Studi Deskriptif Teknik Permainan Sarune Karo

BAB II
KEBUDAYAAN MUSIK KARO
2.1 Pendukung kebudayaan dan Kesenian Karo
Secara umum, pendukung kebudayaan dan kesenian Karo adalah masyarakat suku karo.
Secara garis besar suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, dan
beberapa tempat lain seperti Kabupaten Deliserdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.
Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami
(dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut
Bahasa Karo.
Untuk lebih jelas penulis akan memaparkan dimana suku Karo berada.

2.1.1

Gambaran umum wilayah Karo

Suku Karo merupakan salah satu dari beberapa suku yang mendiami provinsi Sumatera
Utara. Karo juga merupakan sebutan untuk satu wilayah administratif

kabupaten yaitu


kabupaten Karo yang wilayahnya meliputi seluruh dataran tinggi Karo.
Gambaran tentang daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa yang
digambarkan oleh J.H. Neuman dalam buku Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisasi
(Sarjani Tarigan, 2009 : 36), yaitu:
“Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah timur oleh pinggir jalan yang
memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah Selatan kira-kira dibatasi oleh
sungai Biang (yang diberi nama sungai Wampu, apabila memasuki Langkat), disebelah
Barat dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara wilayah itu meluas sampai
kedataran rendah Deli dan Serdang.”

Universitas Sumatera Utara

Dalam gambaran luasnya, domisili masyarakat Karo ini memang tidak dapat pula
dibantah, bahwa ada beberapa bahagian di daerah pantai yang dihuni oleh penduduk melayu.
Namun demikian, kedua suku bangsa ini hidup berdampingan, dan jauh lebih lagi saling
berbaur atau berakulturasi diantara sesamanya.
Dengan demikian, orang-orang Karo yang tersebar di beberapa kabupaten di Sumatera
Utara membuat membedakan sebutan atau julukan sesuai dengan dasar wilayah komunitas
masyarakatnya seperti: Karo Kenjulu, Karo teruh Deleng, Karo singalor lau, Karo Baluren,
Karo langkat, Karo Timur dan Karo Sarune Karo adalah salah satu alat musik karo yang

berfungsi sebagai pembawa melodi dalam mengiringi suatu upacara adat di dalam
masyarakat Karo. Dusun 4.
Selain wilayah-wilayah tempat tinggal yang telah dijelaskan di atas, masih ada wilayah
yang cukup penting yang menjadi tempat tinggal atau domisili orang Karo, yaitu wilayah
kota Medan (ibukota propinsi Sumatera Utara). Di sepanjang jalan dari Kabanjahe/Kabupaten
Karo menuju kota Medan juga terdapat beberapa desa dan semi kota (sub-urban) yang juga
menjadi domisili orang Karo seperti: kota Berastagi, desa Bandarbaru, desa Sibolangit, desa
Sembahe, dan Pancurbatu (kecuali Berastagi, semua desa tersebut termasuk dalam wilayah
kabupaten Deliserdang).

4

Karo Kenjulu adalah sebahagian besar wilayah Kabupaten Karo, yakni kecamatan Kabanjahe, Berastagi, Tiga
Panah, Barusjahe, Simpang Empat, Payung. Yang termasuk dalam Karo Teruh Deleng adalah kecamatan Kuta
Buloh, Kec. Payung, kec. Lau Baleng dan kec. Mardinding. Sementara Karo Singalor Lau meliputi kecamatan
Tiga Binanga, kecamatan Juhar, dan kecamatan Munte.Yang termasuk Karo Baluren adalah kecamatan Tanah
Pinem dan kecamatan Tigalingga. Kecamatan Tanah Pinem sudah merupakan bagian dari kabupaten Dairi.Yang
termasuk Karo Langkat adalah masyarakat Karo yang tinggal di kabupaten Langkat dan kabupaten Binjei yang
meliputi kecamatan-kecamatan: Padang Tualang, Bahorok, Salapian, Kwala, Selesai, Sungai Bingei, Binjei dan
Stabat. Yang termasuk Karo Timur adalah yang tinggal di wilayah kecamatan Lubuk Pakam, kecamatan Bangun

Purba, kecamatan Galang, kecamatan Gunung Meriah, kecamatan Dolok Silau dan kecamatan Silimakuta.
Wilayah-wilayah tersebut merupakan daerah kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Simalungun. Yang
termasuk dalam wilayah Karo Dusun adalah kecamatan Sibolangit, Kecamatan Pancurbatu, Kecamatan
Namorambe, Kecamatan Sunggal, kecamatan Kutalimbaru, kecamatan STM-Hilir, Kecamatan STM-Hulu,
Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Tanjung Morawa dan Kecamatan Biru-biru. (Hasil kongres
kebudayaan Karo 1995)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1: Peta kabupaten Karo ( Sumber Pariwisata Kabupaten Karo).

