Analisis Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota Medan (studi kasus: Kecamatan Medan Tembung)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KEBUTUHAN MODAL PADA UMKM SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA MEDAN

(STUDI KASUS : KECAMATAN MEDAN TEMBUNG) Oleh:

UTAMI RUKMANA SARI 100501020

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan modal pengusaha serta pola pembiayaan pada sektor makanan dan minuman di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan jenis data primer dengan metode pengumpulan data melalui obesrvasi, wawancara, dan kuesioner yang ditujukan kepada 40 orang pengusaha yang bergerak di bidang usaha makanan dan minuman yang dipilih secara sengaja dengan penentuan lokasi penelitian yang juga dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis crosstab (tabulasi silang) dan analisis deskriptif untuk masing-masing permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pembiayaan UMKM pada sektor makanan dan minuman sebagian besar berasal dari dana sendiri sehingga minim dalam hal permodalan. Untuk pengembangan usaha, para pengusaha sektor makanan dan minuman memilih meminjam dana melalui kredit bank dengan kebutuhan modal berkisar Rp. 5 juta - Rp.50 juta. Upaya yang diperlukan untuk peningkatan usaha berupa informasi tentang laporan keuangan untuk mengetahui pengelolaan keuangan usaha, penyediaan tempat usaha, kemudahan izin, pemanfaatan teknologi informasi, menjalin kemitraan, peningkatan kualitas produk maupun perluasan pemasaran produk.


(3)

ABSTRACT

This research aims to determine the capital requirements of enterpreneurs on food and beverage sector in Medan city as well as to determine the pattern of business management in terms of the managerial aspects of Micro Small Medium Enterprises in the food and beverage sector in Medan city. This research uses primary data with the collection methods of data through observation, interviews, and questionnaires addressed to 40 people entrepreneurs engaged in the food and beverage sector and the location is deliberately chosen (purposive sampling). The analysis technique is used in this research is crosstab analysis (cross tabulation) and descriptive analysis for each issue. The results of this research indicated that funding pattern of Micro Small Medium Enterprises on food and beverage majority from his own funds so minimal in terms of capital. For business development, the food and beverage sector enterpreneurs choose to borrow funds from credit bank with the capital necessity between Rp. 5 million - Rp. 50 million. Efforts are needed to increase the business as the information knowledge about financial reporting, the provision of a place of business, ease of permission, use of information technology, establish partnerships, improving product quality and expanding product marketing.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Dengan mengucap rasa syukur yang tak terhingga atas nikmat, karunia dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk menjadi Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota Medan (studi kasus: Kecamatan Medan Tembung)”. Dalam tulisan ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik berupa dorongan semangat dan sumbangan pikiran. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis terutama kepada:

1. Secara khusus, skripsi ini penulis persembahkan buat kedua orang tua tercinta ayahanda Ngadino dan ibunda Nurhayati Lubis, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak atas doa, dukungan, semangat, perhatian dan bantuan materi yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(5)

5. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya Hsb, M.Si dan Ibu Inggrita Gusti Sari Nst, SE, Msi selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Untuk sahabat terbaik saya Dira, Dewi, Eva, Fitri, Indah, Iju, Mutia, Nisa, Ismu Tanjung yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini, terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah kalian berikan selama penulisan skripsi ini.

Akhirnya saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya, khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah bersedia membantu penyelesaian skripsi ini. Amiin ya Rabbal Alamin

Medan, September 2014

Utami Rukmana Sari NIM : 100501020


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ... 6

2.1.1 Defenisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah .. 6

2.1.2 Tujuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ... 8

2.1.3 Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ... 8

2.1.4 Karakteristik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ... 10

2.1.5 Contoh- contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ... 11

2.1.6 Tantangan dan Permasalahan UMKM ... 12

2.1.7 Pengembangan UMKM melalui Kebijakan Pemerintah ... 19

2.1.8 Landasan Hukum UMKM ... 23


(7)

2.2.1 Defenisi Modal ... 25

2.3 Pembiayaan / Kredit UMKM ... 25

2.3.1 Defenisi Kredit ... 25

2.3.2 Unsur- unsur Kredit ... 26

2.3.3 Fungsi dan Manfaat Kredit ... 27

2.3.4 Jenis- jenis Kredit ... 27

2.4 Penelitian Sebelumnya ... 28

2.5 Kerangka Konseptual ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 31

3.2 Lokasi Penelitian ... 31

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4.1 Populasi dan Sampel ... 31

3.4.2 Wawancara dan kuesioner ... 32

3.5 Pengolahan Data ... 32

3.6 Metode Analisis Data ... 32

3.6.1 Metode Analisis Deskriptif ... 32

3.6.2 Metode Analisis Tabulasi Silang ... 33

3.7 Defenisi Operasional ... 34

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Daerah Penelitian ... 35

4.2 Gambaran Umum Responden ... 36

4.3 Analisi Data ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan

Tingkat Umur ... 36 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 37 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ... 38 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan

Lama usaha ... 38 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan

Jumlah Tenaga Kerja ... 39 4.6 Sumber Modal yang digunakan Responden

dalam menjalankan usaha ... 40 4.7 Kebutuhan Modal dalam pengembangan usaha ... 41 4.8 Crosstab Tenaga Kerja dengan Kebutuhan

Modal ... 42 4.9 Crosstab Total asset usaha dengan Kebutuhan

Modal ... 44 4.10 Crosstab Lama usaha dengan Kebutuhan

Modal ... 45 4.11 Crosstab Omset usaha dengan Kebutuhan

Modal ... 46 4.12 Crosstab Kemampuan membayar cicilan

dengan Kebutuhan Modal ... 47 4.13 Crosstab Total asset dengan kemampuan

membayar cicilan ... 49 4.14 Crosstab Omset dengan kemampuan


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner ... 56 2 Data Responden ... 62 3 Tabulasi Butir Pertanyaan pada pelaku

UMKM sektor Makanan dan Minuman dari segi

Pengelolaan usaha aspek Permodalan ... 66 4 Tabulasi Butir Pertanyaan pada pelaku

UMKM sektor Makanan dan Minuman dari segi


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan modal pengusaha serta pola pembiayaan pada sektor makanan dan minuman di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan jenis data primer dengan metode pengumpulan data melalui obesrvasi, wawancara, dan kuesioner yang ditujukan kepada 40 orang pengusaha yang bergerak di bidang usaha makanan dan minuman yang dipilih secara sengaja dengan penentuan lokasi penelitian yang juga dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis crosstab (tabulasi silang) dan analisis deskriptif untuk masing-masing permasalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pembiayaan UMKM pada sektor makanan dan minuman sebagian besar berasal dari dana sendiri sehingga minim dalam hal permodalan. Untuk pengembangan usaha, para pengusaha sektor makanan dan minuman memilih meminjam dana melalui kredit bank dengan kebutuhan modal berkisar Rp. 5 juta - Rp.50 juta. Upaya yang diperlukan untuk peningkatan usaha berupa informasi tentang laporan keuangan untuk mengetahui pengelolaan keuangan usaha, penyediaan tempat usaha, kemudahan izin, pemanfaatan teknologi informasi, menjalin kemitraan, peningkatan kualitas produk maupun perluasan pemasaran produk.


(12)

ABSTRACT

This research aims to determine the capital requirements of enterpreneurs on food and beverage sector in Medan city as well as to determine the pattern of business management in terms of the managerial aspects of Micro Small Medium Enterprises in the food and beverage sector in Medan city. This research uses primary data with the collection methods of data through observation, interviews, and questionnaires addressed to 40 people entrepreneurs engaged in the food and beverage sector and the location is deliberately chosen (purposive sampling). The analysis technique is used in this research is crosstab analysis (cross tabulation) and descriptive analysis for each issue. The results of this research indicated that funding pattern of Micro Small Medium Enterprises on food and beverage majority from his own funds so minimal in terms of capital. For business development, the food and beverage sector enterpreneurs choose to borrow funds from credit bank with the capital necessity between Rp. 5 million - Rp. 50 million. Efforts are needed to increase the business as the information knowledge about financial reporting, the provision of a place of business, ease of permission, use of information technology, establish partnerships, improving product quality and expanding product marketing.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sangat penting dan strategis dalam menghadapi perekonomian kedepan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Adanya krisis perekonomian seperti sekarang ini sangat mempengaruhi stabilitas nasional, ekonomi dan politik, yang imbasnya berdampak pada kegiatan- kegiatan usaha baik usaha besar maupun usaha kecil menengah.

