Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove mempunyai fungsi dan manfaat yang serba guna dan
keunikannya sebagai kawasan peralihan antara daratan dan lautan menjadikan
kawasan vegetasi mangrove sasaran pembangunan berbagai sektor. Keberadaan
kawasan vegetasi mangrove di daerah pasang surut yang lingkungannya
mendukung kegiatan perikanan menyebabkan kawasan ini banyak dimanfaatkan
untuk usaha pertambakan beberapa jenis ikan dengan mengorbankan vegetasi
mangrove (Ukkas dan Zulkifli, 2008).
Ekosistem mangrove merupakan mata rantai utama yang berperan sebagai
produsen dalam jaring makanan ekosistem pantai. Ekosistem ini memiliki
produktivitas yang tinggi dengan menyediakan makanan berlimpah bagi berbagai
jenis hewan laut dan menyediakan tempat berkembang biak, memijah, dan
membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang.
Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora
hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang
(Gunarto, 2004).
Keberadaan hutan mangrove sekarang ini cukup mengkhawatirkan karena
ulah manusia untuk kepentingan konversi lahan sebagai tambak, permukiman,
perhotelan, ataupun tempat wisata. Hilangnya mangrove dari ekosistem perairan

pantai telah menyebabkan keseimbangan ekologi lingkungan pantai menjadi
terganggu. Konversi kawasan mangrove menjadi lahan tambak ikan/udang

6

Universitas Sumatera Utara

7

merupakan penyebab utama rusaknya ekosistem mangrove di Indonesia.
Pembuatan tambak di sekitar pesisir pantai menyebabkan ekosistem mangrove
hanya tersisa pada tempat-tempat tertentu yang sangat terisolasi atau ditanam di
tepi tambak yang berbatasan dengan pantai atau sungai untuk mencegah abrasi
(Setyawan dan Winarno, 2006).
Struktur ekosistem mangrove, secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga tipe formasi (Odum, 1972) yaitu :
1. Mangrove pantai : Struktur horizontal formasi ini daerah laut ke arah darat
adalah dari tumbuhan pionir (Sonneratia alba), di ikuti oleh komunitas
campuran Sonneratia alba , Avicennia sp. R. apiculata, selanjutnya komunitas
murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora sp.

Brugueira. Bila genangan berlanjut akan ditemukan komunitas murni Nypa
fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir.
2. Mangrove muara : pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh
air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di
tepian alur, di ikuti komunitas campuran Rhizophora-Brugueira dan diakhiri
komunitas murni Nypa sp.
3. Manrove sungai : pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan dari pada air
laut dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara.
Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Adapun

pembagian

kawasan

mangrove

berdasarkan

perbedaan


penggenangannya (Atmanegara, 2009) adalah :
1. Zona proksimal yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona ini
biasanya akan ditemukan jenis-jenis R. mucronata, R. apiculata dan S. alba.

Universitas Sumatera Utara

8

2. Zona middle yaitu kawasan (zona) yang terletak di antara laut dan darat. Pada
zona ini biasanya akan ditemukan jenis-jenis S. caseolaris, R. alba, B.
gymnorhiza, A marina, A. officinalis dan Ceriops tagal.
3. Zona distal, yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan
ditemukan jenis-jenis Heritiera litoralis, Pongamia, Pandanus spp., dan
Hibiscus tiliaceus.

Gambar 2. Zonasi mangrove dari laut ke darat
Fungsi hutan mangrove menurut Kusmana dkk, (2008) dapat dibedakan
kedalam tiga macam, yaitu fungsi fisik, fungsi ekonomi dan biologi seperti
berikut:

1. Fungsi fisik
a. Menjaga garis pantai dari erosi agar tetap stabil.
b. Mempercepat perluasan lahan.
c. Mengendalikan intrusi air laut.
d. Melindungi daerah belakang mangrove/pantai dari hempasan dan
gelombang angin kencang.
e. Menjaga kawasan peyangga terhadap rembesan air laut (intrusi).
f. Mengolah bahan limbah organik.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Fungsi Ekonomi.
a. Merupakan penghasil kayu sebagai sumber bahan bakar (arang, kayu
bakar) bahan bangunan (balok, atap rumah, tikar).
b. Memberikan hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan,
minuman serta makanan.
c. Merupakan lahan untuk produk pangan dan tujuan lain (pemukiman,
pertambangan, industri, infrastruktur, rekreasi dan lain-lain).