Memasuki wilayah kota Medan, terdapat lagi beberapa wilayah desa, seperti: desa Lau
Cih, Kelurahan Simpang Selayang, Simpang Kuala dan Padang Bulan yang sebagian besar
penduduknya adalah orang Karo. Penduduk di setiap wilayah tersebut, walaupun telah lama
tinggal secara menetap, namun secara kekerabatan masih mempunyai hubungan dengan
masyarakat Karo yang tinggal di wilayah kabupaten Karo.
2.2 Kesenian Karo
Kesenian merupakan salah satu bagian dari budaya serta sarana yang dapat digunakan
sebagai cara untuk menuangkan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Menurut
Koentjaraningrat Kesenian ialah kompleks dari berbagai ide-ide, norma-norma, gagasan,

nilai-nilai, serta peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari
manusia itu sendiri dan pada umumnya berwujud berbagai benda-benda hasil ciptaan
manusia.
Suku Karo sebagai salah satu etnik dari beratus etnik yang dimiliki Nusantara tentu
memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan Kesenian Karo ini lah yang menjadi
kebanggaan suku Karo dalam menjalankan tutur budayanya. Kesenian Karo ada beberapa

Universitas Sumatera Utara

jenis, mulai dari seni sastera, seni tari, seni rupa dan seni musik. Disini penulis hanya akan
membahas pada seni musik saja.
2.2.1 Seni Musik Karo
Berekspresi melalui kesenenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat
umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian merupakan suatu
kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan dirinya sebagai
manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun sedih. Salah satu media
pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut dapat berupa musik
instrumentalia, musik vokal, atau gabungan antara keduanya.
Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang, dan dalam masyarakat Karo
gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian, diantaranya:

1.

Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu (gendang Karo,
gendang Melayu).

2.

Gendang, sebagai nama sebuah instrument musik (gendang singindungi, gendang
singanaki).

3.

Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu (gendang
simalungun rayat, gendang peselukken).

4.

Gendang, untuk menunjukkan ensambel musik tertentu (gendang lima sendalanen,
gendang telu sendalanen).


5.

Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu (gendang cawir metua, gendang
guro-guro aron).
Untuk penjelasan lebih lanjut, penulis akan menguraikan tentang jenis-jenis musik

instrumentalia didalam musik Karo:

Universitas Sumatera Utara

2.2.1.1 Gendang Lima Sendalanen
Gendang Lima Sendalanen merupakan suatu istilah yang digunakan untukmenyatakan
suatu ensambel musik tradisional Karo yang terdiri dari lima buah alat musik, yaitu: (1)
sarune, (2) gendang singanaki, (3) gendang singindungi, (4) penganak, (5) gung.
Instilah gendang pada gendang lima sendalanen ini berarti ada lima buah alat musik
dalam satu ensambel. Dengan demikian gendang lima sendalanen mengandung pengertian
lima buah alat musik yang dimainkan sejalan atau secara bersama-sama. Kadang-kadang
Gendang Lima Sendalanen disebut dengan istilah gendang sarune. Adanya dua istilah atau
penyebutan satu ensambel musik tradisional Karo yang sama dikarenakan perbedaan latar
belakang dari orang-orang yang menggunakannya.

Dikalangan musisi tradisonal Karo istilah gendang sarune lebih sering digunakan,
sementara itu diberbagai tulisan tentang kebudayaan musik Karo lebih banyak menggunakan
istilah Gendang Lima Sendalanen. Untuk konsistensi penulisan, dalam tulisan ini digunakan
istilah gendang lima sendalanen. Ini tidak berarti istilah Gendang Lima Sendalanen lebih
mewakili dari pada gendang sarune karena memang kedua istilah tersebut selalu digunakan
dalam masyarakat Karo.
Perlu diketahui juga bahwa, masing-masing alat musik dalam ensambel Gendang
Lima Sendalanen tersebut dimainkan oleh seorang pemain, kecuali alat musik penganak dan
gung, dimana kedua alat musik tersebut dimainkan oleh seorang pemain musik secara
bersamaan.
Di bawah ini dijabarkan penjelasan tentang masing-masing instrumen yang terdapat
dalam gendang lima sendalanen, yaitu :
a. Sarune
Sarune merupakan alat musik tiup yang memiliki lidah ganda (double reed), dan
tabung alat musik ini berbentuk konis (conical) mirip dengan alat musik obo (oboe).