Menurut Undang- Undang No. 20 Tahun 2008 defenisi usaha mikro kecil menengah adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Dalam Undang- undang tersebut juga disebutkan bahwa keberadaan UMKM dan pengelolaannya oleh pemerintah dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan salah satu entitas pelaku ekonomi yang eksistensinya mendominasi terhadap perekonomian bangsa, baik diperkotaan maupun pedesaan. Menurut Urata (2000), tentang peran UMKM dilihat dari kedudukannya yaitu sebagai pemeran utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, seperti penyedia lapangan kerja terbesar, berperan dalam hal pengembangan kegiatan ekonomi daerah dan pemberdayaan masyarakat, pencipta pasar baru dan inovasi, dan untuk UMKM yang sudah mampu melakukan


(14)

perdagangan internasional UMKM tersebut tentu mampu memberikan sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.

Dilihat dari Kedudukan Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam perekonomian nasional yang sangat penting, terutama karena jumlahnya yang banyak serta perannya terhadap penyerapan tenaga kerja yang begitu besar dan kontribusinya terhadap PDRB nasional. Disamping itu UMKM juga memiliki ketahanan yang cukup kuat terhadap krisis ekonomi, sebagaimana pada saat terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997- 1998an, dimana kondisi waktu itu usaha kecil, mikro, dan menengah terbukti lebih kebal daripada perusahaan besar yang justru banyak mengalami kebangkrutan.

Dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor- sektor usaha tertentu, misalnya pertanian, peternakan dan perkebunan, industri pengolahan serta industri perdagangan berbagai SKIM kredit/ pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah. Realisasi penyaluran kredit UMKM di tahun 2012 yang mencapai sebesar Rp. 72,3 triliun atau tumbuh 5,1 % dari posisi tahun 2011 sebesar Rp. 479,89 triliun atau menjadi Rp. 552,2 triliun di tahun 2012. Namun, berdasarkan penyalurannya menunjukkan bahwa kredit UMKM tersebut masih di dominasi oleh kredit usaha menengah sebesar 48,6 % belum dominan ke arah kredit kecil yang baru teralokasi sebesar 30,8 % dan bahkan untuk kredit mikro hanya teralokasi sebesar 20,6 % sedangkan populasi yang ada berjumlah sebanyak 54 juta pengusaha (Budi Harsono, 2014: 53).


(15)

Di tingkat daerah khususnya kota Medan, kita dapat melihat bahwa secara umum pertumbuhan perekonomian kota Medan tidak terlepas dari kontribusi UMKM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM-nya yang cukup banyak, dengan jumlah lebih kurang 242.890 UMKM yang terdiri dari jenis usaha perdagangan jasa, industri kerajinan dan aneka usaha lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, proporsi jumlah pengusaha mikro, kecil dan menengah mencapai 99,8 % dari total usaha ekonomi yang ada di kota Medan. Artinya, jumlah UMKM mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Meski demikian, kontribusi UMKM ke kota Medan diperkirakan baru mencapai 39,8 % sedangkan usaha besar mencapai 60,2 %. Hal ini menunjukkan kuatnya sektor usaha besar dan masih terbatasnya sektor UMKM (BPS Sumatera Utara, 2014).

Permasalahan yang kebanyakan dialami para pelaku UMKM di Kota Medan yaitu akses permodalan dan infrastruktur terkait lainnya. Permodalan memang menjadi masalah klasik UMKM kita, umumnya pelaku UMKM mengeluhkan tentang terbatasnya modal, yang menyebabkan usaha mereka dari tahun ke tahun tidak berkembang menjadi lebih besar. Di lain pihak kebijakan perbankan juga masih lebih berorientasi pada kredit konsumtif.

Menyadari dari apa yang telah diuraikan tersebut, analisis kebutuhan modal pada usaha mikro kecil menengah tersebut sangat besar andilnya bagi kehidupan pemilik, karyawan dan masyarakat serta bagi Negara dalam hal pergerakan ekonomi, maka penulis melalui penelitian ini tertarik untuk mencari suatu kejelasan dari kebutuhan modal pada UMKM dengan mengangkat judul :


(16)

“Analisis Kebutuhan Modal pada UMKM Sektor Makanan dan Minuman di Kota MEDAN”.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan agar penulis dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah adalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal- hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian (Arikunto, 1993: 47). Berdasarkan pengertian tersebut dan bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana pola pembiayaan UMKM pada sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai, atau apa yang menjadi tujuan dari penelitian tentunya harus jelas diketahui sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, 2001:13). Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pola pembiayaan UMKM pada usaha sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Medan.


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan dapat dijadikan pendorong untuk mengembangkan ilmu yang diperoleh, sehingga dapat bermanfaat bagi sesama.

2. Bagi masyarakat dan instansi terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam meningkatkan pengembangan usahanya.

3. Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi maupun bahan kajian bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai kebutuhan modal terhadap UMKM di sektor makanan dan minuman.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro Kecil Menengah

2.1.1 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah definisinya adalah:

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, antara lain meliputi: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000, (lima puluh juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan usaha, atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000, (tiga ratus juta rupiah).

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003 tentang pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, mengatur bahwa jumlah maksimal kredit yang dapat diberikan oleh pihak perbankan adalah nasabah Usaha Mikro adalah sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai, dan menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang ini.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003 tentang pendanaan kredit usaha mikro dan kecil, mengatur bahwa jumlah maksimal kredit


(19)

yang dapat diberikan pihak perbankan kepada nasabah usaha kecil adalah sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- undang ini. Pada umumnya, usaha menengah ini dalam pembiayaan perbankan masuk dalam segmen kredit dengan nilai pinjaman dari sebesar Rp. 500.000.000, (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 5.000.000.000, (lima miliar rupiah).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004 : 365).

Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005 : 48), Usaha Mikro Kecil Menengah adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200 juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp. 1 Milyar dan berdiri sendiri.

Sedangkan pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah menurut surat edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah :


(20)

1. Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp. 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati.

2. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (diluar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta rupiah dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi UMKM adalah kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah dan bangunan) dengan pendapatan 100-200 juta rupiah. 2.1.2 Tujuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Tujuan Usaha Mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

2.1.3 Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Usaha Mikro memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena mampu mengurangi impor. Oleh karena itu pengembangan usaha mikro dapat memberikan kontribusi pada perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang


(21)

stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada usaha mikro daripada yang terjadi di perusahaan besar (Sutrisno dan Sri, 2006).

Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementrian Koperasi dan UKM, 2005): 1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai

sektor.

2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar.

3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.

4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.

5. Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia antara lain: jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi mampu menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau


(22)

2.1.4 Karakteristik Usaha Mikro

Penelitian yang dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d):

1. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang 60% atau kurang. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan dan ketidakmampuan memperbesar pasar, dan lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha kecil-kecilan.

2. Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha. Pada masa pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu, permodalan dan kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahap selanjutnya sektor usaha kecil menghadapi kendala permodalan dan pengadaan bahan baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan teknis dan administrasi.

3. Tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.

4. Hampir 60% masih menggunakan teknologi tradisional.

5. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap konsumen.

6. Sebagian besar pengusaha kecil dalam memperoleh bantuan perbankan merasa rumit dan dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi.


(23)

Ciri-ciri usaha kecil menurut Mintzerg, (dalam Situmorang, 2003: 5) adalah: 1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis. 2. Struktur organisasinya bersifat sederhana.

3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar.

4. Kebanyakan tidak memiliki pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan.

5. Sistem akuntansi yang kurang baik.

6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya. 7. Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas. 8. Marjin keuntungan sangatlah tipis.

9. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajer-manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

10. Perdagangan dengan skala kecil dan informasi. 2.1.5 Contoh-contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Adapun contoh-contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut :

1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. 2. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.

3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan.


