100% jika dibandingkan dengan menggunakan pola
pemasaran langsung ke konsumen. Begitu juga dengan menggunakan salesmen.
Namun, perusahaan yang menggunakan salesman lebih banyak daripada yang
menggunakan agen yaitu sebanyak 14%. Sisanya sebanyak 5% pengusaha
memasarkan produknya melalui internet. Pola ini sebenarnya merupakan pola
pemasaran yang lebih efisien dibandingkan dengan pola lainnya sebab hanya
membutuhkan biaya yang relatif sedikit dan keuntungannya semua orang yang
memiliki jaringan internet dapat mengetahui produk yang kita jual. Namun
berdasarkan kuesioner yang dibuat, ada satu pola lagi yang tidak dipilih oleh
responden yaitu pameran. Seluruh responden yang diteliti tidak memasarkan
produknya melalui penelitian. Mereka tidak mengetahui cara mengikuti pameran
dan waktu pelaksanaan pameran padahal produk-produk yang mereka hasilkan

Universitas Sumatera Utara

memiliki kualitas yang mampu bersaing terlebih lagi di pasar lokal.
Selain pola pemasaran yang kurang memadai, para pengusaha sektor
industri rumah tangga juga mengalami hambatan. Hambatan yang dihadapi akan
dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.23
Komposisi Responden Berdasarkan Hambatan yang Dihadapi
No.

Hambatan

Jumlah

Persen (%)

1.

Harga bahan baku

13

26,0

2.

Harga bahan bakar

10

20,0

3.

Ketersediaan bahan baku

6

12,0

4.

Tenaga kerja terampil

7

14,0

5.

Teknologi yang sudah tua

2

4,0

6.

Lainnya

12

24,0

50

50

Total
Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.25 diatas, responden yang memilih harga bahan baku
menjadi hambatan yang paling sering terjadi sebanyak 13 orang. Sedangkan harga
bahan bakar sebanyak 10 orang, ketersediaan bahan baku sebanyak 6 orang,
tenaga kerja terampil sebanyak 7 orang, teknologi yang sudah tua sebanyak 2
orang dan sisanya memilih lainnya seperti waktu produksi yang sangat terbatas
dikarenakan pengusaha ini juga sedang duduk di bangku kuliah. Keterbatasan
dana juga membuat mereka tidak mampu membayar pekerja untuk menjalankan
usahanya padahal produk yang dihasilkan sangat inovatif. Selain itu, hambatan
lainnya yang dialami yaitu kesulitan pemasaran sebab lokasi usaha yang kurang
strategis. Keterbatasan teknologi juga menjadi hambatan bagi mereka. Sehingga
para pengusaha mengharapkan bantuan dari pemerintah diantaranya berupa

Universitas Sumatera Utara

bantuan teknologi, pelatihan pengembangan usaha, kemudahan perizinan, akses
pasar dan penghapusan pungutan liar.
Tabel 4.24
Komposisi Responden Berdasarkan Bantuan yang Diharapkan
No.

Jenis Bantuan

Jumlah

Persen (%)

11

22,0

22

44,0

8

16,0

6

12,0

1.

Kemudahan perizinan

2.

4.

Pelatihan pengembangan
usaha
Akses pasar atau informasi
pasar
Bantuan teknologi

5.

Penghapusan pungutan liar

1

2,0

6.

Lainnya

2
50

4,0
100,0

3.

Total
Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan tabel 4.26 diatas, hambatan yang paling sering dihadapi oleh
pelaku sektor industri rumah tangga adalah pelatihan pengembangan usaha
sebesar 44%. Pelatihan pengembangan usaha yang diharapkan pengusaha seperti
pemasaran, keuangan atau pembukuan, ketrampilan teknis produksi, manajemen
umum, komputer dan teknologi informasi.
Tabel 4.25
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pelatihan
No.

Jenis Pelatihan

Jumlah

Persen (%)

1.

Pemasaran

31

62,0

2.

Keuangan atau pembukuan

4

8,0

3.