Universitas Sumatera Utara

Instrumen ini terdiri dari lima bagian alat yang dapat dipisah-pisahkan serta terbuat dari
bahan yang berbeda pula yaitu: (a) anak-anak sarune, (b) tongkeh, (c) ampang-ampang,

(d) batang sarune, dan (e) gundal. Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat
dari dua helai kecil daun kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak
memainkan sarune, anak-anak sarune tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur
agar menjadi lunak sehingga mudah bergetar jika ditiup.

Gambar 2.2 : Sarune Karo (sumber dok : Egi Sinulingga)

Ampang-ampang yaitu sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari kulit
binatang Baning (trenggiling) diletakkan di tengah tongkeh (terbuat dari timah). Ampangampang berfungsi sebagai penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup alat tersebut.
Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam atau pohon nangka, pada batang sarune
inilah terdapat lobang-lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil atau
pengubah nada ketika sarune ditiup. Gundal juga terbuat dari kayu selantam yang berada
pada bagian bawah sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune yang
fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi lebih panjang dan nyaring atau keras.
Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya
dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang berfungsi sebagai
pengikat agar bagian-bagian tersebut tidak tercecer, terpisah atau hilang karena ukurannya
yang kecil

Universitas Sumatera Utara


b.

Gendang singanaki dan gendang singindungi
Gendang singanaki dan Gendang singindungi (double sided conical drums)

merupakan dua alat musik pukul yang terbuat dari kayu pohon nangka. Pada kedua sisi alat
musik yang berbentuk konis tersebut, terdapat membrane yang terbuat dari kulit binatang.
Sisi depan/atas atau bagian yang dipukul disebut babah gendang, sisi belakang/bawah (tidak
dipukul) disebut pantil gendang. Kedua alat musik ini memiliki ukuran yang kecil,
panjangnya sekitar 44 cm, dengan diameter babah gendangnya sekitar 5 cm, sedangkan
diameter pantil gendang sekitar 4 cm.

Gambar 2.3: Gendang singanaki (kiri) dan Gendang singanaki (kanan).
Sumber dok : karo siadi.com

Kedua alat musik tersebut memiliki kesamaan dari sisi bahan, bentuk, ukuran, dan
cara pembuatannya. Perbedaannya hanya pada “gendang mini” yang disebut gerantung
(panjang 11,5 cm) yang diikatkan di sisi badan gendang singanaki, sedangkan pada gendang
singindungi tidak ada. Gendang singindungi dapat menghasikan bunyi naik turun melalui

teknik permainan tertentu, sedangkan gendang singanaki tidak memiliki tehnik tersebut
sehingga bunyi yang dihasilkannya tidak bisa naik turun. Masing-masing gendang memiliki
dua palu-palu gendang atau alat pukul (drum stick) sepanjang 14 cm.
c. Gung dan Penganak
Penganak dan gung tergolong dalam jenis suspended idiophone/gong berpencu
yang memiliki persamaan dari segi konstruksi bentuk, yakni sama seperti gong yang

Universitas Sumatera Utara

umumnya terdapat pada kebudayaan musik nusantara. Perbedaan keduanya (Penganak dan
gung) adalah dari segi ukuran atau lebar diameternya.

Gambar 2.4: Gung karo (kiri) dan Penganak (kanan).
Sumber dok: Karo siadi.com

Gung memiliki ukuran yang besar (diameter 68,5 cm), dan penganak memiliki
ukuran yang kecil (diameter 16 cm). Gung dan penganak ini terbuat dari kuningan,
sedangkan palu-palu (pemukulnya) terbuat dari kayu dengan benda lunak yang sengaja
dibuat di ujungnya untuk menghasilkan suara gung yang lebih enak didengar (palu-palu
gung).