(24)

4. Peternakan ayam, itik dan perikanan.

5. Koperasi berskala kecil, dan lain sebagainya. 2.1.6 Tantangan dan Permasalahan Usaha Mikro

Sebagaimana diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal. Menurut Jafar Hafsah dalam Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM yaitu faktor internal dan eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi: 1. Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

Sebenarnya di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga keuangan, baik perbankan maupun non bank, yang dapat diandalkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Untuk skala Mikro, dikenal Lembaga Keuangan Mikro & Bank Perkreditan rakyat (BPR), yang


(25)

merupakan representasi dari lembaga keuangan perbankan pada skala mikro. Untuk lembaga keuangan non perbankan, terdapat lembaga Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan di tingkat Nasional, ada PT. Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaan terhadap lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk perbankan atau non bank. Selain itu juga terdapat perum pegadaian dengan menawarkan jasa bantuan keuangan bagi pengusaha skala mikro kecil menengah melalui proses yang relatif sederhana dan cepat. Namun tentu saja kemampuan finansial lembaga-lembaga tersebut tidak sesuai dengan jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

3. Lembaga Jaringan Usaha dan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan


(26)

jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation, banyaknya pungutan liar yang mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar. Barang-barang yang sebagian dipasok secara illegal ini tampil dengan model dan desain yang lebih bagus, harga lebih murah dan mutu juga cukup baik. Maka, semakin terpuruklah produk UMKM Sumatera Utara karena daya saing yang tak seimbang (Wahyuni dkk, 2005).

A. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi: 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006).


(27)

Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.

Selain itu juga diperlukan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi pelaku UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya. Persoalan premanisme, biasanya kelompok preman ini mendatangi pelaku usaha dengan meminta uang keamanan sehingga para pelaku UMKM pun memasukkan biaya ini ke dalam cost produksinya dan akan menyebabkan harga barang juga meningkat. Jika hal ini terjadi di semua pelaku usaha maka akan terjadi biaya tinggi dan inflasi ekonomi di tingkat nasional.

Kasus-kasus sweeping dan premanisme menggambarkan kondusifitas berusaha belum didukung adanya jaminan keamanan untuk keberlanjutan berusaha. Sekali lagi, pemerintah melalui aparat kepolisian diminta dengan sangat bisa memberikan jaminan keamanan yang bisa menciptakan iklim usaha yang sehat dengan tanpa gangguan dan tekanan dari berbagai pihak.

2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang


(28)

mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi Otonomi Daerah

Ketentuan tentang pengurusan perizinan usaha industri dan perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat Edaran Sekjen No. 771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil). Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping


(29)

itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

Pemko Medan melalui Perda No. 10 Tahun 2002 mengeluarkan aturan tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan. Perda ini menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam mengurus perizinan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak keberatan dalam mengurus masalah perizinan tetapi masalah yang timbul adalah melalui besarnya dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin tersebut. Selain itu juga, waktu yang diperlukan dalam membuat perizinan sangatlah lama. Padahal, untuk mendapatkan akses permodalan ke Lembaga Keuangan, UMKM harus mempunyai legalitas dalam hal izin usaha itu (Wahyuni dkk, 2005). 4. Implikasi Perdagangan Bebas

Tahun 2015, akan mulai diberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dengan adanya AFTA, maka Indonesia seharusnya sudah mempersiapkan langkah terencana untuk menghadapi hal tersebut. Meski demikian, AFTA sewarjanya dinilai bukan sebagai suatu ancaman yang menakutkan bagi ekonomi Indonesia. AFTA merupakan momentum yang bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN. Dengan AFTA dan pembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka Indonesia dapat mengambil peluang tersebut melalui pendayagunaan Usaha Mikro Kecil dan


(30)

Menengah (UMKM). Ada 4 hal yang akan dilakukan pada AFTA yaitu bebas aliran jasa, bebas investasi, bebas aliran modal, dan bebas aliran tenaga kerja terampil. Keempat hal ini, mengakibatkan terjadinya serbuan besar- besaran barang bahkan jasa asing yang masuk ke pasar Indonesia, demikian pula sebaliknya. Barang- barang dari produsen Indonesia bisa bebas masuk ke negara- negara ASEAN lainnya. Disinilah kesempatan bagi produk- produk UMKM lokal Indonesia untuk bisa bersaing di pasar global.

Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

5. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.


(31)

6. Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).

Menurut Dwiwinarmo (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor Penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang cara mendapatkan dana dan keterbatasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana. Kebanyakan usaha skala kecil dalam menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian maupun juga evaluasi kegiatan usaha.

2.1.7 Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui Kebijakan Pemerintah

Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan


(32)

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pemberdayaan UMKM diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.

Pengembangan UKM diIndonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Di mana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah. Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No. 316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5% Iaba perusahaan bagi Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi (PUKK). Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan dahulu mengeluarkan peraturan mengenai kredit bank untuk UKM.

Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008) adalah:

a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;


(33)

c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Sesuai dengan UU No.20 tahun 2008, pemberdayaan UMKM bertujuan:

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Pemberdayaan Koperasi Dan UKM Tahun 2014, perkembangan UMKM ditunjukkan oleh peningkatan jumlah UMKM sebesar 2,4 persen sehingga mencapai 56,5 juta unit usaha pada tahun 2012 dan jumlah tenaga kerja UMKM juga meningkat sebesar 5,8 persen menjadi sekitar 107,7 juta orang. Peningkatan jumlah unit usaha dan tenaga kerja terbesar tercatat pada kelompok usaha menengah, yaitu masing-masing 10,7 persen dan 14,7 persen. Sementara itu, pertumbuhan unit usaha dan tenaga kerja usaha kecil juga terus meningkat. Pengembangan kinerja usaha mikro masih membutuhkan kerja keras, hal ini penting karena pertumbuhan unit usaha


(34)

dan tenaga kerja yang rendah. Padahal usaha mikro masih dominan yaitu 98,8 persen unit usaha dengan menampung 92,8 persen tenaga kerja.

Sehingga berdasarkan perkembangan UMKM yang semakin pesat maka Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Pemberdayaan Koperasi Dan UKM diarahkan kepada kebijakan berikut:

1. Penguatan badan hukum dan pengawasan koperasi.

2. Peningkatan kapasitas usaha bagi koperasi di sektor-sektor produktif. 3. Penguatan akses keuangan bagi UMKM dan penguatan KSP/KJKS.

4. Peningkatan akses dan jaringan/kemitraan usaha dan pemasaran bagi UMKM.

5. Peningkatan jangkauan diklat UMKM.

6. Pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) UMKM di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Menurut Suarja (2007) dalam Sudrajat mengungkapkan pemberdayaan Koperasi dan UMKM dilakukan melalui:

a. Revitalisasi peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional.

b. Revitalisasi koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses UMKM terhadap permodalan, tekologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha.

c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan.


(35)

2.1.8 Landasan Hukum UMKM

Adapun yang menjadi landasan hukum UMKM adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU

No.1 Tahun 1985.

2. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

3. Bentuk badan Hukum Usaha Industridan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang perseroan terbatas.

4. Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5. Tata cara perijinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP).

2.2 Modal

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap usaha atau perusahaan membutuhkan dana atau biaya untuk dapat beroperasai. Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pengeluaran tersebut untuk membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar


(36)

menghasilkanuang sebagai keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan uang sebagai keuntungan dalam jumlah yang lebih besar lagi, dan seterusnya begitu sampai pengusaha mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan atau target (Achmad, 2009).

Tulus (2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menegah maupun besar. Sedangkan Neti (2009) menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya.

Menurut Prawirosentono (2002 dalam Neti, 2009) modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni: (1) sebagian dibelikan tanah dan bangunan; (2) sebagian dibelikan persediaan bahan; (3) sebagian dibelikan mesin dan peralatan; dan (4) sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai.


(37)

2.2.1 Definisi Modal

Istilah modal berbeda artinya dalam percakapan sehari-hari dan dalam ilmu ekonomi. Modal (capital) sering ditafsirkan sebagai uang. Terutama apabila mempersoalkan pembelian peralatan, mesin-mesin, atau fasilitas-fasilitas produktif lain. Adalah lebih tepat untuk menyatakan uang yang digunakan untuk melaksanakan pembelian tersebut sebagai modal finansial (financial capital). Seorang ahli ekonomi akan menyatakan pembelian demikian sebagai investasi.