3. Fungsi ekologi.
a. Merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah
(spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground),
berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya.
b. Merupakan tempat bersarang berbagai jenis satwa liar (burung).
c. Merupakan sumber plasma nutfa.
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk
berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini peranan mangrove
bagi lingkungan sekitar dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak
merugikan dirasakan pada berbagai tempat akibat hilangnya mangrove
(Prabudi, 2013).
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan
pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis.
Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan
ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut. Fungsi biologis adalah
sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground),

Universitas Sumatera Utara


10

dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut
lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku dan
bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi tersebut
adalah strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan
menstabilkan ekosistem laut (Hiariey, 2009).

Avicennia marina
A. marina adalah salah satu jenis mangrove yang masuk ke dalam kategori
mangrove mayor. Status tersebut menyebabkan A. marina hampir selalu
ditemukan pada setiap ekosistem mangrove. Masyarakat mengenal A. marina
sebagai api-api putih. Kerabat lain A. marina yang biasa dijumpai hidup bersama
adalah Avicennia alba atau api-api hitam, Avicennia officinalis atau api-api daun
lebar serta Avicennia rumhiana yang mulai jarang ditemukan. Pohon-pohon apiapi yang tumbang atau rusak dapat segera tumbuh kembali, sehingga
mempercepat pemulihan tegakan yang rusak. Akar napas api-api yang padat, rapat
dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur serta berbagai
sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat
mencari makanan bagi jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Halidah, 2014).


Morfologi A. marina
A. marina juga di kenal dengan nama api-api. Api-api juga memiliki nama
daerah seperti kayu kendeka, kayu ting (Manado), kibalanak (Sunda), api-api
brayu, api-api kacang, bogem (Jatim), peape (Madura). Di Indonesia, api-api
memiliki sejumlah nama, di antaranya mangi-mangi, sia-sia, boak, koak, merana

Universitas Sumatera Utara

11

pejapi, papi, atau nyapi. Pohon api-api memiliki beberapa ciri, antara lain
memiliki akar napas yakni akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur
secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya
bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh keluar dari kulit biji saat masih
menggantung pada tanaman induk, tetapi tidak tumbuh keluar menembus buah
sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk bulir seperti mangga, ujung buah
tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk elips dengan ujung tumpul dan panjang
daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau
mengkilat dan permukaan bawah berwarna hijau abu-abu dan suram. Bentuknya
semak atau pohon dengan tinggi 12 m dan kadang-kadang mencapai 20 m,

memiliki akar napas yang berbentuk seperti pensil, bunga bertipe majemuk
dengan 8-14 bunga setiap tangkai. Dalam Gambar 3 terlihat rumpun, perakaran
daun dan buah dari tanaman A. marina.

Gambar 3. Hutan mangrove yang di dominasi oleh jenis A. marina

Gambar 4. Akar napas A. marina yang tumbuh pada tanah lumpur

Universitas Sumatera Utara

12

(A)

(B)

Gambar 5. Daun dan bunga (A) dan buah (B) A. marina

Habitat A. marina
A. marina tumbuh tersebar di sepanjang pantai Afrika Timur dan

Madagaskar hingga ke India, Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan, Thailand, seluruh
kawasan Malesia, Kepulauan Solomon, New Caledonia, Australia dan bagian
utara New Zealand. Sebagai bagian dari komunitas hutan mangrove, pohon apiapi biasanya tumbuh di tepi atau dekat laut. Pohon ditemukan pula tumbuh di
rawa-rawa air tawar, tepi pantai berlumpur daerah mangrove, hingga di substrat
yang berkadar garam sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena Jenis tanaman A.
marina toleran terhadap salinitas sangat tinggi. Memiliki kemampuan menempati
dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-surut. Dari beberapa hasil penelitian
diketahui bahwa A. marina dapat tumbuh pada substrat yang berpasir kasar, halus
maupun lumpur yang dalam (Halidah, 2013 dan Kusmana dkk., 2003).

Faktor Fisika dan Kimia Perairan
a. Suhu
Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke
permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi

Universitas Sumatera Utara

13

diserap dalam bentuk energi panas. Pengukuran suhu sangat perlu untuk

mengetahui karakteristik perairan. Suhu air merupakan faktor abiotik yang
memegang peranan penting bagi hidup dan kehidupan organisme perairan.
Penurunan biomassa dan keanekaragaman organisme ketika suhu air meningkat
lebih dari 28oC (Barus, 2004).
b. Oksigen Terlarut (O2)
Oksigen terlarut dalam perairan dapat berasal dari udara dan dari
pergerakan air, sumber oksigen terlarut terbesar dalam perairan berasal dari proses
fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Kepekatan oksigen terlarut dalam perairan
antara lain disebabkan oleh suhu, tingkat penetrasi cahaya yang tergantung pada
kedalaman dan kekeruhan air dan kehadiran tanaman untuk proses fotosintesis
menambahkan kadar oksigen terlarut diperairan yang masih dapat ditolerir oleh
organisme akuatik terutama fitoplankton adalah tidak kurang dari

5 mg/l.