2.2.1.2 Ensambel Gendang Telu Sendalanen
Secara harfiah Gendang telu sendalanen memiliki pengertian tiga alat musik yang
sejalan atau dimainkan secara bersama-sama (sama seperti pengertian Gendang Lima
Sendalanen). Ketiga alat musik tersebut adalah (1) Kulcapi/balobat, (2) ketengketeng, dan
(3) mangkok. Dalam ensambel ini ada dua istrumen yang bisa digunakan sebagai pembawa
melodi yaitu Kulcapi atau balobat. Pemakaian Kulcapi atau balobat sebagai pembawa
melodi dilakukan secara terpisah dalam upacara yang berbeda. Sedangkan Keteng-keteng
dan mangkok merupakan alat musik pengiring yang menghasilkan pola-pola ritem yang
bersifat konstan dan repetitif.

Universitas Sumatera Utara

a. Kulcapi
Kulcapi adalah alat musik petik berbentuk lute yang terdiri dari dua buah senar (twostrenged fretted-necked lute). Dahulu kala senarnya terbuat dari akar pohon aren (enau)
namun sekarang telah diganti senar metal. Langkup Kulcapi (bagian depan resonator
Kulcapi) tidak terdapat lobang resonator, justru lobang resonator (disebut babah) terdapat
pada bagian belakang Kulcapi.
Dalam memainkan Kulcapi, lobang resonator (babah) tersebut juga berfungsi untuk
mengubah warna bunyi (efek bunyi) dengan cara tonggum, yakni suatu teknik permainan
Kulcapi dengan cara mendekapkan seluruh/sebagian babah Kulcapi ke badan pemain Kulcapi
secara berulang dalam waktu tertentu. Efek bunyi Kulcapi yang dihasilkan melalui tehnik
tonggum ini hampir menyerupai efek bunyi echo pada alat musik elektronik pada umumnya.

Gambar 2.5 : Kulcapi Karo (Sumber: dok. Egi Sinulingga)

b. Balobat
Balobat merupakan alat musik tiup yang tebuat dari bambu (block flute). Instrumen
ini mirip dengan alat musik recorder pada alat musik barat. Balobat memiliki enam buah
lobang nada. Dilihat dari perannya dalam gendang telu sedalanen, balobat memiliki peran
yang sedikit atau kurang berperan penting, karena pada sebagian besar penampilan Gendang
telu sendalanen biasanya menggunakan Kulcapi pembawa melodi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6: Belobat
Sumber: Dok. Egi Sinulingga

c. Keteng-keteng
Keteng-keteng merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Bunyi keteng-keteng
dihasilkan dari dua buah “senar” yang diambil dari kulit bambu itu sendiri (bamboo
idiochord). Pada ruas bambu tersebut dibuat satu lobang resonator dan tepat di atasnya
ditempatkan sebilah potongan bambu dengan cara melekatkan bilahan itu ke salah satu senar
keteng-keteng. Bilahan bambu itu disebut gung, karena peran musikal dan warna bunyinya
menyerupai gung dalam Gendang Lima Sendalanen. Bunyi musik yang dihasilkan ketengketeng merupakan gabungan dari alat-alat musik pengiring Gendang Lima Sendalanen
(kecuali sarune) karena pola permainan keteng-keteng menghasilkan bunyi pola ritem:
gendang singanaki, gendang singindungi, penganak dan gung yang dimainkan oleh hanya
seorang pemain keteng-keteng.

Gambar. 2.7 : keteng-keteng (sumber.dok : Egi Sinulingga).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sempa Sitepu (1982: 192) kemungkinan terciptanya alat musik ini (ketengketeng) ialah untuk menanggulangi kesulitan memanggil gendang (Gendang Lima
Sendalanen) dan untuk acara yang tidak begitu besar seperti ndilo tendi (memanggil roh)
atau erpangir ku lau, alat tersebut dapat menggantikannya. Balobat digunakan sebagai
pembawa melodi menggantikan sarune dalam Gendang Lima Sendalanen.
d. Mangkok
Mangkok yang dimaksud dalam hal ini adalah semacam cawan (chinese glass-bowl)
yang pada dasarnya bukan merupakan alat musik, namun dalam gendang telu sedalanen,
mangkok tersebut digunakan sebagai instrumen pembawa ritmis. Selain sebagai alat musik,
mangkok juga merupakan perlengkapan penting dari guru sibaso (dukun) dalam sistem
kepercayaan tradisional Karo. Mangkok tersebut digunakan sebagai tempat air suci atau air
bunga atau juga beras dalam ritual tertentu. Ketika mangkok digunakan atau dipakai sebagai
alat musik dalam Gendang telu sendalanen biasanya diisi air putih biasa, tujuannya agar
bunyi yang dihasilkan mangkok tersebut menjadi lebih nyaring.