Para ekonom menggunakan istilah modal untuk semua alat bantu yang digunakan dalam bidang produksi (Winardi, 1995). Adakalanya modal dinamakan barang-barang investasi, dan modal demikian terdiri dari:

a. Mesin-mesin b. Peralatan

c. Bangunan-bangunan

d. Fasilitas-fasilitas transpor dan distribusi

e. Persediaan (inventaris) barang-barang setengah jadi 2.3 Kredit

2.3.1 Definisi Kredit

Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.


(38)

2.3.2 Unsur-unsur Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung tersebut dalam pemberian kredit menurut Abdulkadir dan Rilda (2000 : 59) adalah :

1. Kepercayaan

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap permohonan kredit yang akan diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.

2. Agunan

Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitur pasi akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaan pihak bank.

3. Jangka Waktu

Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, setelah jangka waktu berakhir kredit dilunasi.

4. Risiko

Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang, atau terlambat, atau macetnya pelunasan kredit, baik disengaja atau tidak disengaja, risiko ini menjadi beban bank.

5. Bunga Bank

Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang wajib diayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank.


(39)

6. Kesepakatan

Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.

2.3.3 Fungsi dan Manfaat Kredit

Kredit mempunyai fungsi bagi dunia usaha termasuk juga usaha kecil yaitu sebagai sumber permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya. Sedangkan bagi lembaga keuangan termasuk juga bank kredit berfungsi menyalurkan dana masyarakat(deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha

Manfaat kredit bagi debitur yaitu memberi keuntungan usaha dengan adanya tambahan modal dan berkembangnya usaha. Sedangkan manfaat bagi lembaga keuangan yaitu memberi keuntungan dari selisih bunga pemberian kredit atau jasa lainnya (www.bi.go.id).

2.3.4 Jenis-jenis Kredit

Jenis-jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaan oleh debitur antara lain (www.bi.go.id):

1. Untuk pembelian barang modal atau perluasan usaha 2. Untuk menambah modal kerja usaha

3. Untuk keperluan konsumsi


(40)

2.4 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan usaha mikro kecil dan menengah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian kali ini.

a. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gawi Wiguna Pradana (2010) dengan judul skripsi “ Pengaruh Pembiayaan Syari’ah Oleh Bank Sumut Syari’ah terhadap Pendapatan UKM di Kecamatan Medan Helvetia ” menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap pendapatan usaha kecil di kecamatan Medan Helvetia dengan kenaikan pendapatan sebelum hingga sesudah diberikan pembiayaan mudharabah adalah sebesar 24,45% dan kenaikan pendapatan antara sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan musyarakah adalah sebesar 43,39%.

b. Berdasarkan hasil dari penelitian Fitria Sari (2011) “ Peran Koperasi Simpan Pinjam dalam Perkembangan UMKM Agribisnis di Bogor ( studi kasus Kospin Jasa Bogor)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit, pendapatan total meningkat yaitu sebesar Rp 712.102.500 sebelum kredit dan menjadi Rp 1.803.206.000 setelah kredit. c. Berdasarkan hasil dari penelitian Ari Syofwan (2013) “ Peranan Kredit

Usaha Rakyat terhadap Pengembangan UMK di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat ( studi kasus Bank BRI kec. Gebang)” menyimpulkan bahwa pengaruh modal sendiri terhadap perubahan tingkat pendapatan


(41)

UMK, pengaruh ini bernilai positif atau dengan kata lain semakin tinggi modal KUR maka akan semakin besar pula tingkat pendapatan yang akan di dapatkan pengusaha UMK.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Saat ini, permasalahan terbesar yang dihadapi UMKM adalah dana yang terbatas. Skim-skim pembiayaan pun menjadi sia-sia karena manajemen yang kurang baik. Aspek permodalan merupakan kunci sukses dalam pembiayaan UMKM. Tidak hanya permodalan, UMKM juga harus memiliki manajemen yang baik sehingga mampu bersaing di era perdagangan bebas nanti. Dari mulai UMKM terkecil yaitu usaha sektor makanan dan minuman harus mendapat perhatian sebab pengembangan sektor UMKM ini sangat memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian nasional pada umumnya dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya sehingga dibutuhkan strategi yang tepat dalam pengembangan UMKM.


(42)

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

UMKM Sektor makanan dan minum

Aspek Kebutuhan Modal

Strategi pengembangan UMKM pada sektor makanan dan minuman


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif ialah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei pada umumnya menggunakan instrumen kuisioner (quesionnaire) yang diisi oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode tertentu (Sinulingga, 2011).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di provinsi Sumatera Utara, khususnya wilayah kota Medan dengan objek sebanyak 40 pelaku UMKM sektor makanan dan minuman yang ada di Kecamatan Medan Tembung.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan atau mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang dipilih dalam penelitian ini merupakan seluruh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang termasuk kategori sektor makanan dan


(44)

minuman di Kota Medan. Penentuan Sampel dilakukan secara purposive sampling dengan menetapkan secara sengaja lokasi penelitian dan responden yang diteliti. Sesuai dengan judul penelitian, fokus penelitian adalah kelompok pelaku usaha sektor makanan dan minuman di Kota Medan tepatnya di Kecamatan Medan Tembung . Responden yang dijadikan sampel berjumlah 40 orang responden. 3.4.2 Wawancara dan Kuesioner

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui berbicara dan bertatap muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti (Mardalis : 1995) yang dipandu dengan kuesioner.

3.5 Pengolahan Data

Data diolah dengan menggunakan SPSS 20 3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Metode Analisis Deskriptif

Tujuan analisis deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran mengenai hasil penelitian secara umum profil responden,bentuk bantuan modal seperti apa yang sebenarnya diharapkan oleh para pelaku UMKM serta bagaimana pola pengelolaan usaha yang dilakukan oleh para pelaku UMKM sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Medan. Penelitiaan ini menggunakan pendekatan deskriptif meliputi pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM (Mudrajad Kuncoro, Ph.D, 2003 : 8 ).


(45)

3.6.2 Metode analisis Tabulasi silang (crosstab)

Analisis tabulasi silang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan deskriptif antara dua variabel atau lebih didalam data yang diperoleh (Malhotra, 2004). Analisis crosstab akan dilakukan dengan bantuan software SPSS.

Dalam penelitian ini, analisis tabulasi silang akan digunakan untuk melihat relevan dari variabel-variabel demografis dan pertanyaan umum mengenai kebutuhan modal UMKM pada sektor makanan dan minuman di Kota Medan, seperti:

• Tenaga Kerja dengan Kebutuhan Modal • Asset Usaha dengan Kebutuhan Modal • Lama Usaha dengan Kebutuhan Modal • Omset Usaha dengan Kebutuhan Modal

• Kemampuan bayar cicilan dengan Kebutuhan Modal • Asset Usaha dengan Kemampuan bayar cicilan • Omset Usaha dengan Kemampuan bayar cicilan


(46)

3.7 Defenisi Operasional

Defenisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahan pemahaman dalam menafsirkan istilah yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang menjadi objek penelitian dapat didefiniskan sebagai berikut:

1. Kebutuhan Modal pada UMKM adalah kebutuhan atas ketersediaan dana yang sangat berpengaruh dalam hal mengembangkan dan memperkuat permodalan UMKM.

2. Sektor usaha makanan dan minuman merupakan sektor UMKM dalam skala mikro yang memiliki jumlah tenaga kerja 1-4 orang.


(47)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan terletak antara 2°27'-2°47' Lintang Utara - 98°35' - 98°44' Bujur Timur. Kecamatan Medan Tembung terletak di wilayah Timur Kota Medan, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, di sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Medan Denai, dan di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah Kecamatan Medan Tembung adalah 7,78 KM².

4.1.2 Demografis

Penduduk Kecamatan Medan Tembung berjumlah 133.579 jiwa (berdasarkan data Pemko Medan 2013). Sebagian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti Tionghoa, Minang, Batak, Aceh dan Jawa sedangkan suku asli adalah Suku Melayu Deli sebanyak 40% dari jumlah penduduk daerah tersebut.