Organisme perairan dapat hidup dengan layak dan kegiatan perikanan dapat
berhasil kandungan oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg/l. PP No. 82 Tahun
2001, nilai kandungan oksigen terlarut untuk katagori kelas III batas minimal
adalah 4 mg/l (Johan dan Ediwarman, 2011).
c. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air yang biasanay dinyatakan dengan satuan promil.
Kandungan utama dari air laut dibentuk oleh ion Na+ dan Cl- ditambah berbagai
jenis unsur lain yang jumlahnya relatif sedikit. Salinitas merupakan cerminan dari
jumlah garam yang terlarut dalam air. Secara alami salinitas laut lepas rata-rata
sebesar 35 ppt. Menurut Fuad dkk (1988) bahwa sebagai hewan yang melewatkan

Universitas Sumatera Utara

14

hampir seluruh masa, pada masa

awal hidupnya di laut, udang windu

memerlukan air berkadar garam antara 29-32 ppt.
d. Derajad keasaman (pH)
Derajad keasaman (pH) atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu
faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup
di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam
beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garamgaram karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar
perairan. Derajat keasaman merupakan faktor lingkungan kimia air yang berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Pengaruh bagi organisme
sangat besar dan penting, kisaran pH yang kurang dari 6,5, akan menekan laju
pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat mematikan dan tidak ada laju
reproduksi sedangkan pH 6,5-9 merupakan kisaran optimal dalam suatu perairan
(Armita, 2011).

Laju Dekomposisi Serasah
Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang
disebabkan oleh faktor ketuaan, stress oleh faktor mekanik (misalnya angin),
ataupun kombinasi dari keduanya dan kematian serta kerusakan dari keseluruhan
tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Brown, 1984 di acu Soenardjo, 1999).
Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi
lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukkan bahan
organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur, dan juga melalui
akar-akarnya yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan tanah dapat

Universitas Sumatera Utara

15

melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan.
Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik
tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut dilapuk
sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan.
Produksi serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan bagi vegetasi
untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang cukup.
Dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda dari
waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Proses
dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila faktor-faktor
pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses dekomposisi itu
sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam proses
dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis bagi
dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin tidak
berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti oksigen
tersedia dalam kondisi terbatas (Prabudi, 2013).
Pengambilan serasah daun mangrove A. marina dilakukan pada setiap
stasiun. Serasah yang dikumpulkan merupakan serasah yang sudah gugur dan juga
serasah yang sudah menua pada pohon mangrove. Serasah daun A. marina
kemudian ditimbang seberat 50 g lalu dimasukkan kedalam litter bag. Kantong
yang sudah diisi serasah ditempatkan 21 kantongan setiap stasiun, diikatkan pada
batang mangrove agar tidak terbawa arus. Laju dekomposisi serasah daun A.
marina dilakukan dengan menginkubasi serasah daun A. marina yang
ditempatkan dalam kantong serasah di lantai hutan mangrove selama 75 hari.
Pengambilan kantong dengan jangka waktu 15 hari sekali. Serasah daun

Universitas Sumatera Utara

16

mangrove tersebut dibilas dengan air tawar lalu ditiriskan/dikeringkan kemudian
ditimbang bobot

basahnya,

lalu

dimasukkan

kedalam

amplop

sampel.

Dimasukkan kedalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam, kemudian ditimbang
bobot keringnya (Murni dkk, 2015).
Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai penghancuran bahan organik
mati secara bertahap yang dilakukan oleh agen biologi maupun fisika (Sunarto,
2003). Menurut Hardjowigeno (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi
penghancuran (dekomposisi) bahan organik adalah :
1. Suhu: suhu tinggi, dekomposisi cepat. Menurut Soenardjo (1999) batasan
temperatur optimum untuk bakteri berkisar 27-36°C, yang sangat berpengaruh
bagi penguraian serasah mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai
dasar metabolisme.
2. Kelembaban: selalu basah, dekomposisi lambat
3. Tata udara tanah: tata udara baik, dekomposisi cepat
4. Pengolahan: tanah yang diolah, tata udara menjadi baik, penghancuran bahan
organik cepat
5. pH: tanah dengan pH masam, penghancuran bahan organik lambat.
Proses dekomposisi dimulai dari penghancuran atau pemecahan struktur fisik
yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai terhadap hewan-hewan
mati atau hewan-hewan herbivor terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai
bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah, detritus dengan ukuran
kecil.
Menurut Indriani (2008), menyatakan selama terjadinya dekomposisi juga
terjadi mineralisasi unsur hara N, P, S dan unsur hara mikro serta dibentuk pula

Universitas Sumatera Utara

17

senyawa humus. Perubahan-perubahan bentuk nitrogen dalam tanah dari bahan
organik melalui beberapa macam proses yaitu:
1.