Ketrampilan teknis produksi

10

20,0

4.

Manajemen umum

4

8,0

5.

Komputer dan teknologi
informasi
Total

1

2,0

50

100,0

Sumber : Data Primer diolah

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tabel 4.27 diatas, jenis pelatihan yang diharapkan untuk
pengembangan usaha yang paling banyak dipilih oleh responden adalah pelatihan
pemasaran sebab pemasaran inilah yang merupakan aspek untuk keberlanjutan
sebuah usaha. Pemasaran yang baik akan membuat usaha tersebut memiliki
pangsa pasar yang luas sehingga omset yang didapat juga akan meningkat. Jika
tidak ada peningkatan pemasaran maka usaha tersebut akan berjalan stagnan.
Sehingga upaya yang perlu ditingkatkan dari aspek non finansial dapat melalui
peningkatan kualitas tenaga kerja, penyediaan tempat usaha, kemudahan izin
usaha (gratis), pemanfaatan teknologi informasi, menjalin kemitraan, peningkatan
kualitas produk maupun perluasan pemasaran produk.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pola pembiayaan UMKM
pada sektor industri rumah tangga sebagian besar berasal dari dana sendiri
sehingga minim dalam hal permodalan.
2. Untuk pengembangan usaha, para pengusaha sektor industri rumah tangga
memilih meminjam dana melalui kredit bank dengan jumlah kebutuhan
modal antara Rp. 10,01 juta - Rp. 20 juta dengan rata-rata omset pengusaha
tersebut adalah Rp. 300.000 - Rp. 500.000. Namun berdasarkan hasil
analisis, besarnya modal yang mereka butuhkan tidak dipengaruhi oleh
jumlah tenaga kerja, asset usaha, lama usaha, omset usaha, dan kemampuan
membayar cicilan.
3. Pola pengelolaan usaha sektor indutri rumah tangga masih relatif rendah.
Sebagian besar pengusaha masih memasarkan produknya langsung ke
konsumen dan hanya sebagian yang menggunakan cara lain seperti melalui
internet, pameran, agen ataupun salesman. Sekitar 64% usaha juga tidak
membuat laporan keuangan mereka. Mereka merasa tidak terlalu penting
membuat laporan keuangan.
4. Hambatan terbesar yang sering dihadapi oleh para pengusaha yaitu harga
bahan baku.
5. Menurut pengusaha, jenis bantuan yang diharapkan dari pemerintah yaitu
pelatihan pengembangan usaha.

Universitas Sumatera Utara

6. Upaya yang diperlukan untuk peningkatan usaha dari aspek non finansial
berupa peningkatan kualitas kerja, penyediaan tempat usaha, kemudahan
izin, pemanfaatan teknologi informasi, menjalin kemitraan, peningkatan
kualitas produk maupun perluasan pemasaran produk.
5.2

Saran
1. Pemerintah harus lebih teliti dalam memilih jenis usaha yang diberikan
modal. Begitu juga dengan sektor perbankan harus lebih mempermudah
sektor usaha yang ingin melakukan pinjaman. Kemitraan yang baik dapat
menambah produktivitas masing-masing instansi sehingga tercipta
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
2. Pemerintah harus menjadi fasilitator dengan menghubungkan antara
pengusaha dengan investor sehingga UMKM mampu bersaing secara
global.
3. Untuk urusan hambatan yang dihadapi, sebaiknya pemerintah juga
berkoordinasi dengan pengusaha dalam menjaga harga-harga bahan
pokok terutama untuk produksi. Selain itu juga, pemerintah bisa
memberikan subsidi untuk harga bahan baku sehingga perusahaan yang
mengalami hambatan ini dapat tetap melaksanakan kegiatan produksinya
tanpa perlu melakukan peminimalan produksi ataupun jumlah pekerja.
4. Pemerintah juga harus berperan dalam mensosialisasikan sistem
manajerial dalam mengelola usaha dengan baik.

Universitas Sumatera Utara