4.1.3 Potensi Wilayah

Di Kecamatan Medan Tembung banyak terdapat jenis usaha industri kecil seperti kerajinan rotan, dan di bidang industri rumah tangga seperti pembuatan sepatu dan konveksi. Kecamatan Medan Tembung juga memiliki potensi sebagai lahan pertanian dengan luas 14 Ha lahan pertanian.


(48)

4.2 Gambaran Umum Responden

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 pengusaha dari kalangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dalam analisis data ini digambarkan data secara deskriptif yang terkait dengan variabel- variabel yang diteliti.

a. Tingkat Umur

Dilihat dari data responden berdasarkan umur diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Umur

Sumber: Data Primer diolah

Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia diatas 30 tahun berjumlah sebanyak 25 orang atau dengan persentase sebesar 62,5%, dimana pada usia antara 26 sampai dengan 30 tahun sebanyak 11 orang atau dengan persentase sebesar 27,5%, sedangkan responden yang berusia kurang dari 25 tahun hanya sebesar 10% atau sebanyak 4 orang responden.

b. Jenis Kelamin

Dilihat dari data responden berdasarkan pendidikan diperoleh data sebagai berikut :

No Tingkat Umur Jumlah

Responden

(%)

1 < 25 tahun 4 10

2 26- 30 tahun 11 27,5

3 >30 tahun 25 62,5


(49)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah

Responden

(%)

1 Laki-laki 16 40

2 Perempuan 24 60

Total 40 100%

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 24 orang atau dengan persentase sebesar 60%, sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki hanya sebanyak 16 orang atau dengan persentase sebesar 40% saja. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin pelaku UMKM didominasi oleh responden yang berjenis kelamin perempuan.

c. Tingkat pendidikan

Jenjang pendidikan dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal terakhir dari pemilik usaha UMKM yang menjadi responden. Dilihat dari data responden berdasarkan pendidikan diperoleh data sebagai berikut ;

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

Responden

(%)

1 Tamat SD atau sederajat 3 7,5

2 Tamat SMP atau sederajat 10 25

3 Tamat SMA atau sederajat 23 57,5

4 Sarjana muda/D3 2 5

5 Sarjana/S1 atau lebih tinggi 2 5

Total 40 100 %

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel tersebut, menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA sebesar 57,5% atau berjumlah sebanyak 23 orang


(50)

responden dan diikuti oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebesar 25% atau sebanyak 10 orang sedangkan tingkat pendidikan SD sebesar 7,5% atau sebanyak 3 orang dan tingkat pendidikan D3 serta Sarjana (S1) hanya sebesar 5% yang jumlahnya hanya 2 orang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan pelaku UMKM didominasi oleh orang yang berpendidikan SMA atau sederajat.

d. Lama Usaha

Lama usaha adalah lamanya waktu yang telah dilalui oleh pelaku UMKM didalam menjalankan usahanya.

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Lama usahanya

No Lama berusaha Jumlah

Responden

(%)

1 1-5 tahun 29 72,5

2 6-10 tahun 9 22,5

3 >20 tahun 2 5

Total 40 100%

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel diatas, menunjukkan bahwa UMKM yang paling lama berdiri yaitu diatas 20 tahun hanya sebanyak 2 orang dengan persentase sebesar 5%, kemudian diikuti oleh yang melakukan usaha antara 6 sampai dengan 10 tahun berjumlah sebanyak 9 orang dengan persentase sebesar 22,5%, sedangkan yang melakukan usaha antara 1 sampai dengan 5 tahun adalah sebanyak 29 orang dengan persentase sebesar 72,5%.


(51)

e. Jumlah Tenaga Kerja

Tenaga kerja memiliki peranan yang penting didalam berlangsungnya suatu kegiatan usaha. Dilihat dari data responden berdasarkan jumlah tenaga kerja diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

No Jumlah Tenaga Kerja Jumlah

Responden

(%)

1 1 12 30

2 2 20 50

3 3 3 7,5

4 4 5 12,5

Total 40 100%

Sumber : Data Primer diolah

Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa pengusaha UMKM yang memiliki tenaga kerja berjumlah 1 orang adalah sebanyak 12 orang dengan persentase sebesar 30%, kemudian pengusaha yang memiliki tenaga kerja berjumlah 2 orang sebanyak 20 orang responden dengan persentase 50%, dan yang memiliki tenaga kerja berjumlah 3 orang sebanyak 3 orang dengan tingkat persentase hanya 7,5%, dan terakhir yang memiliki tenaga kerja berjumlah 4 orang adalah sebanyak 5 orang responden dengan tingkat persentase 12,5%.

f. Sumber Modal

Modal merupakan hal yang sangat penting didalam menjalankan suatu usaha. Modal usaha adalah berupa uang yang dipakai oleh para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah dalam menjalankan usahanya. Untuk melihat modal yang digunakan oleh para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah dalam menjalankan usahanya berasal kita dapat melihat pada tabel berikut ini :


(52)

Tabel 4.6

Sumber Modal yang digunakan Responden dalam menjalankan usaha

No Sumber Permodalan Jumlah

Responden

(%)

1 Dana Sendiri 28 70

2 Pinjaman Keluarga 6 15

3 Pinjaman Teman 1 2,5

4 Kredit Bank 5 12,5

Total 40 100%

Sumber : Data Primer diolah

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden menggunakan sumber modal yang berasal dari dananya sendiri dalam menjalankan usaha yaitu sebesar 70% dan diikuti oleh pinjaman keluarga sebesar 15% sedangkan sumber modal yang berasal dari kredit bank hanya sebesar 12,5% dan pinjaman teman sebesar 2,5%. Dengan demikian dapat dikatakan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah dominan menggunakan dananya sendiri untuk menjalankan usaha.

Tabel 4.7

Kebutuhan Modal dalam Pengembangan Usaha

No Kebutuhan Modal Jumlah

Responden

(%)

1 1- 5 juta 3 7,5

2 5- 10 juta 17 50

3 10- 20 juta 14 35

4 20- 50 juta 6 15

Total 40 100%

Sumber : Data Primer diolah

Tabel tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan modal yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya adalah antara Rp. 5 sampai 10 juta dengan 17 jumlah responden dengan tingkat persentase sebesar 42,5%. Kemudian diikuti oleh kebutuhan modal antara Rp. 10 juta - 20 juta dengan 14


(53)

orang responden dan tingkat persentase sebesar 35%. Sedangkan untuk kebutuhan modal senilai antara Rp. 20 juta -50 juta hanya terdapat 6 responden dengan tingkat persentase sebesar 15%, dan terakhir untuk kebutuhan modal senilai antara Rp. 1 juta - 5 juta terdapat 3 orang responden dengan tingkat persentase hanya sebesar 7,5%.

Dari hasil wawancara penulis dengan Responden sebanyak 40 pengusaha Mikro Kecil Menengah di Kecamatan Medan Tembung diperoleh informasi bahwa para pelaku usaha kecil memiliki masalah dalam hal pengembangan usahanya dikarenakan adanya kendala dari segi aspek permodalan berupa uang. Kebutuhan Modal memang besar pengaruhnya terhadap proses pengembangan usaha, karena dengan adanya modal yang cukup besar maka tentu saja akan berpengaruh kepada tingkat produksi yang dihasilkan oleh pengusaha UMKM tersebut. Dengan demikian pemberian kredit modal usaha sebenarnya akan sangat membantu dalam hal pengembangan usaha serta peningkatan penghasilan masyarakat yang ada di Kecamatan Medan Tembung. Namun kebanyakan para pengusaha UMKM cenderung takut untuk mengajukan kredit ke Bank dikarenakan syarat agunan kredit yang berat serta suku bunga yang tinggi menjadi kendala bagi mereka untuk melakukan permohonan modal usaha ke Bank. Adapun Masalah- masalah yang dihadapi oleh para Pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah yang ada di Kecamatan Medan Tembung khususnya dari hasil quesioner yang telah diedarkan yang paling utama adalah berupa kurangnya modal yang dimiliki oleh Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah, kurangnya