Gambar 2.8 : Mangkok meciho (Sumber: dok. Egi Sinulingga)

Universitas Sumatera Utara

2.2.1.3 Instrument tunggal
Yang dimaksud dengan instrument tunggal dalam hal ini adalah, suatu alat musik yang
digunakan secara tunggal atau pun tidak ada pengiring ritmisnya. Instrument tunggal di
dalam kebudayaan musik Karo terdiri dari surdam,murbab dan belobat pingko-pingko.
2.2.1.3.1

Surdam

Surdam adalah suatu alat musik tiup dari kebudayaan musik karo yang terbuat dari
seruas bambu, bambu yang digunakan untuk membuat surdam adalah bambu kerapat.
Surdam Karo ada tiga jenis yakni; surdam puntung, surdam rumamis dan surdam tangko
kuda.
a.

Surdam puntung adalah surdam yang memiliki enam buah lobang nada dan ukuran
surdam ini lebih besar dari ukuran belobat. Surdam ini biasanya dipakai oleh
permakan (pengembala) dipadang rumput waktu mengembalakan ternaknya.

b.

Surdam rumamis juga sama dengan surdam puntung yaitu terbuat dari bambu, hanya
memiliki perbedaan pada posisi/letak lobang nadanya. Lobang nada surdam rumamis
terdiri dari enam buah yaitu empat buah ditengah dan dua buah sebelah bawah
dengan ukuran satu besar dan satu kecil. Surdam ini biasa dipergunakan untuk lagulagu sedih (lagu tangis-tangis).

c.

Surdam belin (surdam tangko kuda), surdam belin ini juga bahannya dari bambu
hanya saja panjangnya jauh lebih panjang dibanding surdam puntung dan surdam
rumamis. Lobang nada surdam ini ada enam buah, yaitu dua disebelah atas, tiga
dibagian tengah dan satu dibagian bawah. Cara memainkan surdam ini memiliki
sedikit perbedaan dari surdam-surdam sebelumnya. Surdam ini cara memainkannya
dengan meniup lobang tiupan dibagian atas dan menutup lima lobang nada dengan
jari tangan dan lobang satu lagi ditutup dengan induk jari.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 : Surdam puntung, surdam rumamis, surdam tangko kuda (belin)
Sumber: Dok. Musik Karo.com

a. Murbab, Genggong dan Tambur
Murbab adalah alat musik tradisional Suku Karo dari Sumatera Utara yang termasuk
alat musik dalam kategori instrumen berdawai dan satu-satunya alat musik Karo yang
dimainkan dengan cara digesek. Alat musik murbab dapat dimainkan secara solo dan juga
ansambel sebagai melodi dan keberadaanya sampai saat ini sudah jarang ditemukan pada
masyarakat Karo. Murbab terbuat dari kayu, tempurung kelapa, serat daun nenas dan bow
penggeseknya terbuat dari rambut ekor kuda.
Genggong adalah alat musik Karo yang terbuat dari besi dan dibunyikan dengan
menggunakan mulut sebagai resonator. Selain sebagai resonator, mulut juga berfungsi
mengatur tinggi rendahnya nada yang dihasilkan genggong. Genggong digunakan oleh anak
perana (perjaka) untuk memanggil singuda-nguda (gadis) pujaan hatinya agar keluar dari
dalam rumah, sehingga mereka bisa memadu kisah asmara. Biasanya sang pemuda tersebut
memainkan genggong dengan lagu tertentu yang telah dimengerti kekasihnya, sehingga dia
akan keluar dari dalam rumah. Keberadaan genggong saat ini diperkirakan sudah punah dari
kebudayaan musik Karo.

Universitas Sumatera Utara

Tambur adalah alat musik pukul yang memiliki membran yang terbuat dari kulit
binatang. Membrannya terdiri dari dua sisi (double headed drum) dan kedua sisinya dipukul
menggunakan tangan kanan dan tangan kiri, tangan kanan menggunakan stick (pemukul)
sedangkan tangan kiri memukul menggunakan jari-jari tangan si pemain. Tambur dahulunya
sering di pergunakan dalam upacara erpangir ku lau dengan digabungkan dengan gendang
lima sendalanen. Tetapi sekarang keberadaan tambur sudah sangat sulit ditemukan.