Aminisasi: Pembentukan senyawa amino dari bahan organik (protein) oleh
bermacam-macam (heterogenous) mikroorganisme. Protein R-OH + CO +
2

Energi
2.

Amonifikasi: Pembentukan amonium dari senyawa-senyawa amino oleh
mikroorganisme.
R-NH + HOH ROH + NH3 + E
2

-2

+

2NH + H CO (NH ) CO 2NH + CO
3

2

3

4 2

3

3

4

+

3. Nitrifikasi: Perubahan dari amonium (NH ) menjadi nitrit (oleh bakteri
4

Nitrosomonas), kemudian menjadi nitrat (oleh Nitrobakter).
+

-

+

2NH + 3O 2NO + 2H O + 4H + E
2

4

2

2

-

-

2NO + O 2NO + E
2

2

3

Unsur Hara yang Terkandung dalam Serasah Daun A. marina
Salah satu fungsi ekosistem mangrove dapat mempertahankan kesuburan
tanah hutan mangrove yang berasal dari guguran serasah daun yang berada di
lantai daun yang akan melepaskan unsur hara. Unsur hara yang diurai oleh bekteri
dan fungsi berasal dari serasah daun A. marina. Serasah daun A. marina yang
terdapat dilantai hutan akan mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan
unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta menjadi
sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata melalui rantai makanan

Universitas Sumatera Utara

18

fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang,
udang dan lainnya dapat tetap terjaga.
Kandungan unsur hara yang terdapat dalam daun-daun berbagai jenis
mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfat, kalium, kalsium dan magnesium.
Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove
No

Jenis Daun

Karbon

Nitrogen Fosfat Kalium Kalsium Magnesium

1.

Rhizophora

50.83

0.83

0.025

0.35

0.75

0.86

2.

Ceriops

49.78

0.38

0.006

0.42

0.74

1.07

3.

Avicennia

47.93

0.35

0.086

0.81

0.30

0.49

4.

Sonneratia

1.42

0.12

1.30

0.98

0.27

0.45

Sumber : Thaher, (2013)

Karbon (C)
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal dari pelepasan CO2
dan H2O. Oksigen secara berangsur terbentuk karena renata reproduksi biomassa
yang menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi
oksigen, maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan
besar dalam proses pelapukan secara kimia buatan dan mineral (Gultom, 2009).

Nitrogen (N)
Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan senyawa
stabil. Nitrat termasuk salah satu unsur penting dalam sintesis protein tumbuhtumbuhan dan hewan. Namun nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat
menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas, sehingga dapat
mematikan organisme perairan lain. Rukhoyah, (2005) mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

19

sumber-sumber nitrat dalam perairan dapat bermacam-macam yang meliputi
bahan organik, limbah industri, limbah rumah tangga, limbah peternakan dan
pupuk. Pembusukan bahan organik akan menghasilkan amoniak (NH3) dan dari
amoniak akan menjadi amonium (NH4) selanjutkan oleh bakteri nitrit dirubah
menjadi nitrit (NO2) selanjutnya dari nitrit dirubah menjadi nitrat (NO3) oleh
bakteri nitrat. Perairan yang memiliki kandungan nitrat 0,0-1,0 mg/l dikategorikan
pada perairan yang kurang subur (Johan, 2011).
Unsur N dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang. Pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Prabudi, 2013).

Fosfor (P)
Fosfat merupakan unsur penting lainnya dalam suatu ekosistem air. Zat-zat
organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP yang terdapat
didalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyedian energi. Dalam
ekosistem air fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfat anorganik
seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa
organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme. Dalam
ekosistem fosfat akan membentuk suatu rangkain interaksi yang kompleks seperti
terlihat pada siklus fosfat (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora stylosa di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 11 90

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 7 80

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora stylosa di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 13

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora stylosa di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 2

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora stylosa di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 13

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Rhizophora stylosa di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

5 7 4

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina di Perairan Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 1 4

1 LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina DI PERAIRAN PULAU SEMBILAN KECAMATAN PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

0 0 14