(54)

pengetahuan tentang pemasaran dan kurangnya sarana serta prasarana yang menunjang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

4.3 Analisis Data

a. Crosstab Tenaga Kerja dengan Kebutuhan Modal

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Tenaga Kerja dengan Kebutuhan Modal dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8

Crosstab Tenaga Kerja – Kebutuhan Modal Tenaga Kerja

Kebutuhan Modal

1 orang 2 orang 3 orang 4 orang

Rp. 1- 5 juta 2 1 0 0

Rp. 5- 10 juta 7 8 0 2

Rp. 10- 20 juta 3 7 3 1

Rp. 20- 50 juta 0 4 0 2

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.8 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk jumlah tenaga kerja 1 orang membutuhkan modal antara Rp. 5 juta - 20 juta berjumlah sebanyak 12 orang responden, dan untuk jumlah tenaga kerja 2 orang membutuhkan modal antara Rp. 5 juta - 50 juta sebanyak 20 orang responden. Sedangkan untuk jumlah tenaga kerja 3 orang membutuhkan modal Rp. 10 juta - 20 juta sebanyak 3 orang responden. Dan untuk jumlah tenaga kerja 4 orang membutuhkan modal antara Rp. 5 juta - 50 juta berjumlah sebanyak 5 orang responden.


(55)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 13.083a 9 .159

Continuity Correction

Likelihood Ratio 14.990 9 .091

Linear-by-Linear Association 5.240 1 .022

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan data Chi-square tersebut terdapat pada kolom Asymp.Sig sebesar 0, 159 atau probabilitas diatas 0,05 (0,159 > 0,05). Maka H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara tenaga kerja dengan kebutuhan modal. b. Crosstab Total Asset Usaha dengan Kebutuhan Modal

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Total asset usaha dengan Kebutuhan Modal dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9

Crosstab Total Asset Usaha – Kebutuhan Modal Total

Asset Kebutuhan

Modal

Rp. 1- 5 juta Rp. 5- 10 juta

Rp. 10- 30 juta

Rp. 30- 50 juta

Rp. 1- 5 juta 2 0 1 0

Rp. 5- 10 juta 4 8 5 0

Rp. 10- 20 juta 0 4 9 1

Rp. 20- 50 juta 0 0 5 1

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.9 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk yang memiliki total asset Rp. 1 juta- 5 juta membutuhkan modal antara Rp. 5- 10 juta sebanyak 6 orang responden, dan untuk yang memiliki total asset Rp. 5 juta- 10 juta membutuhkan modal antara10 juta- 20 juta sebanyak 12 orang responden,


(56)

dan untuk yang memiliki total asset Rp. 10 juta- 30 juta membutuhkan modal antara Rp. 5 juta- 50 juta sebanyak 20 orang responden, sedangkan untuk yang memiliki total asset Rp. 30 juta- 50 juta membutuhkan modal antara Rp. 20 juta- 50 juta sebanyak 2 orang responden.

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 19.796a 9 .019

Continuity Correction

Likelihood Ratio 23.017 9 .006

Linear-by-Linear Association

13.278 1 .000

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan data Chi-square tersebut terdapat pada kolom Asymp.Sig sebesar 0,019 atau probabilitas dibawah 0,05 (0,019 < 0,05). Maka H0 ditolak, yang berarti terdapat hubungan diantara total asset dengan kebutuhan modal. c. Crosstab Lama Usaha dengan Kebutuhan Modal

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Lama Usaha dengan Kebutuhan Modal dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.10

Crosstab Lama Usaha – Kebutuhan Modal Lama Usaha

Kebutuhan Modal

1- 5 tahun 6- 10 tahun > 20 tahun

Rp. 1- 5 juta 3 0 0

Rp. 5- 10 juta 11 4 2

Rp. 10- 20 juta 10 4 0


(57)

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.10 diatas menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk lama usaha 1 sampai dengan 5 tahun membutuhkan modal antara Rp. 5 juta – 50 juta sebanyak 29 orang responden, dan untuk usaha yang telah berdiri selama 6 hingga 10 tahun membutuhkan modal antara Rp. 10 juta – 50 juta sebanyak 9 orang responden, sedangkan untuk lama usaha yang telah berdiri lebih dari 20 tahun membutuhkan modal sebesar Rp. 5 juta – 10 juta sebanyak 2 orang responden.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.264a 6 .641

Continuity Correction

Likelihood Ratio 5.614 6 .468

Linear-by-Linear Association .453 1 .501

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan uji Chi-square tersebut, terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah sebesar 0,641 atau probabilitas diatas 0,05 (0,641 > 0,05). Maka H0 diterima, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara lama usaha dengan kebutuhan modal.

d. Crosstab Omset Usaha per hari dengan Kebutuhan Modal

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Omset Usaha Per hari dengan Kebutuhan Modal dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(58)

Tabel 4.11

Crosstab Omset Usaha/ hari – Kebutuhan Modal Omset usaha/ hari

Kebutuhan Modal

Rp. 100- 300 ribu

Rp. 300- 500 ribu

Rp. 500- 1 juta

> Rp. 1 juta

Rp. 1- 5 juta 2 1 0 0

Rp. 5- 10 juta 3 12 2 0

Rp. 10- 20 juta 1 3 10 0

Rp. 20- 50 juta 0 0 4 2

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.11 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk pengusaha UMKM yang memiliki omset Rp. 100 ribu- 300 ribu membutuhkan modal antara Rp. 5 juta – 20 juta sebanyak 6 orang responden, dan untuk pengusaha UMKM yang memiliki omset Rp. 300 ribu- 500 ribu membutuhkan modal antara Rp. 5 juta – 20 juta sebanyak 16 orang responden, dan untuk pengusaha UMKM yang memiliki omset Rp. 500- 1 juta membutuhkan modal antara Rp. 10 juta – 50 juta sebanyak 16 orang responden, sedangkan untuk yang memiliki omset lebih dari 1 juta membutuhkan modal antara Rp. 20 juta – 50 juta sebanyak 2 orang responden.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 34.957a 9 .000

Continuity Correction

Likelihood Ratio 33.356 9 .000

Linear-by-Linear Association 20.089 1 .000

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan uji Chi-square diatas, terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah 0 atau probabilitas dibawah 0,05 (0 < 0,05). Maka H0 ditolak, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara omset usaha dengan kebutuhan modal.


(59)

e. Crosstab Kemampuan membayar cicilan dengan Kebutuhan Modal

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Kemampuan membayar cicilan dengan Kebutuhan Modal dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.12

Crosstab Kemampuan bayar cicilan – Kebutuhan Modal Kemampuan Bayar cicilan Kebutuhan Modal Rp. 100- 200 ribu Rp. 200- 300 ribu Rp. 300- 500 ribu Rp. 500- 800 ribu

Rp. 800- 1 juta

Rp. 1- 5 juta 0 0 3 0 0

Rp. 5- 10 juta 1 11 5 0 0

Rp. 10- 20 juta 0 4 8 2 0

Rp. 20- 50 juta 0 0 1 3 2

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.12 menunjukkan hubungan antara kedua variabel. Untuk yang membutuhkan modal antara Rp. 1 juta – 5 juta memiliki kemampuan membayar cicilan sebesar Rp. 300 ribu- 500 ribu sebanyak 3 orang responden, dan untuk yang membutuhkan modal antara Rp. 5 juta – 10 juta memiliki kemampuan membayar cicilan sebesar Rp. 100 ribu- 500 ribu sebanyak 17 orang responden, dan untuk yang membutuhkan modal antara Rp. 10 juta – 20 juta memiliki kemampuan membayar cicilan sebesar Rp. 200 ribu- 800 ribu sebanyak 14 orang responden, sedangkan untuk yang membutuhkan modal antara Rp. 20 juta- 50 juta memiliki kemampuan membayar cicilan sebesar Rp. 500 ribu- 1 juta sebanyak 6 orang responden.