Gambar 2.10 : Murbab Karo (Sumber: Dok.Karo Siadi.Com)

b. Belobat pingko-pingko, Embal-embal dan Empi-empi
Belobat pingko-pingko terbuat dari bambu yang berukuran kecil, lobang nada belobat
pingko-pingko ini sebanyak enam buah, lima buah ditengah dan satu buah dibawah. Belobat
pingko-pingko ini adalah alat musik tiup yang sangat lembut suaranya. Belobat ini biasanya
dipakai oleh pengembala sapi dipadang rumput.
Embal-embal dan empi-empi merupakan alat musik yang digunakan sewaktu padi
sudah menguning. Keduanya digunakan untuk hiburan pribadi ketika menjaga padi dari
gangguan burung di sawah. Embal-embal tergolong alat musik aerophone single reed, dan

Universitas Sumatera Utara

pada ruas-ruas bambu dibuat lobang penghasil nada. Lidah (reed) pada embal-embal terbuat
dari badan bambu tersebut. Empi-empi adalah sebuah alat musik yang tergolong aerophone
multi reeds, empi-empi terbuat dari sebuah batang padi yang sudah tua. Lidah (reeds) empiempi terbuat dari batang padi itu sendiri, dengan cara memecahkan sebagian kecil dari salah
satu ujung batang padi tersebut. Akibat terpecahnya bagian batang padi tersebut, maka jika
ditiup akan menghasilkan suatu bunyi dan empi-empi biasanya memiliki empat lobang nada.
Keberadaan embal-embal dan empi-empi saat ini sudah sangat sulit untuk ditemukan baik
daerah kota maupun desa di tanah Karo.

Gambar 2.11 : Belobat pingko-pingko (Sumber: Dok. Karo Siadi. Com).

2.2.1.4 Seni musik vocal
Didalam kebudayaan musik Karo juga terdapat nyanyian yang juga memiliki peran
penting dalam suatu upacara di dalam masyarakat Karo. Seni suara merupakan suatu bentuk
karya seni yang dapat dinikmati manusia melalui pendengaran, seperti seni vokal, seni
instrumental, dan seni sastra. Seni vokal yang berkembang pada masyarakat Karo, yaitu
berupa rengget (nyanyian). Seni vokal dalam mastarakat karo biasanya digunakan dalam
upacara pernikahan, pemakaman, upacara hiburan dan upacara erpangir kulau. Seni vokal
dalam masyarakat karo ada beberapa jenis: yaitu ermang-mang, masu-masu, rende
(bernyanyi).
Ermang-mang adalah pembacaan mantera oleh guru sibaso (orang pintar) dengan
menyanyikannya, biasanya tidak menggunakan alat musik pengiring. Masu-masu adalah
Suatu nyanyian yang berupa doa dan harapan. Masu-masu biasanya di gunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

upacara hiburan rakyat dan upacara pernikahan dengan di iringi oleh gendang lima
sendalanen, dan rende (nyanyian) adalah syair yang dilafalkan sesuai nada, ritme, birama,
dan melodi tertentu hingga membentuk harmoni. Nyanyian sering juga disebut sebagai lagu
yang berarti gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal
(biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai
kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Masyarakat karo sering menyanyikan
sebuah lagu (rende) dalam upacara hiburan (gendang guro-guro aron), upacara pernikahan,
dan upacara pemakaman.

2.2.1.5 Sierjabaten
Sierjabaten adalah orang yang memiliki jabatan atau kedudukan dalam mendukung
berjalannya suatu upacara khususnya dalam memainkan musik tradisional Karo. Seseorang
disebut sebagai sierjabaten adalah pada saat dia melakukan peran penting dalam mengirngi
suatu upacara. Didalam berjalannya upacara, penggual, penarune, perkulcapi dan guru sibaso
disebut sebagai sierjabaten. Peran sierjabaten dalam mengiringi suatu upacara sangatlah
penting, apabila sierjabaten tidak ada maka ritual dari upacara tersebut belum bisa dimulai
dan kesuksesan upacara ritual tersebut sangatlah bergantung pada sierjabaten.

Gambar 2.12: Penggual dan penarune sedang mengiringi upacara disebut sebagai sierjabaten (Sumber: Dok.
Nisura.blogspot.com)

Universitas Sumatera Utara