(60)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 33.667a 12 .001

Continuity Correction

Likelihood Ratio 32.295 12 .001

Linear-by-Linear Association

12.728 1 .000

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan uji Chi-square diatas, terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah 0,001 atau probabilitas dibawah 0,05 (0,001 < 0,05). Maka H0 ditolak, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara kemampuan membayar cicilan dengan kebutuhan modal.

f. Crosstab Total Asset dengan Kemampuan membayar cicilan

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Total asset dengan Kemampuan membayar cicilan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.13

Crosstab Total Asset – Kemampuan membayar cicilan Kemampuan Bayar cicilan Total Asset Rp. 100- 200 ribu Rp. 200- 300 ribu Rp. 300- 500 ribu Rp. 500- 800 ribu Rp. 800- 1 juta

Rp. 1- 5 juta 0 4 2 0 0

Rp. 5- 10 juta 1 5 5 1 0

Rp. 10- 30 juta 0 6 9 3 2

Rp. 30- 50 juta 0 0 1 1 0

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.13 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk yang memiliki total asset antara Rp. 1 juta – 5 juta memiliki kemampuan membayar sebesar Rp. 200 ribu- 500 ribu sebanyak 6 orang responden, dan untuk


(61)

yang memiliki total asset antara Rp. 5 juta – 10 juta memiliki kemampuan membayar sebesar Rp. 200 ribu- 800 ribu sebanyak 12 orang responden, dan untuk yang memiliki total asset antara Rp. 10 juta – 30 juta memiliki kemampuan membayar sebesar Rp. 300 ribu- 1 juta sebanyak 20 orang responden, sedangkan untuk yang memiliki total asset antara Rp. 30 juta – 50 juta memiliki kemampuan membayar cicilan sebesar Rp. 300 ribu- 800 ribu sebanyak 3 orang responden.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 10.243a 12 .595

Continuity Correction

Likelihood Ratio 11.399 12 .495

Linear-by-Linear Association

5.565 1 .018

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan uji Chi-square diatas, terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah 0,595 atau probabilitas diatas 0,05 (0,595 > 0,05). Maka H0 diterima, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara total asset dengan kemampuan membayar cicilan.

g. Crosstab Omset dengan Kemampuan membayar cicilan

Berdasarkan hasil dari penyebaran kuesioner dari 40 orang responden, relevan antara Omset dengan Kemampuan membayar cicilan dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(62)

Tabel 4.14

Crosstab Omset – Kemampuan membayar cicilan Kemampuan Bayar cicilan Omset Rp. 100- 200 ribu Rp. 200- 300 ribu Rp. 300- 500 ribu Rp. 500- 800 ribu Rp. 800- 1 juta

Rp. 100- 300 ribu 1 2 3 0 0

Rp. 300- 500 ribu 0 9 6 1 0

Rp. 500- 1 juta 0 4 8 3 1

Rp. > 1 juta 0 0 0 1 1

Sumber : Data Primer diolah

Tabel 4.14 menunjukkan hubungan silang antara kedua variabel. Untuk pengusaha UMKM dengan omset Rp. 100 ribu- 300 ribu memiliki kemampuan membayar cicilan antara Rp. 200 ribu- 500 ribu sebanyak 6 orang responden, untuk omset Rp. 300 ribu- 500 ribu memiliki kemampuan membayar cicilan antara Rp. 300 ribu- 800 ribu sebanyak 16 orang responden, untuk omset Rp. 500- 1 juta memiliki kemampuan membayar cicilan antara Rp. 300 ribu- 1 juta sebanyak 16 orang responden, dan untuk pengusaha UMKM dengan omset lebih dari Rp. 1 juta memiliki kemampuan membayar cicilan antara Rp. 500 ribu- 1 juta.

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 23.096a 12 .027 Continuity Correction

Likelihood Ratio 18.322 12 .106

Linear-by-Linear

Association 9.734 1 .002

N of Valid Cases 40

Sumber : Data Primer diolah

Berdasarkan uji Chi-square tersebut, terlihat bahwa pada kolom Asymp.Sig adalah 0,027 atau probabilitas dibawah 0,05 (0,027 < 0,05). Maka H0


(63)

ditolak, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara omset dengan kemampuan membayar cicilan.


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sumber modal yang digunakan pelaku UMKM kebanyakan berasal dari dana sendiri, hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala yang sering dialami para pelaku usaha dalam mengajukan kredit ke perbankan yaitu berupa syarat agunan kredit yang berat, birokrasi yang banyak serta suku bunga yang tinggi menjadi alasan utama mengapa para responden enggan untuk mengajukan kredit modal ke Bank.

2. Kebutuhan Modal yang diperlukan responden berkisar antara Rp. 5 juta hingga Rp. 50 juta, dan kebanyakan dari pelaku usaha membutuhkan pinjaman modal untuk melakukan pengembangan usaha yaitu antara 5 juta hingga 10 juta dalam mengembangkan usahanya dengan tingkat persentase sebesar 42,5%.

3. Asset usaha dan omset usaha memiliki hubungan dengan kebutuhan modal, yang berarti bahwa besar asset usaha yang dimiliki serta omset yang diperoleh oleh pelaku UMKM mempengaruhi kebutuhan modal yang diperlukan dalam hal pengembangan usahanya. Sedangkan omset juga memiliki hubungan dalam mempengaruhi kemampuan pelaku UMKM dalam membayar cicilan pinjaman modal.

4. Para pelaku UMKM kurang memperhatikan pengelolaan keuangan atau pembukuan untuk usaha dikarenakan menurut mereka dampaknya tidak


(65)

terlihat secara jelas atau tidak berpengaruh langsung terhadap kelangsungan usahanya.

5. Para pelaku UMKM kurang mengetahui informasi tentang pola pemasaran produk selain dipasarkan secara langsung ke konsumen. Kebanyakan dari mereka memasarkan langsung produknya secara tradisonal, tanpa memanfaatkan media tekhnologi.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini, maka peneliti ingin menyampaikan beberapa rekomendasi hal-hal sebagai berikut :

1. Sebaiknya pelaku UMKM menerapkan penyusunan atas laporan keuangan agar memperoleh kemudahan, tidak hanya untuk kemudahan memperoleh kredit dari kreditur (Bank), tapi juga sebagai pengendalian terhadap aset, kewajiban dan modal serta perencanaan pendapatan dan efisiensi biaya-biaya yang terjadi yang nantinya akan dilakukan sebagai alat pengambilan keputusan usaha kedepannya.

2. Pelaku UMKM juga harus mengikuti pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. Rilda Murniati.2000. Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2014. Kota Medan dalam Angka 2013. Medan: BPS Sumatera Utara.

Budi Harsono. 2014. Tiap Orang Bisa Menjadi Pengusaha Sukses melalui UMKM. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Kuncoro. Mudrajad 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian . Jakarta : Bumi Aksara.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Sudrajat. 2012. Pemberdayaan UMKM dalam Mewujudkan Tujuan Pembangunan Milenium. Bali.

Sutrisno Hadi. 2001. Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan Disertasi, Jilid Tiga.Yogyakarta : Penerbit Andi.

Syarief, Teuku & Budhiningsih, Etty. 2009. Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan dan Mendukung Permodalan UMKM. Jurnal Pengkajian

.

Tambunan. Tulus 2002.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Tambunan.Tulus 2006. Iklim investasi di indonesia: Masalah, Tantangan, dan Potensi. Jakarta: Kadin- Indonesia- Jetro.

Wahyuni,Eti dkk.2005. Lilitan Masalah Usaha Mikro,Kecil,Menengah (UMKM) &Kontraversi kebijakan. Medan:Bitra Indonesia.


(67)

Website:

- Badan Pusat Statistik Sumatera Utara

- Bank Indonesia

-


(68)

Lampiran 1 Kuesioner A. Identitas Responden

1. Nama Responden: 2. Umur Responden: 3. Alamat Usaha :

4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda 6. Jumlah Tanggungan : ...orang

7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :

1. Tidak Tamat SD 4. Tamat SMA atau sederajat 2. Tamat SD atau sederajat 5. Sarjana Muda/D3

3. Tamat SMP atau sederajat 6. Sarjana/S1 atau lebih tinggi 8. Lama usaha : ...tahun

9. Jenis usaha : ... 10. Jumlah tenaga kerja : ...orang B. Pengelolaan Usaha : Aspek Permodalan 11. Sumber permodalan dalam menjalankan usaha :

1. Dana sendiri 5. Pinjaman mitra usaha 2. Pinjaman keluarga 6. Koperasi

3. Pinjaman teman 7. Lainnya, sebutkan ... 4. Kredit bank


(1)

Lampiran 1 Kuesioner

A. Identitas Responden

1. Nama Responden: 2. Umur Responden: 3. Alamat Usaha :

4. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

5. Status Perkawinan : 1. Kawin 2. Belum Kawin 3. Janda/Duda 6. Jumlah Tanggungan : ...orang

7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :

1. Tidak Tamat SD 4. Tamat SMA atau sederajat 2. Tamat SD atau sederajat 5. Sarjana Muda/D3

3. Tamat SMP atau sederajat 6. Sarjana/S1 atau lebih tinggi 8. Lama usaha : ...tahun

9. Jenis usaha : ... 10. Jumlah tenaga kerja : ...orang

B. Pengelolaan Usaha : Aspek Permodalan

11. Sumber permodalan dalam menjalankan usaha :

1. Dana sendiri 5. Pinjaman mitra usaha 2. Pinjaman keluarga 6. Koperasi

3. Pinjaman teman 7. Lainnya, sebutkan ... 4. Kredit bank


(2)

12. Total asset usaha : Rp. ...

1. Dibawah Rp. 1 juta 4. Rp. 10,01 juta – Rp. 30 juta 2. Rp. 1,01 juta – Rp. 5 juta 5. Rp. 30,01 juta – Rp. 50 juta 3. Rp. 5,01 juta – Rp. 10 juta 6. Diatas Rp. 50 juta

13. Omset usaha per hari : Rp. ...

1. Dibawah Rp. 50.000 4. Rp. 300,001 sampai Rp. 500.000 2. Rp. 50.001 sampai Rp. 100.000 5. Rp. 500.001 sampai Rp. 1 juta 3. Rp. 100.001 sampai Rp. 300.000 6. Rp. Diatas 6 juta

14. Keuntungan usaha per hari : Rp. ...

1. Dibawah Rp. 100.000 4. Rp. 501.000 sampai 1.000.000 2. Rp. 101.000 sampai Rp. 300.000 5. Diatas Rp 1.000.000

3. Rp. 301.000 sampai Rp. 500.000 6. Lainnya, sebutkan ...

15. Apabila Bapak/Ibu akan melakukan pengembangan usaha, dari mana sumber pembiayaan pengembangan usaha tersebut :

1. Dana sendiri 5. Pinjaman mitra usaha 2. Pinjaman keluarga 6. Koperasi

3. Pinjaman teman 7. Lainnya, sebutkan 4. Kredit bank

16. Apakah Bapak/Ibu pernah mengajukan kredit ke perbankan atau lembaga non perbankan :


(3)

17. Jika pernah, bagaimana kredit yang diajukan Bapak/Ibu ke perbankan atau lembaga non perbankan tersebut :

1. Diterima 2. Ditolak

18. Menurut Bapak/Ibu, apa yang menjadi kendala dalam mengajukan kredit ke perbankan atau lembaga non perbankan :

1. Syarat agunan kredit yang berat 3. Suku bunga yang tinggi 2. Birokrasi yang banyak 4. Lainnya, sebutkan ...

19. Menurut Bapak/Ibu, berapa besarnya pinjaman modal yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha : Rp. ...

1. Dibawah Rp. 1 juta 5. Rp. 20,01 juta – Rp. 50 juta 2. Rp. 1,01 juta – Rp. 5 juta 6. Rp. 50,01 juta – Rp. 100 juta 3. Rp. 5,01 juta – Rp. 10 juta 7. Rp. 100,01 juita – Rp. 200 juta 4. Rp. 10,01 juta – Rp. 20 juta 8. Diatas Rp. 200 juta, sebutkan 20. Menurut Bapak/Ibu, berapa lama kemampuan untuk pembayaran cicilan :

... tahun

1. Dibawah 1 tahun, sebutkan... bulan 5. 4 tahun

2. 1 tahun 6. 5 tahun

3. 2 tahun 7. Lainnya, sebutkan ...


(4)

21. Menurut Bapak/Ibu, besarnya kemampuan untuk pembayaran cicilan perbulan : Rp. ...

1. Dibawah Rp. 100.000 5. Rp. 500.000 - Rp. 800.000 2. Rp. 100.000 – Rp. 200.000 6. Rp. 800.000 – Rp. 1.000.000 3. Rp. 200.000 – Rp. 300.000 7. Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 4. Rp. 300.000 – Rp. 500.000 8. Lainnya, sebutkan Rp. ... 22. Menurut Bapak/Ibu, besarnya tingkat bunga untuk pinjaman : ... persen (%)

1. Dibawah 5 % 4. 13- 15 %

2. 5-8 % 5. 16- 20 %

3. 9- 12 % 6. Lainnya, sebutkan ...

C. Pengelolaan Usaha : Aspek Manajerial

23. Motivasi Bapak/Ibu dalam menjalankan usaha :

1. Keinginan berwirausaha 3. Sulit mencari pekerjaan 2. Sebagai usaha sampingan 4. Lainnya, sebutkan ... 24. Motivasi Bapak/Ibu dalam memilih jenis usaha :

1. Memiliki pengalaman 4. Terinspirasi media, buku majalah 2. Pengaruh lingkungan 5. Mengikuti program pemerintah 3. Mengikuti tren usaha 6. Lainnya, sebutkan

25. Status kepemilikan usaha yang Bapak/Ibu jalankan sekarang : 1. Milik sendiri 3. Kerjasama/kongsi


(5)

26. Izin usaha yang Bapak/Ibu miliki dalam menjalankan usaha : 1. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 3. NPWP

2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 4. Lainnya, sebutkan 27. Jenis badan usaha yang dimiliki Bapak/Ibu dalam menjalankan usaha :

1. Tidak ada/Perseorangan 3. CV/Firma

2. Usaha Dagang (UD) 4. Lainnya, sebutkan ... 28. Lokasi tempat usaha yang Bapak/Ibu jalankan sekarang :

1. Rumah Tinggal 5. Badan jalan/trotoar

2. Komplek pertokoan 6. Kaki Lima

3. Pasar Tradisional 6. Lainnya, sebutkan 4. Kawasan perkantoran

29. Kondisi lokasi usaha yang Bapak/Ibu jalankan sekarang : 1. Strategis 2. Cukup strategis 3. Tidak strategis

30. Apakah Bapak/Ibu membuat laporan keuangan/pembukuan untuk usaha sekarang :

1. Ada 2. Tidak ada

31. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana pola pemasaran produk yang dilakukan : 1. Dipasarkan langsung ke konsumen 4. Pameran

2. Dipasarkan lewat agen 5. Melalui internet


(6)

32. Menurut Bapak/Ibu, hambatan yang sering dihadapi dalam menjalankan usaha :

1. Harga bahan baku 4. Tenaga kerja terampil 2. Harga bahan bakar 5. Teknologi yang sudah tua 3. Ketersediaan bahan baku 6. Lainnya, sebutkan ...

33. Menurut Bapak/Ibu, selain jenis bantuan modal, jenis bantuan yang diharapkan dari pemerintah :

1. Kemudahan perizinan 4. Bantuan teknologi

2. Pelatihan Pengembangan usaha 5. Penghapusan pungutan liar 3. Akses pasar atau informasi pasar 6. Lainnya, sebutkan ...

34. Menurut Bapak/Ibu, jenis pelatihan yang diharapkan untuk pengembangan usaha :

1. Pemasaran 4. Manajemen umum

2. Keuangan atau pembukuan 5. Komputer dan TI

3. Ketrampilan teknis produksi 6. Lainnya, sebutkan ...

35. Menurut Bapak/Ibu, upaya yang diperlukan untuk peningkatan usaha dari aspek nonfinansial :

1. Peningkatan kualitas tenaga kerja 5. Menjalin kemitraan

2. Penyediaan tempat usaha 6. Peningkatan kualitas produk 3. kemudahan dalam izin usaha (gratis) 7. Perluasan pemasaran produk